Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Untuk beberapa bakteri, transmisi alami DNA plasmid dari sel donor ke sel

penerima telah digunakan untuk mentransfer konstruksi DNA penyisipan plasmid ke

sel inang yang tidak mudah berubah. Beberapa plasmid secara genetik dilengkapi

untuk membentuk persimpangan sel-ke-sel melalui DNA plasmid dipindahkan dari

satu sel ke sel lainnya. Kontak yang efektif antara sel donor dan penerima

disebabkan oleh fungsi konjugatif; dan transfer DNA secara mekanis adalah

konsekuensi dari fungsi mobilisasi. Sebagian besar plasmid yang digunakan untuk

penelitian DNA rekombinan tidak memiliki fungsi konjugatif dan oleh karena itu

DNA plasmid ini tidak dapat diteruskan ke sel penerima melalui konjugasi. Namun,

beberapa vektor kloning plasmid dapat dimobilisasi dan dipindahkan jika fungsi

konjugatif dipasok oleh plasmid kedua di sel yang sama. Jadi, dengan memasukkan

plasmid dengan fungsi konjugatif ke dalam sel bakteri yang membawa vektor kloning

plasmid yang dapat digerakkan, dimungkinkan untuk memindahkan vektor kloning

plasmid ke sel penerima yang sulit ditransformasikan dengan cara lain. Protokol

eksperimental standar untuk prosedur ini mensyaratkan pencampuran tiga strain

bersamaan. Ketika sel-sel berada dalam jarak dekat, plasmid konjugatif, yang dalam

hal ini juga dapat digerakkan, dapat ditransfer sendiri ke sel dengan vektor kloning

plasmid yang dapat digerakkan. Kemudian, dengan bantuan plasmid konjugatif,

kloning plasmid dari transfer plasmid terjadi di antara sel-sel, tetapi vektor fitur
genetik ditransfer ke sel penerima yang ditargetkan. Semua kombinasi yang mungkin

dari strain dan plasmid dirancang untuk memilih sel penerima yang ditargetkan yang

menerima vektor kloning.

Transfer DNA plasmid secara langsung ke dalam jaringan mencit tanpa sistem

penghantaran khusus telah berhasil dilakukan pertama kali pada tahun 1990. DNA

plamid yang disuntikkan secara intramuskular ke dalam tubuh mencit tersebut

ternyata dapat memproduksi protein yang dikode oleh sekuen DNA yang terdapat

dalam DNA plamid tersebut di dalam jaringan mencit. Penelitian berikutnya telah

membuktikan bahwa DNA dapat dimasukkan langsung secara in vivo untuk

menghasilkan protein yang dikehendaki sesuai dengan sekuen DNA yang mengkode

ekspresi protein tersebut. Sejak saat itu diyakini bahwa metode transfer DNA secara

in vivo dapat diaplikasikan baik untuk terapi gen maupun untuk vaksinasi dengan

DNA. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mempelajari berbagai faktor yang

mempengaruhi efisiensi dan sifat imunogenisitas dari DNA plasmid, yang pada

akhirnya dikenal dengan vaksin DNA untuk memberikan imunitas tubuh terhadap

serangan berbagai mikroorganisme. Sampai saat ini berbagai hasil penelitian telah

dipublikasikan bahwa imunisasi dengan DNA dapat menghasilkan protein asing atau

antigen yang dapat menstimulasi respon imun, sehingga dapat mencegah berbagai

penyakit infeksi pada binatang percobaan antara lain terhadap Human

immunodeficiency virus (HIV) ,virus Ebola, malaria, Mycobacterium tuberculosis ,

virus inluenza, atau untuk meningkatkan sistem imunitas terhadap sel-sel tumor.

Perkembangan penelitian dalam bidang vaksin DNA ini telah berkembang pesat
selama satu dekade terakhir dan beberapa uji klinik penggunaan vaksin DNA pada

manuasia telah dilakukan terhadap berbagai jenis penyakit infeksi termasuk malaria,

virus dengue, cytomegalovirus, virus Ebola, virus influenza, avian influenza viruses,

West Nile virus (WMV), SARS coronavirus, virus hepatitis B dan HIV.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud konjugasi?

