Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU TANAH HUTAN

Nama :Desi Hartati Br Telaumbanua

NPM :E1B017009

Program Studi :Kehutanan

Hari/tanggal :Minggu , 20 Mei 2018

Nama Dosen : Ir Edi Suharto M.P

Nama Asisten :1.Aris Firnandes (E1B014021)

:2.Lista Siboro (E1B014069)

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BENGKULU

2018
ACARA I
SUSUNAN VEGETASI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan biasanya terdiri dari beberapa jenis yang
hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme kehidupan bersama tersebut terdapat
interaksi yang erat baik diantara sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan
organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis.
Analisa vegetasi adalah cara mempelajari susunan (komponen jenis) dan bentuk (struktur)
vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Hutan merupakan komponen habitat terpenting bagi
kehidupan oleh karenanya kondisi masyarakat tumbuhan di dalam hutan baik komposisi jenis
tumbuhan, dominansi spesies, kerapatan nmaupun keadaan penutupan tajuknya perlu diukur.
Selain itu dalam suatu ekologi hutan satuan yang akan diselidiki adalah suatu tegakan, yang
merupakan asosiasi konkrit.
Ada berbagai metode yang dapat di gunakan untuk menganalisa vegetasi ini. Diantaranya
dengan menggunakan metode kuadran atau sering disebut dengan kuarter. Metode ini sering
sekali disebut juga dengan plot less method karena tidak membutrhkan plot dengan ukuran
tertentu, area cuplikan hanya berupa titik. Metode ini cocok digunakan pada individu yang hidup
tersebar sehingga untuk melakukan analisa denga melakukan perhitungan satu persatu akan
membutuhkanwaktu yang sangat lama, biasanya metode ini digunakan untuk vegetasi berbentuk
hutan atau vcegetasi kompleks lainnya

1.2 Tujuan
Mempelajari struktur vegetasi dan membuat interpretasi komunitas tumbuhan pada tegakan
di hutan alam dan di hutan pinus

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Analisa vegetasi adalah cara mempelajari susunan (komposisi jenis) dan
bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Untuk suatu kondisi
hutan yang luas, maka kegiatan analisa vegetasi erat kaitannya dengan sampling,
artinya kita cukup menempatkan beberapa petak contoh untuk mewakili habitat
tersebut. Dalam sampling ini ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu jumlah
petak contoh, cara peletakan petak contoh dan teknik analisa vegetasi yang
digunakan.
Prinsip penentuan ukuran petak adalah petak harus cukup besar agar individu
jenis yang ada dalam contoh dapat mewakili komunitas, tetapi harus cukup kecil
agar individu yang ada dapat dipisahkan, dihitung dan diukur tanpa duplikasi atau
pengabaian. Karena titik berat analisa vegetasi terletak pada komposisi jenis dan
jika kita tidak bisa menentukan luas petak contoh yang kita anggap dapat mewakili
komunitas tersebut, maka dapat menggunakan teknik.Kurva Spesies Area (KSA).
Dengan menggunakan kurva ini, maka dapat ditetapkan : (1) luas minimum suatu
petak yang dapat mewakili habitat yang akan diukur, (2) jumlah minimal petak
ukur agar hasilnya mewakili keadaan tegakan atau panjang jalur yang mewakili jika
menggunakan metode jalur ( Marpaung andre, 2009).
Beberapa sifat yang terdapat pada individu tumbuhan dalam membentuk
populasinya, dimana sifat – sifatnya bila di analisa akan menolong dalam
menentukan struktur komunitas. Sifat – sifat individu ini dapat dibagi atas dua
kelompok besar, dimana dalam analisanya akan memberikan data yang bersifat
kualitatif dan kuantitatif. Analisa kuantitatif meliputi : distribusi tumbuhan
(frekuensi), kerapatan (density), atau banyaknya (abudance).
Dalam pengambilan contoh kuadrat, terdapat empat sifat yang harus
dipertimbangkan dan diperhatikan, karena hal ini akan mempengaruhi data yang
diperoleh dari sample. Keempat sifat itu adalah (Dedy 2010) :
Ukuran petak.
Bentuk petak.
Jumlah petak.
Cara meletakkan petak di lapangan.
Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari
beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme
kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama
individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga
merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis (Marsono, 1977).
Vegetasi, tanah dan iklim berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat
mempunyai keseimbangan yang spesifik. Vegetasi di suatu tempat akan berbeda
dengan vegetasi di tempat 1ain karena berbeda pula faktor lingkungannya. Vegetasi
hutan merupakan sesuatu sistem yang dinamis, selalu berkembang sesuai dengan
keadaan habitatnya.
Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan atau komposisi
vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari tumbuh-tumbuhan. Unsur struktur
vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Untuk
keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter dan tinggi untuk
menentukan indeks nilai penting dari penvusun komunitas hutan tersebut. Dengan
analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan
komposisi suatu komunitas tumbuhan.
Jika berbicara mengenai vegetasi, kita tidak bisa terlepas dari komponen
penyusun vegetasi itu sendiri dan komponen tersebutlah yang menjadi fokus dalam
pengukuran vegetasi. Komponen tumbuh-tumbuhan penyusun suatu vegetasi
umumnya terdiri dari (Andre, 2009) :
– Belukar (Shrub) : Tumbuhan yang memiliki kayu yang cukup besar, dan
memiliki tangkai yang terbagi menjadi banyak subtangkai.
– Epifit (Epiphyte) : Tumbuhan yang hidup dipermukaan tumbuhan lain (biasanya
pohon dan palma). Epifit mungkin hidup sebagai parasit atau hemi-parasit.
– Paku-pakuan (Fern) : Tumbuhan tanpa bunga atau tangkai, biasanya memiliki
rhizoma seperti akar dan berkayu, dimana pada rhizoma tersebut keluar tangkai
daun.
– Palma (Palm) : Tumbuhan yang tangkainya menyerupai kayu, lurus dan biasanya
tinggi; tidak bercabang sampai daun pertama. Daun lebih panjang dari 1 meter dan
biasanya terbagi dalam banyak anak daun.
– Pemanjat (Climber) : Tumbuhan seperti kayu atau berumput yang tidak berdiri
sendiri namun merambat atau memanjat untuk penyokongnya seperti kayu atau
belukar.
– Terna (Herb) : Tumbuhan yang merambat ditanah, namun tidak menyerupai
rumput. Daunnya tidak panjang dan lurus, biasanya memiliki bunga yang
menyolok, tingginya tidak lebih dari 2 meter dan memiliki tangkai lembut yang
kadang-kadang keras.
– Pohon (Tree) : Tumbuhan yang memiliki kayu besar, tinggi dan memiliki satu
batang atau tangkai utama dengan ukuran diameter lebih dari 20 cm.
Untuk tingkat pohon dapat dibagi lagi menurut tingkat permudaannya, yaitu :–
Semai (Seedling) : Permudaan mulai dari kecambah sampai anakan kurang dari 1.5
m.
– Pancang (Sapling) : Permudaan dengan tinggi 1.5 m sampai anakan berdiameter
kurang dari 10 cm.
-Tiang (Poles) : Pohon muda berdiameter 10 cm sampai kurang dari 20 cm.
Sedikit berbeda dengan inventarisasi hutan yang titik beratnya terletak pada
komposisi jenis pohon. Perbedaan ini akan mempengaruhi cara sampling. Dari segi
floristis-ekologis “random-sampling” hanya mungkin digunakan apabila langan dan
vegetasinya homogen, misalnya padang rumput dan hutan tanaman. Pada umumnya
untuk keperluan penelitian ekologi hutan lebih tepat dipakai “systimatic sampling”,
bahkan “purposive sampling” pun boleh digunakan pada keadaan tertentu (Irwanto,
2010).
Untuk memperoleh informasi vegetasi secara obyektif digunakan metode
ordinasi dengan menderetkan contoh-contoh (releve) berdasar koefisien
ketidaksamaan (Marsono, 1987). Variasi dalam releve merupakan dasar untuk
mencari pola vegetasinya. Dengan ordinasi diperoleh releve vegetasi dalam bentuk
model geometrik yang sedemikian rupa sehingga releve yang paling serupa
mendasarkan komposisi spesies beserta kelimpahannya akan rnempunyai posisi
yang saling berdekatan, sedangkan releve yang berbeda akan saling berjauhan.
Ordinasi dapat pula digunakan untuk menghubungkan pola sebaran jenis jenis
dengan perubahan faktor lingkungan (Simanung, 2009).
Dalam analisa vegetasi ini terdapat banyak ragam metode analisa diantaranya
yaitu:
1. Dengan cara petak tunggal
2. Dengan cara petak berganda
3. Dengan cara jalur (Transek) dengan cara garis berpetak
4. Dengan cara-cara tanpa petak
Beberapa metodologi yang umum dan sangat efektif serta efisien jika digunakan
untuk penelitian, yaitu metode kuadrat, metode garis, metode tanpa plot dan
metode kwarter. Akan tetapi dalam praktikum kali ini hanya menitik beratkan pada
penggunaan analisis dengan metode kuadran (Simanung, 2009).

*Metode Kuadran
Pada umumnya dilakukan jika hanya vegetasi tingkat pohon saja yang
menjadi bahan penelitian. Metode ini mudah dan lebih cepat digunakan untuk
mengetahui komposisi, dominansi pohon dan menaksir volumenya.
Ada dua macam metode yang umum digunakan (Simanung, 2009) :
a. Point-quarter
Yaitu metode yang penentuan titik-titik terlebih dahulu ditentukan
disepanjanggaris transek. Jarak satu titik dengan lainnya dapat ditentukan secara
acak atau sistematis. Masing-masing titik dianggap sebagai pusat dari arah kompas,
sehingga setiap titik didapat empat buah kuadran. Pada masing-masing kuadran
inilah dilakukan pendaftaran dan pengukuran luas penutupan satu pohon yang
terdekat dengan pusat titik kuadran. Selain itu diukur pula jarak antara pohon
terdekat dengan titik pusat kuadran.
b. Wandering-quarter
Yaitu suatu metode dengan cara membuat suatu garis transek dan
menetapkan titik sebagai titik awal pengukuran. Dengan menggunakan kompas
ditentukan satu kuadran (sudut 90 ) yang berpusat pada titik awal tersebut dan
membelah garis transek dengan dua sudut sama besar. Kemudian dilakukan
pendaftaran dan pengukuran luas penutupan danjarak satu pohon terdekat dengan
titik pusat kuadran. Penarikan contoh sampling dengan metode-metode diatas
umumnya digunakan pada penelitian-penelitian yang bersifat kuantitatif .
Adapun parameter vegetasi yang diukur dilapangan secara langsung adalah
(Andre, 2009) :
1)Nama jenis (lokal atau botanis)
2).Jumlah individu setiap jenis untuk menghitung kerapatan
3).Penutupan tajuk untuk mengetahui persentase penutupan vegetasi terhadap lahan
4).Diameter batang untuk mengetahui luas bidang dasar dan berguna untuk
menghitung volume pohon.
5).Tinggi pohon, baik tinggi total (TT) maupun tinggi bebas cabang (TBC), penting
untuk mengetahui stratifikasi dan bersama diameter batang dapat diketahui ditaksir
ukuran volume pohon.
Hasil pengukuran lapangan dilakukan dianalisis data untuk mengetahui
kondisi kawasan yang diukur secara kuantitatif. Beberapa rumus yang penting
diperhatikan dalam menghitung hasil analisa vegetasi, yaitu (Gapala, 2010) ;
1. kerapatan (Density)
Banyaknya (abudance) merupakan jumlah individu dari satu jenis pohon dan
tumbuhanlain yang besarnya dapat ditaksir atau dihitung.Secara kualitatif kualitatif
dibedakan menjadi jarang terdapat ,kadang-kadang terdapat,sering terdapat dan
banyak sekali terdapat jumlah individu yang dinyatakan dalam persatuan ruang
disebut kerapatan yang umunya dinyatakan sebagai jumlah individu,atau biosmas
populasi persatuan areal atau volume,missal 200 pohon per Ha
2. Dominasi
Dominasi dapat diartikan sebagai penguasaan dari satu jenis terhadap jenis
lain (bisa dalam hal ruang ,cahaya danlainnya),sehingga dominasi dapat dinyatakan
dalam besaran:
a) Banyaknya Individu (abudance)dan kerapatan (density)
b) persen penutupan (cover percentage) dan luas bidang dasar(LBD)/Basal
area(BA)
c) Volume
d) Biomas
e) Indek nilai penting(importance value-IV)
Kesempatan ini besaran dominan yang digunakan adalh LBH dengan
pertimbangan lebih mudah dan cepat,yaitu dengan melakukan pengukuran diameter
pohon pada ketinggian setinggi dada (diameter breas heigt-dbh)
3. Frekuensi
Frekuensi merupakan ukuran dari uniformitas atau regularitas terdapatnya
suatu jenis frekuensi memberikan gambaran bagimana pola penyebaran suatu
jenis,apakah menyebar keseluruh kawasan atau kelompok.Hal ini menunjukan daya
penyebaran dan adaptasinya terhadap lingkungan.
Raunkiser dalam shukla dan Chandel (1977) membagi frekuensi dalm lima
kelas berdasarkan besarnya persentase,yaitu:
Kelas A dalam frekuensi 01 –20 %
Kelas B dalam frekuensi 21-40 %
Kelas C dalm frekuensi 41-60%
Kelas D dalam frekuensi 61-80 %
Kelas E dalam frekuensi 81-100%

