2. Anatomi Fisiologi
Hipotalamus pada daerah dasar atau lunas ventrikel ketiga terdapat beberapa
nukleus tertentu yang memiliki kegiatan fisiologik yang tertentu juga. Fungsi-fungsi
seperti pengaturan suhu tubuh, lapar dan haus diatur oleh pusat-pusat dalam
hipotalamus. Sulkul sentralis atau fisura rolandi memisahkan lobus frontalis dari lobus
parietalis. Lobus oksipitalis terletak dibelakang lobus frontalis dan bersandar pada
tentonium seregali yaitu sebuah lipatan duramater yang memisahkan fosa kranialis
tengah, fosa kranialis posterior dibawahnya sulkul lateralis atau fisura dilurus
memisahkan lobus temporalis dari lobus frontalis pada daerah sebelah anterior dan
dari lobus parietalis pada sebelah posterior ((Dinarello & Gelfand, 2005).
3. Etiologi
Demam dapat disebabkan oleh faktor infeksi ataupun faktor non infeksi.
Demam akibat infeksi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, ataupun
parasit. Infeksi bakteri yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain
pneumonia, bronkitis, osteomyelitis, appendisitis, tuberculosis, bakteremia, sepsis,
bakterial gastroenteritis, meningitis, ensefalitis, selulitis, otitis media, infeksi saluran
kemih, dan lain-lain (Graneto, 2010). Infeksi virus yang pada umumnya
menimbulkan demam antara lain viral pneumonia, influenza, demam berdarah
dengue, demam chikungunya, dan virus-virus umum seperti H1N1 (Davis, 2011).
Infeksi jamur yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain coccidioides
imitis, criptococcosis, dan lain-lain (Davis, 2011). Infeksi parasit yang pada umumnya
menimbulkan demam antara lain malaria, toksoplasmosis, dan helmintiasis
(Jenson & Baltimore, 2007).
Demam akibat faktor non infeksi dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain
faktor lingkungan (suhu lingkungan yang eksternal yang terlalu tinggi, keadaan
tumbuh gigi, dll), penyakit autoimun (arthritis, systemic lupus erythematosus,
vaskulitis, dll), keganasan (Penyakit Hodgkin, Limfoma nonhodgkin, leukemia, dll),
dan pemakaian obat-obatan (antibiotik, difenilhidantoin, dan antihistamin) (Khausik,
2010).
Selain itu jika pada anak-anak juga dapat mengalami demam sebagai akibat efek
samping dari pemberian imunisasi selama ±1-10 hari (Graneto, 2010). Hal lain yang
juga berperan sebagai faktor non infeksi penyebab demam adalah gangguan sistem
saraf pusat seperti perdarahan otak, status epileptikus, koma, cedera hipotalamus, atau
gangguan lainnya (Nelwan, 2009).
5. Patofisiologi
Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama pirogen.
Pirogen adalah zat yang dapat menyebabkan demam. Pirogen terbagi dua yaitu pirogen
eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh pasien. Contoh dari pirogen
eksogen adalah produk mikroorganisme seperti toksin atau mikroorganisme seutuhnya.
Salah satu pirogen eksogen klasik adalah endotoksin lipopolisakarida yang dihasilkan
oleh bakteri gram negatif. Jenis lain dari pirogen adalah pirogen endogen yang
merupakan pirogen yang berasal dari dalam tubuh pasien. Contoh dari pirogen
endogen antara lain IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN. Sumber dari pirogen endogen ini
pada umumnya adalah monosit, neutrofil, dan limfosit walaupun sel lain juga dapat
mengeluarkan pirogen endogen jika terstimulasi.
Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih
(monosit, limfosit, dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin, mediator
inflamasi, atau reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut akan mengeluarkan zat kimia
yang dikenal dengan pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN). Pirogen eksogen
dan pirogen endogen akan merangsang endotelium hipotalamus untuk membentuk
prostaglandin (Dinarello & Gelfand, 2005). Prostaglandin yang terbentuk kemudian
akan meningkatkan patokan termostat di pusat termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus
akan menganggap suhu sekarang lebih rendah dari suhu patokan yang baru sehingga ini
memicu mekanisme-mekanisme untuk meningkatkan panas antara lain menggigil,
vasokonstriksi kulit dan mekanisme volunter seperti memakai selimut. Sehingga akan
terjadi peningkatan produksi panas dan penurunan pengurangan panas yang pada
akhirnya akan menyebabkan suhu tubuh naik ke patokan yang baru tersebut.
Demam memiliki tiga fase yaitu: fase kedinginan, fase demam, dan fase
kemerahan. Fase pertama yaitu fase kedinginan merupakan fase peningkatan suhu tubuh
yang ditandai dengan vasokonstriksi pembuluh darah dan peningkatan aktivitas otot
yang berusaha untuk memproduksi panas sehingga tubuh akan merasa kedinginan dan
menggigil. Fase kedua yaitu fase demam merupakan fase keseimbangan antara produksi
panas dan kehilangan panas di titik patokan suhu yang sudah meningkat. Fase ketiga
yaitu fase kemerahan merupakan fase penurunan suhu yang ditandai dengan vasodilatasi
pembuluh darah dan berkeringat yang berusaha untuk menghilangkan panas sehingga
tubuh akan berwarna kemerahan (Nelwan, 2009).
6. Pathway
Demam
Mempengaruhi
hipotalamus anterior
Aksi antipiretik
Hipertermi
Peningkatan Ph berkurang
evaporasi
Anoreksia
Resiko Defisit Volume
Cairan
Intake nutrisi
berkurang
8. Penatalaksanaan
Demam merupakan mekanisme pertahanan diri atau reaksi fisiologis terhadap
perubahan titik patokan di hipotalamus. Penatalaksanaan demam bertujuan untuk
merendahkan suhu tubuh yang terlalu tinggi bukan untuk menghilangkan demam.
Penatalaksanaan demam dapat dibagi menjadi dua garis besar yaitu: nonfarmakologi
dan farmakologi. Akan tetapi, diperlukan penanganan demam secara langsung oleh
dokter apabila penderita dengan umur >38°C, penderita dengan umur 3-12 bulan
dengan suhu >39°C, penderita dengan suhu >40,5°C, dan demam dengan suhu yang
tidak turun dalam 48-72 jam (Davis, 2011).
a. Terapi non-farmakologi
Adapun yang termasuk dalam terapi non-farmakologi dari penatalaksanaan
demam:
1) Pemberian cairan dalam jumlah banyak untuk mencegah dehidrasi dan
beristirahat yang cukup.
2) Tidak memberikan penderita pakaian panas yang berlebihan pada saat
menggigil. Kita lepaskan pakaian dan selimut yang terlalu berlebihan. Memakai
satu lapis pakaian dan satu lapis selimut sudah dapat memberikan rasa nyaman
kepada penderita.
3) Memberikan kompres hangat pada penderita. Pemberian kompres hangat efektif
terutama setelah pemberian obat. Jangan berikan kompres dingin karena akan
menyebabkan keadaan menggigil dan meningkatkan kembali suhu inti
4) Tidur yang cukup agar mencegah metabolism berlebih (Davis, 2011).
b. Terapi farmakologi
Obat-obatan yang dipakai dalam mengatasi demam (antipiretik) adalah parasetamol
(asetaminofen) dan ibuprofen. Parasetamol cepat bereaksi dalam menurunkan panas
sedangkan ibuprofen memiliki efek kerja yang lama (Graneto, 2010). Pada anak-
anak, dianjurkan untuk pemberian parasetamol sebagai antipiretik. Penggunaan
OAINS tidak dianjurkan dikarenakan oleh fungsi antikoagulan dan resiko
sindrom Reye pada anak-anak (Kaushik, Pineda, & Kest, 2010). Selain pemberian
antipiretik juga perlu diperhatikan mengenai pemberian obat untuk mengatasi
penyebab terjadinya demam. Antibiotik dapat diberikan untuk mengatasi infeksi
bakteri. Pemberian antibiotik hendaknya sesuai dengan tes sensitivitas kultur bakteri
apabila memungkinkan (Graneto, 2010).
B. Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis
Menurut Wijaya dan Putri tahun 2013, dalam memberikan asuhan keperawatan pada
pasien yang membutuhkan perawatan tidak terlepas dari pendekatan dengan proses
keperawatan, dimana proses keperawatan itu merupakan suatu proses pemecahan yang
dinamis dalam usaha untuk memeperbaiki dan melihat pasien sampai ketingkat kesehatan
yang optimal melalui suatu pendekatan yang tersusun untuk mengenal, membantu
memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan melalui langkah-langkah seperti perencanaan,
pelaksanaan tindakan dan evaluasi keperawatan yang berkelanjutan.
1. Pengkajian
Data fokus yang perlu dikaji pada pasien dengan febris yaitu:
a. Identitas pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat dan
status pernikahan
b. Riwayat kesehatan
Meliputi keluhan utama, kapan demam terjadi, penyebab demam, riwayat kesehatan
yang lalu dan riwayat kesehatan keluarga
c. Pemeriksaan fisik
Meliputi keadaan umum dan pemeriksaan persistem
d. Pola fungsi kesehatan
Meliputi pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan, pola aktivitas dan latihan, pola
nutrisi dan metabolisme, pola eliminasi, pola tidur dan istirahat, pola kognitif dan
perseptual, persepsi diri dan konsep diri, pola toleransi koping stress, pola seksual
dan reproduksi, pola hbungan dan peran, serta pola nilai dan keyakinan.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, yaitu:
a. Hipertermi berhubungan dengan penyakit
b. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan peningkatan evaporasi
c. Resiko gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor biologis
3. Intervensi
Menurut Potter & Perry tahun 2005, rencana atau intervensi keperawatan adalah
penyususunan rencana yang akan digunakan untuk mengatasi masalah pasien sesuai
dengan diagnose keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinnya
kebutuan pasien. Intervensi keperawatan yang dapat diberikan sesuai diagnosa yang
mungkin muncul pada febris, yaitu:
DIAGNOSA NOC NIC
4. Evaluasi
Menurut Potter & Perry tahun 2005, evaluasi adalah suatu tahapan terakhir dari
pengkajian untuk mengetahui apakah tindakan yang dilakukan tercapai atau tidak,
evaluasi dapat dibagi menjadi dua:
a. Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setiap implikasi atau setiap hari.
b. Evaluasi promatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah keseluruhan implikasi
selesai dilakukan.
Davis, C.P., 2011. Fever in Adults. University of Texas Health Science Center at San Antonio.
Diakses pada tanggal 16 Maret 2016 pukul 11.34 WIB
http://www.emedicinehealth.com/script/main/art.asp?articlekey=58831.
Dinarello, C.A., and Gelfand, J.A., 2009. Fever and Hyperthermia. In: Kasper, D.L., et. al., ed.
Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th ed. Singapore: The McGraw-Hill
Company, 104-108
Graneto, J.W., 2010. Pediatric Fever. Chicago College of Osteopathic Medicine of Midwestern
University. Diakses pada tanggal 16 Maret 2016 pukul 11.45 WIB
http://emedicine.medscape.com/article/801598-overview
Jenson, H.B., and Baltimore, R.S., 2007. Infectious Disease: Fever without a focus. In:
Kliegman, R.M., Marcdante, K.J., Jenson, H.B., and Behrman, R.E., ed. Nelson
Essentials of Pediatrics. 5th ed. New York: Elsevier
Kaushik, A., Pineda, C., and Kest, H., 2010. Diagnosis and Management of Dengue Fever
in Children. Pediatr. Rev., 31 (1), 28-35. Diakses pada tanggal 16 Maret 2016 pukul
20.00 WIB http://pedsinreview.aappublications.org/cgi/reprint/31/4/e28.pdf
Nelwan, R.H., 2009. Demam: Tipe dan Pendekatan. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B.,
Alwi, I., Simadibrata, M., dan Setiati, S., ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III.
Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing
Potter, & Perry, A. G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,.Proses, Dan
Praktik, edisi 4, Volume.2. Jakarta: EGC.