2. Apa yang dimaksud dengan vaksin?

3. Apa saja jenis-jenis vaksin?

4. Bagaimana peran konjugasi didalam vaksin?

5. Apa yang dimakud dengan reagen?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi konjugasi

2. Untuk mengetahui definisi vaksin

3. Untuk mengetahui jenis-jenis vaksin

4. Untuk mengetahui peran konjugasi didalam vaksin

5. Untuk mengetahui definisi reagen


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Konjugasi

Konjugasi merupakan perpindahan DNA dari satu sel (sel donor) ke dalam sel

bakteri lainnya (sel resipien) melalui kontak fisik antara kedua sel. Sel donor (sel

jantan) memasukan sebagian DNA-nya kedalam sel resipien (sel betina). Transfer

DNA ini melalui pili seks yang dimiliki oleh sel jantan. Sel betina tidak memiliki pili

seks. DNA dari sel jantan berpindah kedalam sel betina secara replikatif. Oleh karena

itu, setelah proses konjugasi selesai kedua sel berpisah kembali dan jumlah sel tidak

bertambah (setelah konjugasi tidak dihasilkan ank sel). Oleh karena itu , proses

konjugasi ini disebut juga sebagai proses atau mekanisme seksual yang tidak

reproduktif.

2.2 Definisi Vaksin

Vaksin adalah suatu suspensi mikroorganisme atau substansi mikroorganisme

yang digunakan untuk menginduksi sistem imunitas. Vaksin telah lama dikenal

sebagai suatu substansi yang digunakan untuk memperoleh respon imun terhadap

mikroorganisme patogen. Vaksin pertama kali ditemukan pada tahun 1796 oleh

Edward Jenner yaitu vaksin virus cacar. Sejak saat itu teknologi pembuatan vaksin

telah berkembang dengan pesat dan berbagai jenis vaksin untuk mencegah penyakit

infeksi telah banyak digunakan. Vaksin konvensional baik vaksin generasi pertama

yaitu vaksin yang mengandung mikroorganisme hidup yang telah dilemahkan dan
vaksin generasi kedua yaitu vaksin yang mengandung mikroorganisme yang

dimatikan, serta vaksin generasi yang ketiga yaitu vaksin rekombinan yang juga

dikenal dengan vaksin sub unit yang mengandung fragmen antigenik dari suatu

mikroorganisme yang dapat merangsang respon imun, dalam penggunaannya masih

memiliki beberapa kelemahan

2.3 Jenis-jenis Vaksin

Pada saat ini terdapat beberapa jenis vaksin yang digunakan untuk

memperoleh kekebalah tubuh terhadap penyakit. Jenis-jenis vaksin tersebut dapat

dilihat pada tabel 1. Sesuai dengan cara pembuatan dan pengembangannya, jenis

vaksin dapat digolongkan menjadi :

A. Vaksin mengandung organisme yang dilemahkan (Vaksin Hidup)

Jenis vaksin ini mengandung mikroorganisme yang hidup yang sudah

dilemahkan sehingga tidak bersifat virulen. Vaksin hidup ini menyerupai

mikroorganisme aslinya pada saat menimbulkan infeksi. Vaksin ini dapat

memberikan perlindungan seumur hidup, terutama untuk vaksin virus. Efektifitas

perlindungan seumur hidup ini dapat terjadi karena virus hidup yang telah

dilemahkan tersebut dapat terjadi karena virus hidup yang telah dilemahkan

tersebut dapat hidup terus menerus didalam tubuh, sehingga dapat terus

merangsang produksi antibodi. Contoh vaksin virus yang mengandung virus yang

dilemahkan antara lain adalah vaksin polio (sabin), vaksin measles, mumps dan

rubella (MMR). Vaksin BCG dan vaksin tifoid yang digunakan secara luas pada
saat ini merupakan vaksin yang mengandung bakteri yang dilemahkan.

Mikroorganisme yang dilemahkan ini berasa dari muatan virus atau bakteri yang

telah dibiakan sedemikian rupa dalam waktu yang cukup lama sehingga tidak

viluren.

Beberapa keuntungan dari vaksin yang dilemahkan adalah :

1. Dapat mengaktifkan seluruh proses sistem imun untuk memproduksi IgG

dan IgA.

2. Dapat meningkatkan respon imun untuk melindungi tubuh terhadap

antigen.

3. Kekebalan tubuh berlangsung dalam waktu yang lebih lama dan dapat

bereaksi silang, sehingga menstimulasi pembentukan antibodi yang

mempunyai multiple apitopes yang mirip dengan mikroorganisme yang

sekerabat.