4. Indek Nilai Penting(importance value Indeks)


Merupakan gambaran lengkap mengenai karakter sosiologi suatu spesies
dalam komunitas(Contis dan Mc Intosh, 1951) dalam Shukla dan chandel
(1977).Nilainya diperoleh dari menjumlahkan nilai kerapatan relatif, dominasi
relaif dan frekuensi relatif,sehingga jumlah maksimalnya 300%.
Praktik analisis vegetasi sangat ditunjang oleh kemampuan mengenai jenis
tumbuhan (nama). Kelemahan ini dapat diperkecil dengan mengajak pengenal
pohon atau dengan membuat herbarium maupun foto yang nantinya dapat diruntut
dengan buku pedoman atau dinyatakan keahlian pengenal pohon
setempat,ataupundapat langsung berhubungan dengan lembaga Biologi Nasional
Bogor.
Analisis vegetasi dapat dilanjutkan untuk menentukan indeks
keanekaragaman ,indeks kesamaan, indeks asosiasi, kesalihan, dll, yang dapat
banyak memberikan informasi dalam pengolahan suatu kawasan, penilaian suatu
kawasan. Data penunjang seperti tinggi tempat, pH tanah warna tanah, tekstur
tanah dll diperlukan untuk membantu dalam menginterpretasikan hasil analisis.
Berdasarkan tujuan pendugaan kuantitatif komunitas vegetasi
dikelompokkan ke dalam 3 kategori yaitu :
1. Pendugaan komposisi vegetasi dalam suatu areal dengan batas-batas jenis
dan membandingkan dengan areal lain atau areal yang sama namun waktu
pengamatan berbeda.
2. Menduga tentang keragaman jenis dalam suatu areal.
3. Melakukan korelasi antara perbedaan vegetasi dengan faktor lingkungan tertentu
atau beberapa faktor lingkungan (Greig-Smith, 1983).
Untuk mempelajari komposisi vegetasi perlu dilakukan pembuatan petak-
petak pengamatan yang sifatnya permanen atau sementara. Menurut Soerianegara
(1974) petak-petak tersebut dapat berupa petak tunggal, petak ganda ataupun
berbentuk jalur atau dengan metode tanpa petak. Pola komunitas dianalisis dengan
metode ordinasi yang menurut Dombois dan E1lenberg (1974) pengambilan sampel
plot dapat dilakukan dengan random, sistematik atau secara subyektif atau faktor
gradien lingkungan tertentu.
Untuk memperoleh informasi vegetasi secara obyektif digunakan metode
ordinasi dengan menderetkan contoh-contoh (releve) berdasar koefisien
ketidaksamaan (Marsono, 1987). Variasi dalam releve merupakan dasar untuk
mencari pola vegetasinya. Dengan ordinasi diperoleh releve vegetasi dalam bentuk
model geometrik yang sedemikian rupa sehingga releve yang paling serupa
mendasarkan komposisi spesies beserta kelimpahannya akan rnempunyai posisi
yang saling berdekatan, sedangkan releve yang berbeda akan saling berjauhan.
Ordinasi dapat pula digunakan untuk menghubungkan pola sebaran jenis jenis
dengan perubahan faktor lingkungan.
Beberapa metodologi yang umum dan sangat efektif serta efisien jika
digunakan untuk penelitian, yaitu metode kuadrat, metode garis, metode tanpa plot
dan metode kwarter. Akan tetapi dalam praktikum kali ini hanya menitik beratkan
pada penggunaan analisis dengan metode kuadran.
*Metode Kuadran
Pada umumnya dilakukan jika hanya vegetasi tingkat pohon saja yang
menjadi bahan penelitian. Metode ini mudah dan lebih cepat digunakan untuk
mengetahui komposisi, dominansi pohon dan menaksir volumenya.
Ada dua macam metode yang umum digunakan :-
a. Point-quarter
Yaitu metode yang penentuan titik-titik terlebih dahulu ditentukan
disepanjanggaris transek. Jarak satu titik dengan lainnya dapat ditentukan secara
acak atau sistematis. Masing-masing titik dianggap sebagai pusat dari arah kompas,
sehingga setiap titik didapat empat buah kuadran. Pada masing-masing kuadran
inilah dilakukan pendaftaran dan pengukuran luas penutupan satu pohon yang
terdekat dengan pusat titik kuadran. Selain itu diukur pula jarak antara pohon
terdekat dengan titik pusat kuadran.
b. Wandering-quarter
Yaitu suatu metode dengan cara membuat suatu garis transek dan
menetapkan titik sebagai titik awal pengukuran. Dengan menggunakan kompas
ditentukan satu kuadran (sudut 90°) yang berpusat pada titik awal tersebut dan
membelah garis transek dengan dua sudut sama besar. Kemudian dilakukan
pendaftaran dan pengukuran luas penutupan danjarak satu pohon terdekat dengan
titik pusat kuadran (Soegianto, 1994). Penarikan contoh sampling dengan metode-
metode diatas umumnya digunakan pada penelitian-penelitian yang bersifat
kuantitatif.
Analisis vegetasi hutan Lindung Aek nauli dalam kegiatan P3H dilakukan
dengan metoda kombinasi antara metoda jalur dan metoda garis berpetak dengan
panjang jalur minimum adalah 12.500 m yang bisa terdiri dari beberapa jalur,
tergantung kondisi di lapangan. Di dalam metoda ini risalah pohon dilakukan
dengan metoda jalur dan permudaan dengan metoda garis berpetak (Onrizal &
Kusmana, 2005).
Ukuran permudaan yang digunakan dalam kegiatan analisis vegetasi hutan
adalah sebagai berikut:
a. Semai : Permudaan mulai dari kecambah sampai anakan setinggi kurang dari 1,5
m.
b. Pancang : Permudaan dengan tinggi 1,5 m sampai anakan berdiameter kurang
dari 10 cm.
c. Pohon : Pohon berdiameter 10 cm atau lebih.
d. Tumbuhan bawah :Tumbuhan selain permudaan pohon, misal rumput, herba dan
semak belukar.
Selanjutnya ukuran sub-petak untuk setiap tingkat permudaan adalah sebagai
berikut:
(a) Semai dan tumbuhan bawah : 2 x 2 m.
(b) Pancang : 5 x 5 m.
(c) Pohon : 10 x 10 m.
Menurut Weaver dan Clements (1938) kuadrat adalah daerah persegi dengan
berbagai ukuran. Ukuran tersebut bervariasi dari 1 dm2 sampai 100 m2. Bentuk
petak sampel dapat persegi, persegi panjang atau lingkaran.
Metode kuadrat juga ada beberapa jenis:
a. Liat quadrat: Spesies di luar petak sampel dicatat.
b. Count/list count quadrat: Metode ini dikerjakan dengan menghitung jumlah
spesies yang ada beberapa batang dari masing-masing spesies di dalam petak. Jadi
merupakan suatu daftar spesies yang ada di daerah yang diselidiki.
c. Cover quadrat (basal area kuadrat): Penutupan relatif dicatat, jadi persentase
tanah yag tertutup vegetasi. Metode ini digunakan untuk memperkirakan berapa
area (penutupan relatif) yang diperlukan tiap-tiap spesies dan berapa total basal dari
vegetasi di suatu daerah. Total basal dari vegetasi merupakan penjumlahan basal
area dari beberapa jenis tanaman. Cara umum untuk mengetahui basal area pohon
dapat dengan mengukur diameter pohon pada tinggi 1,375 meter (setinggi dada).
d. Chart quadrat: Penggambaran letak/bentuk tumbuhan disebut Pantograf. Metode
ini ter-utama berguna dalam mereproduksi secara tepat tepi-tepi vegetasi dan
menentukan letak tiap- tiap spesies yang vegetasinya tidak begitu rapat. Alat yang
digunakan pantograf dan planimeter. Pantograf diperlengkapi dengan lengan
pantograf. Planimeter merupakan alat yang dipakai dalam pantograf yaitu alat
otomatis mencatat ukuran suatu luas bila batas-batasnya diikuti dengan jarumnya
(Wahyu,2009).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum mata kuliah Ilmu Tanah Hutan ini dilaksanakan pada :
Hari/tanggal : Minggu,20 Mei 2018
Waktu : 08.00 Wib
Tempat : Bukit Daun di,Kabupaten kepahiang kota bengkulu.Indonesia.

3.2 Alat dan Bahan


 Pita ukur
 Meteran
 Tali rapia
 Pisau
 Alat tulis

3.3 Cara kerja


1 Menentukan lokasi studi dan menentukan batas-batasnya.lokasi studi dapat berupa
rerumputan,sesemaka,perdu,dan pepohonan ,daerah tersebut dibatasi
2 Menentukan luas tiap plot yaitu 20x20 m, 10x10 m dan 1x1 m
3 Melakukan pengamatan jumlah spesies dan jumlah individu tiap plot
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan

Hutan alam
No Variabel Jumlah jenis pohon
Pohon Tiang Pancang Semai
1 Vegetasi pohon 12 - 12 -
2 Vegetasi tumbuhan bawah - - - 16

Hutan pinus
No Variabel Jumlah jenis pohon
Pohon Tiang Pancang Semai
1 Vegetasi pohon 18 - 6 -
2 Vegetasi tumbuhan bawah - - - 8

4.2 Pembahasan
Dalam praktikum tentang susunan vegetasi ini kami menentukan vegetasi yang dimiliki
suatu daerah tertentu dengan melihat vegetasi pohon dan vegetasi tumbuhan bawah.Dalam hal ini
kami membuat plot dengan ukuran sebagai berikut (20m x 20m), (10m x 10m), (5m x 5m),dan
(0,5m x 0,5m).Dan didapatkan beberapa vegetasi yang dilihat dari jenis-jenis tumbuhan
tersebut,antara lain: pohon,tiang,pancang dan semai.
Dari dua tempat berbeda didapatkan hasil sebagai berikut,yang pertama hutan alam
vegetasi pohon nilainya ; 12,Tiang ;- , Pancang ;12 , Semai ; . Sedangkan dari vegetasi tumbuhan
bawah,Pohon ; - , Tiang ;- , Pancang ;- , Semai ; 16. Dan dari hutan pinus terdapat nilai Pohon ;
18 , Tiang ;- , Pancang ; 6 , Semai ; - . Sedanglan vegetasi gtumbuhan bawah, Pohon ; - , Tiang ; -
, Pancang ; - , Semai ; 8.
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa susunan vegetasi dimiliki sesuai dengan
kawasan atau tempat yang dijadikan sampel atau populasi tersebut. Karena setiap vegetasi tidak
semuanya memiliki nilai yang sama.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan

Dari praktikum yang telah dilakukan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Vegetasi
merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa jenis yang hidup
bersama-sama pada suatu tempat.Dalam mekanisme kehidupan bersama tersebut terdapat
interaksi yang erat, baik diantara sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan
organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis.

Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan atau komposisi vegetasi secara
bentuk (struktur) vegetasi dari masyarakat tumbuh-tumbuhan. Unsur struktur vegetasi adalah
bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk.Untuk keperluan analisis vegetasi
diperlukan data-data jenis, diameter dan tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari
penvusun komunitas hutan tersebut.Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif
tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan.

5.2 Saran
Dalam menentukan jenis vegetasi yang terdapat disuatu tempat hendaklah dibimbing agar
lebih paham dengan persebaran vegetasi disuatu daerah tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Ande marpaung. 2009. http://boymarpaung.wordpress.com/2009/04/20/apa-dan-
bagaimana-mempelajari-analisa-vegetasi/ diakses tanggal 9 november 2010

Andre.2009.Apa dan Bagaimana Mempelajari Analisa


Vegetasi.http://boymarpaung.wordpress.com/ 2009/04/20/apa-dan-bagaimana-
mempelajari-analisa-vegetasi/. Diakses pada 8 November 2010.

Dedy 2010 http://dydear.multiply.com/journal/item/15/Analisa_Vegetasi diakses


tanggal 9 aaaaaanovember 2010

Michael, M. 1992. Ekologi Umum. Jakarta: Universitas Indonesia.

Polunin, N. 1990. Ilmu Lingkungan dan Ekologi. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press.

Simanung. 2009.Analisis Vegetasi.


http://bpkaeknauli.org/index.php?option=comcontent&task=view&id
=18&Itemid=5 Diakses pada 8 November 2010.

Swanarmo, H, dkk. 1996. Pengantar Ilmu Lingkungan. Malang: Universitas


Muhammadyah.

Wahyu, Ikhsan. 2009. Analisis Vegetasi.


http://biologi08share.blogspot.com/2009_04_01_ archive.html. Diakses pada 22
Oktober 2010
ACARA II
LANTAI HUTAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengertian dari Serasah pada Lantai Hutan adalah lapisan yang terdiri dari bagian tumbuh-
tumbuhan yang telah mati seperti guguran daun, tangkai, ranting, dahan, cabang, kulit kayu,
bunga, kulit, onak dan sebagainya, yang menyebar di permukaan tanah di bawah hutan sebelum
bahan-bahan tersebut mengalami dekomposisi.
Dalam Bahasa Inggris, istilah serasah sering disebut "Litter" yaitu bahan hasil guguran dari
bagian tumbuhan yang menutupi permukaan tanah. Definisi serasah yang dipakai dalam bahasa
Inggris yaitu "Litter" bila dilihat dalam terjemahan aslinya ke Bahasa Indonesia diberi arti
"kotoran" atau "sampah". Memang bila dilihat tampak jelas bahwa guguran bagian tumbuhan itu
mengotori lantai hutan, namun pada akhirnya guguran itu bermanfaat sebagai input unsur hara ke
dalam tanah.
1.2 Tujuan
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui biomassa lantai hutan.
2. Agar mahasiswa mengetahui perlapisan lantai hutan dan tingkat
dekomposisinya.
3. Agar mahasiswa mengetahui karakteristik tanah dan lantai hutan
apabila dibandingkan dengan tanah pertanian.
4. Agar mahasiswa dapat mengetahui cara pengambilan contoh tanah
yang tepat dan mewakili satuan tanah teruji.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tanah hutan terjaga kesuburannya dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, salah satunya
adalah bagian-bagian tanaman yang jatuh ke tanah, mati, dan diuraikan oleh organisme. Daun,
ranting, cabang, buah, maupun batang merupakan bahan yang apabila terdekomposisi akan
tereleminasi menjadi unsur yang siap digunakan oleh tanaman. Faktor-faktor yang mempengaruhi
laju dekomposisi tanah antara lain adalah lingkungan organisme pengurai, kelembaban, aerasi,
pH tanah, dan juga temperatur atau suhu. (Cahyono, Agus.. 1998 ).
Horison O adalah lapisan seresah bahan tumbuhan, terdiri atas bagian-bagian yang tampak
masih utuh, sebagian terdekomposisi, dan lengkap terdekomposisi. Horison ini menumpang di
permukaan tubuh tanah mineral (Notohadiprawiro,2000).
Seresah adalah sisa jaringan tumbuhan baik berupa daun, ranting, cabang, maupun batang.
Seresah merupakan bahan organik yang mencirikan sifat tanah dan berperan penting dalam
menjaga kesuburan tanah dan menyusun bahan material tanah. Seresah dapat digunakan apabila
telah terjadi proses dekomposisi (perombakan). Sedangkan proses dekomposisi ini hanya
merupakan mekanisme awal yang selanjutnya menetukan fungsi dan peran seresah dalam tanah.
(Agus, 2003). Proses jatuhnya seresah ke tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
sebagai berikut

1. Iklim
Faktor iklim yang berpengaruh terhadap jatuhnya seresah adalah suhu. Suhu yang panas
menyebabkan jatuhan seresah meningkat.
2. Angin
Angin akan memperkecil kekuatan melekatnya bagian tumbuhan yang sudah kering dan
meningkatkan jatuhan seresah.
3. Tumbuhan itu sendiri
Bagian tumbuhan yang sudah kering tidak dapat disuplai makanan lagi karena sel-selnya sudah
mati,sehingga jatuh.
Proses dekomposisi seresah dipengaruhi oleh lingkungan organisme pengurai, kelembaban,
aerasi, pH dan temperature ( Agus et.al, 2008).
Horison A merupakan horison mineral yang terbentuk di bagian teratas tubuh tanah mineral.
Kalau ada horison O, horison A berada di bawahnya. Horison ini dicirikan oleh masukan bahan
organik terhumifikasi yang bercampur mesra dengan bahan mineral, konsistensi dan struktur
yang berbeda nyata dengan horison yang berada langsung di bawahnya, atau sifat yang terubah
oleh kegiatan budidaya (sifat antropogen). Dalam hal bercampur mesra dengan bahan organik
terhuminifikasi, warna horison A menjadi lebih gelap daripada warna horison di bawahnya.
Bahan organik juga mengubah konsistensi dan struktur, akan tetapi pengubahan konsistensi dan
struktur tanpa peran serta bahan organik (Notohadiprawiro,2000). Pada horizon ini banyak
mengandung humus, yaitu senyawa kompleks yang agak resisten pelapukan, seresah yang telah
terdekomposisi sempurna sehingga berbentuk seperti kompos, bentuk sudah tidak kelihatan lagi,
warna kehitaman, struktur remah,gembur dan berasal dari jaringan tumbuhan.

BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum mata kuliah Ilmu Tanah Hutan ini dilaksanakan pada :
Hari/tanggal : Minggu,20 Mei 2018
Waktu : 08.00 Wib
Tempat : Bukit Daun di,Kabupaten kepahiang kota bengkulu.Indonesia.

3.2 Alat dan Bahan


 Kawat kuadratik ukuran 50 cm x 50 cm.
 Pisau atau cethok.
 Kertas sampul atau plastic
 Alat tulis
 Meteran
 Cangkul
 lup
3.3 Cara kerja
1. Meletakkan kawat kuadratik berukuran 50 cm x 50 cm pada lantai hutan yang masih utuh
2. Mengiris dengan hati-hati batas sampel tersebut dengan menggunakan pisau atau gunting.
3. Mengambil lapisan L (litter) pada bagian atas lantai hutan tanpa merusak keadaan
dibawahnya, yang mempunyai ciri-ciri : seresah yang baru jatuh, kandungan air msih tinggi,
bentuk masih utuh, warna kehijauan atau kecoklatan, masih agak segar. Pisahkan lapisan L
(kalau mungkin) menjadi daun, tangkai/dahan, bunga/buah dan lain-lain dalam kantung
terpisah yang berlabel.
4. Mengambil bagian F1 (fermentasi tahap 1) yang mempunyai ciri-ciri : berupa seresah yang
mulai terdekomposisi, bentuk sudah tidak utuh lagi, bentuk seresah asli masih kelihatan,
warna kecoklatan, masih merupakan satuan seresah tunggal/ tidak saling lengket.
Pisahkanlapisan F1 (kalau mungkin) menjadi daun, tangkai/dahan, bunga/buah dan lain-lain
dalam kontong terpisah yang berlabel.
5. Mengambil bagian F2 (fermentasi tahap 2) yang mempunyai ciri-ciri : berupa seresah yang
telah terdekomposisi lanjut, bentuk asli sudah tidak kelihatan lagi tapi masih bisa dibedakan
jenis seresah, warna kecoklatan, seresah yang satu menempel pada seresah yang lain/ saling
lengket. Pisahkan lapisan F2 (kalau mungkin) menjadi daun, tangkai/dahan, bunga/buah dan
lain-lain dalam kontong terpisah yang berlabel.
6. Mengambil lapisan H (Humus) yang mempunyai ciri-ciri : berupa seresah yang telah
terdekomposisi sempurna sehingga berbentuk seperti kompos, bentuk sudah tidak kelihatan
lagi, warna kehitaman, struktur remah, gembur dalam kantong terpisah yang berlabel.
7. Menimbang hasil pengambilan lapisan L, F1, F2 dan H yang telah dibedakan daun,
tangkai/dahan, bunga/buah sebagai berat basah C sampai mencapai
8. Memasukkan lapisan L, F1, F2 dan H ke oven 65 berat kering mutlak
9. Menghitung kadar air, biomassa tertentu dan biomassa total dalam kg/ha

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Hutan alam
No Variabel Lantai hutan
Seresah Detritus Humus
1 Ketebalan (cm) 3,2,3,3 1,2,2,1 1 1,5 1,5 1
2 Komposisi(%) 54,17 % 25 % 20,83%
3 Fauna(jenis) Semut Semut Semut, cacing
4 Jasat Jamur Jamur -
renik(kelimpahan)
Hutan pinus
No Variabel Lantai hutan
Seresah Detritus Humus
1 Ketebalan (cm) 6,4,9,4 1,2,3,3 1,2,3,3
2 Komposisi(%) 70% 19% 11%
3 Fauna(jenis) 2 1 1
4 Jasat 1
renik(kelimpahan)

4.2 Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan pengambilan seresah pada setiap lantai hutan yang meliputi
lapisan litter, fermentasi, dan humus. Dari masing-masing lapisan dibedakan atas daun, ranting,
bunga atau buah kemudian dimasukkan dalam plastik. Setelah dilakukan pengukuran massa
amplop kosong, massa basah, dan massa kering setelah dioven, dilakukan pengukuran kadar air,
biomassa, dan persentase biomasa.
Dari hasil perhitungan yang dilakukan diketahui bahwa kadar air pada fermentasi paling
besarpada hutan pinus diantara yang lain mencapai 70% sedangkan bagian-bagian yang lain
seperti litter buah/bunga, litter daun, fermentasi buah/bunga, litter ranting, fermentasi daun, dan
humus berturut-turut adalah : - 54,17%, 25%, 20,83%, 15,38%, 19%, dan 11%. Dilihat dari jenis
seresah terdiri dari seresah daun, ranting, buah/bunga. Tentu dari seresah bunga ataupun daun
akan lebih mudah jatuh karena ukuran dan beratnya yang kecil sehingga akan mudah jatuh karena
angin, sedangkan seresah yang berasal dari ranting ataupun buah akan lebih sulit untuk jatuh
karena massanya yang besar sulit untuk jatuh karena angin. Untuk umur, daun yang tua akan
lebih mudah jatuh jika dibandingkan dengan daun yang baru/muda. Sedangkan gravitasi adalah
gaya tarik bumi sehingga menyebabkan benda jatuh ke bawah.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Biomassa lantai hutan = seresah = daun, ranting / dahan, bunga atau buah.
2. Perlapisan Lantai hutan paling efisien untuk proses dekomposisi adalah top soil (lapisan
paling atas)
3. Karakteristik lantai hutan memiliki seresah berat sedangkan lahan pertanian tidak.
4. Pengambilan tanah terusik menggunakan ring simple.

