Anda di halaman 1dari 21

SEJARAH PERKEMBANGAN ULUMUL QUR’AN

ABAD KE II DAN III

Dosen Pengampu:

Muhammad Hidayat Noor, S.Ag,. M.Ag.

Disusun Oleh:

Annisa fitrah (18105030124)


Yassir lana Amrona (18105030112)
M. Naharudin Ma’mur (17105030087)
M. Amirul Haq (18105030100)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit, bumi, beserta isinya yang telah
menganugrahkan rahmat dan pertolongan-Nya. Hanya kepada Allah lah kami beriman dan hanya kepada
Allah lah kami beribadah. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Nabi akhirul
zaman Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah membawa manusia dari zaman
kegelapan menuju zaman yang terang benderang seperti yang dirasakan pada saat ini.

Disusunnya makalah ini, ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas Ulumul Qur’an (sejarah
perkembangan Ulumul Qur’an) dalam proses perkuliahan semester genap yang sedang berlangsung.
Dengan dosen pengampu Muhammad Hidayat Noor, S.Ag M.Ag.

Adapun isi dari makalah ini membahas tentang “sejarah perkembangan Ulumul Qur’an pada abad
ke II dan ke III”. Dan segala sesuatu yang berkaitan dengan bahasan tersebut.

Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik
materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, kami telah berupaya dengan segala kemampuan dan
pengetahuan yang dimiliki sehinngga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, kami dengan rendah
hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan, saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.

Akhirnya, kmai berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami (penyusun) sendiri
khususnya dan umumnya untuk pembaca sekalian. Terima kasih.

Yogyakarta, Februari 2019


DAFTAR ISI
BAB I .................................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 4
a. Latar Belakang .................................................................................................................. 4
b. Rumusan Masalah ............................................................................................................. 4
BAB II ................................................................................................................................................ 6
PEMBAHASAN ............................................................................................................................ 6
A. Sejarah Perkembangan Ulumul Qur’an ......................................................................... 6
B. Biografi Tokoh ................................................................................................................... 7
C. Kitab- Kitab yang Muncul ............................................................................................. 19
BAB III ............................................................................................................................................. 19
PENUTUP .................................................................................................................................... 20
Kesimpulan .............................................................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 20
BAB I

PENDAHULUAN

a. Latar Belakang

Al-Quran merupakan kalamullah yang diturunkan kepada nabi Muhammad lewat perantara
malaikat Jibril dengan berbahasa Arab. Al-Quran mulai diturunkan pada tahun 611 M di sebuah gua
yang biasa digunakan nabi untuk berkhalwat selama 23 tahun. Al-Quran turun dengan bahasa Arab
karena memang al-Quran itu menyesuaikan bahasa kaumnya. Al-Quran berisi tentang hukum,
sejarah, tata krama dan sebagainya yang mengatur perihal kehidupan manusia di dunia dan di alam
selanjutnya.

Al-Quran tidak langsung menjadi sebuah kitab yang ada seperti sekarang yang kita
lihat. Sebelum menjadi sempurna seperti ini diperlukan perjuangan yang keras dari para sahabat dan
penerusnya yang berjuang mengumpulkan ayat-ayat al-Quran yang masih tercerai berai di mana-
mana. Setelah terkumpul, masih ada masalah selanjutnya yang harus diselesaikan, setelah muncul
berbagai lahjah yang berbeda-beda di berbagai daerah. Setelah selesai pembuatan mushaf yang
dipelopori Utsman bin Affan, dibuatlah titik dan harakat untuk mempermudah membacanya.

Setelah sempurna pembuatan mushaf al-Quran, para tabiin mulai memikirkan tentang
ilmu-ilmu yang berkaitan dengan al-Quran. Muncul berbagai fan ilmu salah satunya ulumul quran
yang membahas tentang bagaimana al-Quran itu dipahami dan diteliti. Pada abad 2 dan abad 3
muncul ulama yang ahli dalam bidang ulumul quran, diantaranya Hasan al-Basri, Qatadah, dan lain-
lain. Mereka mengarang kitab yang membahas ayat-ayat yang langka, mengenalkan ayat yang
dinaskh, dan sebagainya. Mereka merupakan ulama yang memulai membuat literasi tentang ulumul
quran.

b. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah perkembangan ulumul quran pada abad kedua dan tiga hijriyah?
2. Siapa saja tokoh yang muncul pada saat itu?
3. Apa saja karangan yang dibuat oleh tokoh tersebut?
c. Tujuan penulisan
1. Mengetahui sejarah perkembangan ulumul quran pada abad dua dan tiga hijriyah.
2. Mengenal tokoh ulumul quran pada saat itu.
3. Mengetahui karya yang muncul pada saat itu.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Perkembangan Ulumul Qur’an

Al-Qur’an adalah mukjizat islam yang abadi dimana mwskipun maju ilmu pengetahuan, semakin
tampak validas kemukjizatannya. Allah SWT menurunkan kepada Nabi muhammad SAW, demi
membebaskan manusia dari berbagai kegelapan hidup menuju cahaya ilahi. Rasulullah menyampaikannya
kepada para sahabatnya sebagai penduduk asli Arab yang sudah tentu dapat memahami tabi’at mereka.
Jika terdapat sesuatu yang kurang jelas bagi mereka tentang ayat-ayat yang mereka terima, mereka
langsung menanyakannya kepada Rasulullah.

Para sahabat sangat bersemangat untuk mendapat pengajaran Al-Qur’an dari Rasulullah.
Mereaka ingin menghafal dan memahaminya. Bagi mereka, ini merupakan suatu kehormatan. Seiring
dengan itu, mereka mereka juga sungguh-sungguh mengamalkannya dan menegakkan hukum-hukumnya.
Rasulullah SAW. Tidak mengizinkan mereka menuliskan apa pun selain Al-Qur’an, sebab ditakutkan
dapat tercampur aduk dengan yang lain.