4. Biaya produksi vaksin lebih murah

5. Lebih cepat dlaam menimbulkan respon imun.

6. Lebih mudah untuk digunakan, misalnya vaksin polio dan vaksin

adenovirus yang digunakan secara oral.

7. Lebih mudah didistribusikan.

8. Dapat digunakan untuk didistribusikan.

9. Dapat digunakan untuk mengeliminasi beberapa jenis virus yang

berjangkit di masyarakat.
Beberapa kelemahan Vaksin yang dilemahkan :

1. Kemungkinan dapat terjadi mutasi, sehingga kembali menjadi virulen.

2. Penyebaran vaksin virus yang tidak terstandarisasi dengan baik dan

kemungkinan bermutasi.

3. Virus yang dilemahkan tidak dapat diberikan pada penderita

imunodefisiensi.

4. Kadangkala tidak dapat berfungsi optimal jika digunakan pada daerah

tropis.

Ciri-ciri vaksin Hidup

Ciri-Ciri Vaksin hidup


Respons imun Humoral dan selular
Dosis Satu kali biasanya cukup
Adjuvant Tidak perlu
Rute pemberian SK, oral, intranasal
Lama imunitas Potensial seumur hidup
Transmisi dari satu ke lain orang Mungkin
Inaktivasi oleh antibody yang didapat Dapat terjadi
Pengggunaan pada pejamu Dapat menimbulkan penyakit
imunokompromais
Penggunan pada kehamilan Teoritis kerusakan janin dapat terjadi
Penyimpanan Perlu khusus untuk mempertahankan
vaksin hidup
Pemberian simultan di beberapa Dapat dilakukan
tempat
Interval antara pemberian vaksin Diperlukan interval minimum
yang sama secara berurutan
Interval antara pemberian vaksin Diperlukan interval minimum
yang berbeda
B. Vaksin mengandung mikroorganisme yang dimatikan.

Vaksin ini menggunakan mikroorganisme yang telah dimatikan, biasanya

dengan menggunakan formalin atau fenol. Beberapa vaksin yang mengandung

mikroorganisme yang dimatikan antara lain adalah vaksin rabies, vaksin polio

(salk), vaksin pneumokokus dan vaksin korela.

Beberapa keuntungan dari vaksin yang dimatikan adalah:

1. Dapat memberikan respon imun humoral jika diberikan vaksinasi ulang

(booster).

2. Tidak terjadi mutasi atau reverse menjadi virulen kembali.

3. Dapat digunakan untuk penderita imunodefisiensi.

4. Dapat digunakan dengan baik pada daerah tropis.

Beberapa kelemahan vaksin yang dimatikan adalah :

1. Kadangkala vaksin tidak dapat merangsang kekebalan.

2. Memerlukan pengulangan vaksinasi (booster).

3. Kurang baik dalam meningkatkan respon imun lokal (IgA)

4. Biaya produksi vaksin lebih mahal.

5. Dalam beberapa kasus pembuatan vaksin yang dimatikan sering

mengalami kegagalan atau tidak menimbulkan respon imun tubuh.


Ciri-ciri vaksin mati

Ciri-ciri Vaksin mati

Respons imun Biasanya humoral


Dosis Diperlukan beberapa dosis
Adjuvant Biasanya diperlukan
Rute pemberian SK atau IM
Lama imunitas Biasanya diperlukan dosis booster
Transmisi dari satu ke lain orang Tidak mungkin
Inaktivasi oleh antibody yang Tidak terjadi
didapat
Pengggunaan pada pejamu Tidak dapat menimbulkan penyakit
imunokompromais
Penggunan pada kehamilan Teoritis kerusakan janin dapat terjadi
Penyimpanan Perlu khusus untuk mempertahankan
stabilitas sifat kimiawi dan fisis
Pemberian simultan di beberapa Dapat dilakukan
tempat
Interval antara pemberian vaksin Diperlukan interval minimum
yang sama secara berurutan
Interval antara pemberian vaksin Tidak diperlukan interval minimum
yang berbeda