5.2 Saran
Dalam menentukan berbagai sersah yang terdapat dilantai hutan hendaknya lebih teliti
agar dapat dengan benar menentukan apa apa saja yang terdapat di sersah.

DAFTAR PUSTAKA
Agus, Cahyono. 2003. Ilmu Tanah Hutan. UGM, Jogjakarta.
Agus, C, Dewi W & Daryono P. 2008. Petunjuk Praktikum Ilmu Tanah Hutan.
Laboratorium Tanah Hutan, Jurusan Budidaya Hutan, Fakultas Kehutanan, UGM,
Jogjakarta.
Simon,H.1988.Pengantar Ilmu Kehutanan. Bagian Penerbitan Fakultas Kehutanan.
UGM. Yogyakarta
ACARA III
DIAGRAM PROFIL TANAH
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Profil tanah merupakan suatu irisan melintang pada tubuh tanah yang menunjukkan
susunan horizon tanah, dimulai dari permukaan tanah sampai lapisan bahan induk
dibawahnya. Lapisan-lapisan tersebut terbentuk selain dipengaruhi oleh perbedaan bahan
induk sebagai bahan pembentuknya, juga terbentuk karena pengendapan yang berulang-
ulang oleh genangan air. Tanah terdiri dari partikel pecahan batuan yang telah diubah oleh
proses kimia dan lingkungan yang meliputi pelapukan dan erosi.
Fungsi utama tanah adalah sebagai media tumbuh makhluk hidup. Proses pembentukan
tanah dimulai dari hasil pelapukan batuan induk (regolit) menjadi bahan induk tanah, diikuti
oleh proses pencampuran bahan organik yaitu sisa-sisa tumbuhan yang dilapuk oleh
mikroorganisme dengan bahan mineral dipermukaan tanah, pembentukan struktur tanah,
pemindahan bahan-bahan tanah dari bagian atas ke bagian bawah dan berbagai proses lain,
sehingga apabila kita menggali lubang pada tanah maka akan terlihat lapisan-lapisan tanah
yang berbeda sifat fisik, kimia, dan biologinya, lapisan-lapisan inilah yang disebut dengan
horizon tanah yang terbentuk dari mineral anorganik akar. Susunan horizon tanah tersebut
biasa disebut Profil Tanah.
Terdapatnya horizon-horizon pada tanah-tanah yang memiliki perkembangan genetis
menyugestikan bahwa beberapa proses tertentu, umum terdapat dalam perkembangan profil
tanah. Tanah berbeda dari batuan induknya karna interaksi antara, hidrosfer, atmosfer,
litosfer dan biosfer ini adalah campuran dari konstituen mineral dan organik yang dalam
keadaan padat, gas, dan cair. Berdasarkan uraian di atas maka dilakukan pengamatan profil
tanah dalam langkah awal penelitian dan pengamatan terhadap tanah.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari dilakukannya percobaan ini adalah sebagai berikut.
1. Mahasiswa mampu membedakan karakteristik lapisan profil tanah
2. Mahasiswa mampu mengidentifiksi tanah berdasarkan karakteristik tanah
3. Mahasiswa mampu menjelaskan struktur tanah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tanah sebagai tubuh alam yang memiliki sistem dan fase yang mengandung air, udara,
bahan-bahan mineral dan organik serta jasad-jasad hidup, yang karena pengaruh beberapa faktor
lingkungan terhadap permukaan bumi dan kurun waktu membentuk berbagai hasil perubahan
yang memiliki ciri-ciri yang khas, sehingga berperan sebagai tempat tumbuh berbagai macam-
macam tanaman. Penampang vertikal dari lahan tersebut menunjukan susunan horizon yang
disebut profil tanah. Di setiap lokasi dipermukaan bumi memperlihatkan lima faktor utama yang
aktif mengendalikan pembentukan tanah, yaitu iklim, jasad hidup, bahan induk, topografi dan
waktu (Hakim, et al. 1986).
Bahan tanah tersusun atas empat komponen, yaitu bahan padat mineral, bahan padat
organik, air dan udara. Bahan pada mineral terdiri atas sibir batuan dan mineral primer, lapukan
batuan dan mineral, serta mineral sekunder. Bahan padat organik terdiri atas sisa dan rombakan
jaringan jasad, terutama tumbuhan, zat humik, dan jasad hidup penghuni tanah, termasuk akar
tumbuhan hidup. Air mengandung berbagai zat terlarut n. Maka disebut juga larutan tanah. Udara
tanah berasal dariudara atmosfer, akan tetapi mengalami perubahan susunan karena saling
tindaknya dengan tanah (Notohadiprawiro, 1998).
Profil tanah merupakan suatu irisan melintang pada tubuh tanah, dibuat dengan cara
membuat lubang dengan ukuran panjang dan lebar serta kedalaman tertentu sesuai dengan
keadaan tanah dan keperluan penelitian. Tanah merupakan tubuh alam yang terbentuk dan
berkembang akibat terkena gaya-gaya alam (natural forces) terhadap proses pembentukan
mineral. Pembentukan dan pelapukan bahan-bahan organik pertukaran ion-ion, pergerakan dan
pencucian bahan-bahan koloid (Buckman and Brady, 1982).
Untuk mengetahui jenis tanah dan tingkat kesuburannya maka perlu diketahui ciri-ciri
morfologi dari tanah tersebut. Tindakan budidaya tanaman akan lebih tepat, bila didasarkan pada
sifat morfologi tersebut. Menurut Hardjowigeno (1987), sifat morfologi tanah adalah sifat-sifat
tanah yang dapat diamati dan dipelajari di lapang, sebagian dari sifat-sifat morfologi tanah
merupakan sifat-sifat fisik dari tanah tersebut. Sifat-sifat fisik tanah meliputi tekstur tanah, warna
tanah, konsistensi, dan struktur tanah.

BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum mata kuliah Ilmu Tanah Hutan ini dilaksanakan pada :
Hari/tanggal : Minggu,20 Mei 2018
Waktu : 08.00 Wib
Tempat : Bukit Daun di,Kabupaten kepahiang kota bengkulu.Indonesia.

3.2 Alat dan Bahan


 Tes kit tanah lengkap.
 Lembar pengamatan profil.
 Alat tulis.
 Profil tanah sepanjang bukit daun
3.4 Cara kerja
1. Memilih tempat yang tidak tergenang air, datar dan mewakili tempat
sekitarnya.
2. Menggali lubang untuk profil tanah dengan dinding di sebelah selatan,
ukuran panjang 1,5 m, lebar 1 m dan kedalaman 1 m. Tempat untuk
mengamati dibuatkan lubang bertangga. Profil tanah juga dapat
dibuat pada tebing yang dibuat tegak lurus.
3. Mencatat ciri-ciri morfologi di permukaan tanah sesuai dengan
formulir pelukisan profil.
4. Menandai perlapisan yang ada dengan garis yang tegas.
5. Mencatat ciri-ciri dakhil perlapisan sesuai dengan formulir yang ada.
6. Mengambil contoh tanah tiap lapisan dalam plastik yang beritiket :
Kode tempat, kode tanah, nomor lapisan, dan ciri-ciri
istimewa lainnya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Diagram profil hutan alam
No Horizon
1 O
2 A
3 B
Diagram profil hutan pinus
No Horizon
1 A
2 E
3 AB
4 BA
5 B

4.2Pembahasan
Pada percobaan ini pertama kita melakukan pengamataan pada suatu lubang yang telah
disediakan,pertama kita menamati tentang perofil tanah yaitu pada lapisan yan gang pertama
yiutu lapisan topsoil dan diukur kedalam lapisan topsoil,kedalam topsoil yaitu mencapi 0-
20cm,mengukur kedalam lapisan dngan menggunakan alat ukur yaitu dengan penggaris, setelah
mangukur lapisan yang pertama(topsoil)kemudian menukur kedalaman lapisan yang kedua
lapisan ini memiliki kedalaman 20-59cm,kemudian mengukur lapisan yang ketiga yaitu lapisan
ini memiliki kedalaman 59-80cm.
Sifat fisik tanah pada percobaan ini terdapat 3 komponen yaitu
a. Tekstur
b. Struktur
c. Warna
Tekstur yang terdapat pada percobaain ini yaitu,pada top soil memiliki tekstur yang
sangat halus,dan pada O memeliki tekstur yang licin,pada A memiliki tekstur yangkasar,dan
yang terakhir pada B memiliki tekstur sangat licin karena tarmaksud tanah liad.Dan pada
penentuan warna dari seriap lapisan kita manabil sempel dari setiap labisan dan dicocokan
dengan menggunakan munsell colour chart.Dan didapat hasil dari setiap lapisan O memiliki
warna 4/ darkgrey, dan pada lapisan A memiliki warna 4/4 Weak red,dan lapisan yang yang
ketiga yaitu lapisan B memiliki warna 5/8 Red.
Pada umumya tanah yang ada di lingkung unila yaitu Angular Blocky,karena di
lingkungan unila memiiki suhu yang setabil sehingga mengakibatkan tanah menjadi seperti ini.
Tetesan air hujan untuk memisahkan agregat-agregat tanah berbeda antara sampel tanah ultisol
lapisan 1 dan lapisan 2. Pada lapisan 1 tanah ultisol dibutuhkan 305 tetesan air sedangkan pada
lapisan 2 tanah ultisol jumlah tetesan air yang dibutuhkan lebih banyak yaitu 567 tetesan. Hal ini
menunjukkan bahwa lapisan 2 lebih mantap dibandingkan dengan lapisan 1. Dengan demikian,
tanah ultisol lapisan 1 dan lapisan 2 ini merupakan tanah stabil yakni agregat-agregatnya harus
cukup tahan terhadap benturan tetesan hujan dan air, kalau tidak demikan tanah akan menjadi
hancur dan kompak, kurang dapat melalukan air, menyebabkan tanah cepat jenuh air. Hal ini
sesuai dengan Tim Asisten (2010).
Kemantapan struktur diamati dengan meletakkan sampel agregat tanah pada air. Terlihat
bahwa setelah beberapa detik, agregat tanah ultisol lapisan 1 tidak terurai secara langsung.
Keadaan yang sama juga terjadi pada sampel tanah ultisol lapisan 2 sehingga dapat dikatakan
bahwa agregat tanah ultisol lapisan 1 dan lapisan 2 memiliki kemantapan stabil. Hal ini didukung
oleh Kartasapoetra dan Mulyani (1987) yang menunjukkan bahwa tanah memiliki kemantapan
struktur yang stabil apabila derajat strukturnya kokoh dan agregatnya mantap.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa.
1. Tanah mempunyai karakteristik yang berbeda tiap jenisnya.
2. Karakteristik tanah dapat dibedakan dengan cara mengamati kedalaman lapisan tanah dan
kedalaman perakaran tanah, tekstur dan struktur tanahnya.
3. Lapisan O memiliki kedalaman 0 – 20 cm. Lapisan A memiliki kedalaman 20 – 39 cm .
lapisan B memiliki kedalaman 59 – 80 cm. Lapisan A merupakan lapisan yang ketebalannya
paling tipis karena lapisan A hanyalah sebuah lapisan peralihan antara lapisan yang kaya akan
humus dengan lapisan yang miskin akan humus.