Sekalipun Rasulullah pernah mengizinkan sebagian sahabatnya setelah itu untuk menulis
hadist, sesungguhnya hal-hal yang berkaitan dengan Al-Qur’an masih tetap bersandar pada riwayat, yaitu
melalui talqin. Demikian yang terjadi pada masa rasul, masa Khalifah Abu Bakar, dan Umar ra.

Lalu pada masa Khalifah Utsman ra, sesuai dengan tuntutan kondisi seperti yang akan
dijelaskan kemudian membuat suatu terobosan ijtihad mulia, yaitu demi menyatukan kaum musilimin
dengan pedoman satu mushaf yang kemudian diberi nama mushaf al-imam. Selanjutnya mushaf tersebut
dikirim ke berbagai negeri saat itu. Adapun tulisan huruf-hurufnya disebut sebagai rash utsmani, yang
dikaitkan dengan nama Khalifah Utsman. Langkah ini adalah awal munculnya ilmu penulisan rash Al-
Qur’an. Kemudian, Khalifah Ali ra. Menyuruh Abu Aswad Ad-Dauli untuk mengagas kaedah nahwu,
demi menjaga adanya kekeliruan dalam pngucapan yang cikal bakal akan muncul ilmu i’rab Al-Qur’an.
Adapun dari kalangan tabiin, tidak sedikit yang menimba ilmu dari sahabat, dan melakukan ijtihad dalam
menafsirkan ayat. Para perintis ilmu tersebut:
1. Empat orang Khalifah Rasyidin, Ibnu Abbas, Inbu Masud, Zaid Bintsabit, Ubai Bin Ka’ab, Abu
Musa Al-Asy’ari dan Abdullah Bin Zubair. Mereka itu dari kalangan sahabat Nabi.

2. Mujahid, ‘Atha Bin Yassar, ‘Ikhrimah, Qatadah, Hasan Bashri, Sa’id Bin Jubair, Dan Zaid Bin
Aslam dari kaum tabi’in di Madinah

3. Malik Bin Anas dari kaum tabi’it-tabi’in (generasi ketiga kaum muslimin). Ia memperoleh
ilmunya dari Zid Bin Aslam.

Mereka itulah orang-orang yangmeletakkan apa yang sekarang kita kenal dengan ilmu
tafsir, ilmu asbabun nuzul, ilmu tentang ayat-ayat yang turun di makkah dan di madinah, ilmu tentang
nasikh dan mansukh dan ilmu gharib Al-Qur’an.1

B. Biografi Tokoh

1. Hasan Al Bashri

Nama aslinya adalah Al-Hasan adalah Maula Al-Anshari, Ibnu Sa’ad mengatakan dalam kitabnya
tabaqat Hasan adalah seorang alim yang luas dan tinggi ilmunya, terpercaya, seorang hamba yang ahli
ibadah dan fasih bicaranya.
Beliau di lahirkan di madinah pada tahun 21 Hijrah, Al-Hasan pindah ke kota basyrah Irak, dan
menetap di sana. Dari sinilah Al-Hasan mulai dikenal dengan sebutan Hasan Al-Bashri. Hasan kemudian
dikategorikan sebagai seorang tabi’in.
Dalam hal bergulu ataupun belajar, beliau beberapa kali langsung mengaji kepada para sohabat
seperti Usman bin Affan, Abdullah bin Abbas, Ali bin abi thalib, Abu Musa Al asy’ari dan lain
sebagainya.2

1
Manna’ Khalil al-Qattan, studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Pustaka lantera antar, 2013
2
Wikipedia.com/biografihasanalbashri
Beliau juga mendirikan sebuah madrasah di irak yang bernama Madrasah Hasan al-Bashri. Selain
itu beliau juga meninggalkan beberapa karya. para ulama berbeda pendapat tentang ada tidaknya karya
tulis yang tinggalkan oleh al-Hasan al-Basri. Imam Muhammad Abu Zahrah (w. 1394 H), misalnya,
berpendapat bahwa al-Hasan al-Basri tidak pernah meninggalkan satu kitab pun dan kita tidak pernah
melihat adanya kitab yang ditulisnya, sedang pendapat-pendapatnya yang kita lihat sekarang ini
disampaikan melalui riwayat para muridnya.
Berbeda dengan Abu Zahrah, Ibnu Nadim berpendapat bahwa al-Hasan al-Basri pernah menulis
buku tentang tafsir dan risalah tentang jumlah ayat yang berjudul al-‘Adad atau ‘Adad Ayi al-Qur’an al-
Karim (Jumlah Ayat-Ayat Al-Qur’an).
Namun dalam riwayat lain ada yang mengatakan bahwa ada kitab karya beliau yang sampai saat ini
bias di jumpai, yaitu kitab Risalat fi Dzamm al-Qodariyyat dan Kitab fi Tafsir al-Qur’ani.3
Seperti halnya beberapa kitab yang tidak bias sampai di tangan kita, kitab-kitab karya beliau juga
tidak datap kita jumpai. Hasan al-Basri meninggal dunia di Basrah, Iraq, pada hari jum'at 5 Rajab 110
Hijrah (728 Masehi), pada umur 89 tahun.

2. Qatadah bin di’amah

Qatadah bin Di’amah bin Qatadah bin Aziz, merupakan ulama tafsir terkemuka pada masa akhir
abad 1 dan awal abad 2 H, namun dalam pendapat lain namanya adalah Qatadah bin Di’amah bin
‘Ukabah As Sadusi Al Bashri rahimahullah.

