Laporan Kastrasi Kelinci
Laporan Kastrasi Kelinci
PENDAHULUAN
1.2.Tujuan
1. Untuk mengetahui teknik kastrasi pada kelinci
2. Untuk mengetahui manejemem pre operasi dan post operasi pada kelinci
3. Untuk menghindari gangguan penyakit yang disebabkan oleh hormonal sistem
genitalia pada kelinci.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kastrasi
Tindakan kastrasi yang dilakukan pada hewan ditunjukkan kepada beberapa
hal antara lain adalah:
1. hewan yang dikastrasi akan menimbun lemak baik diantara maupun di
dalam muskulus
2. pada hewan potong, kualitas karkasnya lebih bagus
3. agresivitas serta libido dapat dikurangi sehingga mepermudah perawatan,
jantan dan betina dapat dikandangkan bersama
Saat kastrasi yang dianjurkan untuk babi berumur 3minggu, domba berumur
12 jam setelah lahir, sapi yang telah berumur 6 – 10 minggu, kucing dikastrasi
beruumur 5-8 bulan dan disarankan pada saat memaski masa puber ( I Komang
dan Diah, 2011).
Beberapa teknik pembedahan antara lain:
1. kastrasi tertutup
Pemotongan melalui skrotum dan pengeluaran testicle tanpa membuka
tunika vaginalis. Leher tunika vaginalis diikatdan dilepas dengan emasculator.
Cara ini berpotensi menghindari prolapsus intestine
a. Ruber ring (cincin karet)
Prinsip metode ini adalah menggunakan cincin karet yang diikat erat di
leher skrotum, dengan tujuan agar jaringan dibagian distal yang meliputi
skrotum beserta isinya menjadi ischemia serta nekrosis dan pada akhirnya
akan runtuh. Metode ini hanya dapat dilakukan bagi hewan yang memiliki
leher di kantung scrotum
b. Burdizzo
Burdizzo adalah alat yang berfungsi untuk menjepit leher scrotum
dengan tujuan akan terjadi kerusakan ireversible pembuluh darah corda
spermatica. Testis dan epididimis akan mengalami nekrosis aseptik di
dalam kantung scrotum yang utuh.
2. kastrasi terbuka
Sayatan semua jaringan scrotum dan tunika vaginalis, testikledan sperma
cord dilepas tanpa pelindung. Cara ini dilakukan di lapangan dengan keadaan
berdiri dengan anestetik lokal. Kejelekannya karena membuka tunika vaginalis
akan berpotensi cavum peritonial mudah terbuka, sehingga tidak terkontrol
hernia melalui inguinal dan terjadi prolapsus intestine
2.2. Anatomi Organ Reproduksi Jantan
Sistem reproduksi jantan terdiri dari dua testes (testikel) yang terbungkus di
dalam skrotum. Testis menghasilkan spermatozoa (sel kelamin jantan) dan testosterin
atau hormon kelamin jantan. kastrasi adalah pembedahan testis baik yang
memproduksi spermatozoa maupun yang memproduksi hormone kelamin jantan.
Dalam istilah kedokteran, kastrasi disebut juga dengan orchidectomy/orchiectomy
Organ reproduksi jantan terdiri atas testis, saluran kelamin, kelenjar kelamin
dan alat kopulasi. Testis merupakan penghasil sel-sel kelamin jantan atau spermatozoa
serta mensekresikan hormone kelamin jantan atau testosterone. Testis berada didalam
suatu kantong yang disebut scrotum. Fungsinya untuk mengatur perubahan suhu agar
proses spermatogenesis berjalan lancer dan sebagai protector bagi testis. Saluran-
saluran kelamin seperti epididimis yang merupakan saluran berkelok-kelok sebagai
tranpor dan pematangan sperma. Terdapat vas deferns yang berbentuk tali
menyalurkan sperma ke uretra. Sebelum memasuki uretra, lumen vas deferens meluas
yang disebut ampula. Sementara itu, untuk alat kopulasinya berupa penis yang terdiri
atas bagian pangkal, badan dan ujung penis. Pada bagian uung penis atau kepala penis,
terdapat duri-duri atau spina yang dikenal dengan papilla numerous. Jumlahnya sekitar
120 dan berperan dalam merangsang neuroendokrin yang berperan dalam proses
ovulasi (Colville and Bassert, 2010).
2.3. Fisiologi Kelinci
Suhu tubuh normal kelinci berkisar 38,6-40,1o C. Pengamatan frekuensi nadi
pada kelinci dilakukan dengan mengukur denyut pada arteri femoralis mengugnakan
stetoskop. Pulsus normal kelinci adlaah 180 – 350 kali per menit. Perhitungan
frekuensi nafas pada kelinci dapat dilakukan dengan cara menghitung gerakan flank
dan tulang rusuk yang bergerak simetris pada saat inspirasi selama 1 menit. Frekuensi
respirasi normal pada kelinci adalah 30-60 kali per menit (Nursita,2013)
2.4. Anasthesi
Anestesi merupakan suatu tindakan untuk menghilangkan rasa sakit ketika
dilakukan pembedahan dan berbagai prosedur lain yang menimbulkan rasa sakit,
dalam hal ini rasa takut perlu ikut dihilangkan untuk menciptakan kondisi optimal bagi
pelaksanaan pembedahan (Hanifa, 2017).