DAFTAR PUSTAKA
Asfan, Kusriningrum, R. S. Sucipto. 2012. Identifikasi Lahan Kering Alfisol
Terdegradasi di Kabupaten Bangkalan. Jurnal Rekayasa.Vol 4 (1) Hal 1-10.
Buckman, H. O. dan N. C. Brady. 1982. Dasar Ilmu Tanah. Bhatara Karya,
Jakarta.
Darmawijaya, Isa M. 1990. Klasifikasi Tanah. Gadjah Mada University, Yogyakarta.
Foth, H. D. 1998. Dasar – Dasar Ilmu Tanah. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Hakim, Nurhayati, M. Yusuf Nyakpa, A. M. Lubis, Sutopo Ghani Nugroho, M. Amin Diha, Go
Ban Hong, H. H. Bailey. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung, Bandar
Lampung.
Hardjowigeno, Sarwono. 2010. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo, Jakarta.
Notohadiprawiro, Tejoyuwono. 1998. Tanah dan Lingkungan. Direktur Jendral Pendidikan
Tinggi, Jakarta.
Ketaren, Samuel Evans, Posma Marbun, and Purba Marpaung. 2014. Klasifikasi
Inceptisol Pada Ketinggian Tempat yang Berbeda di Kecamatan Lintong
Nihuta Kabupaten Hasundutan. Jurnal Agroekoteknologi. Vol. 24.

Resman, A.S. Syamsul, dan H.S. Bambang. 2006. Kajian Beberapa Sifat Kimia dan Fisika
Inceptisol pada Toposekuen Lereng Selatan Gunung Merapi Kabupaten Sleman. Jurnal Ilmu
Tanah dan Lingkungan. Vol. 6 No. 2 Hal.101 – 108.
ACARA IV
KUALITAS KIMIA TANAH
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Antara manusia dengan tanah terdapat saling ketergantungan satu sama lain, kita tergantung
dari tanah dan sebaliknya tanah-tanah yang baik dan subur tergantung dari cara manusia
menggunakan tanah tersebut. Dengan bertambah majunya peradaban manusia dan sejalan dengan
perkembangan pertanian yang juga disertai perkembangan penduduk yang sangat pesat maka
memaksa manusia mulai menghadapi masalah-masalah tentang tanah, terutama untuk pertanian
sebagai mata pencaharian misalnya adalah makin banyaknya tanah kritis yang dulunya subur.
Semuanya ini adalah tanah tanpa memperhatikan pedoman pengolahan tanah maupun karena
kesewenang-wenangan manusia terhadap tanah.
Kerusakan tanah yang terjadi diseluruh Indonesia terjadi seringkali karena ulah manusia itu
sendiri. Misalnya penebangan hutan yang menyebabkan terjadinya erosi sehingga terjadi
pengurangan unsure hara dalam tanah, karena telah terjadi pelindian oleh air hujan yang tidak
tertahan oleh tanaman, akibat vegetasi yang ada telah habis dibabat. Sehingga kesuburan tanah
hilang.
Dengan banyaknya permasalahan yang muncul, maka orang mulai mengadakan suatu
perbaikan kesuburan tanah. Hal ini dapat dilakukan dengan mempelajari dan mengadakan
penelitian tentang tanah secara lebih dekat sehingga kita dapat mengetahui faktor – faktor yang
mempengaruhi perkembangan tanah dan kesuburan tanah yang meliputi faktor fisika, kimia dan
biologi. Hubungan antara faktor – faktor tersebut harus diperhatikan serta memperhatikan kaidah
penggunaan dan pengolahan tanah sehingga kelestarian tanah dapat terjaga.

1.2 Tujuan
1. Agar mahasiswa mengetahui metode selidik cepat kualitatif terhadap 6
macam tanah yang tersedia
2. Agar mahasiswa terampil menguji tanah dengan metode selidik cepat
kualitatif di laboratorium.
3. Agar mahasiswa dapat membandingkan sifat-sifat utama tanah dari 6
contoh tanah.
4. Agar mahasiswa dapat memperkirakan proses-proses pedogenesa
yang mungkin terjadi dari sifat-sifat tanah yang diuji.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman untuk pertumbuhannya jelas memerlukan unsur hara. Dari tujuh belas unsur
hara yang diperlukan tanaman, 7 diantaranya diperlukan dalam jumlah yang begitu kecil sehingga
disebut unsur hara mikro atau unsur jarang. Unsur tersebut adalah besi (Fe), mangan (Mn), seng
(Zn), tembaga (Cu), boron (B), Molibden (Mo), kobalt (Co) dan klor (Cl). Unsur lain seperti
silikon, vanadium dan natrium rupanya menunjang pertumbuhan spesies tertentu. Unsur lain
misalnya Iodium (I) dan fluor (F) ternyata sangat diperlukan oleh hewan tetapi tidak diperlukan
oleh tanaman. Sedangkan 10 unsur lainnya disebut unsur hara makro karena dibutuhkan dalam
jumlah yang banyak yaitu karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), fofat (P), kalium
(K), kalsium (Ca), magnesium (Mg) dan sulfur (S). Tujuh belas unsur hara tersebut disebut unsur
hara esensial yaitu unsur hara yang sangat diperlukan oleh tanaman, fungsinya dalam tanaman
tidak dapat digantikan oleh unsur lain dan apabila tidak terdapat dalam jumlah yang cukup di
dalam tanah maka tanaman tidak akan tumbuh dengan normal (Agus. dkk, 2015).
Bahan organik tanah adalah fraksi organik tanah yang berasal dari biomassa tanah dan
biomassa luar-tanah. Biomassa tanah adalah massa total flora dan fauna tanah hidup serta bagian
vegetasi yang hidup dalam tanah (akar). Biomassa luar tanah adalah massa bagian vegetasi yang
hidup di luar tanah (daun, batang, cabang, ranting, bunga, buah dan biji). Bahan organik dibuat
dalam organisme hidup dan tersusun atas banyak sekali senyawa karbon ( Notohadiprawiro, 2000
).
Bahan organik tanah regosol bergantung pada bahan induknya yaitu abu vulkan, mergel
atau napal dan pasir pantai. Akan tetapi biasanya tanah regosol miskin hydrogen. Kandungan
unsur hara tanah latosol pada umumnya rendah sampai sedang. Kandungan bahan organik tanah
mediteran umumnya rendah sampai sangat rendah. Pada horizon A atau lapisan tanah atas
mengandung paling tinggi 3 persen. Kandungan bahan organik lapisan tanah atas tanah grumusol
pada umumnya rendah, yaitu 1 - 3,5 persen. Kandungan unsur hara tanah andosol adalah sedang
sampai tinggi, yaitu antar 11-20 persen ( Bale, 1996 ).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum mata kuliah Ilmu Tanah Hutan ini dilaksanakan pada :
Hari/tanggal : Minggu,20 Mei 2018
Waktu : 08.00 Wib
Tempat : Bukit Daun di,Kabupaten kepahiang kota bengkulu.Indonesia.

3.2 Alat dan Bahan


1. Larutan H2O2 10 %.
2. Larutan HCL 2N atau 10 %.
29
3. Larutan K3Fe(CN)6 0,5%
4. Larutan KCNS 10%
5. Larutan a a dipiridil
6. Larutan NaOH 40 %
7. Larutan H2O2 3 %.
8. Soil Munsell Colour Chart
9. Kertas HVS/kertas saring
3.3 Cara kerja
3.3.1 Penentuan Bahan Organik
1. Mengambil sebongkah tanah, kira-kira 5 gram.
2. Meratakan tanah pada alas kertas (saring)
3. Menetesi tanah dengan kamikala H2O2 10 %.
4. Mengamati pembuihan pada tanah.
5. Mencatat perbandingan banyaknya buih antar sampel
3.3.2 Penentuan Kapur (CaCO3)
1. Mengambil sebongkah tanah, kira-kira 5 gram.
2. Meratakan tanah pada alas kertas yang kering (saring)
3. Menetesi tanah dengan kamikalia HCL 2N atau 10 %.
4. Mengamati percikan dan suara desis pada tanah yang ditetesi.
5. Mencatat perbandingan banyaknya percik dan kerasnya desis antara
sampel contoh tanah yang satu dengan yang lainnya. Yang memercik
banyak dan bersuara desis lebih keras diberi tanda (+) lebih banyak,
dan yang tidak bereaksi diberi tanda negatif (-).
3.3.3Penentuan Ferro dan Ferri
1. Mengambil sebongkah tanah kira-kira 5 gram.
2. Meratakan tanah pada alas kertas (saring)
3. Menetesi tanah dengan kemikalia HCL 2N kemudian dengan
K3Fe(CN)6 0,5% untuk menguji Ferro ( Fe2+ ) dan dengan KCNS 10%
untuk pengujian Ferri (Fe3+).
4. Mengamati, warna pengujian ferro adalah biru, dan warna pengujian
ferri adalah merah
5. Penafsiran hasil :
- Hanya timbul warna merah : suasana oksidatif (oksik)mutlak (O3)
- Merah nyata disertai hijau : suasana oksik kuat (O2)
- Merah nyata disertai biru : suasana oksik sedang (O1)atau reduktif (anoksik)
sedang (R1)
- Biru nyata disertai merah jambu : suasana anoksik kuat (R2)
- Hanya timbul warna biru nyata : suasana anoksik mutlak (R3)
Catatan :
Larutan K3Fe(CN)6 0,5% berwarna kuning sehingga warna kuning saja
bukan warna reaksi ferro. Reaksi ferro lemah menimbulkan warna hijau
karena biru campur kuning menjadi hijau.
3.3.4. Pengamatan Gleisasi
1. Mengambil sebongkah tanah kira-kira 5 gram.
2. Meratakan tanah pada alas kertas yang kering (saring)
3. Menetesi tanah dengan kamikalia HCL 2N atau 10 %, kemudian dengan alfa-alfa dipiridil.
4. Mengamati warna merah di sebalik kertas yang berisi tanah teruji.
5. Mencatat perbandingan intensitas warna merah antara sampel yang satu dengan yang lainnya.
Yang kuat diberi tanda positif (+) , dan yang tidak bereaksi diberi tanda negatif (-)
Keterangan :
alfa alfa dipiridil adalah zat beracun, maka harus dijaga jangan sampai terhisap atau terkena
kulit
3.3.5 Pengamatan Si
1. Mengambil sebongkah tanah kira-kira 5 gram.
2. Meratakan tanah pada alas kertas (saring)
3. Menetesi tanah dengan kamikalia NaOH 40 %.
4. Mengamati percikan pada tanah.
5. Mencatat perbandingan banyaknya percik antara sampel contoh tanah yang satu dengan yang
lainnya. Yang kuat diberi tanda (+) lebih banyak, dan yang tidak bereaksi diberi tanda negatif (-).
3.3.6Penentuan Mn
1. Mengambil sebongkah tanah kira-kira 5 gram.
2. Meratakan tanah pada alas kertas (saring).
3. Menetesi tanah dengan kemikalia H2O2 3%.
4. Mengamati percikan pada tanah.
5. Mencatat perbandingan banyaknya percik antara sampel contoh tanah yang satu dengan yang
lain. Yang kuat diberi tanda positif (+), dan yang tidak bereaksi diberi tanda negatif (-).
3.3.7 Penentuan warna tanah
1. Mengambil sebongkah tanah lembab.
2. Membandingkan tanah dengan warna tanah pada Soil Munsell Colour
Chart.
3. Mencatat sebutan dan nilai warna kuantitatifnya (Hue, Value dan
Chromanya).
4. Apabila ada bercak tanah maka dicari warna matrik (utama) dahulu
baru warna bercaknya

