Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kastrasi merupakan tindakan bedah yang dilakukan pada testis, berupa pengambilan
atau pemotongan testis dari tubuh. Hal ini dilakukan untuk sterilisasi (mengontrol
populasi), penggemukan hewan, mengurangi sifat agresif, serta salah satu pilihan terapi
dalam menangani kasus – kasus patologi pada testis atau scrotum. Kasus yang sering
ditemukan seperti oedema scrotalis, tumor scrotalis, orchitis, tumor testis, monorchyde,
dermatitis scrotalis. Pada hewan muda, kastrasi dilakukan dengan maksud mengurangi
sifat agresif dan menggemukkan hewan, sedangkan pada hewan tua, kastrasi cenderung
dilakukan pada kasus – kasus yang berkaitan dengan senilitas pada testis.
Kelinci merupakan salah satu hewan yang mulai banyak dinikmati masyarakat sebagai
hewan peliharaan. Kelinci memiliki siklus reproduksi yang cepat sehingga dapat
menimbulkan masalah overpopulasi. Salah satu tindakan pengendalian populasi kelinci
adalah dengan dilakukannya sterilisasi atau pada hewan jantan disebut kebiri atau kastrasi.
Metode kastrasi kelinci sama seperti yang dilakukan pada hewan kecil lainnya. Yaitu
dengan teknik kastrasi tertutup dan terbuka-tertutup, serta preskrotal (Yendri, dkk. 2019).
Organ reproduksi kelinci jantan hampir mirip dengan hewan lain, kecuali pada kelinci
tidak dapat menarik penis ke ruang abdomen. Testis kelinci berbentuk dari tubula dan
duktus ginjal, kecuali lobula testis dan pleksus tubularis. Pada kelinci terdapat cincin
inguinalis yang memungkinkan pergerakan testis antara skrotum dan abdomen (Eshar,
2016).

