Anda di halaman 1dari 17

PROPOSAL

URGENSI PENERAPAN UNDANG-UNDANG


NO. 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG
PADA KOTA MAKASSAR

Disusun oleh

Nama : FATURRAHMAN AL-HAMID


NIM : D131 18 1008

METODE PENELITIAN DAN PENULISAN ILMIAH

DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN

GOWA

2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kota merupakan tempat berlangsungnya berbagai aktivitas suatu
masyarakat, sehingga arah pengembangannya semaksimal mungkin dapat
memenuhi tuntutan kebutuhan fisik dan spiritual masyarakatnya. Ruang
Terbuka Hijau memeliki peran yang sangat penting dalam wilayah suatu
perkotaan, dengan dibangunnya ruang-ruang terbuka hijau diperkotaan
dapat meningkatkan kualitas lingkungan hidup perkotaan yang sehat, bersih,
nyaman, dan indah.
Keberadaan Ruang Terbuka Hijau sangat penting, sebagaimana di atur
dalam peraturan perundang-undangan yakni Undang-Undang Nomor 26
tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 29 ayat 2, bahwa:“Proporsi Ruang
Terbuka Hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 % dari wilayah kota”.1
Lebih lanjut dalam pasal 29 ayat 3 disebutkan bahwa proporsi ruang terbuka
hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20% dari luas wilayah kota.
Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan
ekosistem kota, yang serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika
kota.2
Ketentuan mengenai ruang terbuka hijau, sebagaimana telah diatur
dalam Instruksi Mentri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang penataan
Ruang terbuka Hijau di wilayah perkotaan menerangkan bahwa ruang
terbuka hijau adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas
baik dalam bentuk areal atau kawasan maupun bentuk areal
memanjang/jalur dimana penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada
dasarnya tanpa bangunan.3
Penataan ruang sebagai suatu sistem perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan antara yang satu dengan yang lainnya, baik
wilayah nasional, wilayah propinsi, wilayah kabupaten dan wilayah kota. 4
Isu mengenai masalah lingkungan hidup semakin menjadi bahasan yang

URGENSI PENERAPAN UNDANG-UNDANG NO. 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG


PADA KOTA MAKASSAR | 1
sangat menarik dewasa ini. Salah satu permasalahan yang kini dihadapi oleh
hampir seluruh perkotaan di Indonesia adalah semakin berkurangnya
lingkungan dan ruang publik. Terutama ruang terbuka hijau, kota-kota besar
pada umumnya memiliki ruang terbuka hijau dengan luas dibawah 10% dari
luas kota itu sendiri.5
Permasalahan tata ruang Indonesia masih diwarnai oleh suatu kondisi,
dimana kita belum mampu melakukan suatu kebijakan, dan prosedur
penataan ruang yang ada belum mampu mengimbangi perkembangan
pembangunan yang demikian pesatnya, khususnya perkembangan
pembangunan yang terjadi di daerah perkotaan.6 Kesepakatan antar oknum-
oknum pemegang kuasa dan wewenang dengan pihak „ketiga‟ untuk
membangun hotel, restoran, ruko, maupun kompleks perumahan biasanya
mengambil lahan yang semestinya dijadikan ruang terbuka hijau juga
menjadi salah satu penyebab masalah ini.
Hanya saja, untuk bisa mendapatkan kesepakatan politis ini pun tidak
mudah. Banyak liku-liku yang perlu dilalui, terutama terkait dengan
prosedur pengambilan keputusan. Belum lagi, jalan berliku masih akan
terjadi dalam penerapannya, karena bukan hanya menyangkut politik, tetapi
juga kepentingan-kepentingan lain yang tak kalah rumit.7
Hukum lingkungan Indonesia telah berkembang pesat selama empat
dekade terakhir.1 Sebagian besar perkembangan tersebut merupakan respon
atas pengaruh hukum lingkungan internasional, yang terhubung erat dengan
pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan biaya ekonomi.2 Beberapa
penelitian mengindikasikan bahwa bentuk pemerintahan yang demokratis
dapat meningkatkan kualitas lingkungan hidup melalui perwujudan tata
kelola lingkungan yang baik.8
Aturan atau ketentuan mengenai wewenang pemerintah yang sudah
diatur secara tegas dalam undang-undang, tidaklah sejalan dengan kondisi
yang terjadi saat ini, Menurut Satriya madjid untuk mewujudkan Ruang
Terbuka Hijau di Makassar memang bukan perkara mudah, ketersediaan
lahan tidak cukup menjamin terwujudnya Ruang Terbuka Hijau, karena
meskipun ada lahan tapi tidak ada political will, kemauan dan keinginan