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Hutan alam
No. Variabel Horizon (Lapisan)

O A B

1. Bahan organik

2. pH 6 6 6

Hutan pinus
No. Variabel Horizon (Lapisan)

A E AB BA B

1. Bahan organik + + + + -

2. pH 6,9 7,2 7,3 7,5 7,7

4.2 Pembahasan
Dari hasil percobaan yang kami lakukan pada hutan pinus Ph sampel tanah A=6,9 ,Ph
sampel tanah E= 7,2 ,Ph sampel tanah AB = 7,3 pH sampel tanah BA = 7,5 pH sampel tanah B =
7,7.Dan pada daerah hutan alam Ph sampel tanah O,A,dan B = 6. Kisaran pH tanah dapat dibatasi
pada dua ekstrim. Kisaran pH tanah mineral biasanya terdapat antar pH 3,5 sampai 10 atau lebih,
untuk tanah gambut kisaran pH nya adalah sekitar kurang dari 3,0 , sebaliknya tanah alkalin
biasanya bisa menunjukan pH lebih dari 11,0 . secara sederhana kisaran pH tanah itu ditunjukan
pada gambar 7-3 . kisara pH tanah mineral di daerah basah berbeda dengan daerah kering .
diwilayah basah kisaran pH itu berada antara sedikit dibawah 5 hingga sedikit diatas 7 .
sedangkan di wilayah kering berada sedikit antara di bawah 7 dan diatas 9. (Hardjowigeno, 2003)
Pertumbuhan tanaman dipengaruhi pH tanah melalui dua cara yaitu : pengaruh langsung
ion hidrogen dan pengaruh tidak langsung yaitu tidak tersedianya unsur hara tertentu dan adanya
unsur hara yang beracun.
Dari berbagai hasil penelitian di amerika latin dan puerto rico diketahui batas maksimum
pH tanah kapur ( adam dan pearson , 1967 ) .batas pH yang dimaksud menunjukan bahwa diatas
pH ini tanamanyang bersangkutan tidak lagi memerlukan kapur. Sebaliknya bila pH tanah
dibawah nilai ini pertumbuhannya akan terganggu jika tidak diberi kapur.
Kebanyakan tanaman toleran pada pH yang ekstrim, tinggi dan rendah , asalkan dalam tanah
tersebu tersedia hara yang cukup . sayangnya tersedianya unsur hara yang cukup itu dipengaruhi
oleh pH . beberapa unsur hara tidak tersedia pada pH ekstrim, dan beberapa unsur lainnya berada
pada tingkat meracun .
Perharaan yang sangat dipengaruhi oleh pH antara lain adalah :
a. Kalsium dan magnesium dapat ditukar
b. Alumunium dan unsur mikro
c. Ketersediaan fosfor
d. Perharaan yang bersifat atau berkaitan dengan kegiatan jasad mikro.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Tanah mineral memiliki kadar pH yang lebih tinggi daripada tanah gambut baik
dilihat dari segi kemasaman aktifnya ataupun jika dilihat dari segi kemasaman potensialnya.
2. Tanah mineral memiliki jumlah kapasitas basa yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan
tanah gambut, hal ini berhubungan dengan kation-kation yang dipertukarkan dalam tanah. Pada
tanah mineral kation-kation yang dipertukarkan adalah unsur-unsur hara yang bersifat basa
sedangkan tanah gambut kation-kation yang dipertukarkan berupa asam-asam organik H+ dan ion
hidroksil Al3+ dan Fe3+.
3. Tanah mineral pada memiliki jumlah kapasitas tukar kation yang lebih rendah jika
dibandingkan dengan tanah gambut, hal ini berhubungan dengan proses humifikasi pada tanah
gambut.
4. Tanah mineral memiliki kadar P yang lebih rendah daripada tanah gambut.

5.2 Saran
Usahakan pratikan memperhatikan dengan seksama agar dapat dipahami.

DAFTAR PUSTAKA

Bale, Anwar. 1996. Petunjuk Praktikum Ilmu Tanah Hutan. Fakultas Kehutanan.
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Notohadiprawiro, Tejoyuwono. 2000. Tanah dan Lingkungan. Pusat Studi Sumber
Daya Lahan, UGM. Yogyakarta.
Agus, Cahyono. 2015. Petunjuk Praktikum Ilmu Tanah Hutan. Fakultas Kehutanan.
Yogyakarta
ACARA V
KUALITAS FISIKA TANAH
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanah adalah suatu benda alami yang terdapat di permukaan kulit bumi, yang tersusun dari
bahan-bahan mineral sebagai hasil pelapukan sisa tumbuhan dan hewan, yang merupakan
medium pertumbuhan tanaman dengan sifat-sifat tertentu yang terjadi akibat gabungan dari
faktor-faktor iklim, bahan induk, jasad hidup, bentuk wilayah dan lamanya waktu pertumbuhan.
Tanah bersifat dinamis, dimana tanah mengalami perkembangan setiap waktunya.
Karakteristik tanah di setiap daerah tentunya berbeda dengan daerah lainnya. Tanah dapat
dikelompokkan berdasarkan ciri-ciri atau sifat-sifat yang dimilikinya. Ilmu yang mempelajari
tentang proses-proses pembentukan tanah dan faktor-faktor yang mempengaruhinya disebut
genesis tanah.
Tanah terdiri dari tiga komponen: padat (butir pasir, debu, liat dan bahan organik), cair (air di
dalam pori tanah), dan udara (di dalam pori atau rongga tanah). Penelitian tanah pada umumnya
dimulai dengan pengamatan profil tanah di lapangan. Profil tanah terdiri dari beberapa horizon
tanah yang kurag lebih sejajar dengan permukaan tanah dan dibedakan satu sama lain atas dasar
warna, struktur, tekstur Dan lain-lain.

1.2 Tujuan
Untuk mempelajari cara klasifikasi suatu tanah pada suatu wilayah dengan cara mengamati
profil tanah, yang dibagi atau dibatasi per lapisan dengan mengamati beberapa parameter
diantaranya warna tanah, tekstur, struktur, konsistensi, dan lain-lain.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Apabila kita menggali lubang pada tanah, maka kalau kita perhatikan dengan teliti pada
masing-masing sisi lubang tersebut akan terlihat lapisan-lapisan tanah yang mempunyai sifat
yang berbeda-beda. Di suatu tempat ditemukan lapisan pasir berselang-seling dengan lapisan liat,
lempung atau debu, sedang di tempat lain ditemukan tanah yang semuanya terdiri dari liat, tetapi
di lapisan bawah berwarna kelabu dengan bercak-bercak merah, di bagian tengah berwarna
merah, dan lapisan atasnya berwarna kehitam-hitaman. Lapisan-lapisan tersebut terbentuk karena
dua hal yaitu (Hardjowigeno, 1987).
Struktur tanah dapat dibagi dalam struktur makro dan mikro. Struktur makro/struktur lapisan
bawah tanah adalah penyusunan agregat-agregat tanah satu dengan yang lainnya sedangkan
struktur mikro adalah penyusunan butir-butir primer tanah ke dalam butir-butir majemuk/agregat-
agregat yang satu sama lain dibatasi oleh bidang-bidang belah alami.
Struktur tanah menggambarkan cara bersatunya partikel-partikel primer tanah (pasir, debu dan
liat) menjadi butir-butir (agregat) tanah. Agregat yang terbentuk secara alami dinamakan ped.
Struktur tanah dijelaskan dalam bentuk ukuran dan tingkatan perkembangan ped (Tym, 2001).
Sifat – sifat fisika tanah terdiri dari :
1.Batas - batas horison, dalam pengamatan tanah di lapangan ketajaman peralihan horison –
horison ini diberikan kedalam beberapa tingkatannya yaitu ( lebar peralihan kurang dari 2,5 cm
dan berangsur )
2.Warna tanah merupakan petunjuk beberapa sifat tanah karna warna tanah menunjukan apabila
makin tinggi bahan organik, warnah tanah semakin gelap. Di daerah berdrainase buruk yaitu
daerah yg selalu tergenang air seluruh tanah berwarna abu-abu karna senyawa Fe terdapat dalam
keadaan reduksi. Pada tanah yang berdrainase baik yaitu tanah yang tidak pernah terendam air
Fe terdapat dalam keadaan oksidasi.
3.Tesktur tanah, tekstur tanah menujukkan halus kasarnya tanah dari fraksi tanah halus (2mm).
Tanah dikelompokkan kedalam beberapa tekstur tanah yaitu: kasar, agak kasar, sedang, agak
halus dan halus.
4.Struktur tanah merupakan gumpalan kecil dari butir butir tanah . Struktur ini terjadi karena
butir butir pasir, debu dan liat terikat satu sama lain oleh suatu perekat seperti bahan organik
oksida besi dan lain lain.
5.Konsistensi menunjukkan kekuatan daya kohesi butir – butir tanah dengan benda lain. Tanah
yang mempunyai konsistensi baik umumnya mudah di olah dan tidak melekat pada alat pengolah
tanah.
6.Drainase tanah. Klas drainase ditentukan dilapangan dengan melihat adanya gejala gejala
pengaruh air dalam penampang tanah.
Bulk density (kerapatan lindat). Menunjukan perbandingan antara berat tanah kering
dengan volume tanah termasuk volume pori – pori tanah. Bulk density merupakan petunjuk
kepadatan tanah (Hardjowigeno, 1987).
Hasil pelapukan batuan-batuan yang bercampur dengan sisa batuan dari organisme yang
hidup diatasnya. Selain itu, terdapat pula udara dan air di dalam tanah. Air dalam tanah berasal
dari air hujan yang ditahan oleh tanah sehingga tidak meresap ketempat lain, disamping
pencampuran bahan organik di dalam proses pembentukan tanah, terbentuk pula lapisan-lapisan
tanah (Hardjowigeno, 1987).
Pembentukan lapisan atau perkembangan horizon dapat membangun tubuh alam yang
disebut tanah. Tiap tanah dicirikan oleh susunan tertentu horizon. Secara umum dapat disebutkan
bahwa setiap profil tanah terdiri atas dua atau lebih horizon utama. Tiap horizon dapat dibedakan
berdasarkan warna, tekstur, struktur dan sifat morfologis lainnya (Pairunan, 1985).
Pengenalan profil tanah secara lengkap meliputi sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.
Pengenalan ini penting dalam hal mempelajari pembentukan dan klasifikasi tanah dengan
pertumbuhan tanaman serta kemungkinan pengolahan tanah ulang lebih tepat. Adapun faktor-
faktor pembentuk tanah yaitu, bahan induk, organisme, topografi, iklim, waktu. Adanya beberapa
tingkatan atau variasi faktor-faktor pembentuk tanah maka potensi untuk membentuk berbagai
jenis tanah yang berbeda adalah amat besar (Foth, 1998).
Faktor-faktor pembentukan tanah
1.Bahan Induk
Keadaan alami bahan induk akan mempunyai pengaruh terputus pada sifat-sifat tanah
muda, mereka dapat memakai satu pengaruh pada tanah-tanah tua yang ada. Sifat bahan induk
yang memakai satu pengaruh yang mendalam pada perkembangan tanah termasuk tekstur,
komposisi mineral dan tingkat stratifikasi. Pembentukan tanah dapat dimulai segera setelah
penimbunan abu vulkanik, tetapi harus menunggu penghancuran batuan keras secara fisik dimana
granit dibuka. Selama stadium awal pembentukan tanah, penghancuran dapat membatasi laju dan
kedalaman perkembangan tanah, dimana laju dan penghancuran batuan melebihi laju
perpindahan bahan oleh erosi, tanah-tanah produktif dengan solum tebal dapat berkembang dari
batuan dasar.

