Anda di halaman 1dari 10

1.

Pengertian Nuzulul Qur’an secara bahasa dan istilah

Secara bahasa, Nuzulul Qur’an berasal dari kata Nuzul yang berarti turun dan Qur’an artinya kitab suci Al-
Qur’an ( bacaan ). Jadi, secara bahasa Nuzulul Qu’an berarti turunnya Al-Qur’an ( bacaan ).

Secara Istilah , Nuzulul Qur’an berarti Peristiwa penting dalam peristiwa penurunan Al- Qur’an secara
keseluruhan diturunkan dari Lauhul Mahfuz ke Baitul Izzah di langit dunia, hingga ditirunkan secara
berangsur–angsur kepada Rasulullah saw sesuai dengan peristiwa–peristiwa dalam jangka waktu kurang
lebih 23 tahun.

2. Tahap tahap turunya Al-Qur’an terbagi dalam 3 tahap, yaitu:

a. Tahap pertama ( At-Tanazzulul Awwalu )

Al-Qur’an diturunkan atau ditempatkan di Lauh Mahfudh, yakni suatu tempat di mana manusia tidak
bisa mengetahuinya secara pasti. Hal ini sebagaimana diisyaratkan dalam QS Al-Buruj ayat 21-22

‫ح مملحفهلوحظ‬ ‫ا‬
‫ فجلي لبلو ح‬، ‫ببلل ههبو قهلرانن ممججليند‬

Artinya :

"Bahkan (yang didustakan itu) ialah Al-Qur'an yang mulia, yang (tersimpan) dalam (tempat) yang terjaga
(Lauh Mahfuz)"

b. Tahap kedua (At-Tanazzulu Ats-Tsani)

Al-Qur’an turun dari Lauh Mahfudh ke Baitul `Izzah di Sama’ al-Dunya (langit dunia), yakni setelah Al-
Qur’an berada di Lauh Mahfudh, kitab Al-Qur’an itu turun ke Baitul `Izzah di langit dunia atau langit
terdekat dengan bumi ini. Banyak isyarat maupun penjelasannya dari ayat-ayat Al-Qur’an maupun hadits
Nabi SAW. antara sebagai berikut dalam Surat Ad-Dukhan ayat 1-6 :

ۗ‫ك‬ ‫ فجليبها يهلفبر ه‬، ‫ اجنماا ابلنبزللانهه فجلي لبليلبحة ممابـٰبربكحة اجمنا هكمنا هملنجذجرليبن‬، ‫ب اللهمبجليجن‬
‫ برلحبمةر مملن مربم ب‬، ‫ ابلمررا مملن جعلنجدبنا ۗ اجمنا هكمنا هملرجسلجليبن‬، ‫ق هكمل ابلمحر بحجكليحم‬ ‫ بواللجكات ج‬، ‫احمم‬
‫اجنمهه ههبو المسجمليهع اللبعلجليهم‬

Artinya :

Ha-Mim. Demi Kitab (Al Qur’an) yang menjelaskan, sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu
malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan
segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah
Yang mengutus rasul-rasul, sebagai rahmat dari Tuhanmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui (QS Ad-Dukhan 1-6).

c. Tahap ketiga (At-Tanazzulu Ats-tsaalistu)

Al-Qur’an turun dari Baitul-Izzah di langit dunia langsung kepada Nabi Muhammad SAW., yakni setelah
wahyu Kitab Al-Qur’an itu pertama kalinya di tempatkan di Lauh Mahfudh, lalu keduanya diturunkan ke
Baitul Izzah di langit dunia, kemudian pada tahap ketiga Al-Qur’an disampaikan langsung kepada Nabi
Muhammad saw dengan melalui perantaraan Malaikat Jibril. Dalam hal ini antara lain tersebut dalam QS
Asy-Syu`ara’ : 193-194, Al-Furqan :32 sebagai berikut:

‫ بعالىٰ قبللبج ب‬، ‫نببزبل بججه المرلوهح اللبجمليهن‬


‫ك لجتبهكلوبن جمبن اللهملنجذجرليبن‬

Artinya :

"Yang dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril). ke dalam hatimu (Muhammad) agar engkau termasuk
orang yang memberi peringatan"

Allah SWT berfirman :

‫ك بوبرتمللانهه تبلرتجليرل‬
‫ت بجهه هفـٰبؤابد ب‬ ‫بوبقابل المجذليبن بكفبهرلوا لبلوبل نهمزبل بعلبليجه اللـٰقهلرااهن هجلملبةر مواجحبدةر ۛ بكاذلج ب‬
‫ك ۛ لجنهثببم ب‬

"Dan orang-orang kafir berkata, Mengapa Al-Qur'an itu tidak diturunkan kepadanya sekaligus?
Demikianlah, agar Kami memperteguh hatimu (Muhammad) dengannya dan Kami membacakannya
secara tartil (berangsur-angsur, perlahan, dan benar)."

