Anda di halaman 1dari 4

KASUS

Seorang laki-laki, anak SMA kelas X sering tidak masuk sekolah karena merasa tidak ingin
sekolah. Berke inginan menjadi pembalap. Postur tubuh tak cukup tinggi sebagai laki-laki,
lebih cendering gemuk, tidak langsing. Oleh karena ingin menjadi pembalap maka waktunya
banyak dipakai untuk mencari informasi tentang balapan sepeda motor, melalui baca-baca
buku dan di internet, ikut grup balapan motor. Setelah terbelenggu dengan cita-cita itu
akhirnya tidak lagi mau sekolah. Banyak alasan dimunculkan sepert: 1) Jadi pembalap tidak
perlu sekolah 2) Kalau sekolah harus di IPA dan tidak mau ada mata kuliah IPS karena tak
bermanfaat, 3) tidak mau lagi di sekolah itu, tetapi pindah ke SMA lain (menyebut sekolah di
luar kota, 4) sekloah internasional, 5) atau sekolah di luar negeri.
Ada home visite dari guru BK sekolahnya untuk masuk sekolah. Kemudian mau sekolah asal
dibelikan sepeda motor lagi (dulu pernah kecelakaan dan dijual). Kalau tidak ada uang bisa
menjual mobil (satu) nya karena memiliki banyak mobil.
Pertanyaan kepada orangtuanya: Mengapa tidak bisa membuat anaknya senang? Mengapa
tidak mengijinkan anak mencapai cita2nya? Dia meyakini bahwa dia pasti sukses menjadi
pembalap jika di fasilitasi. Keyakinan itu sangat kuat sehingga tidak sekolah, menuntut
sekolah pembalap atau mau sekolah asal dibelikan sepeda motor fasilitas balapan. Orang
tuanya tidak bisa mengatasi, minta bantuan uru BK, guru BK merasa kesulitan.
Subyek anak kedua dari tiga bersaudara. Kakaknya perempuan sudah kuliah dan adiknya
cowok masih di PAUD. Orang tua klien seorang pegawai negeri, dan ibunya pegawai
administrasi negeri. Jika dilihat dari segi ekonomi serba berkecukupan.

Analisis :
Untuk dapat memberikan treatment atau perlakuan terhadap anak tersebut, sebagai guru
pembimbing kita perlu melakukan beberapa langkah-langkah, langkah pertama yang harus
kita lakukan ialah, mengidentifikasi identitas dan latar belakang sang klien, identifikasi itu
diperjelas sebagai berikut:
1. Nama Siswa : Y (disamarkan)
2. Kelas : X (sepuluh)
3. Cita-cita : menjadi pembalap
4. Minat jurusan :IPA
5. Latar belakang orang tua
Ayah : Pegawai Negeri
Ibu : Pegawai Administrasi Negeri
6. Anak ke- : dua dari tiga bersaudara
Setelah mengidentifikasi latar belakang identitas klien, kita menjadi mengetahui bahwa
ternyata Y merupakan anak ke-2 dari tiga bersaudara, urutan posisi kelahiran seringkali
berpengaruh pula terhadap keadaan psikologis dan karakteristik seseorang, dan biasanya
anak yang berada ditengah tengah itu, dia cenderung memiliki perilaku yang berbeda dari si
sulung atau si bungsu, ia juga terkadang merasa diabaikan, beda dengan anak pertama yang
tentunya kelahiran yang sangat dinantikan sehingga merasakan sebuah kasih sayang yang
penuh. Beda pula dengan anak ketiga dimana anak ketiga itu, dia cenderung ingin dimanja
dan perhatikan karena dia merasa yang paling muda atau yang paling kecil. Untuk anak
kedua,
biasanya anak kedua itu lahir pada saat dimana rumah tangga keluarga sedang dalam kondisi
badai (cobaan berat), sehingga berbagai kemungkinan hal bisa terjadi dan menimbulkan
dampak bagi dirinya dan kepribadiannya tentunya, bahkan menurut seorang ahli Roslina
Verauli, MPsi., karakteristik anak kedua bisa jika dilihat berdasarkan urutan kelahiran seperti
yang disebutkan bapak psikologi individual, Alfred Adler, sebagai berikut:
1) Cenderung lebih mandiri sehingga dapat membentuk karakternya sendiri, seperti
keadaan yang terjadi, karakter Y itu terlihat berbeda sekali dengan kakaknya yang kini telah
menjalani kuliah, dia justru tidak ingin melanjutkan sekolahnya, dan memilih menjadi
pembalap.
2) Karena terabaikan, anak kedua atau tengah cenderung mempunyai motivasi tinggi, bisa
dalam hal prestasi maupun sosialisasi. Sinergi dengan pendapat tersebut, ternyata Y itu
mempunyai motivasi yang tinggi untuk menjadi pembalap.
3) Berjiwa petualang. Suka berteman dan hidup berkelompok. Dibuktikan dengan salah
satu gejala yang nampak yaitu dia mengikuti grup balap motor.
4) Cenderung lebih ekspresif. Berambisi untuk melampaui kakaknya, terlebih bila jarak
usianya berdekatan. Siswa Y ini, dia mengekspresikan diri, mencari perhatian lingkungan
dengan cara menekuni dunia balap tersebut, dia melakukan itu untuk menunjukan kepada
orang tua bahwa dia bisa lebih hebat dari kakaknya.
5) Walau cenderung suka melawan, anak kedua biasanya lebih mudah beradaptasi.
Perlawanan yang dilakukan tersebut ia tunjukan, sebenarnya agar dia mendapatkan perhatian
yang lebih, karena memang anak kedua itu cenderung merasa terabaikan, merasa kurang
mendapatkan kasih sayang, dsb.