URGENSI PENERAPAN UNDANG-UNDANG NO. 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG


PADA KOTA MAKASSAR | 2
pemerintah kota sendiri untuk menciptakan ruang terbuka hijau. Pemerintah
kota Makassar tidak tegas untuk merelokasi beberapa kantor instansi
pemerintah ke tempat lain, kemudian kantor tersebut dijadikan taman kota
untuk kepentingan ruang terbuka hijau.9
Menurut Putridwiyanti, bahwa pemerintah kota tidak tegas untuk
mewujudkan ruang terbuka hijau di kota Makassar, justru pemerintah lebih
concern memberikan rekomendasi pemberian izin pembangunan ruko dan
pusat perbelanjaan atau mall, kenyataan ini sungguh ironis. Jadi, menurut
Putridwiyanti apologi atau alasan pembenar yang mengatakan bahwa kota
besar teramat sulit untuk menjadikannya lagi sebagai kota hijau yang ramah
lingkungan adalah salah, karena menurutnya semua kembali kepada
ketegasan pemerintah dalam menjalankan aturan sebagaimana yang
ditetapkan dalam undang-undang.10

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah yang telah
dikemukakan diatas, maka rumusan masalah yang akan dibahas adalah :
1. Bagaimanakah urgensi pengaturan Ruang Terbuka Hijau pada Kota
Makassar berdasarkan undang-undang 26 tahun 2007 tentang Penataan
Ruang dalam pembangunan berwawasan lingkungan?
2. Bagaimanakah Peruntukan Ruang Terbuka Hijau Kota Makassar Benar-
Benar Telah Sesuai Dengan Undang-Undang?
3. Bagaimana cara penanganan kendala yang tepat dalam Melestarikan Ruang
Terbuka Hijau di Kota Makassar?

1.3. Tujuan
Tujuan penulisan proposal ini adalah untuk mengidentifikasi
keberadaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Makassar, mengkaji peruntukan
Ruang Terbuka Hijau di Kota Makassar berdasarkan ketentuan UU No. 26
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang maupun kendala-kendalanya, serta
untuk mengetahui seberapa pentingkah UU No. 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang dilaksanakan pada Kota Makassar.

URGENSI PENERAPAN UNDANG-UNDANG NO. 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG


PADA KOTA MAKASSAR | 3
1.4. Manfaat
Dengan pembuatan makalah ini diharapkan dapat memberikan
tambahan wawasan mengenai pentingnya Ruang Terbuka Hijau pada suatu
perkotaan bagi masyarakat maupun biota yang hidup didalamnya terkhusus
pada Kota Makassar. Sehingga kita dapat melestarikan ruang terbuka hijau
untuk generasi yang akan datang dan memahami pemanfaatannya dalam
kehidupan sehari-hari.

URGENSI PENERAPAN UNDANG-UNDANG NO. 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG


PADA KOTA MAKASSAR | 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengaturan Ruang Terbuka Hijau