(QS. Al-Furqan 25: Ayat 32)

3. Menurut bahasa Asbabun nuzul berasal dari dua kata yaitu asbabun dan nuzul. Asbabun artinya sebab
atau karena, sedangkan nuzul artinya turun. Jadi asbabun nuzul adalah sebab-sebab turunnya ayat Al-
Qur’an. Adapun menurut istilah syara’ Asbabun nuzul adalah Suatu hal yang karenanya Al-Qur’an
diturunkan untuk menerangkan suatu hukum pada masa hal itu terjadi, baik berupa peristiwa maupun
pertanyaan.

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa sebab turunnya suatu ayat itu berkisar pada dua hal
yaitu:
a. Apabila terjadi suatu peristiwa, maka turunlah ayat Al-Qur’an mengenai peristiwa tersebut, seperti
kisah turunnya surat Al-Lahab.

b. Apabila Rasulullah SAW ditanya tentang sesuatu hal, maka turunlah ayat al-Qur’an untuk
menerangkan hukumnya. seperti ketika khaulah binti sa’labah dikenakan zihar oleh suaminya Aus bin
tsamit, hingga Khaulah bertanya kepada Rasulullah SAW mengenai hukumnya, maka turunlah surat Al-
Mujadalah ayat 3.

4. Diantara urgensi asbab an-nuzul dalam memahami al-Qur’an:

a. Membantu dalam memahami sekaligus mengatasi ketidakpastian dalam menangkap pesan ayat-ayat
al-Qur’an, seperti pada surah Al Baqarah ayat 15, dinyatakan bahwa timur dan barat merupakan
kepunyaan Allah. Dalam kasus sholat, dengan melihat dzohirnya ayat diatas, maka seakan-akan
sesearang bebas menghadap kemana saja sesuai kehendak hati mereka. Namun setelah melihat asbabun
nuzul dari ayat tersebut, tahapan interpretasi tersebut keliru. Sebab ayat diatas berkaitan tentang
seseorang yang sedang melakukan sholat dalam perjalanan diatas kendaraan, atau berkaitan dengan
orang yang berijtihad dalam menentukan arah kiblat.

b. Mengatasi keraguan ayat yang diduga mengandung pengertian umum. Seperti dalam surat Al-An’am
ayat 145 dikatakan :

Allah SWT berfirman:

‫س ابلو فجلسرقا اهجهمل لجبغليجر ا ا‬


ۚ ‫اج بجهه‬ ‫طبعهم هاه اج م ال ابلن يمهكلوبن بمليتبةر ابلو بدرما مملسفهلورحا ابلو لبلحبم جخلنجزليحر فبا جنمهه جرلج ن‬ ‫قهلل م ال ابججهد فجلي بماا اهلوجحبي اجلب م‬
‫ي همبحمررما بعالىٰ ب‬
‫طاجعحم يم ل‬
‫ك بغفهلونر مرجحلينم‬ ‫ضطهمر بغليبر ببا ح‬
‫غ موبل بعاحد فبا جمن بربم ب‬ ‫فببمجن ا ل‬

Artinya :

Katakanlah, tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaKu, sesuatu yang diharamkan
bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau
daging babi - karena Sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang yang disembelih atas nama selain
Allah.”(QS. Al-an’am:145)
Menurut Asy-Syafi’I’ pesan ayat diatas tidak bersifat umum (hasr). Untuk mengatasi kemungkinan adanya
keraguan dalam memahami ayat diatas, Asy-Syafi’i menggunakan alat bantu Asbabunnuzul, menurutnya
ayat ini diturunkan manganai orang-orang kafir yang tidak mau memakan sesuatu, keculi terhadap apa
yang mareka halalkan sendiri, mereka menghalalkan apa yang telah diharamkan Allah dan
mengharamkan apa yang telah Allah halalkan maka turunlah ayat ini.

