Anda di halaman 1dari 7

SK Pelayanan Pasien Resiko Tinggi

February 17, 2019

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR TENTANG


PELAYANAN PASIEN RESIKO TINGGI

1. Pelayanan atau asuhan pasien resiko tinggi dan penyediaan pelayanan resiko tinggi diberikan
berdasar atas panduan praktik klinis dan peraturan perundang-undangan
a.Dilakukan identifikasi pasien resiko tinggi dan pelayanan resiko tinggi sesuai dengan populasi pasiennya
serta penetapan resiko tambahan yang mungkin berpengaruh pada pasien resiko tinggi dan pelayanan
resiko tinggi.
b.Staf dilatih untuk pemberian pelayanan pada pasien resiko tinggi.
c. Pelaksanaan pemberian pelayanan pada pasien resiko tinggi dicatat dalam rekam medis.
d. Pengembangan pelayanan pasien resiko tinggi dimasukkan kedalam program peningkatan mutu Rumah
Sakit.
e. Kelompok pasien yang beresiko atau pelayanan yang beresiko tinggi agar tepat dan efektif dalam
mengurangi resiko. Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk mengurangi resiko:
Bagaimana perencanaan dibuat termasuk identifikasi perbedaan pasien dewasadengan anak atau keadaan
khusus lain.
 Dokumentasi yang diperlukan oleh pelayanan secara tim untuk bekerja dan berkomunikasi secara efektif.
 Pertimbangan persetujuan khusus bila diperlukan.
 Persyaratan pemantauan pasien.
 Kompetensi atau keterampilan yang khusus staf yang terlibat dalam proses asuhan.
 Ketersediaan dan penggunaan peralatan khusus.
 Pengobatan resiko tinggi lainnya antara lain kcl pekat, heparin, meylon dan sebagainya.

2. Deteksi perubahan kondisi pasien / Early Warning System (EWS)


a. Pelaksanaan EWS dilakukan sesuai pedoman / panduan.
b. Staf klinis dilatih menggunakan EWS.
c. Staf klinis mampu melaksanakan EWS sesuai pedoman / panduan.
d. PPA yang melakukan EWS akan mengisi formulir EWS dan melakukan dokumentasi di dalam berkas
rekam medis pasien.
e. Pasien yang telah dilakukan EWS akan dievaluasi perkembangan kondisi dan tercatat dalam rekam
medis pasien.

3. Pelayanan Kasus Emergency


a. Pelayanan kasus emergency atau yang beresiko tinggi terjadinya kasus emergencydiidentifikasi dan
dilakukan oleh tenaga medis yang kompeten di Instalasi Gawat Darurat.
b. Tenaga medis yang bertugas di tempat dengan resiko terjadinya kasus emergencytinggi agar dilakukan
pelatihan.
4. Pelayanan Resusitasi
a. Pelayanan resusitasi diatur dalam kebijakan tersendiri.
b. Pelayanan resusitasi pada pasien tidak mampu tetap dilakukan sesuai prosedur.
c. Pelayanan resusitasi dapat diberikan selama 24 jam setiap hari di seluruh area Rumah Sakit serta
peralatan medis untuk resusitasi dan obat yang akan diberikan pada pasien yang dilakukan bantuan
hidup dasar terstandar sesuai dengan kebutuhan pasien dan pedoman / panduan Code Blue.
d. Bantuan hidup dasar dapat diberikan segera saat dikenali adanya henti napas dan henti jantung di
seluruh area Rumah Sakit dan tindak lanjutnya diberikan kurang dari 5 menit.
e. Resusitasi lanjut dilakukan oleh tim yang terlatih dengan nama “Blue Team” dengan membawa alat-alat
dan obat resusitasi yang diperlukan.
f. Seluruh staf yang bertugas di semua unit Rumah Sakit diberikan pelatihan mengenai bantuan hidup dasar
/ resusitasi.