Keberadaan ruang terbuka hijau mengandung dimensi yang sangat
luas. Oleh sebab itu tidaklah mengherankan jika banyak peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan hal tersebut. Berikut ini adalah
peraturan atau ketentuan hukum tentang ruang terbuka hijau adalah:11
1. Undang-undang No.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Pasal 1
butir 31, Pasal 28,29,30 dan 31).
2. Undang-undang No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
3. Peraturan Menteri Dalam Negeri No.1 tahun 2007 tentang Penataan
Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan.
4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/M/2008 tentang
Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di
Kawasan Perkotaan.
Menurut ketentuan pasal 1 butir 31 undang-undang no.26 tahun 2007
tentang Penataan Ruang, yang dimaksud dengan Ruang terbuka hijau adalah
area memanjang, jalur dan atau mengelompok yang penggunaanya lebih
bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman baik yang tumbuh secara alamiah
maupun yang sengaja ditanam. Adapun klasifikasi ruang terbuka hijau dapat
dibagi menjadi :12
1. Kawasan hijau pertamanan kota
2. Kawasan hijau hutan kota
3. Kawasan hijau rekreasi kota
4. Kawasan hijau kegiatan olahraga
5. Kawasan hijau pemakaman
6. Kawasan hijau pertanian
7. Kawasan hijau jalur hijau
8. Kawasan hijau pekarangan

URGENSI PENERAPAN UNDANG-UNDANG NO. 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG


PADA KOTA MAKASSAR | 5
Pelaksanaan pengembangan ruang terbuka hijau dilakukan dengan
pengisian hijau tumbuhan secara alami ataupun dengan tanaman budi daya.
Secara fisik ruang terbuka hijau dapat dibedakan menjadi ruang terbukla
hijau alami berupa kawasan lindung dan taman-taman nasional, maupun
ruang terbuka hijau non alami seperti taman, kebun bunga dan lainnya. 13
Ruang terbuka hijau memiliki beberapa fungsi, diantaranya adalah:
1. Fungsi edaphis, yaitu sebagai tempat hidup satwa dan jasad renik
lainnya.
2. Fungsi hidrologis, yaitu perlindungan terhadap kelestarian tanah dan air.
3. Fungsi klimatologis, yaitu terciptanya iklim mikro sebagai efek dari
proses fotosintesis dan respirasi tanaman.
5. Fungsi protektif , yaitu melindungi dari gangguan angin, bunyi, dan terik
matahari melalui kerapatan dan kerindangan pohon.
6. Fungsi higienis, yaitu kemampuan ruang terbuka hijau untuk mereduksi
polutan baik di udara maupun di air.
7. Fungsi edukatif, yaitu menjadi sumber pengetahuan masyarakat tentang
berbagai hal, misalnya tentang nama ilmiah tanaman serta manfaat atau
khasiatnya.
8. Fungsi estetis, yaitu kemampuan ruang terbuka hijau untuk
menyumbangkan keindahan pada lingkungan sekitarnya, baik melalui
keindahan warna,bentuk,dan kombinasi.
9. Fungsi sosial ekonomi, yaitu sebagai tempat berbagai kegiatan sosial dan
tidak menutup kemungkinan memiliki nilai ekonomi.14
Pengadaan ruang terbuka hijau bagi kota yang sudah terbangun
mutlak dipertimbangkan adanya pembangunan ruang terbuka hijau.
Menurunnya kualitas dan kuantitas ruang terbuka hijau telah mengakibatkan
menurunnya kualitas lingkungan, contohnya seperti sering terjadi bencana
banjir,tingginya polusi udara, serta menurunnya produktivitas masyarakat
akibat stres karena terbatasnya ruang publik yang tersedia untuk interaksi
sosial.
Secara arsitektural RTH dapat meningkatkan nilai keindahan dan
kenyamanan kota melalui keberadaan taman-taman kota, kebun-kebun

URGENSI PENERAPAN UNDANG-UNDANG NO. 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG


PADA KOTA MAKASSAR | 6
bunga, dan jalurjalur hijau di jalan-jalan kota. Sementara itu RTH juga dapat
memiliki fungsi ekonomi, baik secara langsung seperti pengusahaan lahan-
lahan kosong menjadi lahan pertanian/ perkebunan (urban agriculture) dan
pengembangan sarana wisata hijau perkotaan yang dapat mendatangkan
wisatawan.
Sementara itu secara struktur, bentuk dan susunan RTH dapat
merupakan konfigurasi ekologis dan konfigurasi planologis. RTH dengan
konfigurasi ekologis merupakan RTH yang berbasis bentang alam seperti,
kawasan lindung, perbukitan, sempadan sungai, sempadan danau, pesisir
dsb. Sedangkan RTH dengan konfigurasi planologis dapat berupa ruang-
ruang yang dibentuk mengikuti pola struktur kota seperti RTH perumahan,
RTH kelurahan, RTH kecamatan, RTH kota maupun taman-taman regional/
nasional.15