C. Vaksin subunit

Vaksin subunit adalah vaksin yang terdiri atas makromolekul spesifik

asal patogn yang dimurnikan. Banyak resiko yang berhubungan dengan

penggunaan vaksin mikroba yang diatenuasi atau matii dapat dicegah dengan

meberikan vaksin yang hanya mengandung makromolekul murni spesifik asal

pathogen. Virus subunit adalah vaksin yang hanya menggunakan bagian dari

antigen yang terbaik untuk merangsang system imun. Kadang digunakan epitop,
bagian spesifik antigen yang dikenal dan diikat zat anti atau sel T. oleh karena

vaksin subunit ini hanya mengandung antigen esensial, kemungkinan terjadinya

reaksi yang tidak diinginkan sangat sedikit. Vaksin subunit dapat mengadung 1-

20 antigen atau lebih. Vaksin subunit diproduksi melalui pemurnian biokimiawi

fraksi mikroba atau dengan teknlogi rekombinan. Oleh karena vaksin subunit

tidak mengandung bahan replikasi aktif, tidak menunjukkan resiko infeksi dan

juga idak mengandung asam nukleat mikroba sehingga tidak karsinogenik.

Vaksin dapat juga menggunakan DNA hasil rekayasa dan vaksin disebut

vaksin subunit rekombinan. Contoh vaksin subunit adalah vaksin toksoid, vksin

kapsel polisakarida, bakteri, B.pertusis dan S. pneumoni, glikprotein virus,

protein pathogen yang dibuat dengan teknik rekmbinan dan peptic sintetik.

Vaksin subunit dapat menggunakan satu atau lebih komponen pathogen penyebab

penyakit.

Vaksin subunit tidak menimbukan infeksi dan lebih sedikit

memungkinkan memberikan reaksi yang tidak diinginkan atau komplikasi saraf

disbanding dengan vaksin yang mengndung seluruh B. pertusis. Imunogensitas

peptide dapat dapat ditingkatkan dengan menjadikan ISCOM, dengan lipid yang

dapat membawa peptide ke sitoplasma sel dendritik untuk selanjutna

dipresentasikan melalui molekul MHC-1 ke sel T. tige bentuk utama yang

merupakan komponen tau subunit pathogen sasaran yang digunakan dewasa ini
adalah polisakarida kapsul, eksotoksin, atau toksoid dan protein antigen

rekombinan.

Ada 3 bentuk umum vaksin yang digunakan :

1. Vaksin Polisakarida

Vaksin polisakarida (disebut juga vaksin konjugat) dibuat dari

polisakarida kapsul bakteri, tediri atas dinding polisakarida bakteri yang

merupakan vaksin sub-unit. Contoh-contoh vaksin polisakarida adalah sebagai

berikut :

a. Vaksin pneumokok

Dahulu vaksin dibuat dari seluruh mikroba yang diinaktifkan.

Kapsel polosakarida H. influenza merupakan faktor virulen mikroba.

Komponen yang larut dari kapsel mikroba menunjukkan respons protektif

yang tipe spesifik. Vaksin polisakrida yang sekarang digunakan

melindungi resipien denan meningkatkan fagositosis. Vaksin pneumokok

terdiri atas polisakarida kapsul 23 tipe antigen Streptokok pneumoni dan

dianjurkan untuk golongan tertentu seperti usia diatas 60 tahun, penyakit

paru kronis atau mereka tanpa limpa. Vaksin memberi perlindungan

sampai 90% terhadap galur pneumokok yang dapat menjangkiti manusia.


Konsep kunci vaksin pneumokok konjugat

Pneumokok sering menimbulkan meningitis bakterial

bakteremi dan pneumonia pada anak

Bakteri yang menjadi resisten terhadap antibiotik

menjadi sering ditemukan

Membantu respon antibodi bayi yang buruk terhadap

vaksin pneumokok polisakarida

Mengandung serotip 4, 6B, 9V, 14, 18C, 19F dan

23E yang merupakan 80% sebab penyakit invasif

pada bayi

Dianjurkan vaksinasi pada usia 23 bulan atau lebih

muda

Imunisasi selektif dianjurkan pada usia 24 sampai 59

bulan

b. Vaksin Hemofilus influenza

Vaksin Hemofilius influenza berupa polisakarida tipe b (Hib) yang

dikonjugasi dengan toksoid atau protein. Vaksin tidak memberikan

perlindungan terhadap infeksi H.influenza tanpa kapsul. Hidrat arang yang

dimurnikan (poliribitol) secara antigenik sangat buruk untuk anak dibawah

dua tahun dan imunigenisitas hanya diperoleh bila diikat protein


pembawa. Vaksin diberikan kepada anak-anak usia 2-3 tahun dipusat-

pusat penitipan anak-anak (day-care center) dan penderita sesudah

splenektomi.