1.2.Tujuan
1. Untuk mengetahui teknik kastrasi pada kelinci
2. Untuk mengetahui manejemem pre operasi dan post operasi pada kelinci
3. Untuk menghindari gangguan penyakit yang disebabkan oleh hormonal sistem
genitalia pada kelinci.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kastrasi
Tindakan kastrasi yang dilakukan pada hewan ditunjukkan kepada beberapa
hal antara lain adalah:
1. hewan yang dikastrasi akan menimbun lemak baik diantara maupun di
dalam muskulus
2. pada hewan potong, kualitas karkasnya lebih bagus
3. agresivitas serta libido dapat dikurangi sehingga mepermudah perawatan,
jantan dan betina dapat dikandangkan bersama
Saat kastrasi yang dianjurkan untuk babi berumur 3minggu, domba berumur
12 jam setelah lahir, sapi yang telah berumur 6 – 10 minggu, kucing dikastrasi
beruumur 5-8 bulan dan disarankan pada saat memaski masa puber ( I Komang
dan Diah, 2011).
Beberapa teknik pembedahan antara lain:
1. kastrasi tertutup
Pemotongan melalui skrotum dan pengeluaran testicle tanpa membuka
tunika vaginalis. Leher tunika vaginalis diikatdan dilepas dengan emasculator.
Cara ini berpotensi menghindari prolapsus intestine
a. Ruber ring (cincin karet)
Prinsip metode ini adalah menggunakan cincin karet yang diikat erat di
leher skrotum, dengan tujuan agar jaringan dibagian distal yang meliputi
skrotum beserta isinya menjadi ischemia serta nekrosis dan pada akhirnya
akan runtuh. Metode ini hanya dapat dilakukan bagi hewan yang memiliki
leher di kantung scrotum
b. Burdizzo
Burdizzo adalah alat yang berfungsi untuk menjepit leher scrotum
dengan tujuan akan terjadi kerusakan ireversible pembuluh darah corda
spermatica. Testis dan epididimis akan mengalami nekrosis aseptik di
dalam kantung scrotum yang utuh.
2. kastrasi terbuka
Sayatan semua jaringan scrotum dan tunika vaginalis, testikledan sperma
cord dilepas tanpa pelindung. Cara ini dilakukan di lapangan dengan keadaan
berdiri dengan anestetik lokal. Kejelekannya karena membuka tunika vaginalis
akan berpotensi cavum peritonial mudah terbuka, sehingga tidak terkontrol
hernia melalui inguinal dan terjadi prolapsus intestine
2.2. Anatomi Organ Reproduksi Jantan
Sistem reproduksi jantan terdiri dari dua testes (testikel) yang terbungkus di
dalam skrotum. Testis menghasilkan spermatozoa (sel kelamin jantan) dan testosterin
atau hormon kelamin jantan. kastrasi adalah pembedahan testis baik yang
memproduksi spermatozoa maupun yang memproduksi hormone kelamin jantan.
Dalam istilah kedokteran, kastrasi disebut juga dengan orchidectomy/orchiectomy
Organ reproduksi jantan terdiri atas testis, saluran kelamin, kelenjar kelamin
dan alat kopulasi. Testis merupakan penghasil sel-sel kelamin jantan atau spermatozoa
serta mensekresikan hormone kelamin jantan atau testosterone. Testis berada didalam
suatu kantong yang disebut scrotum. Fungsinya untuk mengatur perubahan suhu agar
proses spermatogenesis berjalan lancer dan sebagai protector bagi testis. Saluran-
saluran kelamin seperti epididimis yang merupakan saluran berkelok-kelok sebagai
tranpor dan pematangan sperma. Terdapat vas deferns yang berbentuk tali
menyalurkan sperma ke uretra. Sebelum memasuki uretra, lumen vas deferens meluas
yang disebut ampula. Sementara itu, untuk alat kopulasinya berupa penis yang terdiri
atas bagian pangkal, badan dan ujung penis. Pada bagian uung penis atau kepala penis,
terdapat duri-duri atau spina yang dikenal dengan papilla numerous. Jumlahnya sekitar
120 dan berperan dalam merangsang neuroendokrin yang berperan dalam proses
ovulasi (Colville and Bassert, 2010).
2.3. Fisiologi Kelinci
Suhu tubuh normal kelinci berkisar 38,6-40,1o C. Pengamatan frekuensi nadi
pada kelinci dilakukan dengan mengukur denyut pada arteri femoralis mengugnakan
stetoskop. Pulsus normal kelinci adlaah 180 – 350 kali per menit. Perhitungan
frekuensi nafas pada kelinci dapat dilakukan dengan cara menghitung gerakan flank
dan tulang rusuk yang bergerak simetris pada saat inspirasi selama 1 menit. Frekuensi
respirasi normal pada kelinci adalah 30-60 kali per menit (Nursita,2013)
2.4. Anasthesi
Anestesi merupakan suatu tindakan untuk menghilangkan rasa sakit ketika
dilakukan pembedahan dan berbagai prosedur lain yang menimbulkan rasa sakit,
dalam hal ini rasa takut perlu ikut dihilangkan untuk menciptakan kondisi optimal bagi
pelaksanaan pembedahan (Hanifa, 2017).
Stadium anestesi digolongkan menjadi 4 stadium, yaitu
1. Stadium I
Stadium analgesia yang dikenal juga dengan stadiu eksitasi yang disadari atau
disorientasi. Stadium ini berlangsung antara saat induksi dilakukan sampai
dengan hilangnya kesadra dari hewan penderita. Ciri dari stadium ini adalah
pupil tidka melebar (midriasis)akibat terjadinya rangsang psikosentrik.
2. Stadium II
Stadium hiprsekresi atau stadium eksitasi yang tidak disadari, disebut juga
stadium delirium. Stadium dimulai dari hilangnya kesadaran, terjadi depresi ada
ganglia basalis sehingga terjadi reaksi berlebihan maupun refleks yangtidak
terkendali terhadap segala bentuk rangsangan, refleks faring yang berhubungan
dengan menelan dan muntah menigkat.
3. Stadium III
Stadium anastesi atau stadium pembedahan, pupil mengalami midriasis
kembali disebabkan pelepasan adrenalin. Stadium ini dilakukan bilamana pupil
dalam posisi terfiksasi di tengah dan respirasi teratur. Stadium ini dibagi menjadi
4 plane, sebagai berikut:
a. Plane 1 : ventilasi teratur bersifat torakoabdominal, anak mata terfiksasi,
pupil miosis, refleks cahaya positif, lakrimasi meningkat, reflek faring dan
muntah negatif, tonus otot mulai menurun. Operasi kecil dapat dilakuakn
pada plane ini
b. Plane 2 : ventilasi teratur bersifat abdomino torakal, frekuensi napas
menigkat, pupil midriasis, reflek cahaya menurun dan reflek kornea negatif,
reflek laring negatif dan semua operasi dapat dilakukan pada plane ini
c. Plane 3 : ventilasi teratur bersifat abdominal karena terjadi kelumpuhan saraf
interkostal, pupil melebar, refleks laring dan peritonium negatif, tonus otot
makinmmneurun.semua operasi dapat dilakukan pada plane ini.
d. Plane 4 : ventilasi tidka teratur pupil midriasis, tonus otot menurun, refleks
spincter ani dan kelenjar air mata
4. Stadium IV
Stadium overdosis, hewan penderita mengalami henti napas dna henti jantung
yang berakhir kematian.
( I Komang dan Diah, 2011).
4.5.1. Anestesi Umum
Anestesi umum merupakan tindakan menghilangkan rasa sakit secara sentral
disertai hilangnya kesadaran (reversible). Pada tindakan anestesi umum terdapat
beberapa teknik yang dapat dilakukan adalah anestesi umum dengan teknik
intravena anestesi dan anestesi umum dengan inhalasi yaitu dengan face mask
(sungkup muka) dan dengan teknik intubasi yaitu pemasangan endotrecheal tube
atau dengan teknik gabungan keduanya yaitu inhalasi dan intravena (Farida, 2017).
4.5.1.1.Anestesi Intravena
Merupakan salah satu teknik anestesi umum yang dilakukan dengan
jalan menyuntikkan obat anestesi parenteral langsung ke dalam pembuluh
darah vena (Farida, 2017).
4.5.1.2.Anestesi Inhalasi
Merupakan salah satu teknik anestesi umum yang dilakukan dengan
jalan memberikan kombinasi obat anestesi inhalasi yang berupa gas dan
atau cairan yang mudah menguap melalui alat/ mesin anestesi langsung ke
udara inspirasi (Farida, 2017).
4.5.1.3.Anestesi Imbang
Merupakan teknik anestesi dengan mempergunakan kombinasi obat –
obatan baik obat anestesi intravena maupun obat anestesi inhalasi atau
kombinasi teknik anestesi umum dengan analgesia regional untuk mencapai
trias anestesi secara optimal dan berimbang (Farida, 2017).
4.5.2. Anestesi Lokal
Anestesi lokal merupakan tindakan menghilangkan rasa sakit secara lokal
tanpa disertai hilangnya kesadaran (reversible) (Farida, 2017).
BAB III
METODOLOGI