Beliau lahir tahun 60 H di Irak dengan keadaan kedua matanya buta, beliau tuna netra sejak terlahir
dari rahim sang ibu. Namun sungguh pun demikian keadaan tersebut bukanlah penghambat
perjuangannya menuntut ilmu hingga akhirnya menjadi ulama tafsir terkemuka.

Qatadah meninggal pada tahun 117 H dalam usia 57 tahun di Wasith karena penyakit tha’un dan
dimakamkan di kota tersebut.

3
Joesoef Sou’yb, Peranan Aliran Iktizal dalam Perkembangan Alam Fikiran Islam, (Jakarta: Psutaka
Alhusna, 1982), hlm, 187.
Qatadah bin Di’amah ini berasal dari suku Al-Sadus, bagian dari Bani Syaiban yaitu suku Arab
bagian utara.4

Jika kita menilik dari tahun lahir sampai wafatnya, beliau berada di kekuasaan dinasti umayyah II
yang berpusat di bahgdad, sesuai dengan tempat beliau hidup. Lebih tepatnya beliau hidup dimasa
khalifah ke delapan dinasti umayyah yazid sampai khalifah ke sebelas yaitu walid II (walid bin yazid bin
abdilmalik), (60-125 H).

Di masa para khalifa ini dinasti umayyah lebih fokus dalam bidang transisi wilayah pusat
pemerintahan dan penyebaran wilayah serta kemakmuran rakyat lewat bidang ekonimi dan sosial. Untuk
perkembangan ilmu pengetahuannya kami rinci sebagai berikut :

a. Penyempurnaan tulisan Alquran


Alquran yang dikodifikasi pada zaman Abu Bakar dan Ustman Ibn Affan ditulis tanpa titik,
sehingga tidak bias kita mengerti perbedaan-perbedaan atar hurufnya yang hanya berbeda titik.
Menurut salah satu riwayat, ulama yang pertama kali memberikan baris dan titik pada huruf-huruf
Alquran adalah Hasan al-Bashri (642-728 M) atas perintah Abd al-Malik Ibn Marwan (yang menjadi
khalifah antara 685-705 M).5
b. Penulisan Hadist
Umar Ibn Abd Aziz adalah khalifah yang mempelopori penulisan (tadwin) hadist. Beliau
memerintahkan kepada Abu Bakar Ibn Muhammad Ibn Amr Ibn Hajm (120 H) gubernur Madinah, untuk
menuliskan hadist yang ada dalam hafalan-hafalan penghafal hadist. Atas perintah khalifah, pengumpulan
hadist dilakukan oleh ulama. Di antaranya adalah Abu Bakar Muhammad Ibn Muslim Ibn Ubaidillah Ibn
Syihab al-Zuhri (guru Imam Malik). Akan tetapi kitab hadist yang dikumpulkan oleh Imam al-Zuhri tidak
diketahui dan tidak sampai kepada kita. Dalam sejarah tercatat bahwa ulama yang pertama kali
membukukan hadist adalah Imam al-Zuhri.6

4
Majalah Qudwah edisi 55 vol.05
5
T.M. Hashbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an-Tasir, (Jakarta: Bulan Bintang, 1980),
hlm. 108
6
T.M. Hashbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadist, (Jakarta: Bulan Bintang, 1954), hlm. 79.
Perkembangan ulumul qur’an pada abad ke II ini hanya memiliki sedikit perubahan tidak seperti
abad-abad setelahnya. Perkembangan ulumul qur’an pada abad ini lebih fokus terhadap pengembangan
Tafsir karena tafsir merupakan induk dari ulumul qur’an. Diantara ulama’ yang ikut andil dalam
mengembangkan cabang ini adalah Syu’bah bin Hajjaj (w. 160 H), Sufyan bin Uyainah (w. 198 H),
Sufyan al-Tsauri (w. 161 H), Waqi’ bin al-Jarrh (w. 197 H), Muqatil bin Sulaiman (w. 150 H) dan Ibn
Jarir Ath-Thabari (w. 310 H).7
Orang pertama yang mengarang karya Tafsir adalah Syu’bah bin Hajjaj, Sufyan bin Uyainah dan
Waki’ bin Jarrah. Mereka membuat karya tafsir dengan koleksi pendapat-pendapat sahabat dan tabi’in.
Kitab-kitab karaangan mereka kebanyakan tidak sampai pada generasi sekarang sehingga banyak yang
belum diketahui8
Beberapa biografi tokoh mufasir di abad II ini adalah:
1. Mujahid bin Jabr
Nama lengkap beliau adalah Mujahid bin Jabr al-Makki Abul Hajjaj al-Makhzumi
al- Muqri’ . beliau banyak meriwayatkan dari Ali, saad bin waqas, Aisyah, Ummu salamah,
dan Abu Hurairah. Beliau lahir pada 21 H dan wafat tahun 104 Hmenurut Yahya al-Qathan.
2. At-Thabari
Nama lengkapnya Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir Abu Ja’far at-Thabari,
berasal dari Amol, lahir dan wafat di baghdad. Dilahirkan pada tahun 224 H dan wafat tahun
310 H.9

3. Atha bin Rabah

Abu MuhAmmad Atha bin Abi Rabah Aslam bin Safwan adalah nama lengkap dari Atha
bin Rabah. Dia adalah seorang tokoh ulama ahli fiqih, tafsir, dan hadits dari golongan tabi’in yang tinggal

7
Drs. Syamsu Nahar, M.Ag.,Studi Ulumul Quran, (Medan: Cipta Pustaka Media, 2015), hlm. 10.
8
Prof. Dr. H. Abdul Jalal H.A., Ulumul Qur’an, (Surabaya: Dunia Ilmu, 1998), hlm. 31.
9
Manha’ Khalil al Qattan, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an, (Jakarta; Litera Antarnusa, 1992),hlm. 525-523.
di Makkah. Dia lahir di sebuah desa di Yaman pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan lalu wafat pada
tahun 114 H.