5. Pelayanan pemberian darah


a. Pelayanan darah dan atau produk darah harus diberikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
meliputi pemberian persetujuan (informed consent), pengadaan darah, identifikasi pasien, pemberian
darah, monitoring pasien, identifikasi dan respon terhadap reaksi transfusi.
b. Rumah Sakit tidak memiliki bank darah dan tempat atau kulkas khusus penyimpanan darah dan atau
produk darah.
c. Rumah Sakit hanya melayani pemberian produk darah dari PMI yang akan disalurkan ke ruangan yang
membutuhkan melalui laboratorium.
d. Penerbitan formulir permintaan darah untuk transfusi oleh Rumah Sakit Umum Daerah berdasarkan
format formulir sesuai ketentuan dari PMI.
e. Mekanisme pemesanan transfusi darah ditujukan kepada PMI dari masing-masing unit kerja yang
membutuhkan transfusi mengajukan pemesanan transfusi dengan menggunakan formulir permintaan
darah untuk transfusi melalui unit Laboratorium Rumah Sakit Umum Daerah .
f. Pemberian darah dan atau produk darah harus selalu memperhatikan keselamatan pasien.
g. Setiap penggunaan dan pemberian darah dan atau produk darah harus berdasarkan atas permintaan
dokter.
h. Dokter memberikan instruksi pemberian darah dan atau produk darah dilembar instruksi yang meliputi tipe
darah (termasuk pesanan khusus), volume darah, kecepatan pemberian, obat premedikasi apabila
diperlukan.
i. Saat Darah dan atau produk darah datang dari PMI maka petugas laboratorium mengecek kesesuaian
label pada produk darah dan etiket yang tertera pada produk darah harus sesuai dengan yang tertera
pada formulir permintaan darah.
j. Petugas laboratorium akan melakukan serangkaian pemeriksaan kesesuain darah atau produk darah
meliputi kesesuaian nama pasien, nomor kantong darah, tanggal kadaluarsa, jenis produk darah,
golongan darah, rhesus dan jumlah darah.
k. Setelah pengecekan selesai, petugas laboratorium menghubungi petugas ruangan dan mengecek
kembali kesesuaian produk darah (double cek) antara petugas laboratorium dan petugas ruangan. Bila
sudah sesuai, maka petugas ruangan dapat mengambil produk darah dengan mengisi buku ekspedisi
pengambilan produk darah dari ruang laboratorium.
l. Darah dan atau produk darah yang diberikan kepada pasien harus dijamin bebas dari bibit penyakit yang
dapat menimbulkan penyakit yang dapat ditularkan melalui transfusi darah dan atau produk darah, yaitu
melalui skrining untuk mendeteksi adanya virus atau bakteri dengan metode NAT (Nucleic Acid Testing)
yang dilakukan oleh PMI.
m. Skrining pemeriksaan HbsAg, Anti HCV dan Anti HIV dilakukan oleh PMI yang akan dicek kembali oleh
petugas laboratorium dan petugas pemberi darah dan atau produk darah melalui etiket yang tertera pada
produk darah.
n. Jika pasien atau keluarga menghendaki untuk dilakukan skrining ulang terhadap pemeriksaan HbsAg,
Anti HCV dan Anti HIV atas permintaan sendiri, maka pemeriksaan skrining dapat dilakukan di unit
laboratorium Rumah Sakit Umum Daerah .
o. Pada pelaksanaan pemberian darah dan atau produk darah harus dilakukan secara aman dan
meminimalkan resiko transfusi.
p. Hanya mereka yang kompeten dan berwenang dalam memberikan pelayanan darah dan atau produk
darah serta melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pemberian darah.
q. Staf diberikan pelatihan pemberian pelayanan darah dan atau produk darah.
r. Pemberian darah dan atau produk darah harus dicatat direkam medis pasien.