3.1. Alat dan Bahan


3.1.1. Alat
Blade, Scalpel, Gunting mayo, pinset anatomis dan chirurgis, ally tissue
forceps, duk clamp, big hemostatic forceps, small hemostatic forceps, iv
catheter, tampon
3.1.2. Bahan
Air sabun, pisau cukur/razor, Acepromazine (0,005-0,025 ml/kg BB IM),
Atropin sulfat 0,025%(0,04 mg/kg BB SC), Xylazine 2% (2 mg/kg BB IM),
Ketamin 10% (15 mg/kg BB IM), benang catgut cromik atau benang katun,
benang catgut plain, antibiotik/NaCl fisiologis steril
3.2. Cara Kerja
3.2.1. Persiapan Alat
Alat
 Dilakukan sterilisasi pada alat yang akan digunakan. Dapat digunakan
beberapa macam sterilisasi seperti uap, kimia dengan ethylene oxide, plasma
dengan hidrogen peroksida, radiasi ion dengan ion cobalt
 Setelah dilakukan sterilisasi, alat diletakkan di atas meja steril/meja operasi
yang telah disterilisasi dengan desinfektan
Hasil
3.2.2. Persiapan Hewan
Kelinci
 Di grooming dan di gunting kuku
 Di cukur daerah yang akan dilakukan operasi
 Dilakukan restrain
 Diberikan premedikasi
 Dipasang infus
 Diikat pada meja operasi
 Dibersihkan derah yang akan dilakukan operasi dengan povidon iodin 10%
 Diberi anestesi
 Dilakukan operasi
Hasil
3.2.3. Persiapan Operator
Operator
 Digunakan penutup kepala dan masker
 Kedua tangan dicuci dengan sabun dan disikat dengan air mengalir
 Pencucian tangan dimulai dari ujung jari yang paling steril
 Dibilas dengan arah dari ujung jari ke lengan
 Dilakukan sebanyak 10-15 kali
 Dikeringkan dengan dibirakna mentes airnya tanpa menyentuh apapun
 Menggunakan glove
 Menggunakan gown steril
Hasil

