PENDAHULUAN
Untuk beberapa bakteri, transmisi alami DNA plasmid dari sel donor ke sel
sel inang yang tidak mudah berubah. Beberapa plasmid secara genetik dilengkapi
satu sel ke sel lainnya. Kontak yang efektif antara sel donor dan penerima
disebabkan oleh fungsi konjugatif; dan transfer DNA secara mekanis adalah
konsekuensi dari fungsi mobilisasi. Sebagian besar plasmid yang digunakan untuk
penelitian DNA rekombinan tidak memiliki fungsi konjugatif dan oleh karena itu
DNA plasmid ini tidak dapat diteruskan ke sel penerima melalui konjugasi. Namun,
beberapa vektor kloning plasmid dapat dimobilisasi dan dipindahkan jika fungsi
konjugatif dipasok oleh plasmid kedua di sel yang sama. Jadi, dengan memasukkan
plasmid dengan fungsi konjugatif ke dalam sel bakteri yang membawa vektor kloning
plasmid ke sel penerima yang sulit ditransformasikan dengan cara lain. Protokol
bersamaan. Ketika sel-sel berada dalam jarak dekat, plasmid konjugatif, yang dalam
hal ini juga dapat digerakkan, dapat ditransfer sendiri ke sel dengan vektor kloning
kloning plasmid dari transfer plasmid terjadi di antara sel-sel, tetapi vektor fitur
genetik ditransfer ke sel penerima yang ditargetkan. Semua kombinasi yang mungkin
dari strain dan plasmid dirancang untuk memilih sel penerima yang ditargetkan yang
Transfer DNA plasmid secara langsung ke dalam jaringan mencit tanpa sistem
penghantaran khusus telah berhasil dilakukan pertama kali pada tahun 1990. DNA
ternyata dapat memproduksi protein yang dikode oleh sekuen DNA yang terdapat
dalam DNA plamid tersebut di dalam jaringan mencit. Penelitian berikutnya telah
menghasilkan protein yang dikehendaki sesuai dengan sekuen DNA yang mengkode
ekspresi protein tersebut. Sejak saat itu diyakini bahwa metode transfer DNA secara
in vivo dapat diaplikasikan baik untuk terapi gen maupun untuk vaksinasi dengan
DNA. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mempelajari berbagai faktor yang
mempengaruhi efisiensi dan sifat imunogenisitas dari DNA plasmid, yang pada
akhirnya dikenal dengan vaksin DNA untuk memberikan imunitas tubuh terhadap
serangan berbagai mikroorganisme. Sampai saat ini berbagai hasil penelitian telah
dipublikasikan bahwa imunisasi dengan DNA dapat menghasilkan protein asing atau
antigen yang dapat menstimulasi respon imun, sehingga dapat mencegah berbagai
virus inluenza, atau untuk meningkatkan sistem imunitas terhadap sel-sel tumor.
Perkembangan penelitian dalam bidang vaksin DNA ini telah berkembang pesat
selama satu dekade terakhir dan beberapa uji klinik penggunaan vaksin DNA pada
manuasia telah dilakukan terhadap berbagai jenis penyakit infeksi termasuk malaria,
virus dengue, cytomegalovirus, virus Ebola, virus influenza, avian influenza viruses,
West Nile virus (WMV), SARS coronavirus, virus hepatitis B dan HIV.
1.3 Tujuan
PEMBAHASAN
Konjugasi merupakan perpindahan DNA dari satu sel (sel donor) ke dalam sel
bakteri lainnya (sel resipien) melalui kontak fisik antara kedua sel. Sel donor (sel
jantan) memasukan sebagian DNA-nya kedalam sel resipien (sel betina). Transfer
DNA ini melalui pili seks yang dimiliki oleh sel jantan. Sel betina tidak memiliki pili
seks. DNA dari sel jantan berpindah kedalam sel betina secara replikatif. Oleh karena
itu, setelah proses konjugasi selesai kedua sel berpisah kembali dan jumlah sel tidak
bertambah (setelah konjugasi tidak dihasilkan ank sel). Oleh karena itu , proses
konjugasi ini disebut juga sebagai proses atau mekanisme seksual yang tidak
reproduktif.