c. Mengkhususkan hukum yang terkandung dalam ayat al-Qur’an

d. Mengidentifikasi pelaku yang menyebabkan Al-Qu’an turun. Umpamanya ‘aisyah pernah menjernihkan
kekeliruan Marwan yang menunjuk Abd Rahman Ibn Abu Bakar sebagai orang yang menyebabkan
turunya ayat "Dan orang yang mangatakan kepada orang tuanya “cis, kumu berdua…”(Q.S. Al-Ahqaf: 17).
Untuk meluruskan persoalan, 'Aisyah berkata kepada Marwan, "Demi Allah bukan dia yang
menyebabkan ayat itu turun. Dan aku sanggup untuk menyebutkan siapa yayang sebenarnya."

e. Memudahkan untuk menghapal dan memahami ayat, serta untuk memantapkan wahyu wahyu ke
dalam hati yang mendengarkannya. Sebab hubungan sebab-akibat (musabbab), hukum, peristiwa dan
pelaku,masa dan tempat merupakan satu jalinan yang mengikat hati.

5. Macam-macam asbabun an-nuzul dari segi jumlah sebab dan ayat yang turun, asbabun an-nuzul dapat
dibagi menjadi :

1.Ta’addudAl-Asbab Wa Al-Nazil Wahid

Beberapa sebab yang hanya melatarbelakangi turunnya satu ayat atau wahyu. Terkadang wahyu turun
untuk menanggapi beberapa peristiwa misalnya turunnya Q.S. Al-Ikhlas ayat 1-4 “Katakanlah : ”Dia-lah
Allah, yang maha Esa. Allah adalah tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Tiada berada
beranak dan tiada pula di peranakkan. Dan tiada seoarangpun yang setara dengan dengan dia.

Ayat-ayat yang terdapat pada surat di atas turun sebagai tanggapan terhadap orang-orang musyrik
makkah sebelum nabi hijrah, dan terhadap kaum ahli kitab yang ditemui di madinah setelah hijrah.
Contoh yang lain : “peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharah) shalat wustha. Berdirilah untuk Allah
(dalam shalatmu) dengan khusyu'.

Ayat di atas menurut riwayat diturunkan berkaitan dengan beberapa sebab berikut, Dalam sustu riwayat
dikemukakan bahwa nabi SAW. Shalat dzuhur di waktu hari yang sangat panas. Shalat seperti ini sangat
berat dirasakan oleh para sahabat. Maka turunnlah ayat tersebut di atas. (HR. Ahmad, bukhari, abu
daud)

a. Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa Nabi SAW. Shalat dzuhur di waktu yang sangat panas. Di
belakang rasulullah tidak lebih dari satu atau dua saf saja yang mengikutinya. Kebanyakan diantara
mereka sedang tidur siang, adapula yang sedang sibuk berdagang. Maka turunlah ayat tersebut diatas
(HR.ahmad, an-nasa’i dan ibnu jarir)

b. Dalam riwayat lain dikemukakan pada zaman rasulullah SAW. Ada orang-orang yang suka bercakap-
cakap dengan kawan yang ada di sampingnya saat meraka shalat. Maka turunlah ayat tersebut yang
memerintahkan supaya diam pada waktu sedang shalat (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidhi, Abu daud, An
nasa’i dan Ibnu majah).

c. Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ada orang-orang yang bercakap-cakap di waktu shalat, dan
ada pula yang menyuruh temannya menyelesaikan dulu keperluannya (di waktu sedang shalat). Maka
turunlah ayat ini yang sedang memerintahkan supaya khusyuk ketika shalat.

2. Ta’adud an-nazil wa al-asbab wahid

Adalah satu sebab yang mekatarbelakangi turunnya beberapa ayat. Contoh: Q.S. Ad-dukhan : 10,15
dan16, "maka tunggulah hari ketika langit membawa kabut yang nyata" “

"sesungguhnya (kalau) kami akan melenyapkan siksaan itu agak sedikit sesungguhnya kamu akan
kembali (ingkar)". "(ingatlah) hari (ketika) kami menghantam mereka dengan hantaman yang keras.
Sesungguhnya kami memberi balasan".