3.2.4. Prosedur Operasi

kelinci
 Dicukur area scrotum
 Diinjeksi obat premedikasi
 Ditunggu 15 menit untuk efek premedikasi
 Diberi IV cath melalui vena auricular marginal
 Diinjeksi obat anastesi
 Diincisi secara longitudinal pada kulit dan tunika vaginalis parietal untuk
mengeluarkan permukaan testis dan epididimis. Incisi dapat dimulai dari
daerah antara scrotum
 Dilebarkan tunika vaginalis parietal dan tarik testis keluar
 Dipisahkan tunika vaginalis parietal dari testis
 Dipisahkan ductus deferens dari penggantung testis
 Ductus deferens dan penggantung testis, ikat menggunakan simpul square knot
Hasil

3.2.5. Prosedur Post Operasi


dikontrol suhu tubuh, nafsu makan, defekasi dan urinasi. Kemudian berikan
povidone iodine 10% di daerah skrotum. Lalu oleskan bioplacenton pada daerah
luka dan diberi antibiotik selama 5 hari.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Analisa Prosedur


Pada saat ingin melakukan tindakan pembedahan maka ada beberapa hal yang harus
diperhatikan sebelum memulai jalannya operasi adalah persiapan dari Hewan, operator,
dan juga peralatan yang akan digunakan. Dimulai dari persiapan hewan, dipersiapkan
hewan dengan mencukur terlebih dahulu pada bagian telinga kanan dan kiri kelinci, serta
kaki depan kelinci agar dapat terlihat pembuluh darah untuk memasang IV catheter,
selain pencukuran pada tangan pada bagian inguinal kelinci juga harus dicukur hingga
bersih agar pada saat pelaksanaan operasi tidak ada bulu yang masuk ke dalam area tubuh
kelinci dan mempermudah jalannya proses operasi. Setelah kelinci sudah dicukur,
kemudian kelinci dipasang IV catheter pada bagian v. marginalis auricular kelinci di
bagian dalam telinga. Setelah IV catheter terpasanag kemudian diinjeksikan agen
premedikasi Acepromazine secara subcutan kemudian ditunggu hingga 5 menit. Apabila
sudah berjalan 5 menit dapat dilanjutkan dengan menginjeksikan agen anasthesi, anastesi
yang digunakan merupakan kombinasi dari ketamine dan juga xylazine. Lokasi untuk
injeksi Ketamin-xylazine dapat dilakukan melalui intarmuscularis atau
intravena,kemudian ditunggu hingga kelinci sudah tidak sadarkan diri. Kemudia setelah
selesai persiapan hewan yang akan di lakukan pembedahan lanjut untuk persiapan
operator, operator harus dalam keadaan steril dan juga Co-operator yang mendampingi
operator selama operasi. Operator dan Co-operator harus menggunakan nurse cap terlebih
dahulu kemudian dilakukan sterilisasi dengan mencuci tangan dari ujung jari hingga siku
tangan. Kemudian setelah cuci tangan, tangan tetap di posisikan diatas bahu agar tetap
steril. Saat akan melakukan operasi, operator dan Co-operator menggunakan gloves yang
sudah disterilisasi sebelumnya. Setelah persiapan pada operator dan juga co-operator
maka selanjutnya persiapan untuk alat-alat yang akan digunakan pada saat operasi, alat-
alat tersebut dibungkus dengan koran terlebih dahulu kemudian dimasukan ke dalam
oven dan juga beberapa alat tajam langsung dimasukan ke dalam near baken kemudian di
masukkan dalam oven untuk di sterilisasi selama 15 menit dengan suhu 121O C. Setelah
selesai alat-alat yang sudah steril dipersiapan untuk digunakan selama operasi. Analisis
prosedur yang dilakukan selama praktikum kami sudah sesuai dengan apa yang ada pada
jurnal (Harkness, 2010).
Setelah hewan sudah dalam posisi teranestesi, kemudian dapat dilakukan pemeriksaan
suhu, pulsus, dan respirasi guna untuk monitoring. Setelah operator dan peralatan siap,
daerah inguinal diolesi dengan iodine/antiseptic secara merata dengan membentuk
gerakan secara sirkuler. kemudian dilakukan insisi sepanjang 1-2cm pada daerah
inguinal/prescrotal diatas testis. Setelah sudah terbuka, kemudia dapat dikeluarkan salah
satu testis untuk memulai ligasi dan pemotongan testis. Agar operator dapat
mengeluarkan testis dengan leluasa dapat dilakukan pemotongan pada bagian
penghubung bagian caudal testis dan dibantu pemijatan diatas bagian insisi agar dapat
ditarik lebih jauh. Saat testis sudah keluar,dapat dilakukan pembendungan dengan
hemostat dan dilakukan ligasi diatas hemostat dengan menggunakan simpul square knot
sebanyak dua kali. Setelah sudah terligasi dimasukkan kembali testis kedalam posisi
semula, lakukan hal serupa pada testis bagian satunya. Setelah sudah selesai kemudia
dimasukkan penstrep pada daerah scrotum untuk menghindari terjadinya kontaminasi.
Setelah itu, dilakukan penjahitan dengan jahitan simple interrupted suture sebanyak dua
jahitan. Setelah sudah terjahit, bagian jahitan diberikan genoin. Prosedur yang dilakukan
selama praktikum sudah sesuai dengan literatur yang ada (Rosenthal, 2008)
Prosedur post operasi yang dilakukan pertama kali adalah melakukan pengukuran
suhu, pulsus, dan respirasi dari pasien. Kemudian, segera diinjeksikan obat biodin pasca-
operasi, setelah suntikan obat biodin kemudian diberikan perlakuan untuk
menghangatkan kelinci agar suhu kelinci segera mencapai angka normal yaitu 38,6 ℃ –
40,1℃. Media yang dapat digunakan untuk menghangatkan kelinci adalah menggunakan
lampu bohlam kuning, hairdryer, maupun kompres dengan glove yang diisi dengan air
hangat. Setelah kelinci sudah mencapai suhu 38,6 OC, segera injeksikan enrofloxacin dan
ketoprofen secara Intramuscular. Untuk perawatan post operasi kucing diberikan makan
setelah 8 jam pasca operasi. Pemberian pakan pertama dapat diberikan pasca operasi.
Lukanya dapat diberikan obat genoin pada kulit inguinal bekas insisi. Prosedur ini sudah
dilakukan sesuai literatur yang ada (Fossum, 2013).