Berikut merupakan data mengenai luas RTH kota-kota besar di Indonesia :


Tabel 1 Proporsi RTH di Kota-kota Besar
No Nama Kota Proporsi
1 Jakarta 9,97%
2 Bandung 8,76%
3 Bogor 19,32%
4 Surabaya 9%
5 Surakarta 16%
6 Malang 4%
7 Makassar 3%
8 Medan 8%
9 Jambi 4%
10 Palembang 5%
Rata-rata luas RTH di 8,69%
kota-kota besar
diIndonesia
Sumber : Nirwono Joga, Aspek Lingkungan dalam Pembangunan
Perkotaan Berkelanjutan, Presentasi dalam Workshop Nasional
Pembangunan Kota yang Berkelanjutan.16

URGENSI PENERAPAN UNDANG-UNDANG NO. 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG


PADA KOTA MAKASSAR | 7
2.2. Pembangunan Berwawasan Lingkungan
Mengingat ruang merupakan bagian penting dari lingkungan hidup
maka perlindungan dan pengelolaan lingkungan keberhasilannya juga
ditentukan oleh pelaksanaan penataan ruang yang salah satu komponennya
adalah ketersediaan ruang terbuka hijau. Kehidupan ini tidak hanya terdiri
atas sistem yang nyata (ekosistem dan biosfer secara keseluruhan) tetapi
juga menyangkut alam pikiran yang menurut kodratnya pada manusia
terkembang paling sempurna dibandingkan dengan yang dimiliki oleh
makhluk lainnya.17
Kehidupan ini adalah sekumpulan perubahan-perubahan yang terjadi
diantara komponen makhluk hidup dan benda mati. Perubahan itu berupa
perubahan yang senantiasa berbenturan dengan keterbatasan. Daya dukung
dimaksudkan sebagai kemampuan lingkungan hidup dengan sarana yang
diperlukan untuk mendukung sejumlah kehidupan manusia.
Faktor lingkungan hidup yang merupakan konsep tentang keserasian
dan keseimbangan adalah keanekaragaman. Bahkan dalam keadaan dimana
lingkungan hidup kita mulai dirawankan oleh pencemaraan dan kerusakan
lingkungan. Wawasan lingkungan hidup dititahkan dalam bentuk perbuatan
ihsan dan larangan merusak sebagaimana firman Allah SWT dalam Al
qur‟an Surah Al Qashas ayat 77 yang artinya bahwa carilah apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu, dan janganlah kamu melupakan
kebahagianmu dari kenikmatan duniawi dan berbuatlah ihsan sebagaimana
Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan
dimuka bumi, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berbuat kerusakan.18
Pola pembangunan berwawasan lingkungan mengharuskan
pengelolaan sumber daya alam harus dilakukan secara rasional dan
bijaksana, untuk itu diperlukan keterpaduan antar pembangunan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
Pembangunan berwawasan lingkungan hidup merupakan upaya sadar
dan terencana yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya
kedalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan,kesejahteraan

URGENSI PENERAPAN UNDANG-UNDANG NO. 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG


PADA KOTA MAKASSAR | 8
dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi mendatang. Sifat
keterkaitan sumber daya alam dan tatanan lingkungan mengharuskan cara
dan mekanisme pembangunan yang memperhatikan keterkaitan tersebut.
Hal ini memberikan konsekuensi dimana pengembangan yang dilakukan
disuatu sektor harus memperhatikan dampaknya pada pengembangan sektor
lainnya.19
Pembangunan berwawasan lingkungan mencerminkan tanggung
jawab negara sebagaimana yang tersurat dalam undang-undang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yakni undang-undang
nomor 32 tahun 2009, menegaskan bahwa:
1. Negara menjamin pemanfaatan sumber daya alam akan memberikan
manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan kualitas hidup
rakyat, baik generasi sekarang maupun generasi mendatang
2. Negara menjamin hak warga negara atas lingkungan hidup yang baik dan
sehat.
3. Negara mencegah dilakukannya kegiatan pemanfaatan sumber daya alam
yang menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.

Pada hakikatnya semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat


harus bersinergi dalam mewujudkan pembangunan berwawasan lingkungan
karena selama daya dukung alam tidak terlampaui maka semua sistem
ekologis seharusnya bisa berlangsung secara alami dan tidak akan
menimbulkan bencana

2.3. Upaya Peningkatan Kuantitas dan Kualitas RTH


Ruang terbuka hijau sebaiknya ditanami pepohonan yang mampu
mengurangi polusi udara secara signifikan. Dari penelitian yang pernah
dilakukan Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan, Departemen Pekerjaan
Umum (kini Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah) di
laboratoriumnya di Bandung, dan di berbagai tempat di Bogor, Bandung,
dan Jakarta, diketahui ada lima tanaman pohon dan lima jenis tanaman
perdu yang bisa mereduksi polusi udara.

URGENSI PENERAPAN UNDANG-UNDANG NO. 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG


PADA KOTA MAKASSAR | 9
Menurut penelitian di laboratorium, kelima jenis pohon itu bisa
mengurangi polusi udara sekitar 47 - 69%. Mereka adalah pohon felicium
(Filicium decipiens), mahoni (Swietenia mahagoni), kenari (Canarium
commune), salam (Syzygium polyanthum), dan anting-anting (Elaeocarpus
grandiforus). Sementara itu, jenis tanaman perdu yang baik untuk
mengurangi polusi udara adalah puring (Codiaeum variegiatum),
werkisiana, nusa indah (Mussaenda sp), soka (Ixora javanica), dan
kembang sepatu (Hibiscus rosasinensis).
Upaya yang sama bisa pula dilakukan warga kota di halaman rumah
masing-masing. Dengan penanaman pohon atau tanaman perdu tadi, selain
udara menjadi lebih sejuk, polusi udara juga bisa dikurangi. Untuk menutupi
kekurangan tempat menyimpan cadangan air tanah, setiap keluarga bisa
melengkapi rumahnya, yang masih memiliki sedikit halaman, dengan sumur
resapan. Dengan sumur resapan itu, air hujan yang turun tidak terbuang
percuma, tetapi ditampung di tanah.
Sumur resapan merupakan sistem resapan buatan yang dapat
menampung air hujan, baik dari permukaan tanah maupun dari air hujan
yang disalurkan melalui atap bangunan. Bentuknya dapat berupa sumur,
kolam dengan resapan, dan sejenisnya. Pembuatan sumur resapan ini
sekaligus akan mengurangi debit banjir dan gena-ngan air di musim hujan.
Salah satu contoh upaya yang baik untuk mengembalikan kualitas dan
kuantitias RTH yang dapat diterapkan di lingkungan permukiman adalah
beberapa kebijaksanaan perencanaan oleh pemerintah Kota dalam menjaga
keseimbangan ekologi lingkungan sebagai berikut:
1. Pada kawasan terbangun kota, harus disediakan RTH yang cukup yaitu:
 Untuk kawasan yang padat, minimum disediakan area 10 % dari luas
total kawasan.
 Untuk kawasan yang kepadatan bangunannya sedang harus
disediakan ruang terbuka hijau minimum 15 % dari luas kawasan.
 Untuk kawasan berkepadatan bangunan rendah harus disediakan
ruang terbuka hijau minimum 20 % terhadap luas kawasan secara
keseluruhan.

URGENSI PENERAPAN UNDANG-UNDANG NO. 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG


PADA KOTA MAKASSAR | 10
2. Pada kawasan terbangun kota, harus dikendalikan besaran angka
Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maupun Koefisien Lantai Bangunan
(KLB) sesuai dengan sifat dan jenis penggunaan tanahnya. Secara
umum pengendalian KDB dan KLB ini adalah mengikuti kaidah
semakin besar kapling bangunan, nilai KDB dan KLB makin kecil,
sedangkan semakin kecil ukuran kapling, maka nilai KDB dan KLB
akan semakin besar.
3. Untuk mengendalikan kualitas air dan penyediaan air tanah, maka bagi
setiap bangunan baik yang telah ataupun akan membangun disyaratkan
untuk membuat sumur resapan air. Hal ini sangat penting artinya untuk
menjaga agar kawasan terbangun kota, tinggi muka air tanah agar tidak
makin menurun. Pada tingkat yang tinggi, kekurangan air permukaan ini
akan mampu mempengaruhi kekuatan konstruksi bangunan.
4. Untuk meningkatkan daya resap air ke dalam tanah, maka perlu
dikembangkan kawasan resapan air yang menampung buangan air hujan
dari saluran drainase. Upaya lain yang perlu dilakukan adalah dengan
membuat kolam resapan air pada setiap wilayah tangkapan air.
5. Untuk kawasan pemukiman sebaiknya jarak maksimum yang ditempuh
menuju salah satu jalur angkutan umum adalah 250 meter.

Beberapa upaya yang harus dilakukan oleh Pemerintahantara lain adalah:


1. Melakukan revisi UU 24/1992 tentang penataan ruang untuk dapat lebih
mengakomodasikan kebutuhan pengembangan RTH;
2. Menyusun pedoman - pedoman pelaksanaan (NSPM) untuk
peyelenggaraan dan pengelolaan RTH;
3. Menetapkan kebutuhan luas minimum RTH sesuai dengan karakteristik
kota, dan indicator keberhasilan pengembangan RTH suatu kota;
4. Meningkatkan kampanye dan sosialisasi tentangnya pentingnya RTH
melalui gerakan kota hijau (green cities);
5. Mengembangkan mekanisme insentif dan disinsentif yang dapat lebih
meningkatkan peran swasta dan masyarakat melalui bentuk-bentuk
kerjasama yang saling menguntungkan;

URGENSI PENERAPAN UNDANG-UNDANG NO. 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG


PADA KOTA MAKASSAR | 11
6. Mengembangkan proyek - proyek percontohan RTH untuk berbagai
jenis dan bentuk yang ada di beberapa wilayah kota. 20

URGENSI PENERAPAN UNDANG-UNDANG NO. 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG


PADA KOTA MAKASSAR | 12
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Bentuk Penelitian


Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Deksriptif maksudnya
untuk mendapatkan gambaran mengenai tingkat urgensi UU No. 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang terhadap wilayah kota, apakah peruntukan
ruang terbuka hijau telah sesuai dengan Undang-Undang, mengidentifikasi
kendala pelaksanaan UU No. 26 Tahun 2007 sehingga dapat memberi
petunjuk untuk penaggulangan masalah tersebut khususnya di Kota
Makassar.
3.2. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua macam teknik pengumpulan
data, yaitu :
1. Teknik Pengumpulan Data Primer
Teknik ini dilakukan melalui:
 Metode interview (wawancara), yaitu dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan secara langsung dan mendalam serta terbuka
kepada informan atau pihak yang berhubungan dan memiliki
relevansi terhadap masalah yang berhubungan dengan penelitian.
Pewawancara adalah orang yang menggunakan metode wawancara.
Sedangkan informan adalah orang yang diwawancarai, dimintai
informasi oleh pewawancara. Informan merupakan orang yang
diperkirakan menguasai dan memahami data, informasi, ataupun
fakta dari suatu obyek penelitian21.
 Metode observasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara
mengamati secara langsung terhadap obyek penelitian kemudian
mencatat gejala-gejala yang ditemukan di lapangan untuk
melengkapi data-data yang diperlukan sebagai acuan yang berkaitan
dengan permasalahan penelitian.

URGENSI PENERAPAN UNDANG-UNDANG NO. 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG


PADA KOTA MAKASSAR | 13
2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder
Teknik pengumpulan data sekunder dilakukan dengan menggunakan
instrumen sebagai berikut :
 Studi dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data menggunakan
catatan-catatan atau dokumen yang ada di lokasi penelitian atau
sumber-sumber lain yang relevan dengan objek penelitian.
 Studi Kepustakaan, yaitu teknik pengumpulan data yang diperoleh
dari berbagai literatur seperti buku-buku, karya ilmiah serta pendapat
para ahli yang memiliki relevansi dengan masalah yang akan diteliti

URGENSI PENERAPAN UNDANG-UNDANG NO. 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG


PADA KOTA MAKASSAR | 14
Daftar Referensi
1
Pasal 29 Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan
Ruang.2008.Sinar Grafika.Jakarta.
2
Pasal 29 ayat 3 Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan
Ruang.2008 Sinar Grafika, Jakarta.
3
Didik Nopianto, ed., Jurnal Teknik Sipil & Perencanaan, sebagai
Identifikasi Ruang Terbuka Hijau Kota Semarang (Semarang, 2009), hal. 63.
4
Andi Safriani, ed., Jurisprudentie Volume 2 Nomor 2, sebagai Pengaturan
Ruang Terbuka Hijau (Makassar, 2015), hal 24.
5
Muhammad Yogi Angga Hutama Siregar, Funsi Ruang Terbuka Hijau
dalam Tata Ruang Kota ditinjau dari Perspektif Hukum Administrasi Negara
(Medan, 2014), hal. 5.
6
Jeluddin Daud, 1996, Prinsip Perencanaan Wilayah (Regional Planning)
Sebagai Suatu Pendekatan Dalam Menyusun Rencana Tata Ruang, Makalah
Seminar Penataan Ruang, (dalam Zaidar, Buku Hukum Tata Ruang Indonesia,
hal. 1)
7
Al. Andang L. Binawan, ed., Jurnal Hukum Lingkungan Vol. 1 Issue 1,
sebagai Jalan Terjal Ekokrasi (Jakarta, 2014), hal. 2.
8
Mas Achmad Santosa, Margaretha Quina, ed., Jurnal Hukum Lingkungan
Vol. 1 Issue 1, sebagai Gerakan Pembaruan Hukum Lingkungan Indonesia dan
Perwujudan Tata Kelola Lingkungan yang Baik Dalam Negara Demokrasi
(Jakarta, 2014), hal. 24.
9
Harian Fajar ”wawancara khusus Ruang terbuka hijau Makassar masih
rendah”, eds.12 nov 2012.
10
Harian Fajar “Menggugat Adipura yang tak kunjung datang (Refleksi
HUT ke 405 Kota Makassar)”, eds.12 nov 2012.
11
Hasni, 2010, Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah, PT.Raja
Grafindo Persada : Jakarta, h.230
12
Ibid h.229
13
www.google.com. Kuantitas dan Kualitas Ruang Terbuka Hijau. Diakses
13 September 2019
14
Op cit. h. 256
15
Agung Dwiyanto, ed., Jurnal TEKNIK – Vol. 30 No. 2 sebagai Kuantitas
Dan Kualitas Ruang Terbuka Hijau Di Permukiman Perkotaan (Jakarta, 2009),
hal. 89.

URGENSI PENERAPAN UNDANG-UNDANG NO. 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG


PADA KOTA MAKASSAR | 15
16
Muhammad Yogi Angga Hutama Siregar, Funsi Ruang Terbuka Hijau
dalam Tata Ruang Kota ditinjau dari Perspektif Hukum Administrasi Negara
(Medan, 2014), hal. 6.
17
Soerjani dkk, 2008, Lingkungan:Sumber Daya Alam dan Kependudukan
dalam Pembangunan, UI Press : Jakarta.h 243
18
Ibid. h 242
19
Aca Sugandhy, 2009, Prinsip Dasar Kebijakan Pembangunan
Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan, Bumi Aksara : Jakarta, h.4
20
Agung Dwiyanto, ed., Jurnal TEKNIK – Vol. 30 No. 2 sebagai Kuantitas
Dan Kualitas Ruang Terbuka Hijau Di Permukiman Perkotaan (Jakarta, 2009),
hal. 91.
21
Burhan Mungin, 2007, Penelitian Kualitatif, hal. 108

URGENSI PENERAPAN UNDANG-UNDANG NO. 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG


PADA KOTA MAKASSAR | 16

Anda mungkin juga menyukai