Asbab an-nuzul dari ayat-ayat tersebut adalah dalam suatu riwayat dikemukakan, ketika kaum Quraisy
durhaka kepada Nabi SAW. Beliau berdo’a supaya mereka mendapatkan kelaparan umum seperti
kelaparan yang pernah terjadi pada zaman Nabi Yusuf. Alhasil mereka menderita kekurangan, sampai-
sampai merekapun makan tulang, sehingga turunlah surat Ad-dukhan ayat 10. Kemudian mereka
menghadap nabi saw untuk meminta bantuan. Maka rasulullah Saw. berdo’a agar di turunkan hujan.
Akhirnya hujanpun turun, maka turunnlah ayat selanjutnya yaitu surat Ad-dukhan ayat 15. Namun
setelah mereka memperoleh kemewahan merekapun kembali kepada keadaan semula (sesat dan
durhaka) maka turunlah surat Ad-dukhan ayat 16. Dalam riwayat tersebut dikemukakan bahwa siksaan
itu akan turun di waktu perang badar.
6. Asbabun Nuzul tidak bisa diketahui semata-mata dengan akal (rasio), tidak lain mengetahuinya harus
berdasarkan riwayat yang shahih dan didengar langsung dari orang-orang yang mengetahui turunnya Al-
Qur'an, atau dari orang-orang yang memahami Asbabun Nuzul, lalu mereka menelitinya dengan cermat,
baik dari kalangan sahabat, tabi'in atau lainnya. dengan catatan pengetahuan mereka diperoleh dari
ulama-ulama yang dapat dipercaya.

Ibnu Sirin mengatakan saya pernah bertanya kepada Abidah tentang satu ayat Al-Qur'an, beliau
menjawab: "Bertaqwalah kepada Allah dan berkatalah yang benar sebagaimana orang-orang yang
mengetahui dimana Al-Qur'an turun".

Cara mengetahui Asbabun Nuzul berupa riwayat yang shahih adalah:

Apabila perawi sendiri menyatakan 1afazh sebab secara tegas. Dalam hal ini tentu merupakan nash yang
nyata, seperti kata-kata perawi, "sebab turun ayat ini begini.........."Bila perawi menyatakan riwayatnya
dengan memasukkan huruf "fa' ta'qibiyah" pada kata "Nazala" seperti kata-kata perawi":

Riwayat yang demikian juga merupakan nash yang sharih dalam sebab Nujul.

Terkadang ada suatu bentuk ungkapan yang tidak menyatakan Sebab Nuzul yang tegas seperti kata-kata
perawi.

Kadang-kadang yang dimaksud dengan ungkapan tersebut adalah sebab turun, tetapi kadang-kadang
pula menyatakan hukum yang terkandung dalam ayat seperti halnya Az-Zarkasi dalam kitabnya Al-
Burhan mengatakan "biasanya tradisi shahabat dan tabi'in bila mengatakan maksudnya adalah bahwa
ayat ini adalah mengandung hukum ini bukan menyatakan suatu sebab Nuzul.

Ibnu Taimiyah mengatakan: "kata-kata mereka terkadang menyatakan suatu sebab turun dan terkandung
pula menyatakan kandungan hukum meskipun sebabnya tidak ada.

7. Secara etimologi, munasabah berasal dari bahasa arab dari asal kata nasaba-yunasibu-munasabahan
yang berarti musyakalah (keserupaan), dan muqarabah. Lebih jelas mengenai pengertian munasabah
secara etimologis disebutkan dalam kitab Al burhan fi ulumil Qur”an bahwa munasabah merupakan ilmu
yag mulia yang menjadi teka-teki akal fikiran, dan yang dapat digunakan untuk mengetahui nilai
(kedudukan) pembicara terhadap apa yang di ucapkan.

Manna Al-Qathan dalam mabahis fi ulum Al-Qur’an menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan
munasabah dalam pembahasan ini adalah segi-segi hubungan antara satu kata dengan kata yang lain dan
satu ayat dengan ayat yang lain atau antara satu surat dengan surat yang lain. Menurut M Hasbi Ash
Shiddieq membatasi pengertian munasabah kepada ayat-ayat atau antar ayat saja.

Dalam pengertian istilah, munasabah diartikan sebagai ilmu yang membahas hikmah korelasi urutan ayat
Al-Qur’an atau dengan kalimat lain, munasabah adalah usaha pemikiran manusia dalam menggali rahasia
hubungan antar surat atau ayat yang dapat diterima oleh akal. Dengan demikian diharapkan ilmu ini
dapat menyingkap rahasia illahi, sekaligus sanggahanya, bagi mereka yang meragukan Al-Qur’an sebagai
wahyu.