Atha adalah seorang budak milik Habibah binti Maisarah bin Abi Hutsaim selama di
Makkah. Lalu dibebaskan oleh majikannya karena sang tuan melihat budaknya ini memiliki semangant
yang tinggi dalam menuntut ilmu. Merdekalah Atha dan hanya menjadi hamba Allah yang taat.

Setelah mendapat kebebasan, yakni merdeka dari perbudakannya, atha tidak menyia-
nyiakan kemerdekaannya itu. Ia terus beribadah kepada Allah dan terus semangat dalam menuntut ilmu
Allah. Ia menerima segarnya ilmu dari para sahabat, diantaranya Abu Hurairah, Abdullah bin Abbas, dan
sahabat yang lainnya. 10

Atha adalah salah satu tabi’in yang menuntut ilmu karena Allah semata. Seperti yang
disebutkan oleh Salamah bin Khuil, dia berkata: “saya tidak melihat seseorang yang mencari ilmu karena
Allah kecuali tiga orang: Atha, Thawus dan Mujahid”.11

Pada masa Atha bin Rabah, termasuk abad ke 2 H, muncullah Gharibil Qur’an. Salah satu
cabang Ulumul Qur’an yang membahas tentang penjelasan khusus dikarenakan ada yang samar dari segi
huruf, lafadz, maupun arti dalam Al-Qur’an.

4. Imam Ali bin Al-Madini

Nama asli beliau Ali bin Abdillah bin Ja’far bin Najih as-Sa’di Al-Madini. Kun-yah beliau adalah
Abdul Hasan. Beliau dalah salah satu dari ahli hadist yang sangat terkenal dan lahir sekitar abad 161 H di
daerah Basrah. Beliau banyak belajar dari berbagai guru, beliau belajar pada ayahnya, kemudian Hammad
bin Zaid, Hasyim, dan Sufyan bin Uyainah, serta masih banyak lagi guru-guru yang lainnya.

10
Fara Dina, “Biografi Atha bin Raba”, Scribd, https://id.scribd.com, diakses pada tanggal 17
Februari 2018
11
Qiuniuse, “Kisah teladan : Atha bin Rabah” Wordpress, https://qiuniuse.wordpress.com, diakses
pada tanggal 17 Februari 2018
Abu Hatim ar-Razi mengatakan, “Ali Al-Madini adalah tanda bagi manusia dalam memahami
hadist, cacat hadist. Saya belum pernah mendengar Ahmad Bin Hambal menyebut namanya, namun
beliau menyebut dengan kun-yahnya, dalam rangka menghormati Ali Al-Madini”. Ibnu Unaiyah
mengatakan “ demi allah, ilmu yang aku ambil darinya itu lebih banyak daripada ilmu yang diambil
dariku”.12

Beliau meninggal di samarra (utara Baghdad) pada bulan Dzulqo’dah tahun 234H. Imam An-
Nawawi mengatakan “ imam Ali Bin Al-Madini memiliki sekitar dua ratus karya tulis”.13beliau adalah
ulama yang hebat yang sukar ditandingi kehebatannya oleh ulama-ulama hadist yag datang setelah zaman
sesudahnya, oleh karna itu beliau sangat dihormati dan disegani oleh para ulama.

Jasa Imam Ali bin Al-Madini sangat besar dan ia diketahui oleh setiap orang penuntut hadist sejak
zaman dahulu hingga sampai zaman modern seperti sekarang ini. Segala keilmuan beliau yang terkait
dengan periwayatan hadist dan seluruh kajian-kajian yang membahas hal tersebut dijadikan sebagai
patokan dasar-dasar atau sumber utama oleh para ulama, baik ulama yang hidup dizaman beliau maupun
ulama yang hidup dizaman setelahnya. Menjadi suatu kewajiban bagi para penuntut ilmu hadist untuk
mencari dan memahami hadist-hadist dari para tokoh-tokoh hadist salaf seperti imam Ali Bin Al-Madini
dalam kajian haddist da periwayatannya, sehingga diharapkan banyak ahli-ahli hadist yang bisa sehebat
beliau. Hasil karya dan kajian beliaulah yang banyak digunakan sebagai pegangan bagi para ulama dalam
menyusun kajian kaedah hadist.14

5. Ibnu Qutaibah

Nama lengkapnya adalah ‘Abdullah bin Muslim bin Qutaibah al-Dainuri al-Marwazi. Kun-yahnya
adalah Abu Muhammad. Beliau adalah seorang ahli sejarah politik. Beliau juga adalah seorang

12
Tidak Diketahui, ”Biodata Imam Ali Bin Al-Madini”, wordpress, http://www.wordpress.com,
diakses pada tanggal 18 Februari 2018.
13
Tidak Diketahui, ”Biodata Imam Ali Bin Al-Madini”, wordpress, http://www.wordpress.com,
diakses pada tanggal 18 Februari 2018.
14
Tidak Diketahui, ”Biodata Imam Ali Bin Al-Madini”, wordpress, http://www.wordpress.com,
diakses pada tanggal 18 Februari 2018.
cendikiawan muslim dan pakar bahasa Arab serta pembela ahli hadist. Beliau lahir pada tahun 828 M dan
meninggal pada tahun 889 M. Beliau dilahirkan pada tahun 213 H/ 828 M di Baghdad.