yang digunakan untuk menginduksi sistem imunitas. Vaksin telah lama dikenal
sebagai suatu substansi yang digunakan untuk memperoleh respon imun terhadap
mikroorganisme patogen. Vaksin pertama kali ditemukan pada tahun 1796 oleh
Edward Jenner yaitu vaksin virus cacar. Sejak saat itu teknologi pembuatan vaksin
telah berkembang dengan pesat dan berbagai jenis vaksin untuk mencegah penyakit
infeksi telah banyak digunakan. Vaksin konvensional baik vaksin generasi pertama
yaitu vaksin yang mengandung mikroorganisme hidup yang telah dilemahkan dan
vaksin generasi kedua yaitu vaksin yang mengandung mikroorganisme yang
dimatikan, serta vaksin generasi yang ketiga yaitu vaksin rekombinan yang juga
dikenal dengan vaksin sub unit yang mengandung fragmen antigenik dari suatu
Pada saat ini terdapat beberapa jenis vaksin yang digunakan untuk
dilihat pada tabel 1. Sesuai dengan cara pembuatan dan pengembangannya, jenis
perlindungan seumur hidup ini dapat terjadi karena virus hidup yang telah
dilemahkan tersebut dapat terjadi karena virus hidup yang telah dilemahkan
tersebut dapat hidup terus menerus didalam tubuh, sehingga dapat terus
merangsang produksi antibodi. Contoh vaksin virus yang mengandung virus yang
dilemahkan antara lain adalah vaksin polio (sabin), vaksin measles, mumps dan
rubella (MMR). Vaksin BCG dan vaksin tifoid yang digunakan secara luas pada
saat ini merupakan vaksin yang mengandung bakteri yang dilemahkan.
Mikroorganisme yang dilemahkan ini berasa dari muatan virus atau bakteri yang
telah dibiakan sedemikian rupa dalam waktu yang cukup lama sehingga tidak
viluren.
dan IgA.
antigen.
3. Kekebalan tubuh berlangsung dalam waktu yang lebih lama dan dapat
sekerabat.
berjangkit di masyarakat.
Beberapa kelemahan Vaksin yang dilemahkan :
kemungkinan bermutasi.
imunodefisiensi.
tropis.
mikroorganisme yang dimatikan antara lain adalah vaksin rabies, vaksin polio
(booster).
C. Vaksin subunit
penggunaan vaksin mikroba yang diatenuasi atau matii dapat dicegah dengan
pathogen. Virus subunit adalah vaksin yang hanya menggunakan bagian dari
antigen yang terbaik untuk merangsang system imun. Kadang digunakan epitop,
bagian spesifik antigen yang dikenal dan diikat zat anti atau sel T. oleh karena
reaksi yang tidak diinginkan sangat sedikit. Vaksin subunit dapat mengadung 1-
fraksi mikroba atau dengan teknlogi rekombinan. Oleh karena vaksin subunit
tidak mengandung bahan replikasi aktif, tidak menunjukkan resiko infeksi dan
Vaksin dapat juga menggunakan DNA hasil rekayasa dan vaksin disebut
vaksin subunit rekombinan. Contoh vaksin subunit adalah vaksin toksoid, vksin
protein pathogen yang dibuat dengan teknik rekmbinan dan peptic sintetik.
Vaksin subunit dapat menggunakan satu atau lebih komponen pathogen penyebab
penyakit.
peptide dapat dapat ditingkatkan dengan menjadikan ISCOM, dengan lipid yang
merupakan komponen tau subunit pathogen sasaran yang digunakan dewasa ini
adalah polisakarida kapsul, eksotoksin, atau toksoid dan protein antigen
rekombinan.
1. Vaksin Polisakarida
berikut :
a. Vaksin pneumokok
pada bayi
muda
bulan
splenektomi.
bakterial
arang dari 4 galur: A, C, Y dan W-135. Pada manusia ada 2 jenis genus
terjadi melalui gigitan sejenis serangga yang terinfeksi. Vaksin terdiri atas
e. Vaksin S. pneumoni
polisakarida S. tifi dengan protein. Vaksin demam tifoid klasik dibuat dari
seluruh sel yang dimatikan. Vaksin tersebut mudah didapat dan murah,
dari kapsul polisakarida S. tifi. Biasanya diberikan pada anak usia 6 bulan
dalam 2 dosis dengan jarak 4 minggu. Vaksin eefektif pada 55-75% dan
Ty21a), yang dapat digunakan secara oral dalam 4 dosis pada dewasa dan
karyawan laboratorium
disebut toksin yang detosifikasi atau toksoid sehingga aman untuk digunakan
dalam vaksin.