8. Cara Mengetahui Munasabah

Para ulama menjelaskan bahwa pengetahuan tentang munasabah bersifat ijtihadi. Artinya, pengetahuan
tentangnya ditetapkan berdasarakan ijtihad karena tidak ditemukan riwayat, baik dari nabi maupun dari
para sahabatnya. Oleh karena itu tidak ada keharusan mencari munasabah pada setiap ayat. Alasannya,
Al Qur'an diturunka secara berangsur-ansur mengukuti berbagai kejadian dan peristiwa yang ada.
Terkadang seorang musafir menemukan keterkaitan suatu ayat denganyang lainnya dan terkadang tidak.
Ketika tidak menemukan keterkaitan itu, ia tidak diperkenankan untuk memaksakan diri. Dalam hal ini
syekh Izzuddin Bin ‘Abd as-salam berkata : Munasabah adalah sebuah ilmu yang baik, tetapi kaitan antar
kalam mensyartkan adanya kesatuan dan keterkaitan bagian awal dengan bagian akhirnya. Dengan
demikian, apabila terjadi pada berbagai sebab yang berbeda, keterkaitan salah satu dengan yang lainnya
tidak menjadi syarat. Orang yang mengaitkan tersebut berarti mengada-adakan apa yang tidak
dikuasainya. Kalupunitu terjadi, ia mengaitkan hanya dengan ikatan-ikatan lemah yang pembicaraan yang
baik saja pasti terhindar darinya, apalagi kalam yang terbaik. Untuk meneliti keserasian susunan ayat dan
surat (munasabah) dalam Al-Quran diperlukan ketelitian dan pemikiran yang mendalam. As-Suyuthi
menjelaskan ada beberapa langkah yang perlu diperhatiakan untuk menemukan munasabah ini, yaitu :

1. Harus diperhatiakan tujuan pembahasan suatu surat yang menjadi objek pencarian.

2. Memperhatikan uraian ayat-ayat yangsesuai dengan tujuan yang dibahas dalam surat.

3. Menentukan tingkatan uraian-uaraianitu, apakah ada hubungannya atau tidak.

4. Dalam mengambil kesimopulannya, hendaknya memperhatikan ungkapan-ungkapan bahasanya


dengan benar dan tidak berlebihan.
9. MACAM-MACAM MUNASABAH

Berdasarkan kepada beberapa pengertian sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, pada prinsipnya
munasabah al-Qur’an mencakup hubungan antar kalimat, antar ayat, serta antar surat. Macam-macam
hubungan tersebut apabila diperinci akan menjadi sebagai berikut :

1. Munasabah antara surat dengan surat.

2. Munasabah antara nama surat dengan kandungan isinya.

3. Munasabah antara kalimat dalam satu ayat.

4. Munasabah antara ayat dengan ayat dalam satu surat.

5. Munasabah antara ayat dengan isi ayat itu sendiri.

6. Munasabah antara uraian surat dengan akhir uraian surat.

7. Munasabah antara akhir surat dengan awal surat berikutnya.

8. Munasabah antara ayat tentang satu tema.

10. Urgensi dan kegunaan Ilmu Munasabah

Munasabah di dalam memahami Al-Qur’an sangatlah penting, karena dengan dikuasainya ilmu ini maka
akan dapat merasakan secara mendalam bahwa Al-Qur’an merupakan satu kesatuan yang utuh dalam
untaian kata-kata yang harmonis dengan makna yang kokoh, tepat, dan akurat sehingga sedikitpun tak
ada cacat. Selain itu, dengan munasabah dapat memberikan gambaran yang semakin terang bahwa Al-
Qur’an itu betul-betul kalam Allah, tidak hanya teksnya, melainkan susunan dan urutan ayat-ayat dan
surat-suratnya pun atas petujuk-Nya. Sebagaimana Asbabun Nuzul, Munasabah dapat berperan dalam
memahami Al-Qur’an. Muhammad Abdullah Darraz berkata : ”Sekalipun permasalahan yang
diungkapkan oleh surah-surah itu banyak, semuanya merupakan satu kesatuan pembicaraan yang awal
dan akhirnya saling berkaitan. Maka bagi orang yang hendak memahami sistematika surah semestinya
dia memperhatikan keseluruhannya, sebagaimana juga memperhatikan permasalahannya. ”Ada dua
urgensi munasabah yaitu :