3.2 Analisa Hasil


Dari hasil post operasi, didapat luka semakin hari semakin membaik, dimana terjadi
perkembangan persembuhan dari luka incise yang di jahit dengan benang non absorbable,
setelah 6 hari tampak luka sudah tertutup dengan sempurna dan pada areal luka sudah
mulai tumbuh rambut. Proses persembuhan luka dipengaruhi oleh umur, nutrisi,
perawatan, pengobatan, kebersihan selama operasi dan pengobatan post operasi. Perban
hendaknya dibiarkan sampai 3 hari pasca operasi, hal ini dilakukan untuk memberikan
kesempatan pada jaringan segera regenerasi dan juga agar jahitan tidak terganggu
sehingga mudah lepas (Primadina, 2018).
Fisiologi penyembuhan luka akan mengalami fase-fase seperti fase inflamasi, fase
proliferasi, dan fase remodelling. Fase inflamasi setelah terjadinya luka, pembuluh darah
yang putus mengalami kontriksi dan retraksi disertai reaksi homestasis karena agregasi
trombosit yang bersama jala fibrin membekukan darah. Fase proliferasi disebut fibroplasi
karena pada masa ini fibroblas mengalami proliferasi dan mensintesis kolagen. Serat
kolagen yang terbentuk menyebabkan adanya kekuatan untuk bertautnya tepi luka. Pada
fase ini mulai terjadi granulasi, kontraksi luka dan epitelialisasi. Fase remodelling
merupakan fase yang terakhir dan terpanjang pada proses penyembuhan luka. Terjadi
proses yang dinamis berupa remodelling kolagen, kontraksi luka dan pematangan parut.
Pada masa 3 minggu penyembuhan, luka telah mendapatkan kembali 20% kekuatan
jaringan normal (Primadina, 2018).

3.3 Terapi Cairan


Terapi cairan yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu cairan infus untuk
mengganti ciran dan energi makanan yang hilang saat puasa maupun saat operasi. Terapi
cairan dilakukan saat operasi dan beberapa jam setelah operasi hingga kucing sadar dan
mulai pulih kondisinya. Terapi cairan merupakan tindakan pengobatan untuk pasien
dalam kondisi kritis atau memerlukan perawatan intensif. Terapi cairan menjadi pilihan
yang tepat terutama pada pasien anjing dan kucing yang telah lama tidak mau makan dan
minum. Tujuan utama terapi cairan adalah mengembalikan volume darah yang
bersirkulasi, menggantikan cairan yang hilang secara normal dan abnormal.
Setelah cairan infu dilepas maka diberi makan setelah 12 jam sadar dari anestesi dan
selalu diberikan air. Air sangat diperlukan dalam metabolisme dan melarutkan hasil
metabolisme untuk dimanfaatkan oleh sel tubuh .Dehidrasi merupakan kondisi tubuh
kekurangan cairan yang diikuti oleh kehilangan elektrolit, dan perubahan keseimbangan
asam-basa. Gejala klinis dehidrasi adalah: hilangnya elastisitas kulit (turgor), membran
mukosa kering, serta dehidrasi yang berat dapat menyebabkan kelelahan, depresi, dan
shock. Cairan yang hilang akibat dehidrasi harus diganti dalam jangka waktu 24 jam.
Kandungan air pada kadar yang ideal di dalam tubuh hewan berfungsi untuk membantu
kerja sistem pencernaan, mengeluarkan kotoran dan racun dari dalam tubuh serta sebagai
media transportasi nutrisi untuk sel-sel tubuh dan menjaga kulit tetap sehat. Terapi cairan
yang digunakan pada kasus ini yaitu cairan ringer laktat.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kastrasi terbuka adalah kastrasi yang dilakukan dengan cara menginsisi semua
jaringan skrotum dan tunika vaginalis, kemudian testis dan spermatic cord dibuang tanpa
tunika vaginalis. Ligasi yang dilakukan dengan mengikat antara ductus deferens dengan
pembuluh darah. Kerugian utama cara ini adalah dengan terbukanya tunika vaginalis
menyebabkan adanya hubungan skrotum dengan rongga abdomen sehingga
memungkinkan terjadinya hernia scrotalis yang terutama berisi usus. Keuntungan cara ini
adalah kekuatan ikatan pembuluh darah yang lebih kuat. Pemberian premedikasi dengan
menggunakan acepromazine sedangkan anestesi dengan pemberian Ketamin 10% dan
dikombinasikan dengan Xylazine 2%. Terapi yang diberikan pasca operasi adalah
antibiotik dengan menggunakan ketoprofen. Secara keseluruhan operasi Okastrasi
berjalan lancar, membutuhkan waktu 6 hari luka bekas insisi sudah mongering dan dapat
dilakukan lepass jahitan. Perawatan post operasi selama 7 hari menunjukkan kondisi
kucing sudah dalam keadaan sehat.
DAFTAR PUSTAKA

Farida, S. 2017. Perbedaan Sensitivitas Spesifisitas Skor Koivuranta dan Sinclair


Sebagai Prediktor Post Operative Nausea and Vomiting Pasca Anestesi Umum Di
RSUD Wates. Poltekes Kemenkes Yogyakarta.
I Komang W.S, Diah K. 2011. Bedah Veteriner. Pusat Penerbitan dan Percetakan
Unair:Surabaya
Colville T, Bassert J. 2010. Clinical Anatomy & Physiology For Veterinary Technicians. St.
Louis: Mosby, Inc

Nursita, I.W. et all. 2013. Status Fisiologi dan Pertambahan Bobot Badan Kelinci Jantan
Lokal Lepas Sapih pada Perkandangan dengan Bahan Atap dan Ketinggian Kandang
Berbeda. Universitas Brawijaya. Malang.
Fossum, T. W . 2002. Small Animal Surgery. Ed 2. Mosby.
Rosenthal, Karen L. dkk. 2008. Rapid Review of Exotic Animal Medicine and Husbandry.
Manson Publishing. New York.

Anda mungkin juga menyukai