Stadium anestesi digolongkan menjadi 4 stadium, yaitu
1. Stadium I
Stadium analgesia yang dikenal juga dengan stadiu eksitasi yang disadari atau
disorientasi. Stadium ini berlangsung antara saat induksi dilakukan sampai
dengan hilangnya kesadra dari hewan penderita. Ciri dari stadium ini adalah
pupil tidka melebar (midriasis)akibat terjadinya rangsang psikosentrik.
2. Stadium II
Stadium hiprsekresi atau stadium eksitasi yang tidak disadari, disebut juga
stadium delirium. Stadium dimulai dari hilangnya kesadaran, terjadi depresi ada
ganglia basalis sehingga terjadi reaksi berlebihan maupun refleks yangtidak
terkendali terhadap segala bentuk rangsangan, refleks faring yang berhubungan
dengan menelan dan muntah menigkat.
3. Stadium III
Stadium anastesi atau stadium pembedahan, pupil mengalami midriasis
kembali disebabkan pelepasan adrenalin. Stadium ini dilakukan bilamana pupil
dalam posisi terfiksasi di tengah dan respirasi teratur. Stadium ini dibagi menjadi
4 plane, sebagai berikut:
a. Plane 1 : ventilasi teratur bersifat torakoabdominal, anak mata terfiksasi,
pupil miosis, refleks cahaya positif, lakrimasi meningkat, reflek faring dan
muntah negatif, tonus otot mulai menurun. Operasi kecil dapat dilakuakn
pada plane ini
b. Plane 2 : ventilasi teratur bersifat abdomino torakal, frekuensi napas
menigkat, pupil midriasis, reflek cahaya menurun dan reflek kornea negatif,
reflek laring negatif dan semua operasi dapat dilakukan pada plane ini
c. Plane 3 : ventilasi teratur bersifat abdominal karena terjadi kelumpuhan saraf
interkostal, pupil melebar, refleks laring dan peritonium negatif, tonus otot
makinmmneurun.semua operasi dapat dilakukan pada plane ini.
d. Plane 4 : ventilasi tidka teratur pupil midriasis, tonus otot menurun, refleks
spincter ani dan kelenjar air mata
4. Stadium IV
Stadium overdosis, hewan penderita mengalami henti napas dna henti jantung
yang berakhir kematian.
( I Komang dan Diah, 2011).
4.5.1. Anestesi Umum
Anestesi umum merupakan tindakan menghilangkan rasa sakit secara sentral
disertai hilangnya kesadaran (reversible). Pada tindakan anestesi umum terdapat
beberapa teknik yang dapat dilakukan adalah anestesi umum dengan teknik
intravena anestesi dan anestesi umum dengan inhalasi yaitu dengan face mask
(sungkup muka) dan dengan teknik intubasi yaitu pemasangan endotrecheal tube
atau dengan teknik gabungan keduanya yaitu inhalasi dan intravena (Farida, 2017).
4.5.1.1.Anestesi Intravena
Merupakan salah satu teknik anestesi umum yang dilakukan dengan
jalan menyuntikkan obat anestesi parenteral langsung ke dalam pembuluh
darah vena (Farida, 2017).
4.5.1.2.Anestesi Inhalasi
Merupakan salah satu teknik anestesi umum yang dilakukan dengan
jalan memberikan kombinasi obat anestesi inhalasi yang berupa gas dan
atau cairan yang mudah menguap melalui alat/ mesin anestesi langsung ke
udara inspirasi (Farida, 2017).
4.5.1.3.Anestesi Imbang
Merupakan teknik anestesi dengan mempergunakan kombinasi obat –
obatan baik obat anestesi intravena maupun obat anestesi inhalasi atau
kombinasi teknik anestesi umum dengan analgesia regional untuk mencapai
trias anestesi secara optimal dan berimbang (Farida, 2017).
4.5.2. Anestesi Lokal
Anestesi lokal merupakan tindakan menghilangkan rasa sakit secara lokal
tanpa disertai hilangnya kesadaran (reversible) (Farida, 2017).
BAB III
METODOLOGI
kelinci
Dicukur area scrotum
Diinjeksi obat premedikasi
Ditunggu 15 menit untuk efek premedikasi
Diberi IV cath melalui vena auricular marginal
Diinjeksi obat anastesi
Diincisi secara longitudinal pada kulit dan tunika vaginalis parietal untuk
mengeluarkan permukaan testis dan epididimis. Incisi dapat dimulai dari
daerah antara scrotum
Dilebarkan tunika vaginalis parietal dan tarik testis keluar
Dipisahkan tunika vaginalis parietal dari testis
Dipisahkan ductus deferens dari penggantung testis
Ductus deferens dan penggantung testis, ikat menggunakan simpul square knot
Hasil
Nursita, I.W. et all. 2013. Status Fisiologi dan Pertambahan Bobot Badan Kelinci Jantan
Lokal Lepas Sapih pada Perkandangan dengan Bahan Atap dan Ketinggian Kandang
Berbeda. Universitas Brawijaya. Malang.
Fossum, T. W . 2002. Small Animal Surgery. Ed 2. Mosby.
Rosenthal, Karen L. dkk. 2008. Rapid Review of Exotic Animal Medicine and Husbandry.
Manson Publishing. New York.