6. Asuhan pasien dengan alat bantu hidup dasar (ventilator) atau pasien koma
a. Identifikasi kebutuhan pasien dengan peralatan bantuan hidup dasar atau yang koma dilakukan oleh
tenaga medis yang kompeten.
b. Rumah Sakit Umum Daerah tidak memberikan pelayanan Ruang NICU dan ICU.
c. Bila pasien IGD yang menggunakan alat bantu hidup dasar (ventilator) selama 1 x 24 jam tidak mendapat
Rujukan maka pasien akan transit ke Unit Perawatan Kritis (High Care Unit) untuk pasien anak dan
dewasa sampai pasien mendapatkan Rumah Sakit Tujuan / Rujukan yang dituju dan dijelaskan juga
kemungkinan adanya penurunan kondisi pasien sampai yang terburuk yaitu kematian.
d. Pelayanan Unit Perawatan Kritis (High Care Unit) bagi pasien anak dan dewasa dengan kondisi respirasi,
hemodinamik dan kesadaran yang stabil, masih memerlukan pengobatan, perawatan dan observasi
ketat.
e. Bila pasien bayi baru lahir atau usia 0 – 28 hari yang membutuhkan Bubble CPAPakan menjalani
perawatan di Unit Perawatan Kritis (Perinatologi).
f. Pelayanan unit Perinatologi untuk bayi usia 0 – 28 hari yang tidak memerlukan alat bantu napas
(ventilator), hanya butuh observasi ketat.
g. Rumah Sakit menetapkan persetujuan masuk ruangan (informed consent), kriteria pasien masuk dan
keluar Unit Perawatan Kritis yang meliputi Ruang High Care Unit (HCU) dan Perinatologi.
h. Pemantauan kondisi pasien yang dirawat di Unit Perawatan Kritis (High Care Unit)dilakukan 24 jam terus-
menerus dan dicatat dalam formulir observasi High Care Unit (HCU) serta formulir catatan terintegrasi.
i. Pemantauan harus dilakukan dengan ketat oleh petugas yang kompeten dan terlatih.
j. Petugas yang bekerja di Unit Perawatan Kritis harus memiliki sertifikat pelatihan khusus untuk ruang
intensif.
k. Bila Rumah Sakit tidak mampu melakukan asuhan pasien agar diberitahukan kepada keluarga pasien
dan dirujuk ke Rumah Sakit yang mampu melakukan asuhan pasien tersebut.
l. Pelaksanaan asuhan pasien dengan alat bantu hidup dasar dan pasien koma meliputi setiap hasil
asessmen, rencana asuhan pasien, pemantauan dan tindakan yang akan diberikan pada pasien koma
dan atau pasien dengan alat bantu hidup harus dicacat dengan lengkap, akurat dan benar dalam berkas
rekam medis.

7. Asuhan pasien penyakit menular dan penurunan daya tahan (immuno– suppressed)
a. Asuhan pasien dengan penyakit menular
1) Identifikasi kebutuhan asuhan pasien dan resiko penularan akibat dari penyakit atau akibat obat-obatan
yang diberikan.
2) Pelayanan pasien penyakit menular seperti TB, HIV AIDS, Difteri dan penyakit menular lainnya dilakukan
di ruang rawat inap khusus / isolasi.
3) Pemantauan dilakukan 24 jam terus-menerus oleh petugas yang kompeten dan terlatih.
4) Petugas yang memberikan pelayanan dan melakukan perawatan pada pasien di ruang rawat inap khusus
/ isolasi menggunakan alat pelindung diri / APD sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
5) Staf dilatih dalam memberikan pelayanan asuhan pasien penyakit menular.
6) Bila fasilitas tidak memungkinkan untuk melakukan asuhan pasien tersebut agar diberitahukan kepada
pasien dan keluarga untuk dirujuk ke Rumah Sakit dengan fasilitas yang sesuai kebutuhan dan mampu
memberikan asuhan kepada pasien tersebut.
7) Pelaksanaan asuhan pasien dengan penyakit menular dicatat dalam rekam medis pasien.
b. Asuhan pasien yang daya tahan tubuhnya diturunkan (Immuno-suppressed)
1) Rumah Sakit tidak memberikan pelayanan immuno-supressed.
2) Untuk Pelayanan Immuno-supressed, Rumah Sakit akan melakukan Rujukan Ke Rumah Sakit yang
memiliki fasilitas yang menunjang proses pengobatan dan perawatan pasien dengan immuno-
suppressed.