Selain mempelajari ilmu-ilmu agama, beliau juga haus akan pengetahuan yang berkembang pesat
pada waktu itu. Semangatnya yang tinggi dalam mencari ilmu semakin membara ketika menyaksikan
berbagai macam pemikiran yang meracuni sebagian besar umat Islam, sehingga pada akhirnya Ibnu
Qutaibah tumbuh berkembang menjadi seorang ulama yang berwawasan luas, kritis terhadap
permasalahan-permasalahan sosial dan mampu mewarnai corak pemikiran keilmuan yang berkembang
pada saat itu. Ibnu Qutaibah juga mampu memberikan solusi terhadap problem keagamaan khususnya
permasalahan yang sedang diperdebatkan oleh ulama Kalam, dengan uraian yang ilmiah dan bisa diterima
oleh berbagai kalangan, yang sebelumnya memperbincang-kan sekitar permasalahan tersebut masih
dianggap tabu oleh sebagian ulama Salaf khususnya golongan Ahl al-Sunnah.

Selain itu, Ibnu Qutaibah juga mampu menempatkan dirinya sejajar dengan tokoh-tokoh
ensiklopedik besar, sehingga tidak heran jika Ibnu Qutaibah menjadi rujukan bagi Ibnu Atsir dalam
mengupas lafazh-lafazh hadis yang janggal dan sulit dipahami dalam karyanya al-Nihayah fi Ghorib al-
Hadits dan ulama lain dalam permasalahan yang sama.Dalam bidang fikih, Ibnu Qutaibah senantiasa
berada di barisan madzhab-madzhab ulama yang teguh memegang sunnah yang berkembang pada waktu
itu, meskipun secara pribadi dia mengikuti madzhab Imam Ahmad dan Imam Ishaq.Ibnu Qutaibah adalah
salah seorang ulama yang gemar menulis. Hasil karyanya tidak kurang dari 300 buah. 15

Seluruh hasil karya tersebut Ibnu Qutaibah ajarkan di kota kelahirannya, Baghdad. Di antara para
muridnya yang mampu menyerap pengetahuan yang diajarkan oleh Ibnu Qutaibah adalah anaknya
sendiri, Abu Ja’far bin Abdillah yang pernah menjabat sebagai Qadli di Mesir sekitar tahun 320 H.Pada
usia 63 tahun bulan Rajab tahun 276 H/889 M Ibnu Qutaibah dipanggil oleh Allah swt. Seluruh
dipergunakan untuk mengembangkan pemikiran keislaman serta memajukan bidang pendidikan dan
kebudayaan. Tetapi perhatian yang lebih besar ditujukan untuk membela sunnah dan ulama ahli hadits di
hadapan musuh-musuh Islam.

15
Ismi Arifah Hidayati,”Ibnu Qutaibah”, Pesantren Global, http://www.pesantrenglobal.com
,diakses pada tanggal 18 Februari 2018.
Beliau Adalah Seorang Pakar Nahwu (Gramatikal Bahasa Arab) Sosok Imam Ibnu Qutaibah
Seorang Imam yang sangat alim, yang mulia Abu Muhammad bin Muslim bin Qutaibah al-Dainuri.
Beliau adalah seorang pakar nahwu (gramatikal bahasa Arab), pengarang dalam tafsir, Hadist dan
lainnya. Lahir pada tahun 213 H. beliau tinggal di Bagdad, mengambil riwayat dari Ibnu Rawaihi, dan
beliau juga belajar dari ulama-ulama yang terkenal seperti ayahnya yang bernama Ibnu Qutaibah, juga
dari al-Qadhi Yahya bin Aktsam, Abu Hatim al-Sajistani, Syababah bin Siwar dan al-Jahizh. Banyak
ulama yang mengambil riwayat dari beliau seperti anaknya yang bernama Ahmad, dan yang lain seperti
Ibnu Durustuwaihi, dan lain-lainnya. Yang belajar kepada beliau sangat banyak, diantaranya ulama-ulama
terkenal, seperti Ahmad bin Marwan al-Maliki, Qasim bin Ishba’ al-Andarsi, Abu Qasim Abdullah bin
Muhammad al-Azadi dan yang lainnya.16

Kabnu Qutaibah memegang kekuasaan di Dainur. Hal ini menunjukkan keluasan ilmu dan
kebesaran kemuliaannya, beliau mencurahkan waktu demi menuntut ilmu, belajar dan mengumpulkan
maklumat, kemudian beliau melakukan praktik dalam mengarang buku hingga kedudukannya yang tinggi
dan tampak kemuliaannya. Beliau salah satu pembesar ulama, di antara karangan beliau yang terkenal
adalah: Adab al-Katib, ‘Uyun al-akhbar, Ta’wil al-Hadis, Ta’wil Musykilat Al-Qur’an, Gharib Al-
Qur’an, Al-Ma’arif, Al-Syi’ir wa al-Syu’ara, Al-Ikhtilaf fi al-Lafdz wa al-Rad ‘ala al-Jahamiyah. Yang
ingin kita bahas di karangan beliau adalah yang berhubungan dengan tafsir dan ilmu-ilmu Al-Qur’an yang
menunjukkan usaha beliau terhadap Al-Qur’an. Metode beliau dalam membahas ilmu Al-Qur’an sangat
sesuai, tidak salah serta memberikan manfaat yang sangat banyak. Contoh berikut adalah kutipan dari
perkataan beliau dalam kitabnya Ta’wil Musykilat Al-Qur’an, yaitu sebagai berikut: “Segala puji bagi
Allah subhaanahu wa ta’ala yang menunjukkan kita kepada jalan yang benar, yang memberi hidayah
dengan cahaya Al-Qur’an, sebuah kitab yang tidak ada kebengkokan di dalamnya bahkan membimbing
ke jalan yang lurus, dan menjelaskan dengan sejelas-jelasnya. Yang tidak datang kepadanya (Al-Qur’an)

