TINJAUAN PUSTAKA
dalam pelapisan-pelapisan yang terjadi di dalam masyarakat tersebut yang lebih dikenal
dengan istilah stratifikasi sosial diantaranya adalah pelapisan yang terjadi karena
kekayaan seseorang yang lebih dikenal dengan sebutan tingkat ekonomi. Sebelum
beranjak lebih jauh untuk memahami hal tersebut perlu untuk menelaah kembali
pengertian dari ekonomi itu sendiri sebagai arti dasar pembentukan tingkatan atau
sendiri adalah sebuah cabang ilmu sosial yang berobjek pada individu dan masyarakat,
secara etimologis dapat diartikan ekonomi terdiri dari dua suku kata bahasa Yunani yaitu
oikos dan nomos yang berarti tata laksana rumah tangga (Rosyidi, 2009:5). Dapat dilihat
dari namanya maka pada saat pertama kali diperkenalkan ekonomi sendiri mempunyai
ruang lingkup kajian dan permasalahan yang sangat terbatas yaitu hanya pada tata
laksana rumah tangga dan hanya pada permasalahan mencukupi kebutuhan rumah
tangga saja.
“ilmu ekonomi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang berdaya upaya
dua hal pokok dari permasalahan ekonomi tersebut yaitu kebutuhan dan
masyarakat, dengan kata lain semakin makmur seseorang dan semakin mampu
lebih lanjut kita dapat melihat definisi lain seperti yang diungkap Silk (dalam
Rosyidi, 2009:27)
“ilmu ekonomi adalah suatu studi tentang kekayaan (Wealth) dan merupakan suatu
bagian yang penting daripada studi tentang manusia. Hal ini disebabkan karena
sifat manusia yang telah dibentuk oleh kerjanya sehari-hari, serta sumber- sumber
Dari definisi di atas terdapat satu unsur yaitu kekayaan yang menjadi ukuran di
dalam studi tentang ekonomi tersebut dimana unsur kekayaan dan sumber-sumbernya
kekayaan maka pemenuhan kebutuhan akan tercapai, dimana semakin kaya seseorang
akan tetapi satu hal yang pasti yaitu bahwa setiap orang tentu ingin memiliki pendapatan
yang harus terpenuhi di dalam kehidupan manusia yang bersifat lahiriah seperti
makan, minum, sandang pangan, namun berbeda dengan konsep keinginan yaitu
sesuatu yang tidak harus dipenuhi namun menjadi harapan untuk dimiliki dalam
dengan ukuran ekonomi seseorang dimana dengan pendapatan yang besar akan
Dari semua uraian tentang ekonomi di atas dapat dilihat bahwa ekonomi
adalah studi tentang individu dan masyarakat yang mengkaji tentang pemenuhan
kebutuhan individu dan masyarakat yang terdiri dari berbagai hierarkis kebutuhan
unsur utuk mendukung konsep tersebut namun kesemuanya itu apabila ditelaah
tetap mengacu kepada satu konsep yaitu kemampuam akses terhadap pemenuhan
Konsep ini diperlukan dalam penelitian ini, dimana konsep ini menjelaskan
kehidupan masyarakat.
berikut:
secara bertingkat (hierarkis). Perwujudannya adalah kelas rendah yang terdiri dari
berbagai dasar bentuk indikator dalam penentuan kelas tinggi dan rendah tersebut”
masyarakat itu berada, artinya setiap masyarakat selalu terdiri dari tingkatan atau
atau kedudukan individu di dalam masyarakat tersebut, yang didasarkan atas adanya
tersebut itulah yang tentunya sebagai sebab timbulnya sistem yang berlapis-lapis di
dalam masyarakat. Sesuatu yang dihargai di dalam masyarakat itu mungkin sesuatu
barang, mungkin berupa uang atau benda-benda yang bernilai ekonomis, mungkin
oleh beberapa pendapat ahli diantaranya seperti yang diungkapkan Sorokin (dalam
“Bahwa sistem lapisan merupakan ciri yang tetap dan umum dalam setiap masyarakat
yang hidup teratur. Barang siapa yang memiliki sesuatu yang berharga dalam jumlah
yang sangat banyak dianggap masyarakat yang berkedudukan dalm lapisan atas begitu
juga sebaliknya”.
sebagai tolak ukur dalam melihat pemilikan kekayaan seseorang individu di dalam
masyarakat, walaupun berkait dengan konsep status sosial lainnya, dapat dijadikan
lebih lanjut sebagai dasar di dalam melihat tinggi rendahnya ukuran kekayaan
dalam ukuran kekayaan dapat dilihat dari bentuk rumah yang bersangkutan, mobil
dalam status ekonomi tinggi, sedang dan rendah dalam lapisan masyarakat adalah
kekayaan seseorang sebagai kunci akses terhadap pemenuhan tingkatan kebutuhan dan
keinginan seseorang tersebut di dalam masyarakat, dengan mengikuti pendapat para ahli
di atas dan berdasarkan uraian sebelumnya, maka ukuran yang dipakai dalam penelitian
tinggi tingkatan status ekonominya dan sebaliknya. Hal ini perlu diketahui untuk bahan
penelitian, sebab bagaimanapun juga adanya status ekonomi yang berbeda akan sangat
berpengaruh terhadap seseorang dalam pembentukan sikap politiknya dan tingkah laku
politiknya yang tertuang di dalam partisipasi politik yang dilakukan pada pemilihan
demokrasi, juga sebagai sebuah tolak ukur tingkat demokratisasi di dalam sebuah
Negara. Untuk mendefinisikan dan memahami konsep partisipasi politik, maka terlebih
dahulu perlu untuk mendefinisikan apa itu partisipasi. Menurut Rahman (2002:128)
sebagai berikut:
“Partisipasi adalah penentuan sikap dan keterlibatan hasrat setiap individu dalam situasi
dan kondisi organisasinya, sehingga pada akhirnya mendorong individu tersebut untuk
berperan serta dalam pencapaian tujuan organisasi, serta ambil bagian dalam setiap
masalah keterlibatan individu untuk berperan serta dalam organisasi dan pencapaian
tujuannya yang bermua pada kesadaran dan adanya rasa pertanggun jawaban terhadap
pengertian partisipasi politik, seperti yang diungkapkan Huttington dan nelson (2003:
6), “partisipasi politik adalah sebagai suatu kegiatan warga Negara yang bertujuan
politik dapat diartikan dalam ruang lingkup yang terbatas dan masih membutuhkan
kejelasan bentuk konsep untuk memahaminya, secara lanjut dapat dilihat pengertian
partisipasi politik menurut ahli lain seperti yang diungkapkan Surbakti (2004:1) yang
dapat dilihat pengertian partisipasi politik menurut ahli lain seperti yang diungkapkan
Surbakti (2004:140), “Partisipasi politik adalah keikutsertaan warga negara biasa dalam
konsep diatas dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa partisipasi politik diartikan
sebagai sebuah kegiatan yang berupa keikutsertaan warga Negara biasa di dalam
Sebagai bahan perbandingan kita dapat melihat definisi lain tentang partisipasi
kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan
politik, yakni dengan cara memilih pimpinan negara, dan secara langsung atau tidak
tindakan seperti memberikan suara pemilihan umum, menghadiri rapat umum, menjadi
dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen dan sebagainya. Dari definisi ini
terdapat cakupan yang lebih luas di dalam memaknai konsep mengenai partisipasi
politik dimana partisipasi politik dipandang sebagai kegiatan yang bisa dilakukan secara
kolektif dan individual yang berperan serta dalam kehidupan poitik. Dengan bentuk
memilih pimpinan Negara secara lansung maupun tidak lansung ataupun mempengaruhi
politik penulis merasa perlu untuk menguraikan pendapat ahli lain yang akan
kegiatan secara pribadi dan sukarela dari warga masyarakat melalui dimana
mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara lansung
atau tidak langsung dalam proses pembentukan kebijakan umum”. Dari pengertian
ini kegiatan atau partisipasi politik seseorang seharusnya dilaksanakna tanpa ada
Inti dari pengertian yang diungkapkan Mc Closcy di atas adalah sama dengan
teori yang telah diuraikan sebelumnya namun ada penambahan yaitu bahwa
proses politik dilakukan bersifat sukarela tanpa ada paksaan dari pihak manapun dam
pemilihan yang dilakukan oleh warga Negara biasa tidak terbatasi hanya kepada
pemilihan kepala Negara seperti uraian teori sebeumnya namun dikatakan proses
pemilihan penguas, yang bisa saja bersifat loka maupun nasional. Maksud peminpin
bukan brarti hanya seorang peminpin Negara namun di dalam sebuah Negara terdiri dari
daerah dalam kontek Indonesia lebih dikenal dengan istilah pemerintahan daerah.
Pemimpin daerah tersebut merupakan penguasa didaerah yang dipilih rakyat baik secara
perkembangan sosiologi dan psokologi perkembangan ini berjalan dengan cepat dapat
diliat dengan didirikanya American Political Science Association pada tahun 1904.
Dari semua pengertian diatas dapat dipahami bahwa partisipasi politik secara
dalam proses poitik yang termanifestasikan dalam kegiatan- kegiatan yang bersift
sukarela tanpa ada paksan dari pihak manapun. Kegiatan partisipasi politik ini juga
dilakukan oleh warga Negara biasa yang tidak memiliki kewenangan untuk memerintah,
institusi yang menjadi sasaran atau objek politik dari partisipasi politik tersebut yaitu
Negara maka dari itu untuk kebutuhan penelitian ini penulis membatasi dan memilih
teori yang relevan untuk pelaksanaan penelitian ini mengingat momen dari penelitian ini
adalah pemilihan kepala daerah lansung maka partisipasi politik yang diteliti
berorientasi kepada partisipasi politik pada pemilihan kepala daerah secara lansung saja
maka dari itu pengertian yang penulis rumuskan adalah sebagai berikut yaitu kegiatan,
keterlibatan atau keikutsertaan seseorang warga Negara bisa secara sukarela yang
dilakukan secara legal di dalam proses atau momen politik tertentu yang diantaranya
baik ditingkat pusat maupun daerah (lokal) secara lansung maupun tidak lansung dan
ambil.
2.2.2 Bentuk-Bentuk Partisipasi Politik
memilih
5. Party and campaign workes: bekerja untuk partai politik atau kandidat,
pasif yang termasuk di dalam kategori partisipasi aktif adalah kegiatan yang berorientasi
pada proses input dan output politik, sedangkan partisipasi pasif merupakan kegiatan
yang berorientasi pada proses output saja. Bentuk dari partisipasi pasif ini adalah berupa
kegiatan yang menaati pemerintah, menerima dan melakukan saja setiap keputusan
pemerintah. Jika terdapat anggota masyarakat yang tidak termasuk dalam kategori
keduanya ini dinamakan apatis atau di Indonesia lebih dikenal dengan istilah golput
(golongan putih).
terjadi di berbagai Negara dan waktu dapat dibedakan menjadi kegiatan politik dalam
1. Pemberian suara
2. Diskusi publik
3. Kegiatan kampanye
1. Berdemonstrasi
2. Konfrontasi
3. Mogok
Dari uraian di atas dapa dilihat bahwa partisipasi yang berbentuk konvensional
dilakukan sesuai dengan mekanisme (legal) sedangkan yang non konvensional penuh
Dari berberbagai aktivitas ini, kita bisa melihat keberagaman aktivitas dalam
partisipasi politik. Dari hal yang paling sederhana hingga yang kompleks, dari bentuk-
umumnya partisipasi politik hanya mencakup kegiatan yang bersifat positif, akan tetapi
ada juga pendapat ahli seperti Huttington dan Nelson yang menganggap bahwa kegiatan
yang ada unsur destruktifnya atau bersifat non konvensional yang ilegal, seperti
pengerusakan, teror, pembunuhan politik dan lainnya dapat merupakan suatu bentuk
partisipasi. Penulis membatasi bentuk partisipasi yang dimaksud dalam penelitian ini
kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadis, secara damai atau
dengan kekerasan, legal atau ilegal, efektif atau tidak efektif (Samuel P.
Huntington dan Joan Nelson, 2003:3). Partisipasi politik merupakan aspek penting
• Untuk tidak dilanggarnya hak-hak sebagai warga negara dalam setiap kebijakan
yang tinggi menjadi sebuah harapan untuk dapat diwujudkan pada Negara tersebut
tentunya hal ini dapat terwujud dengan meningkatkan partisipasi politik warga
Negara tersebut.
ketiga tersebut. Sehingga dapat dijelaskan lebih lanjut bahwa Negara dunia ketiga
fakta ini sebenarnya ada keterkaitan antara tingkat ekonomi atau pertumbuhan
yang ideal dan didukung oleh pendapat beberapa ahli seperti yang diungkapkan
Liser & lerner (dalam Huntington dan Nelson 2003:27): “adanya hubungan yang
oeh Azyumardi (2002:13) sebagai berikut: “setidaknya salah satu prasyarat yang
mempertahankan demokrasi”.
Dengan kata lain dalam kontek makro, sebuah Negara yang makmur
selain itu demokrasi juga dipahami dan diyakini mempunyai kebutuhan akan
Dari ungkapan dan uraian di atas tidak dipungkiri lagi bahwa ekonomi
suatu Negara menjadi faktor atau variabel penentu di dalam mewujudkan sebuah
mikro tergambar bahwa adanya korelasi diantara keduanya dan didukung kembali
yang memiliki status sosial dan status ekonomi yang tinggi diperkirakan tidak
hanya memiliki pengetahuan politik, tetapi juga mempunyai minat dan perhatian
pada politik, serta sikap dan kepercayaan terhadap pemerintah”. Artinya tingkat
tersebut di dalam politik dan pemerintahan, hal ini ditegaskan kembali oleh
yang akan menyebabkan timbulnya frustasi dan keresahan yang pada giliranya
melumpuhkan demokrasi”
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa kemiskinan sebagai salah satu
sebagai salah satu variabel pokok dalam mewujudkan partisipasi politik seseorang
sebuah aspek di dalam wujud demokratisasi disebuah Negara, bahkan ada yang fanatik
menegakan sebuah Negara demokrasi, seperti ungkapan Lipset dan Deutsch (dalam
Gaffar, 2005:22) berikut: “terdapat suatu kayakinan bahwa demokrasi baru akan
berjalan dengan baik kalau ditopang oleh kondisi sosio ekonomi yang kuat. Terutama
dilihat dari besar kecilnya pendapatan perkapita masyarakat”. Ungkapan ini berderifasi
dari penelitian yang dilakukan Lipsit dan Deutsch di Amerika Serikat dengan kajian
perilaku warga Negara dalam pemilihan umum dimana dari penelitian yang dilakukan
tersebut ditemukan suatu pola bahwa pendapatan, pendidikan, dan status sosial
merupakan faktor penting dalam proses partisipasi atau dengan kata lain yang
pendapatanya tinggi, yang pendidikanya tinggi dan yang berstatus sosial tinggi,
cendrung untuk lebih banyak berpartisipasi dari orang yang berpendapatan serta
Sebagai acuan dan arahan di dalam pelaksanaan penelitian ini maka penelitian
yang pernah dilakukan yang berkaitan dengan status sosial ekonomi dan perwujudan
partisipasi rakyat di dalam proses politik sebagai dasar dalam pemerintahan demokrasi,
Hasil penelitian yang dilkukan Prewitt dan Verba pada tahun 2003 menunjukkan,
ada beberapa hal yang mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam politik. Hal
(2) income (penghasilan), (3) ras dan etnisitas, (4) jenis kelamin, dan (5) usia
(J.Geovani,2004:2). Dari penelitian yang dilakukan tersebut salah satu hal yang
pokok di dalam mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam politik adalah pendapatan
(income) yaitu salah satu elemen dasar dari ekonomi. Kemudian penelitian lainnya yang
pernah dilakukan yang berkaitan dengan status ekonomi dan partisipasi politik
diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Sidney Verba dan Norman H. Nie
Political Participation in Amerika di mana hasil dari penelitian ini melihat bahwa orang-
orang kota lebih banyak memberikan suara daripada orang-orang desa dan orang-orang
yang berpendapatan tinggi cenderung untuk lebih banyak berpartisipasi dari orang yang
berpendapatan rendah. Hasil penelitian ini kemudian diperkuat, ditindak lanjuti dan
dianalisis lagi oleh Deustch dalam penelitiannya yang berjudul Politics and
kelompok warga negara yang paling tinggi status serta pendapatannya, mengadakan
partisipasi enam kali lebih banyak daripada sepertiga kelompok warga negara yang
paling rendah dan memperoleh dua kali lebih banyak tanggapan positif dari pemerintah
(Budiardjo,2008:9).
Dari paparan di atas yang terdiri dari beberapa hasil penelitian, maka dapat
diambil kesimpulan bahwa memang terdapat korelasi positif diantara status sosial
penegakan demokrasi di dalam sebuah Negara sangat didukung oleh tingkat atau status
Namun ada juga pendapat ahli yang tidak sepenuhnya mendukung dari konsep
atau kesimpulan di atas, dari penelitian yang diakukan oleh Huntington dan Nelson
satu penjelasan dari hasil penelitiannya menjelaskan bahwa tingkat pembangunan sosio
ekonomi yang lebih tinggi di sebuah Negara, memang mengakibatkan tingkat partisipasi
politik yang lebih tinggi. Tetapi hal itu tidak selama benar banyak faktor lain sebagai
penentu di dalam menentukan tinggi rendahnya partisipasi politik, bahkan akan sangat
partisipasi politik yang dimobilisasi yang sebenarnya adalah semu yang menjurus
kepada partisipasi politik yang rendah, dan buruk seperti yang banyak terjadi pada