Banyak bakteri dalam usaha menigkatkan penyebarannya, melepas
efeknya di jaringan yang jauh (tetanus). Yang berperan pada respon imun
seperti entero toksin V. kolera. Toksin itu berikatan kuat dengan jaringan alat
sasaran dan biasanya tidak dapat dilepaskan lagi dengan pemberian antitoksin.
dapat dicegah. Pada percobaan dengan kelinci, antitoksin yang diberikan satu
jam sebelum suntikan toksin difteri dapat memberikan proteksi lengkap, tetapi
antitoksin yang diberikan antara 1-2 jam sesudah suntikan toksin tidak efektif
kehilangan determinan antigen. Oleh karen itu toksoid dapat dipakai untuk
determinan imunogennya.
Modifikasi
kimia
Sisi patogen
Epitop
a) Antitoksin botulinum
poten
usus
sudah dibentuk
dilegakan
b) Antitoksin difteri
antigenik.
c) Antitoksin tetanus
d) Difteri, pertusis
3. Vaksin peptida
dan antigen protektif. Bagian lain dari protein yang menimbulkan efek
supresif terhadap sistem imun, efek toksik atau bereaksi silang dengan protein
4 . Vaksin konjugat
bakteri akan menghalangi respons imatur imun bayi dan anak untuk mengenal
antigen. Salah satu cara untuk melibatkan sel Th secara direk adalah
penyebab utama meningitis bakterial pada anak di bawah usia 5 tahun yang
terdiri atas polisakarida tipe b yang diikat kovalen dengan toksoid tetanus
konjugat jelas memberikan perlindungan yang lebih baik kepada bayi. Vaksin
Meskipun jenis vaksin ini dapat menginduksi sel memori B untuk patogen,
Hib conjugate vaccine yang menjadi sangat efektif telah menurunkan 99%
penyakit Hib yang berat pada anak-anak di bawah usia 5 tahun di Amerika.
yang khusus saja. Vaksin konjugasi dibuat dari mengambil komponen tertentu
bayi membentuk pertahanan atas penyakit dan infeksi yang disebabkan oleh
Vaksin DNA merupakan vaksin yang mengandung satu gen atau lebih,
yang diisolasi dari virus, yang mengkode ekspresi dari protein inti virus atau
protein selubung virus. Sel hospes yang diimunisasi akan menggunakan DNA
yang terdapat pada vaksin DNA tersebut untuk memproduksi protein virus yang
bersifat antigenik. Mekanisme respon imun yang terjadi adalah melalu jalur 1 dan
fargmen protein virus yang terekspresi pada permukaan sel, sehingga akan
sebagai berikut :
antibodi terhadap antigen ataiu protein asing yang dikode oleh plasmid
DNA.
Complex (MHC) I pada sel CD8+T atau MHC-II pada sel CD4+T,
imunitas tubuh.
4. Protein asing juga dapat masuk kedalam suatu sel penyaji lainnya
6. Maka respon imun yang terjadi akibat vaksinisasi DNA sama dengan
konvensional.
4. DNA sangat stabil, tahan terhadap perubahan suhu sehingga lebih mudah
patogen.
proses produksi.
dapat merangsang respon imun. Vaksin sub-unit dibuat melalui teknik rekayasa
mengandung bagian protein yang selubung dari virus hepatitis B yang diproduksi
melalui rekaya genetika, oleh sel ragi. Vaksin rekombinan lebih aman
dibandingkan dengan vaksin yang mengandung seluruh sel virus, karena fragmen
antigenik yang terdapat dalam vaksin rekombinan tidak dapat diproduksi dalam
efek samping.
f. Reagen
Reagen adalah zat atau senyawa yang ditambahkan dalam rangka untuk
membawa reaksi kimia atau ditambahkan untuk melihat jika terjadi reaksi.
Keberhasilan reaksi konjugasi tergantung pada gugus fungsional reaktif dari reagen
pengkonjugasi maupun dari molekul target. Jika salah satu tidak memiliki gugus
fungsional reaktif, atau jika keduanya tidak kompatibel maka reaksi konjugasi tidak
konjugasi maupun dari molekul target. Jika salah satu tidak memiliki gugus
fungsional reaktif, atau jika keduanya tidak kompatibel maka reaksi konjugasi tidak
akan berhasil (Hermanson, 1996). Sehingga jika ingin mendapatkan hasil reaksi yang
optimal, perlu dilakukan pemilihan antara reagen konjugasi dan molekul target yang
tepat.
Imidoester, dan Carbodiimide jika gugus fungsional molekul target yang akan
melabel suatu ligand, protein, peptida, karbohidrat, polimer sintesis, dan lain-lain
(Hermanson, 1996). Konjugasi dengan dua gugus reaktif yang berbeda dapat
disintesis menjadi satu bagian dengan mengkombinasikan gugus reaktif yang berbeda