1. Dari sisi balaghah, hubungan antara ayat dengan ayat menjadi keutuhan yang indah dalam tata bahasa
Al-Qur’an.

2. Memudahkan orang dalam memahami makna ayat atau surah.


Dengan mempelajari munasabah terdapat beberapa manfaat antara lain :

1. Dapat membantah anggapan sebagian orang yang menyatakan bahwa tema-tema Al-Qur’an
kehilangan korelasi antara satu bagian ayat dengan bagian ayat yang lainnya, padahal ternyata rangkaian
ayat-ayatnya memiliki keterkaitan yang menakjubkan. Contohnya firman Allah SWT berikut:

‫ت جملن أبلببوابجبها‬ ‫ت جمن ظهههوجربها بوبلـٰجكمن اللبجمر بمجن اتمبقىٰ بولأهتولا اللبههيو ب‬
‫س اللبجمر بجأ بلن تبألتهلولا اللبههيو ب‬
‫س بواللبحمج بولبلي ب‬ ‫يبلسأ بهلونب ب‬
‫ك بعجن الجهلمجة قهلل جهبي بمبواجقي ه‬
‫ت جللمنا ج‬
‫بواتمهقولا ا‬
‫اب لببعلمهكلم تهلفلجهحوبن‬

Artinya: ”Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah "Bulan sabit itu adalah tanda-
tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari
belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. Dan masuklah ke rumah-
rumah itu dari pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.” (QS.Al-Baqarah:189)

Membaca ayat ini orang akan bertanya-tanya ”apakah korelasi antara pembicaraan bulan sabit dengan
mendatangi rumah?. Ketika menjelaskan munasabah kedua ayat ini Az-Zarkasyi (1957:41) mengatakan :
“sudah diketahui bahwa ciptaan Allah mempunyai hikmah yang jelas dan kemaslahatan bagi hamba-
hamba-Nya, maka tinggalkan pertanyaan tentang hal itu, dan perhatikan sesuatu yang engkau
anggapsebagai kebaikan, padahal sama sekali bukan merupakan kebaikan. ”Dari sini dapat dipahami
bahwa dari satu ayat tersebut dapat menjawab dua pertanyaan sahabat baik tentang bulan pelaksanaan
ibadah haji maupun tentang orang taqwa.

2. Dapat menolak pandangan akan adanya ketidakteraturan dalam penyusunan al-Qur’an, misalnya
mengapa surah Al-Fatihah diletakkan pada awal surah dan bukan surah Al-A’laq, padahal secara historis
awal surah inilah yang terlebih dahulu diturunkan. Sebaliknya mengapa surah An-Naas diletakkan pada
akhir surah, bukan surah al-Maidah ayat 3, padahal secara hitoris surat inilah yang terakhir diturunkan.

3. Dapat membantu untuk memudahkan pemahaman Al-Qur’an baik antara ayat dengan ayat maupun
surah dengan surah dalam al-Qur’an.(Chirzin,1998:58).

4. Dapat menggantikan sebab nuzulnya apabila sebab-sebab tersebut tidak disebut dalam bentuk nyata.
Hal ini dikerenakan keterpautan antara satu ayat dengan ayat dapat menggambarkan sesuatu yang kita
maksudkan dan tidak perlu lagi mengetahui sejarah nuzulnya satu persatu.

5. Untuk memahami keutuhan, keindahan, dan kehalusan bahasa (mutu dan tingkat balaghah Al-Qur'an)
serta dapat membantu dalam memahami keutuhan makna Al Quran itu sendiri.

Menurut Prof. Dr. H. Rachmat Syafe’I, MA. manfaat mempelajari munasabah, antara lain sebagai berikut :

1. Menghindari kekeliruan dalam menafsirkan Al-Qur’an, sebab munculnya kekeliruan dalam


menafsirkan Al-Qur’an adalah karena tidak mengetahui munasabah.

2. Intensifikasi pengertian Al-Qur’an. Mengingat peran penting munasabah sebagaimana digambarkan di


atas, maka masuk akal bila pakar ulama tafsir seperti Ibn Al-‘Arabi menyatakan bahwa kajian munasabah
adalah suatu ilmu yang besar dan mulia, hanya orang-orang tertentu yang dapat menggalinya. Al-
Zarkasyi juga mengakui pentingnya ilmu ini dengan menyatakan secara tegas bahwa munasabah adalah
ilmu yang amat mulia yang dapat memelihara dan meluruskan pola pikir serta mengenal kadar
kemampuan seseorang dalam berbicara.

Anda mungkin juga menyukai