Dari identifikasi latar belakang identitas anak/siswa Y, langkah kedua ialah mengidentifikasi
gejala-gejala yang nampak (symptom) dari peserta didik tersebut, gejala yang nampak perlu
diidentifikasi mengingat gejala itu bisa menjadi sejumlah faktor yang melatarbelakangi
timbulnya sebuah masalah yang sesungguhnya. gejala yang nampak diantaranya:
1) tidak masuk sekolah
2) waktunya banyak dipakai untuk mencari informasi tentang balapan sepeda motor
3) ikut grup balapan motor
nah, berdasarkan identifikasi latar belakang kondisi siswa/identitas siswa dan identifikasi
terhadap gejala yang nampak, kita bisa mengambil benang merah bahwa sebenarnya siswa
Y tersebut, dia ingin menunjukan kepada orang tua dan lingkungan disekitarnya bahwa ia
memiliki cita-cita atau keinginan yang besar, yaitu menjadi seorang pembalap, namun
permasalahannya ialah keinginannya itu kurang mendapatkan dukungan yang positif daari
kedua orang tuanya. Pertanyaan mengapa orang tua tidak membuat senang anaknya dan
tidak menuruti kenginan anaknya? Jawabannya ialah, orang tua tidak yakin dengan menjadi
pembalap kelak anaknya akan menjadi orang sukses, mereka cenderung menginginkan
anaknya yang kedua tersebut mengikuti jejak sang kakak, melanjutkan kuliah dan menjalani
sebuah profesi yang lebih menjanjikan. Nah, untuk alternatif solusi yang dapat menjadi jalan
tengah, alangkah lebih baik jika siswa Y tersebut menjalani tes bakat minat dan tes
intelegensi, untuk mengukur seberapa tingkat intelegensi dan bakat yang ia miliki, dari tes
tersebut, jika ternyata sang anak (siswa Y) memang memiliki bakat dan minat yang besar
dalam bidang olahraga balap, alangkah lebih baik nika kita memberikan pengertian yang
lebuh terhadap kedua orang tua mengenai hal tersebut, bahwa kita tidak dapat memaksakan
kehendak anak jika memang ia tidak mau, namun juga tidak berarti kita melepaskan dia
dengan begitu saja. Tidak ada solusi yang terbaik, yang ada ialah jika kita berani menentukan
sebuah pilihan, maka itulah yang terbaik, dan apabila kita telah bertekad untuk mengambil
sebuah keputusan, maka jalanilah dengan niat tulus dan ikhlas, terus berusaha dan berdoalah
mudah-mudahan keputusan yang telah diambil ialah jalan terbaik yang memang ditunjukan
oleh yang maha kuasa kepada kita.

Tahapan Proses Konseling Analisis Transaksional

PsikologiKonseling Pusat Bahan Ajar dan Elearning

‘12 14 Rizky Putri Asridha S. Hutagalung UniversitasMercu Buana

1. Bagian pendahuluan digunakan untuk menentukan kontrak d ngan klien,

baik mengenai masalah maupun tanggung jawab kedua pihak.


2. Pada bagian kedua baru mengajarkan Klien tentang ego s tenya dengan

diskusi bersama Klien.

3. Membuat kontrak yang dilakukan oleh klien sendiri, yang berisikan

tentang apa yang akan dilakukan oleh klien, bagaimana klien akan

melangkah ke arah tujuan yang telah ditetapkan, dan klien tahu kapan

kontraknya akan habis. Kontrak berbentuk pernyataan kl en – konselor

untuk bekerja sama mencapai tujuan dan masing-masing terikat untuk

saling bertanggung jawab. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi

dalam kontrak, yaitu :

a. Dalam kontrak, konselor dan klien harus melalui transa dewasa-

dewasa, serta ada kesepakatan dalam menentukan tujuan-tujuan

yang ingin dicapai.

b. Kontrak harus mempertimbangkan beberapa hal, yaitu :

pertimbangan pertama yaitu konselor memberikan layanan

kepada klien secara profesional (baik berupa kesempata maupun

keahlian)

pertimbangan kedua yaitu, klien memberikan imbalan jas

kepada konselor, dan menandatangani serta melaksanakan isi

kontrak sesuai dengan waktu atau jadwal yang telah ditetapkan.

c. Kontrak memiliki pengertian sebagai suatu bentuk kompetensi

anatara dua pihak, yaitu, konselor yang harus memiliki kecakapan

untuk membantu klien dalam mengatasi masalahnya, dan klien harus

cukup umur dan matang untuk memasuki suatu kontrak.

d. Tujuan dari kontrak haruslah sesuai dengan kode etik k seling.

4. Setelah kontrak ini selesai, baru kemudian konselor bersama klien


menggali ego state dan memperbaikinya sehingga terjadi dan tercapainya tujuan konseling.

Anda mungkin juga menyukai