8. Asuhan pada pasien Hemodialisa


a. Rumah Sakit tidak memberikan pelayanan Hemodialisa.
b. Untuk Pelayanan Hemodialisa, Rumah Sakit akan melakukan Rujukan Ke Rumah Sakit yang memiliki
fasilitas Hemodialisa.

9. Pelayanan penggunaan alat penghalang (restraint)


a. Identifikasi penggunaan alat penghalang dilakukan pada pasien yang tidak mengerti asuhan yang
diberikan, seperti pasien anak, dewasa dan geriatrik, pasien gelisah dan kesadaran menurun serta
pasien dengan gangguan jiwa.
b. Sebelum alat restraint dipasang dan dilepas maka keluarga akan diberikan edukasi oleh DPJP mengenai
kebutuhan pemasangan dan pelepasan alat restraint, bila keluarga menyetujui maka keluarga mengisi
formulir edukasi dan menadatangani inform consent.
c. Asuhan diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien dengan mengacu pada panduan
penggunaan restraint.
d. Asuhan yang telah diberikan akan dievaluasi secara berkala melalui formulir monitoring
pemasangan restraint.
e. Alat restraint oleh perawat akan diganti setiap hari setelah memandikan pasien.
f. Staf diberi pelatihan tentang pengunaan alat restraint pada pasien anak, dewasa, geriatrik dan dengan
gangguan jiwa.
g. Asuhan pelayanan penggunaan alat penghalang (restraint) dicatat dalam rekam medis pasien.
10. Pelayanan pasien populasi khusus
Asuhan pelayanan khusus terhadap pasien yang lemah, lanjut usia, mereka yang cacat, anak, yang
dengan ketergantungan bantuan serta populasi yang beresiko disiksa dan resiko tinggi lainnya termasuk
pasien dengan resiko bunuh diri.
1) Identifikasi pasien yang lemah, resiko disiksa, seperti pasien lanjut usia yang tidak tidak mandiri, cacat
tubuh, cacat mental, anak-anak, anak dengan ketergantungan, pasien resiko bunuh diri.
2) Asuhan pasien yang lemah, lanjut usia yang tidak mandiri, cacat tubuh, cacat mental dengan
ketergantungan bantuan diarahkan dan menerima asuhan sesuai dengan kebijakan dan prosedur.
3) Asuhan pasien anak dan anak yang ketergantungan bantuan diarahkan dan menerima asuhan sesuai
dengan kebijakan dan prosedur.
4) Populasi pasien dengan resiko kekerasan dan resiko bunuh diri harus diidentifikasi dan asuhannnya
diarahkan serta menerima asuhan sesuai dengan kebijakan dan prosedur.
5) Asuhan diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien dan dievaluasi secara berkala.
6) Pemantauan dilakukan 24 jam terus-menerus oleh petugas yang kompeten dan terlatih.
7) Staf diberi pelatihan tentang pelayanan pasien populasi khusus.
8) Asuhan pasien populasi khusus dicatat dalam rekam medis.

11. Asuhan pada pasien yang mendapat Kemoterapi dan terapi lain yang beresiko tinggi
a. Rumah Sakit tidak memberikan pelayanan Kemoterapi dan pelayanan lain yang beresiko tinggi seperti
terapi hiperbarik, pelayanan radiologi intervensi.
b. Pelayanan pasien yang mendapat kemoterapi atau pengobatan resiko tinggi lain diarahkan oleh kebijakan
dan prosedur yang sesuai.