16
Ismi Arifah Hidayati,”Ibnu Qutaibah”, Pesantren Global, http://www.pesantrenglobal.com
,diakses pada tanggal 18 Februari 2018.
kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari (Tuhan) Yang Maha
Bijaksanan lagi Maha Terpuji.” (QS.Fushshilat:42)17

Model Penafsiran Al-Qur’an Imam Ibnu Qutaibah adalah salah seorang peneliti bahasa Arab, yang
menyikap rahasia-rahasianya dan yang menjelaskan keistimewaannya. Beliau juga berbicara tentang
kaum Arab yang diberikan Allah subhaanahu wa ta’ala keistimewaan bahasa, seperti ‘Arudh (ilmu
tentang timbangan nada dan irama syair) dan bayan. Beliau mengetahui keutamaan Al-Qur’an disebabkan
karena sering meneliti dan memahami bahasa Arab menurut mazhab yang bermacam-macam, juga sering
meneliti keistimewaan-keistimewaan bahasa Arab yang tidak dimiliki oleh bahasa lain. Tidak ada bahasa
lain yang mempunyai ilmu ‘arudh dan bayan.

Ini merupakan kelebihan yang diberikan oleh Allah karena ingin memberikan kepada Rasulullah
sebuah mu’jizat sebagai dalil kebenaran risalah yang dibawanya. Maka Allah memberikan kepada
Rasulullah sebuah kitab dan menjadikannya ilmu pengetahuan, sebagaimana firman Allah menurunkan
kitab kepada Rasul-Rasul yang lain, tetapi hanya sekadar masa di mana Rasul tersebut diutus.

Di antara contoh terbaik yang diungkapkan Ibnu Qutaibah, yaitu tentang ayat-ayat yang terulang-
ulang dan ayat-ayat tambahan, seperti perkataan beliau: “Adapun pengulangan ayat tentang kisah para
Nabi dan yang lainnya, maka sesungguhnya Allah menurunkan ayat secara berangsur-angsur: potongan-
potongan yang terpisah dalam waktu dua puluh tiga tahun. Berangsur-angsur menurunkan satu kewajiban
setelah kewajiban yang lain agar memudahkan umat untuk menerimanya, bertahap dalam
menyempurnakan agama, nasihat setelah nasihat yang lain agar menjdai peringatan bagi mereka dan
mengasah setiap nasihat yang baru datang, dan sebagian menjadi ayat nasakh terhadap hukum yang di
mansukh, agar umat selalu taat beribadah dengan cobaan yang Allah berikan kepada mereka yang
dimaksud dengan tatsbit adalah untuk memperkuat hati Nabi dan orang-orang yang beriman.18

Rasulullah memberikan para sahahabatnya waktu kosong, tidak selalu diisi dengan nasihat terus-
menerus yang bisa menyebabkan kebosanan, dan beliau hanya mengingatkan mereka ketika terlupa atsu
17
Ismi Arifah Hidayati,”Ibnu Qutaibah”, Pesantren Global, http://www.pesantrenglobal.com
,diakses pada tanggal 18 Februari 2018.
18
Ismi Arifah Hidayati,”Ibnu Qutaibah”, Pesantren Global, http://www.pesantrenglobal.com
,diakses pada tanggal 18 Februari 2018.
terhapus dalam hati. Sekiranya Nabi mendatangkan Al-Qur’an sekaligus kepada mereka niscaya sebab-
sebab turun ayat telah terjadi sebelumnya, dan umat islam saat itu mendapat kesusahan dengan
kewajiban-kewajiban yang diturunkan sekaligus. Kesusahan juga dirasakan bagi mereka yang ingin
masuk islam.

Para sahabat Rasulullah adalah lentera penerang bumi, pemimpin umat manusia dalam ilmu
pengetahuan. Diantara mereka ada yang hanya membaca tiga atau empat surah, sebagian yang lain hanya
beberapa baris saja, hanya sebagian mereka saja yang diberikan Allah kemampuan dalam membaca dan
menghafal keseluruhan Al-Qur’an. Sekiranya ayat yang membicarakan tentang Nabi-Nabi lain hanya satu
bagian saja. niscaya satu kaum hanya mendapatkan satu kisah saja, seperti satu kaum hanya menerima
kisah Nabi Musa a.s saja, kaum yang lain menerima kisah Nabi Isa a.s kaum yang lain menerima kisah
Nabi Nuh a.s dan seterusnya.

Dengan rahmat dan kasih sayang-Nya, Allah menghendaki kemasyuran kisah Nabi-Nabi terdahulu
kepada seluruh umat di muka bumi ini, dan mereka menerimanya dengan menganggap sebuah kisah yang
terkenal atau masyhur, setiap orang mendengar dan menerima ke dalam hatinya, serta dapat lebih
memahaminya. Kisah-kisah Nabi terdahulu bukanlah merupakan sebuah kewajiban yang dituntut oleh
Allah seperti sembahyang yang sempurna dengan rukun dan jumlah rakaatnya, zakat dan sunnah-
sunnahnya, puasa dan haji. Akan tetapi, ini hanyalah sebuah kisah yang tidak dituntut untuk diperlakukan
seperti itu dan caranya pun tidak disebutkan dalam Al-Qur’an tersebut. kita tidak dituntut untuk
melakukan seperti apa yang dilakukan oleh Musa a.s, Isa a.s, Nuh a.s dan semua para Nabi yang
disebutkan kisahnya di dalam Al-Qur’an. Ayat tentang kisah ini pun dirurunkan pada awal islam sebelum
agama ini sempurna. Ketika agama islam sudah tersebar di segala penjuru di muka bumi, dan mereka
yang lebih tahu telah mengajrkan kepada yang lain, dan Al-Qur’an telah terkodifikasi, maka terhapuslah
makna seperti ini. Seluruh kisah tersebut dikumpulkan dan disatukan untuk setiap umat. Inilah sekilas
tentang pemikiran Ibnu Qutaibah yang berhubungan dengan Al-Qur’an.19