2.Iklim
Pengaruh iklim yang penting yang mempengaruhi pembentukan tanah adalah dan
temperatur. Iklim juga mempengaruhi pembentukan tanah secara tidak langsung yang
menentukan vegetasi alami. Tidaklah terlalu mengejutkan bahwa terdapat beberapa penyebaran
iklim, vegetasi dan tanah yang paralel di permukaan bumi. Setiap kenaikan 10°C akan menaikkan
laju reaksi kimia dua sampai tiga kali. Meningkatnya pelapukan dan kandungan liat terjadi
dengan meningkatnya rata-rata temperatur tanah. Rupanya hanya tanah-tanah yang sangat muda
mempunyai pengaruh iklim yang konstan selama genesa tanah.
3.Organisme
Tanaman mengabsorbsi unsur hara dari tanah dan mengangkut nutrien ke tajuk tanaman,
bila tajuk mati dan jatuh ke permukaan tanah perombakan bahan organik akan melepaskan unsur
hara untuk kesuburan dirinya sendiri.Profil tanah rumput mengandung lebih banyak bahan
organik terdistribusi lebih uniform di dalam tanah daripada tanah hutan. Tanah dengan vegetasi
hutan mempunyai kira-kira separuh dari kandungan bahan organik dan terdistribusi tidak merata
dengan tingkat perkembangan profil tanah lebih sempurna. Horizon-horizon pada solum lebih
asam dan % jenuh basa yang rendah dan lebih banyak liat yang dipindahkan dari horizon A ke
horizon B. Fungsi utama organisme hidup adalah untuk menyediakan bahan organik bagi soil.
Humus akan menyediakan nutrien dan membantu menahan air. Tumbuhan membusuk akan
melepaskan asam organik yang meningkatkan pelapukan kimiawi. Hewan penggali seperti semut,
cacing, dan tikus membawa partikel soil ke permukaan dan mencampur bahan organik dengan
mineral.
4.Topografi
Topografi mengubah perkembangan profil tanah dalam tiga cara, yaitu (1) dengan
mempengaruhi jumlah presipitasi yang diabsorbsi dan ditahan dalam tanah, oleh karenanya
mempengaruhi kelembaban, (2) dengan mempengaruhi kecepatan perpindahan tanah oleh erosi,
(3) dengan mengarahkan gerakan bahan-bahan dalam suspensi atau larutan dari daerah yang satu
ke daerah yang lain. Pada skope yang lebih besar terjadi penghanyutan (erosi) tanah secara
kontinue sehingga akan muncul soil-soil kepermukaan tanah dan peristiwa ini akan memodifikasi
profil. Konsekuensinya tanah-tanah pada kemiringan besar memiliki solum yang tipis dengan
kandungan bahan organik yang rendah dibandingkan dengan tanah pada bergelombang dan datar.
Drainase yang baik, warna bahan tanah pada daerah-daerah rendah akan berubah dari kuning
merah dan cokelat, menunjukkan aerasi tanah yang baik dengan kondisi oksidasi. Drainase buruk,
berwarna kelabu dan ditemukannya sejumlah karatan-karatan berwarna kuning sebagai akibat
reduksi besi ferri menjadi besi ferro.
5.Waktu
Tanah sebagai hasil evolusi berubah secara tetap seperti perubahan bentuk bumi. Mereka
mempunyai siklus hidup dengan keadaan yang sama dimana bentuk muka bumi lambat laun
menembus suatu siklus. Siklus hidup tanah teristimewa termasuk stadium bahan induk, tanah
muda, tanah matang dan tanah tua. Pada tanah-tanah muda kandungan bahan organik meningkat
dengan cepat sebab laju pertambahan melebihi laju dekomposisi. Kematangan dicirikan oleh
kandungan bahan organik yang konstan sebagai penambah diimbangi oleh yang hilang. Unsur
yang tua dicirikan oleh kandungan bahan organik yang rendah dan menurun yang menunjukkan
bahwa laju pertambahan susut dari tanah menjadi lebih mudah dilapukkan ( Foth, 1998).
Air tanah merupakan salah satu bagian penyusun tanah. Air tanh hamper seluruhnya
berasal dari udara dan atau atmosfer terutama didaerah tropis air hujan itu dapat mrembes ke
dalam tanah yang disebut infiltrasi. Sedangkan sisanya mengalir di permukaan tanah sebagai
aliran permukaan tanah (run off). Air infiltrasi tadi bila dalam jumlah banyak dan terus merembes
kedalam tanah secara vertical dan meninggalkan daerahnya perakaranya yang disebut perkolasi,
yang akhirnya sampai pada lapisan yang kedap air yang kemudian ekumpul disitu menhjadi air
tanah atau sering disebut ground water. Mengetahui banyaknya air di dalam tanah yang tersedia
bagi tanaman adalah penting sekali terutama dalam hal penentuan pemberian air pada tanaman
atau pengairan tanaman agar supaya tidak terjadi kelebihan ataupun kekurangan air ( Foth, 1998
).
Material yang tercuci ke bawah ini berkumpul pada horizon B, atau zona akumulasi.
Lapisan ini kadang agak melempung dan berwarna merah/coklat karat akibat kandungan hematit
dan limonitnya. Kalsit juga dapat terkumpul di horizon B. Horizon ini sering disebut subsoil.
Pada horizon B, material Bumi yang masih keras (hardpan), dapat terbentuk pada daerah dengan
iklim basah di mana mineral lepung, silika dan oksida besi terakumulasi akibat pencucian dari
horizon E. Lapisan hardpan ini sangat sulit untuk digali/dibor. Akar tumbuhan akan tumbuh
secara lateral di atasnya dan bukannya menembus lapisan ini; pohon-pohon berakar dangkal ini
biasanya terlepas dari akarnya oleh angin (Pairunan, 1985).
Horizon Tanah adalah tanah terdiri dari lapisan berbeda horisontal, pada lapisan yang
disebut horizons. Mereka mulai dari kaya, organik lapisan atas (humus dan tanah) ke lapisan
yang rocky (lapisan tanah sebelah bawah, dan regolith bedrock) . Asam organik dan CO2 yang
diproduksi oleh tumbuhan yang membusuk pada topsoil meresap ke bawah ke horizon E, atau
zona pencucian, dan membantu melarutkan mineral seperti besi dan kalsium. Pergerakan air ke
bawah pada horizon E membawa serta mineral terlarut, juga mineral lempung berukuran halus,
ke lapisan di bawahnya. Pencucian (atau eluviasi) mineral lempung dan terlarut ini dapat
membuat horizon ini berwarna pucat seperti pasir ( Hakim, 2007).
Air tersedia biasanya dinyatakan sebagai air yang terikat antara kapasitas lapangan dan
koefisien layu. Kadar air yang diperlukan untuk tanaman juga bergantung pada pertumbuhan
tanaman dan beberapa bagian profil tanah yang dapat digunakan oleh akar tanaman. Tetapi untuk
kebanyakan mendekati titik layunya, absorpsi air oleh tanaman kurang begitu cepat, dapat
mempertahankan pertumbuhan tanaman. Penyesuaian untuk menjaga kehilangan air di atas titik
layunya telah ditunjukkan dengan baik ( Buckman, 1992 ).
Struktur tanah, warna tanah, dan kedalaman/solum tanah menentukan besar kecilnya air
limpasan permukaan dan laju penjenuhan tanah oleh air. Pada tanah bersolum dalam (>90 cm),
struktur gembur, dan penutupan lahan rapat, sebagian besar air hujan terinfiltrasi ke dalam tanah
dan hanya sebgian kecil yang menjadi limpasan permukaan (longsor). Sebaliknya, pada tanah
bersolum dangkal struktur padat, dan penutupan lahan kurang rapat, hanya sebagian kecil air
hujan yang terinfiltrasi dan sebgian besar menjadi aliran permukaan (longsor). Macam-macam
struktur tanah yaitu granular,kubus, lempeng dan prisma
Kadar air tanah dinyatakan dalam persen volume yaitu persentase volume air terhadap
volume tanah. Cara ini mempunyai keuntungan karena dapat memberikan gambaran tentang
ketersediaan air bagi tanaman pada volume tanah tertentu. Cara penetapan kadar air dapat
dilakukan dengan sejumlah tanah basah dikering ovenkan dalam oven pada suhu 1000 C – 1100
C untuk waktu tertentu. Air yang hilang karena pengeringan merupakan sejumlah air yang
terkandung dalam tanah tersebut. Air irigasi yang memasuki tanah mula-mula menggantikan
udara yang terdapat dalam pori makro dan kemudian pori mikro. Jumlah air yang bergerak
melalui tanah berkaitan dengan ukuran pori-pori pada tanah. Air tambahan berikutnya akan
bergerak ke bawah melalui proses penggerakan air jenuh. Penggerakan air tidak hanya terjadi
secara vertikal tetapi juga horizontal. Gaya gravitasi tidak berpengaruh terhadap penggerakan
horizontal (George, 1980 ).
Kemampuan tanah menahan air dipengaruhi antara lain oleh tekstur tanah. Tanah-tanah
bertekstur kasar mempunyai daya menahan air lebih kecil daripada tanah bertekstur halus. Oleh
karena itu, tanaman yang ditanam pada tanah pasir umumnya lebih mudah kekeringan daripada
tanah-tanah bertekstur lempung atau liat. Kondisi kelebihan air ataupun kekurangan air dapat
mengganggu pertumbuhan tanaman. Ketersediaan air dalam tanah dipengaruhi: banyaknya curah
hujan atau air irigasi, kemampuan tanah menahan air, besarnya evapotranspirasi (penguapan
langsung melalui tanah dan melalui vegetasi), tingginya muka air tanah, kadar bahan organik
tanah, senyawa kimiawi atau kandungan garam-garam, dan kedalaman solum tanah atau lapisan
tanah ( Hajari, 2002).
Klasifikasi struktur tanah (bukan klasifikasi tanah yang cocok untuk usaha pertanian) sangat
berkaitan dengan klasifikasi lapangan yang digunakan bagi peelaahan morfologi tanah. Secara
umum komponen pengklasifikasian tanah meliputi :
1. Tipe struktur meliputi bentuk dan susunan agregat.
2. Kelas struktur meliputi ukuran.
3. Derajat struktur yaitu kemantapan atau kekuatan agregat (Kartaspoetra dan Mulyani,
1987).
Struktur tanah merupakan gumpalan kecil dari butir-butir tanah. Gumpalan struktur ini terjadi
karena butir-butir pasir, debu dan liat terikat satu sama lain oleh suatu perekat seperti bahan
organik, oksida-oksida besi dan lain-lain. Gumpalan-gumpalan kecil ini mempunyai bentuk,
ukuran, dan kemantapan ketahanan yang berbeda-beda. Terdapat beberapa bentuk struktur tanah
yaitu :
1. Bentuk lempeng (platy)
Sumbu vertikal < sumbu horizontal. Ditemukan di horizon E atau pada lapisan padas liat.
2. Prisma
Sumbu vertikal > sumbu horizontal, bagian atasnya rata. Ditemukan di horizon B pada tanah
daerah iklim kering.
3. Gumpal bersudut
Bentuknya menyerupai kubus dengan sudut-sudut tajam. Sumbu vertikal = sumbu horizontal.
Ditemukan di horizon B pada tanah daerah iklim basah.
4. Gumpal membulat
Bentuknya menyerupai kubus dengan sudut-sudut membulat. Sumbu vertikal = sumbu
horizontal. Terdapat pada tanah horizon B umumnya tanah pada daerah iklim basah.
5. Granuler
Berbentuk bulat dengan porous.
6. Remah
Berbentuk bulat dengan sangat porous.
Struktur lempeng mempunyai ketebalan kurang dari 1 mm sampai lebih dari 10 mm. Prisma
dan tiang antara kurang dari 10 mm sampai lebih dari 100 mm. Gumpal antara kurang dari 100
mm sampai lebih dari 50 mm. Granuler kurang dari 5 mm sampai lebih dari 50 mm. Granuler
kurang dari 1 mm sampai lebih dari 10 mm. Remah kurang dari 1 mm sampai lebih dari 5 mm
(Reysia, 1987).
Tingkat perkembangan struktur ditentukan berdasar atas kemantapan atau ketahanan
bentuk struktur tanah tersebut terhadap tekanan. Ketahanan struktur tanah dibedakan menjadi
tingkat perkembangan lemah (butir-butir struktur tanah mudah hancur), tingkat perkembangan
sedang (butir-butir struktur tanah agak sukar hancur), dan tingkat perkembangan kuat (butir-butir
struktur tanah sukar hancur). Hal ini sesuai dengan jenis tanah dan tingkat kelembaban tanah.
Tanah-tanah permukaan yang banyak mengandung humus biasanya mempunyai tingkat
perkembangan yang kuat. Tanah yang kering umumnya mempunyai kemantapan yang lebih
tinggi daripada tanah basah. Jika dalam mennetukan kemantapan struktur tidak disebutkan
kelembabannya, biasanya dianggap tanah dianggap dalam keadaan mendekati kering atau sedikit
lembab, karena dalam keadaan tersebut struktur tanah dalam keadaan yang paling baik (Louca,
2004).
Ada enam horizon dan lapisan utama dalam tanah yang masing-masing diberi symbol dengan
satu huruf capital yaitu (dari atas ke bawah) O, A, E, B, C dan horizon yang berbentuk batuan
atau horizon R.Horizon C merupakan suatu lapisan yang sukar dipengaruhi oleh proses-proses
pembentukan tanah dan tidak memiliki sifat-sifat horizon lainnya.
Menurut Henry D Foth, factor-faktor perkembangan profil tanah yaitu :
1). Iklim, faktor yang paling menentukan dalam perkembangan profil tanah, oleh karenanya
karakteristik umum suatu tanah sanagt tergantung pada perubahan kondisi iklim.
2). Tekstur tanah, menunjukkan kasar halusnya dari fraksi tanah halus. Teristimewa tekstur
merupakan perbandingan relative pasir, debu dan liat atau kelompok partikel-partikel sekunder
dengan ukuran lebih kecil dari kerikil.
3). Struktur tanah menunjukkan kombinasi atau susunan partikel-partikel tanah primer sampai
pada partikel-partikel sekunder atau agregat.
4).Warna tanah, sifat tanah nyata dan mudah dikenali.
5).Batas lapisan tanah. ( Foth, 1998 ).

BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum mata kuliah Ilmu Tanah Hutan ini dilaksanakan pada :
Hari/tanggal : Minggu,20 Mei 2018
Waktu : 08.00 Wib
Tempat : Bukit Daun di,Kabupaten kepahiang kota bengkulu.Indonesia.

3.2 Alat dan Bahan


3.3 Cara kerja
BATAS LEKAT TANAH (BL)
Alat dan Perlengkapan :
Sebuah colet yang mengkilat bersih dan permukaanya rata (sebaiknya
dari nikel), 2 buah penimbang, sebuah botol pemancar air, sebuah
timbangan analitis (teliti sampai 0,0001 g) sebuah dapur pengering, sebuah
eksikator.
Bahan : Pasta tanah sisa acara batas cair tanah.
Cara Kerja :
1. Mengambil sisa pasta tanah acara BT, gumpalkan dalam tangan dan tusukkan colet ke
dalamnya sedalam 2,5 cm dengan kecepatan 1 cm/detik. Dapat juga dijalankan dengan
menggumpal-gumpalkan pasta dengan ujung colet sepanjang 2,5 cm ada didalamnya dan
kemudian colet ditarik secepat 0,5 detik.
2. Memeriksa permukaan colet :
a. Bersih, tidak ada tanah lebih kering dari BL.
b. Tanah atau suspensi tanah melekat, berarti pasta tanah lebih basah dari BL.
3. Tergantung dari hasil pemeriksaan dalam langkah ke-2 pasta tanah dibasahi atau dikurangi
kelembabannya, dan langkah ke-1 diulangi lagi sampai dicapai keadaan di permukaan colet di
sebelah ujungnya melekat suspensi tanah seperti dempul sepanjang kira-kira 1/3 x dalamnya
penusukan (kira-kira 0,8 cm).
4. Mengambil tanah sekitar tempat tusukan sebanyak kira-kira 10 g dan tetapkan kadar lengasnya
seperti dalam acara kadar lengas.
5. Mengerjakan lagi langkah-langkah ke-1 s/d ke-4 sebagai duplo. Hasil duplo dengan yang
pertama tidak bolah berselisih lebih dari 1%. Kalau lebih, harus diulangi lagi sampai diperoleh 2
pengamatan yang selisihnya tidak lebih dari 1%.
Perhitungan : Dari pengamatan itu hitunglah kadar lengas rata-ratanya
dan ini adalah BL-nya.
Catatan : Kecepatan penusukan-penarikan colet penting karena kecepatan pergeseran dapat
mempengaruhi kemungkinan tanah melekat
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1Hasil Pengamatan

Hutan alam
No. Variabel Horizon (Lapisan)

O A B
1 Ketebalan (cm)
2 Kelas tekstrur
3 Struktur
4 Warna
5 Plastisitas
6 Batas lekat
7 Kadar lengas
8 Berat volume
9 Kelembaban 2 5,5 4,5

Hutan pinus
No. Variabel Horizon (Lapisan)
A E AB BA B
1 Ketebalan (cm) 12 10 8 13 57
2 Kelas tekstrur Geluh Geluh Geluh Geluh Lepung
pasiran pasiran
3 Struktur Debu pasir Debu pasir Debu Debu Liat
liat liat pasiran pasiran
liat
4 Warna Gray Gray Yellow Yellow Yellow
redis redis redis
5 Plastisitas Agak Agak Sedang Sedang Plastis
plastis plastis
6 Batas lekat
7 Kadar lengas
8 Berat volume
9 Kelembaban 6,7 6,3 6,1 5,8 5,3

4.2 Pembahasan
Pengamatan pada profil tanah di lapangan merupakan cara untuk menentukan sifat-sifat
fisika tanah,dimana hanya dengan mengamati sifat-sifat fisika tanah kita mengklasifikasikan
tanah kedalam suatu kelas tanah.Sifat-sifat tanh yang diamati yaitu tekstur,struktur,dan warna
tanah.
Pada pengamatan tanah dengan indra,warna tanah mencerminkan beberapa sifat
tanah,diantaranya yaitu kandungan bahan organic,drainase.Warna tanah sangat mempengaruhi
oleh kadar lengas didalamnya.Tanah yang kering warnanya lebih muda dibandingkan dengan
tanah yang basah,ini karena bahan koloid yang kehilangan air.
Berdasarkan hasil percobaan yang kami lakukan pada hutan pinus didapat hasil warna
tanah diantaranya:
1.Sampel tanah A =Gray
2.Sampel tanah E = Gray
3.Sampel tanah AB = Yellow redish
4.Sampel tanah BA = Yellow redish
5.Sampel tanah B = Yellow redish
Tekstur tanah
Ada tiga macam tanah yang utama yaitu lempung,pasir,dan geluh.Tanah dikatakan pasir
apabila kandungan pasirnya 70%,sedangkan lempung apabila kandungan litany lebih dari
35%,jika suatu fraksi liat ataupun pasir,maka itu fraksi debu/geluh.Penetapan tekstur tanah ada 2
yaitu penetepan di Laboratorium dan penetapan di Lapangan.Pada percobaan yang kami lakukan
kami melakukan penetapan tekstur lapangan,dan menurut hasil yang kami dapatkan diantaranya:
1.Sampel tanah A =Geluh pasiran
2.Sampel tanah E = Geluh pasiran
3.Sampel tanah AB = Geluh
4.Sampel tanah BA = Geluh
5.Sampel tanah B = Lempung
Pada penentuan tekstur ini data yang kami buat error karena kurangnya pemahaman saat
membaca metode kerja pada buku penuntun dan ketlitian pada saat melakukan percobaan
Sifat fisik tanah yang paling mudah ditentukan yaitu dari warna tanah,karena dari warna tanah
kita sudah mengetahui tingkat kesuburan dari tanah,tingkat drainase dan aerase tanah,tingkat
perkembangan tanah,dan menentukan jenis dan kadar BO pada tanah.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Tanah adalah suatu benda alami yang terdapat di permukaan kulit bumi, yang tersusun
dari bahan-bahan mineral sebagai hasil pelapukan sisa tumbuhan dan hewan, yang merupakan
medium pertumbuhan tanaman dengan sifat-sifat tertentu yang terjadi akibat gabungan dari
faktor-faktor iklim, bahan induk, jasad hidup, bentuk wilayah dan lamanya waktu pertumbuhan.
Tanah bersifat dinamis, dimana tanah mengalami perkembangan setiap waktunya. Karakteristik
tanah di setiap daerah tentunya berbeda dengan daerah lainnya. Tanah dapat dikelompokkan
berdasarkan ciri-ciri atau sifat-sifat yang dimilikinya. Data yang diperlukan untuk klasifikasi
tanah adalah data mengenai sifat-sifat tanah yang terbentuk sebagai akibat proses pembentukan
tanah atau yang mempengaruhi proses pembentukan tanah. Pengambilan contoh tanah dilakukan
untuk menentukan sifat-sifat tanah, Sifat fisik yang paling jelas dan yang paling mudah
ditentukan adalah warna tanah dimana warna tanah dapat digunakan untuk ; tingkat kesuburan
dari tanah,tingkat drainase dan aerase tanah,tingkat perkembangan tanah,dan menentukan jenis
dan kadar BO pada tanah.
5.2 Saran
Sebaiknya dalam pengamatan profil tanah dilakukan dengan hati-hati dan lebih teliti agar
tidak terjadi kesalahan pada pembuatan data nantinya.
DAFTAR PUSTAKA
Buckman, Harry.1992.Ilmu Tanah.Bhratara Karya Aksara: Jakarta.
Foth, Henry.1998.Dasar-dasar Ilmu Tanah. Gajah Mada University: Yogyakarta.
George.1980.Dasar-dasar Ilmu Tanah. PT Rajagra Findo Persada: Jakarta.
Hajari.2002.Ilmu Tanah.Bhratara Karya Aksara: Jakarta.
Hardjowigeno, Sarwono.1987.Ilmu Tanah.Rineka Cipta: Jakarta.
Hakim, Muhamad. 2007. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Erlangga. Jakarta.
Kartasapoetra dan Mulyani Sutedjo. 1987. Pengantar Ilmu Tanah. Rineka Cipta.Jakarta.
Louca.2004.Dasar-Dasar Ilmu Tanah.Badan Kerja Sama Perguruan Tinggi Indonesia Timur.
Pairunan.1985.Pengantar Ilmu Tanah. Jakarta. Rineka Cipta.
Reysia, Adnan.1987.Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung: Lampung.
Tym, Casuial.2001.Dasar-Dasar Ilmu Tanah. PT.Rajagara Findo Persada: Jakarta.

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai