Anda di halaman 1dari 3

1. R. Bagoes H.

Hadikoesoemo

Lahir di Yogyakarta, 24 November 1890 – meninggal di Jakarta, 4 November 1954 pada umur 63
tahun, adalah seorang tokoh BPUPKI. Ia dilahirkan di kampung Kauman dengan nama R. Hidayat
pada 11 Rabi'ul Akhir 1308 H (24 November 1890). Ki Bagus adalah putra ketiga dari lima
bersaudara Raden Kaji Lurah Hasyim, seorang abdi dalem putihan (pejabat) agama Islam di
Kraton Yogyakarta.

Ia mendapat pendidikan sekolah rakyat (kini SD) dan pendidikan agama di pondok pesantren
tradisional Wonokromo Yogyakarta. Kemahirannya dalam sastra Jawa, Melayu,
dan Belanda didapat dari seorang yang bernama Ngabehi Sasrasoeganda, dan Ki Bagus juga
belajar bahasa Inggris dari seorang tokoh Ahmadiyah yang bernama Mirza Wali Ahmad Baig.

Selanjutnya Ki Bagus pernah menjadi Ketua Majelis Tabligh (1922), Ketua Majelis Tarjih,
anggota Komisi MPM Hoofdbestuur Muhammadijah (1926), dan Ketua PP Muhammadiyah
(1942-1953). Ia sempat pula aktif mendirikan perkumpulan sandiwara dengan nama Setambul.
Selain itu, bersama kawan-kawannya ia mendirikan klub bernama Kauman Voetbal Club (KVC),
yang kelak dikenal dengan nama Persatuan Sepak Bola Hizbul Wathan (PSHW).

Pada tahun 1937, Ki Bagus diajak oleh Mas Mansoer untuk menjadi Wakil Ketua
PP Muhammadiyah. Pada tahun 1942, ketika KH Mas Mansur dipaksa Jepang untuk menjadi
ketua Putera (Pusat Tenaga Rakyat), Ki Bagus menggantikan posisi ketua umum yang
ditinggalkannya. Posisi ini dijabat hingga tahun 1953. Semasa menjadi pemimpin
Muhammadiyah, ia termasuk dalam anggota BPUPKI dan PPKI.
Ki Bagus aktif membuat karya tulis, antara lain Islam Sebagai Dasar Negara dan Achlaq
Pemimpin. Karya-karyanya yang lain yaitu Risalah Katresnan Djati (1935), Poestaka
Hadi (1936), Poestaka Islam (1940), Poestaka Ichsan (1941), dan Poestaka Iman (1954).

2. B.P.H Bintoro

Lahir di Loano, Purworejo, 11 Januari 1896 – meninggal di Jakarta, 3 Oktober 1979 pada umur 83
tahun, adalah Menteri Kesehatan Indonesia yang pertama pada masa Kabinet Presidensial.

Ia menikah dengan seorang wanita yang bernama Maryam dan dikaruniai 5 orang anak yang salah
satunya adalah Soekarni Catur Oetami Munandar, salah satu pakar psikologi Indonesia.

Ia adalah wakil ketua dari Tyuooo Sangi-In (semacam Volksraad) buatan pemerintahan
pendudukan Jepang dan anggota dari organisasi pemuda pergerakan kemerdekaan
Indonesia, Barisan Pelopor.[1]

Selain itu ia adalah salah satu pendiri dan ketua PELTI (Persatuan Lawn Tenis Indonesia) pertama
selama 5 tahun sejak pendiriannya pada 26 Desember 1935.[2]

Ia pulalah yang membentuk PMI (Palang Merah Indonesia) pada tanggal 5 September 1945 atas
perintah Presiden Soekarno.

Ia pernah pula menjabat sebagai anggota Seksi Kemasyarakatan Bappenas periode 21


September 1959 - 18 November 1959
3. A.K Moezakir

Abdoel Kahar Moezakir lahir di Gading, Yogyakarta tahun 1907. Ayahnya, Haji Mudzakkir adalah
seorang pedagang terhormat di Kotagede dan Ibunya adalah puteri satu-satunya dari lima
bersaudara keluarga Haji Mukmin. Salah seorang saudara ibunya yaitu Haji Masyhudi ikut
membentuk lahirnya organisasi Muhammadiyah di Kotagede. Selain itu, Kahar juga merupakan
cicit dari Kyai Hasan Bashari, seorang guru agama dan pemimpin tarikat Satariyah, yang dikenal
juga sebagai salah satu seorang komandan laskar Pangeran Diponegoro ketika berperang melawan
Belanda 1825—1830. Dengan demikian, segala hal yang baik dari keluarganya telah membentuk
pribadi Abdul Kahar Mudzakkir muda menjadi seorang yang tekun dan taat pada agama.
Abdoel Kahar Moezakir wafat pada 2 Desember 1973 di Kota Gede Yogyakarta karena serangan
jantung, dalam usia 65 tahun.
Prof. KH. Abdoel Kahar Moezakir atau ejaan baru Abdul Kahar Muzakir, adalah Rektor
Magnificus yang dipilih Universitas Islam Indonesia untuk pertama kali dengan nama STI selama
2 periode 1945 - 1948 dan 1948 - 1960. Ia adalah anggota BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia).

Anda mungkin juga menyukai