19
Ismi Arifah Hidayati,”Ibnu Qutaibah”, Pesantren Global, http://www.pesantrenglobal.com
,diakses pada tanggal 18 Februari 2018.
Setiap ungkapan yang datang dari beliau merupakan ide yang cemerlang dan permikiran yang
sangat luas, sesuai dengan jiwa ilmiah yang menghilangkan keraguan dan kebatilan, dan juga
menjelaskan sisi yang benar terhadap lontaran yang beredar. Ibnu Qutaibah sangat berjasa dalam
usahanya untuk membanta mereka yang melontarkan keraguan terhadap nash-nash agama, terutama dari
golongan Mu’tazilah.

6. Abu Ubaid al-Qasim bin Salam

Abu Ubaid al-Qasim bin Salam adalah salah seorang ulama yang berasal dari Harrah suatu kota
yang berada di Khurasan. Beliau lahir pada tahun 157 H di kota tersebut. Dalam perjalanan hidupnya
beliau mencari ilmu tidak hanya menetap di satu daerah saja, tetapi berpindah-pindah tempat. Tercatat
beberapa kota yang pernah beliau singgahi, diantaranya Mesir, Basrah, Kuffah, Baghdad, dan lain
sebagainya. Jadilah beliau seorang yang sangat ahli dalam berbagai macam fan ilmu terutama dalam ilmu
tata bahasa Arab.

Seorang yang memiliki ciri khas berambut dan berjenggot merah ini tumbuh dalam rasa cinta
kepada ilmu dan ulama. Beliau tidak akan pernah menyerah dalam usahanya mencari ilmu. Mayoritas
ulama besar di negara islam telah ditemui beliau untuk dijadikan sebagai guru. Beliau duduk bersimpuh
dan berlutut di hadapan beliau-beliau, betapa sosok yang sangat tawadhu. Beliau mengambil riwayat dan
menyerap ilmu dari para ulama tersebut. Tidak hanya mendengar dari para ulama, tpi beliau juga
membacakannya di hadapan gurunya secara langsung.

Setelah selesai merantau ke banyak ulama besar beliau akhirnya bisa mendapat berbagai
pengalaman dan ilmu. Terbukti beliau banyak menguasai bidang ilmu seperti tata bahasa Arab, fikih,
tajwid, hadits, ilmu qiraat, sastra dan lain-lain. Guru-guru beliau dalam bidang ilmu qiraat adalah guru
yang masyhur akan kedalaman ilmunya, diantaranya al-Kisa’i, Suja bin Nasr, Hisyam bin Ammar dan
lain sebagainya dari sederetan ulama ahli qiraat.20

Adapun dalam meriwayatkan hadits, beliau telah mendengar dari Ismail bin Jafar, Syarik bin
Abdillah, Husyaim bin Bisyr, Hafs bin Ghiyats dan masih banyak lagi guru-guru beliau yang
meriwayatkan hadits untuknya. Sederetan nama di atas tidak asing lagi bagi mereka yang mendalami
periwayatan hadits. Beliau memiliki banyak guru dalam bidang ini. Hal ini membuktikan kedalaman ilmu
apapun yang beliau pelajari.

Sedangkan dalam ilmu fikih, beliau berguru kepada Imam Syafii, Abu Yusuf, dan Muhammad
Hasan as-Syaibani. Dua nama terakhir yang di atas adalah murid dari Imam Abu Hanifah. Adapun bahasa
Arab, sastra, dan gharib (kosa kata yang sulit ditemui), Beliau menuntut ilmu sastra dari para ulama
terkenal di Basrah dan Kuffah, seperti Abu Ubaidah Ma’mar bin al-Mutsanna, Abu Zaid al-Anshori, Abu
Ar as-Syaibani dan lain-lain. Sampai-sampai beliau dianggap sebagai orang yang paling berilmu di
bidang nahwu, bahasa Arab, ataupun fikih.

Pada saat beliau telah menetap di Khurasan, beliau dijadikan sebagai muaddib atau pendidik bagi
anak-anak kecil, murid salah satunya adalah Hartsamah bin A’yun yang merupakan salah satu komandan
tinggi di masa khalifah ar-Rasyid. Setelah tinggal di Khurasan beliau juga pernah menetap tinggal di
Baghdad. Di sana beliau menjadi seorang yang didengarkan fatwa-fatwanya, bahkan beliau diangkat
sebagai pendidik putra dari penanggung jawab pemerintahan,

Setelah selesai tugasnya di Baghdad, beliau melanjutkan estafet pejalanannya di Thursun.


Sesampainya di sana, beliau langsung ditunjuk sebagai hakim selama 18 tahun. Beliau mengisi kehidupan
sehari-harinya bekerja sebagai hakim. Setelah semuanya selesai beliau langsung melanjutkan ke Mesir
untuk menimba ilmu lagi. Di sana beliau banyak mengarang buku, diantaranya tentang ilmu nasikh
mansukh, ayat gharib dan lain-lain.

20
Ismail bin Isa, Biografi Abu Ubaid al-Qasim bin Salam. www,ismailibnuisa.blogspot.co.id, diakses
pada tanggal 19 Februari 2018.
Pada tahun 219 H yang mana beliau telah memasuki usia 62 tahun melanjutkan perjalanan ke kota
Mekkah untuk bersinggah di sana sekalian menunaikan ibadah haji. Setelah itu pada umur yang ke 76
tahun beliau wafat di kota Mekkah bertepatan tahun 224 H di masa pemerintahan al-Mu’tashim. Amalan
yang penting untuk kita contoh dari beliau adalah beliau selalu membagi malamnya mejadi tiga.
Sepertiga untuk menulis kitab, sepertiga untuk tidur, dan sepertiganya untuk sholat malam. 21

C. Kitab- Kitab yang Muncul

Ghoribul Quran
Buku ini dibuka dengan bacaan asmaul husna dan sifat allah yang mmaha tinggi, kemudian hal ini
ditakwili dan diderifikasi. Kemudian diawali dengan dengan tafsir ghoribul quran yang dimana bukan
takwil muskillah (masalah-masalah).

Tujuan dari permisalan dari contoh-contoh yang ada dikitab ini adalah untuk meringkas dan
menyempurnakan, menjelaskan, memperindah, pengarang tidak menunjukkan lafad yang bagus yang
membutuhkan pemikiran dari kita, juga tidak meenggunakan dalil-dalil atau huruf yang banyak
digunakan kita, jua tidak mencantumkan nahwu, hadist dan sanad-sanadnya. Maka jika kita
mencantumkan yang demikian itu, seperti menukil hadist, itu karna kita dapatkan dari tafsir-tafsir yang
terdahulu. Sedangkan lafad-lafad dari hadist kitab ini juga menerangkan pemaparan tentang lafad tadi,
menjelaskan makna makna-maknanya, dan kalimat-kalimatnya dijelaskan dan disisipi dengan lafad kita,
kemudian usaha untuk menyelesaikan perbedaan-perbedaan itu, mencantumkan tanda-tanda atau dalil,
kemudian menunjukkan illahnya (penyakitnya). Kitab ini diistimbat atau digali dari kitab mufassir yang
lain dan kitab dari ahli bahasa. Kita ini hanya membahas beberapa surat dan hadist tertentu atau pilihan.

BAB III

21
Majalah Qudwah, Abu Ubaid al-Qasim bin Salam Ulama Keturunan Romawi, Semarang: Januari
2014, edisi 14 vol. 02.
PENUTUP

Kesimpulan

Sejarah terbentuknya ulumul quran pada dasarnya telah terbentuk ketika al-Quran itu
diturunkan. Tapi pada awalnya memang belum menjadi sebuah fan ilmu dan belum juga dibukukan.
Mulai ketika abad kedua hijriyah muncul tokoh yang mengarang kitab tentang ulumul quran. Diantara
tokoh yang muncul pada saat itu sebagai berikut:

1. Hasan al-Basri (wafat tahun 110 H) yang mengarang kitab tentang ilmu qiraat

2. Atha bin Rabah (wafat tahun 114 H) yang mengarang kitab tentang gharibil quran

3. Qatadah bin Diamah as-Sadusi (wafat tahun 117 H) mengarang kitab tentang nasikh
mansukh

4. Abu Ubaid al-Qasim bin Salam (wafat tahun 224 H) yang mengarang kitab nasikh
mansukh

5. Ali bin al-Madini (wafat tahun 234 H) yang mengarang kitab tentang asbabbun nuzul

Ibnu Qutaibah (wafat tahun 276) yang mengarang kitab tentang tafsir Gharib al-Qur’an

DAFTAR PUSTAKA

Qattan, Manna Khalil. 2013 ,studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Bogor: Pustaka Lentera Antar.

Sou’yb, Joesoef, 1982, Peranan Aliran Iktizal dalam Perkembangan Alam Fikiran Islam, Jakarta:
Psutaka Alhusna.

Majalah Qudwah. 2014. Biografi Qatadah bin Diamah as-Sadusi, Semarang: Januari 2014,
edisi 55 vol. 05.
Ash-Shiddieqy, Hashbi, 1980. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an-Tasir, Jakarta: Bulan
Bintang.

Nahar, Syamsu 2015. Studi Ulumul Quran, Medan: Cipta Pustaka Media.

Jalal, Abdul. 1998. Ulumul Qur’an, Surabaya: Dunia Ilmu.

Dina, Fara. 2018 “Biografi Atha bin Raba”, Scribd, https://id.scribd.com, diakses pada
tanggal 17 Februari 2018.

Qiuniuse, 2018 “Kisah teladan :Atha bin Rabah” Wordpress,https://qiuniuse.wordpress.com,


diakses pada tanggal 17 Februari 2018.

Tidak Diketahui, ”Biodata Imam Ali Bin Al-Madini”,wordpress http://www.wordpress.com,


diakses pada tanggal 18 Februari 2018.

Hidayati, Ismi Arifah. 2018. ”Ibnu Qutaibah”, Pesantren Global,


http://www.pesantrenglobal.com ,diakses pada tanggal 18 Februari 2018.

Isa bin Ismail 2018, Biografi Abu Ubaid al-Qasim bin Salam
www,ismailibnuisa.blogspot.co.id, diakses pada tanggal 19 Februari.

Majalah Qudwah. 2014. Abu Ubaid al-Qasim bin Salam Ulama Keturunan Romawi,
Semarang: Januari 2014, edisi 14 vol. 02.

Qattan ,Manha’ Khalil al, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an, (Jakarta; Litera Antarnusa, 1992).

Anda mungkin juga menyukai