Konsep kunci vaksin Hib

Hb merupakan sebab penting kematian meningitis

bakterial

Peningkatakan penyakit invasif dapat diturunkan >

90% melalui vaksinasi universal

Konjugat Hib mnurunkan karier nasofaring

Diperoleh dalam berbagai kombinasi

c. Vaksin Neseria meningitis

Vaksin NM terdiri atas beberapa golongan poliskarida, digunakan

untuk mencegah infeksi meningitis pada anggota tentara dan anak-anak

dingara-negara dengan risiko tinggi. Vaksin terdiri atas membran hidrat

arang dari 4 galur: A, C, Y dan W-135. Pada manusia ada 2 jenis genus

neseria patogen yaitu NM dan N, gonokok (NG). Di Indonesia infeksi NM

amat jarang sehingga belum siketahui kekebalan terhadap NM. Serogrup

A dan C merupakan antigen yang sangat virulen.


d. Lyme disease

Lyme disease adalah penyakit yang disebabkan spiroket. Infeksi

terjadi melalui gigitan sejenis serangga yang terinfeksi. Vaksin terdiri atas

protein permukaan Borelia burgdorferi yang dimurnikan.

e. Vaksin S. pneumoni

Vaksin polivalen yang dibuat dari kapsul polisakarida beberapa

galur Sterptokok pneumoni, diberikan kepada penderita penyakit

kardiovaskuler, sesudah splenektomi, anemia sel sabit, kegagalan ginjal,

sirosis alkohol dan diabetes melitus.

f. Vaksin S. tifi (Typhim Vi)

Vaksin S. tifi (Typhim Vi) berupa vaksin polisakarida dan

pemberian booster tidak menimbulkan respons peningkatan. Untuk

meningkatkan respons, dibuat vaksin konjugasi dengan menggabungkan

polisakarida S. tifi dengan protein. Vaksin demam tifoid klasik dibuat dari

seluruh sel yang dimatikan. Vaksin tersebut mudah didapat dan murah,

tetapi tidak ditolerir dengan baik. Vaksin diberikan parenteral, diperoleh

dari kapsul polisakarida S. tifi. Biasanya diberikan pada anak usia 6 bulan

dalam 2 dosis dengan jarak 4 minggu. Vaksin eefektif pada 55-75% dan

berlangsung untuk 3 tahun.


Dewasa ini sudah dikembangkan vaksin yang dilemahkan (galur

Ty21a), yang dapat digunakan secara oral dalam 4 dosis pada dewasa dan

anak berusia di atas 6 tahun yang memberikan proteksi selama 5 tahun.

Pemberian vaksin ini kontraindikasi pada penderita yang minum

antibiotika dan penderita HIV

Konsep kunci vaksin tiroid

Penyakit yang lama ditandai oleh bakteremia, demam tinggi,

ruam, splenomegali dan pansitopeni

Infeksi terjadi melalui air dan makanan

Perjalanan kedaerah endemik merupakan risiko

Sudah diperoleh vaksin hidup dan vaskin yang diinaktifkan

Indikasi vaksinasi; perjalanan, kontak, dengan karier atau

karyawan laboratorium

2. Antitoksin (ekso- dan endotoksin) –toksoid

Vaksin toksoid digunakan hanya bila toksin bakteri merupakan

penyebab utama penyakit. Toksin biasanya diinaktifkan dengan formalin dan

disebut toksin yang detosifikasi atau toksoid sehingga aman untuk digunakan

dalam vaksin.
Banyak bakteri dalam usaha menigkatkan penyebarannya, melepas

molekul toksik (eksotoksin) yang merusak jaringan sekitar atau menunjukkan

efeknya di jaringan yang jauh (tetanus). Yang berperan pada respon imun

antitoksin adalah IgG, meskipun IgA dapat pula menetralisasi eksotosin

seperti entero toksin V. kolera. Toksin itu berikatan kuat dengan jaringan alat

sasaran dan biasanya tidak dapat dilepaskan lagi dengan pemberian antitoksin.

Oleh karena itu pada penyakit-penyakit yang mekanismenya terjadi melalui

eksotoksin, pemberian segera antitosin sangat diperlukan agar kerusakan

yang ditimbulkannya (lebih banyak toksin yang berikatan dengan jaringan)

dapat dicegah. Pada percobaan dengan kelinci, antitoksin yang diberikan satu

jam sebelum suntikan toksin difteri dapat memberikan proteksi lengkap, tetapi

antitoksin yang diberikan antara 1-2 jam sesudah suntikan toksin tidak efektif

Antitoksin terdiri atas antibodi yang menetralisasi (antiserum) yang

spesifik terhadap toksin. Biasanya diproduksi dengan imunisasi pada manusia

(sukarelawan), kuda dan lembu. Efikasi antitoksin berhubungan dengan waktu

paruh antibodi in vivo. Vaksinasi terhadap toksin diberikan dalam n=bentuk

toksoid. Yaitu toksin yang sudah dihilangkan toksisitasnya, namun tidak

kehilangan determinan antigen. Oleh karen itu toksoid dapat dipakai untuk

memacu pembentukan antibodi yang dapat menetralkan efek toksin.

Endotoksin adalah komponen dinding sel dari beberapa bakteri negatif-Gram

(Bordetela pertusis, Sterptokok piogenes dan spesies salmonela) yang dapat


memodulasi resppons imun. Eksotoksin bakteri seperti yang diproduksi difteri

dan tetanus sudah lama digunakan sebagai imunogen, tetapi harus

ditoksifikasi terlebih dahulu dengan formaldehid yang tidak merusak

determinan imunogennya.

Eksotoksin patogenik Preparat aman (toksoid)

Modifikasi
kimia

Sisi patogen

Epitop

Contoh vaksin toksoid adalah sebagai berikut:

a) Antitoksin botulinum

Antitoksin botulisme adalah polivalen, dibuat terhadap tiga tipe

toksin (tipe A, B, dan E) yang diproduksi Klostridium botulinum.

Antitoksin asal hewan juga dapat diperoleh, tetapi tidak diutamakan

oleh akrena risiko penyakit serum.


Konsep kunci antitoksin botulinum

Toksin botulinum merupakan salah stu toksin yang sangat

poten

Penyakit pada bayi disebabkan oleh pertumbuhan C. Dalam

usus

Penularan melalui makanan disebabkan oleh toskin yang

sudah dibentuk

Penyakit yang ditularkan dari satu kelain orang

Tes hipersensitivitas diperlukan sebelum kuda diberikan

Antitoksin kuda tidak diindikasikan untuk penyakit pada bayi

Antitoksin hendaknya segera diberikan setealh diagnosis

dilegakan

b) Antitoksin difteri

Antitoksin difteri dibuat pada kuda dengan menyuntikkan

toksoid Korinebakterium difteri. Toksoid adalah eksotosin yang sudah

diolah dengan formaldehid yang merusak petogenisitasnya tetapi

antigenik.
c) Antitoksin tetanus

Antitoksin tetanus terdiri atas globulin imun asal mausia yang

spesifik terhadap toksin Klostridium tetani. Antitoksin asal hewan juga

dapat diperoleh tetapi tidak diutamakan oleh karena risiko penyakit

serum. Enzim eksotiosin seperti lisitinase dari bakteri Cl. prefingens

atau bisa ular dapat dinetralisasi antibodi. Adanya aktivitas antitoksin

IgG berarti bahwa ibu yang cukup diimunisasi, dapat memindahkan

antitoksin kepada janin dan dapat memberikan proteksi pada hari-hari

pertama/minggu sesudah lahir. Hal tersebut diperlukan dalam

pencegahan tetanus neonatorum di negara-negara dengan tindakan

obstreksi yang kurang steril.

d) Difteri, pertusis

Difteri, pertusis dan tetanus DPT adalah produk polivalen yang

mengandung toksoid Korinebakteri difteri, Bordeteis pertusis dan

Klostridium tetani yang dimatikan.

3. Vaksin peptida

Peptida sintetik adalah vaksin subunit yang hanay mengandung epitop

dan antigen protektif. Bagian lain dari protein yang menimbulkan efek

supresif terhadap sistem imun, efek toksik atau bereaksi silang dengan protein

endogen sudah dihilangkan. Kebanyakan peptida menginduksi respons imun


yang potensinya tergantung dari jenis MHC. Hasil yang optimal hanya dapat

diperoleh pada sebagian populasi.

4 . Vaksin konjugat

Keterbatasan vaksin polisakarida adalah ketidakmampuannya untuk

mengaktifkan sel Th. Polisakarida yang merupakan lapisan dinding luar

bakteri akan menghalangi respons imatur imun bayi dan anak untuk mengenal

antigen. Salah satu cara untuk melibatkan sel Th secara direk adalah

mengkonjugasikan antigen polisakaridda dengan protein pembawa.

Contohnya adalah vaksin untuk pneumokok, H. infulenza tipe b (Hib)

penyebab utama meningitis bakterial pada anak di bawah usia 5 tahun yang

terdiri atas polisakarida tipe b yang diikat kovalen dengan toksoid tetanus

sebagai protein pembawa.

Bayi yang hanya memberikan respons buruk terhadap antigen kapsel

yang tidak dikonjugasi, sekarang meningkatkan imunogenisitasnya dan vaksin

konjugat jelas memberikan perlindungan yang lebih baik kepada bayi. Vaksin

konjugat tersebut jelas mengaktifkan sel Th, mengalihkan IgM ke IgG.

Meskipun jenis vaksin ini dapat menginduksi sel memori B untuk patogen,

namun tidak sel T sepesifik.


Konsep kunci vaksin pneumokok konjugasi

Pneumokok menimbulkan banyak kematian

Mengandung poisakarida kapsul dari 23 serotip yang

merupakan lebih dari 90% isolat darah

Dosis tunggal dianjurkan pada semua usia 65 tahun atau lebih

Dosis tunggal dianjurkan untuk golongan risiko tinggi dan

revaksinasi pada keadaan tertentu

Hib conjugate vaccine yang menjadi sangat efektif telah menurunkan 99%

penyakit Hib yang berat pada anak-anak di bawah usia 5 tahun di Amerika.

Vaksin tersebut belum banyak digunakan dinegara- negara lain karena

harganya yang tinggi.

Vaksin yeng beikutnya adalah vaksin konjugasi. Vaksin jenis ini

masih tergolong jrang pemberiannya karena hanya dilakukan dalm imunisasi

yang khusus saja. Vaksin konjugasi dibuat dari mengambil komponen tertentu

dari bakteri, kemudian mencampurnya dengan protein untuk membantu tubuh

bayi membentuk pertahanan atas penyakit dan infeksi yang disebabkan oleh

virus atau bakteri tertentu.


D. Vaksin DNA

Vaksin DNA merupakan vaksin yang mengandung satu gen atau lebih,

yang diisolasi dari virus, yang mengkode ekspresi dari protein inti virus atau

protein selubung virus. Sel hospes yang diimunisasi akan menggunakan DNA

yang terdapat pada vaksin DNA tersebut untuk memproduksi protein virus yang

bersifat antigenik. Mekanisme respon imun yang terjadi adalah melalu jalur 1 dan

kompleks histokompatibilitas utama (MHC-I). Molekul MHC-I akan menyajikan

fargmen protein virus yang terekspresi pada permukaan sel, sehingga akan

merangsang aktivitas sel T- sitotoksik.

Dengan demikian vaksin DNA dapat meningkatkan imun selular tehadap

adanya infeksi virus. Sebaliknya respon imun vaksin konvensional melalui

mekanisme fagositosis dan diproses melalui sistem MHC-II, sehingga

merangsang pembentukan antibodi. Walaupun demikian vaksin DNA masih

dalam tahap penegmbangan untuk dapat diaplikasikan secara luas.

Mekanisme Kerja Vaksin DNA

Mekanisme vaksin DNA Dalam merangsang sistem imun adalah

sebagai berikut :

1. Plasma DNA disuntikkan kedalam jaringan, setelah disuntikkan maka,

plasmid DNA akan bereplikasi secara otonom dan memproduksi protein

asing atau antigen yang dikode oleh gen vaksin.


2. Antigen dapat langsung menstimulasi sel B kemudian dapat memproduksi

antibodi terhadap antigen ataiu protein asing yang dikode oleh plasmid

DNA.

3. Sel yang mengandung antigen asing tersebut kemudian dapat bersifat

sebagai sel penyaji, lainnya misalnya sel Major Hisconmpatibility

Complex (MHC) I pada sel CD8+T atau MHC-II pada sel CD4+T,

sehingga mengalami proses yang berbeda dalam merangsang sistem

imunitas tubuh.

4. Protein asing juga dapat masuk kedalam suatu sel penyaji lainnya

misalnya sel dendritik, sehingga dangan demikian selain dapat merangsan

sistem imun humoral juga dapat merangsang sistem imun selular.

5. Karena proses pembentukan antigen oleh sel hospes setelah vaksinasi

DNA menyerupai produksi antigen pada saat terinfeksi dengan

mikroorganisme secara alamiah.

6. Maka respon imun yang terjadi akibat vaksinisasi DNA sama dengan

respon imun yang diinduksi oleh miroorganisme patogen.

Beberapa keuntungan Vaksin DNA adalah :

1. Dapat merangsang respon imun humoral melalui pembentukan antibodi.

2. Merangsang imun seluler melalui sktivsi sel T.


3. Plasmid DNA mudah diproduksi dalam jumlah yang besar secara lebih

ekonomis, dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan dengan vaksin

konvensional.

4. DNA sangat stabil, tahan terhadap perubahan suhu sehingga lebih mudah

untuk disimpan dan didistribusikan.

5. Sekuen DNA dapat diubah dengan mudah didalam laboratorium, sehingga

vaksin DNA dapat disesuaikan dengan perubahan mikroorganisme

patogen.

6. Dapat direkayasa gabungan beberapa plasmid DNA yang mempunyai

spetrum luas untuk bebrapa epitop antigen.

7. Vaksin DNA terbukti dapat meningkatkan imunitas tubuh- terhadap virus

dan bakteri dalam waktu yang sangat lama.

8. Tidak memerlukanperlakuan khusus terhadap mikroba patogen selama

proses produksi.

Kelemahan dari vaksi DNA adalah :

DNA rentan terdigradasi setelah disuntikkan kedalam tubuh sehingga

efektifitasnya akan cepat menurun.


E. Vaksin rekombinan

Vaksin rekombinan yang juga dikenal dengan vaksin sub-unit merupakan

vaksin yang mengandung fragmen antigenik dari suatu mikroorganisme yang

dapat merangsang respon imun. Vaksin sub-unit dibuat melalui teknik rekayasa

genetika, untuk memperoleh fragmen antigenik mikroorganisme, sehingga

disebut dengan vaksin rekombinan. Sebagai contoh, vaksin hepatitis B

mengandung bagian protein yang selubung dari virus hepatitis B yang diproduksi

melalui rekaya genetika, oleh sel ragi. Vaksin rekombinan lebih aman

dibandingkan dengan vaksin yang mengandung seluruh sel virus, karena fragmen

antigenik yang terdapat dalam vaksin rekombinan tidak dapat diproduksi dalam

tubuh penerima, disamping itu, vaksin rekombinan umumnya tidak menimbulkan

efek samping.

f. Reagen

Reagen adalah zat atau senyawa yang ditambahkan dalam rangka untuk

membawa reaksi kimia atau ditambahkan untuk melihat jika terjadi reaksi.

Keberhasilan reaksi konjugasi tergantung pada gugus fungsional reaktif dari reagen

pengkonjugasi maupun dari molekul target. Jika salah satu tidak memiliki gugus

fungsional reaktif, atau jika keduanya tidak kompatibel maka reaksi konjugasi tidak

akan berhasil(Hermanson, 1996).


Teknik konjugasi tergantung pada gugus fungsional reaktif dari reagen

konjugasi maupun dari molekul target. Jika salah satu tidak memiliki gugus

fungsional reaktif, atau jika keduanya tidak kompatibel maka reaksi konjugasi tidak

akan berhasil (Hermanson, 1996). Sehingga jika ingin mendapatkan hasil reaksi yang

optimal, perlu dilakukan pemilihan antara reagen konjugasi dan molekul target yang

tepat.

Reagen yang umum digunakan dalam konjugasi misalnya Haloacetyl,

Imidoester, dan Carbodiimide jika gugus fungsional molekul target yang akan

dikonjugasikan berturut-turut adalah sulfidril, amina dan karboksilat (Wong, 2000).

Gugus reaktif dari konjugasi telah dikarakterisasi dan digunakan untuk

melabel suatu ligand, protein, peptida, karbohidrat, polimer sintesis, dan lain-lain

(Hermanson, 1996). Konjugasi dengan dua gugus reaktif yang berbeda dapat

disintesis menjadi satu bagian dengan mengkombinasikan gugus reaktif yang berbeda

tersebut dengan suatu molekul(Hayworth, 2014).

Anda mungkin juga menyukai