c. Bila fasilitas Rumah Sakit tidak memungkinkan untuk melakukan asuhan pada pasien dengan pelayanan
lain yang beresiko tinggi seperti terapi hiperbarik atau pelayanan radiologi intervensi agar diberitahukan
kepada pasien dan keluarga untuk dirujuk ke Rumah Sakit dengan fasilitas yang sesuai
kebutuhan asuhan pasien tersebut.
d. Untuk Pelayanan Kemoterapi, Rumah Sakit akan melakukan Rujukan Ke Rumah Sakit yang memiliki
fasilitas Pelayanan Kemoterapi.
Panduan Pelayanan Resiko Tinggi di Rumah Sakit
Posted on April 27, 2017by Healthcare and Hospital Consultant (IKKESINDO Batch 4)

BAB 1
DEFINISI
 PENGERTIAN
Pelayanan yang memerlukan peralatan yang kompleks untuk pengobatan penyakit yang mengancam jiwa,
risiko bahaya pengobatan, potensi yang membahayakan pasien atau efek toksik dari obat beresiko tinggi.

 TUJUAN
Pelayanan pada pasien beresiko tinggi berorientasi untuk dapat secara optimal memberikan pelayanan
dan perawatan pasien dengan menggunakan sumber daya, obat-obatan dan peralatan sesuai standard an
pedoman yang berlaku. Panduan ini disusun dalam rangka penyelenggaraaan pelayanan pasien berisiko
tinggi yang berkualitas dan mengedepankan mutu dan keselamatan pasien di rumah sakit.

BAB III
RUANG LINGKUP PELAYANAN

Kelompok pasien yang berisiko atau pelayanan yang berisiko tinggi antara lain

1. Penanganan kasus emergensi;


2. Penanganan Resusitasi;
3. Pasien dengan life support atau dalam kondisi koma;
4. Restraint
5. Pasien lansia, cacat atau yang berisiko untuk diperlakukan tidak senonoh.

BAB III
TATA LAKSANA

Tata laksana perlindungan terhadap pasien usia lanjut dan gangguan kesadaran:

1. Pasien Rawat Jalan


2. Pendampingan oleh petugas penerimaan pasien dan mengantarkan sampai tempat periksa yang
dituju dengan memakai alat bantu bila diperlukan.
3. Perawat poli umum, spesialis dan gigi wajib mendampingi pasien untuk dilakukan pemeriksaan
sampai selesai.
4. Pasien Rawat Inap
5. Penempatan pasien di kamar rawat inap sedekat mungkin dengan kamar perawat.
6. Perawat memastikan dan memasang pengaman tempat tidur.
7. Perawat memastikan bel pasien mudah dijangkau oleh pasien dan dapat digunakan
8. Meminta keluarga untuk menjaga pasien baik oleh keluarga atau pihak yang ditunjuk dan dipercaya.
9. Tata Laksana perlindungan terhadap penderita cacat:
10. Petugas penerima pasien melakukan proses penerimaan pasien penderita cacat baik rawat jalan
maupun rawat inap dan wajib membantu serta menolong sesuai dengan kecacatan yang disandang
sampai proses selesai dilakukan.
11. Bila diperlukan, perawat meminta pihak keluarga untuk menjaga pasien atau pihak lain yang
ditunjuk sesuai dengan kecacatan yang disandang.
12. Memastikan bel pasien mudah dijangkau oleh pasien dan memastikan pasien dapat menggunakan bel
tersebut.
13. Perawat memasangdan memastikan pengaman tempat tidup pasien.
14. Tata laksana perlindungan terhadap anak-anak
15. Ruang perinatologi harus dijaga minimal satu orang perawat atau bidan, ruangan tidak boleh
ditinggalkan tanpa ada perawat atau bidan yang menjaga.
16. Perawat meminta surat pernyataan secara tertulis kepada orang tua apabila akan dilakukan tindakan
yang memerlukan pemaksaan.
17. Perawat memasang pengamanan tempat tidur pasien.
18. Pemasangan CCTV di ruang perinatologi hanya kepada ibu kandung bayi bukan kepada keluarga yang
lain.
19. Tata Laksana perlindungan terhadap pasien yang berisiko disakiti (risiko penyiksaan, napi, korban
dan tersangka tindak pidana, korban kekerasan dalam rumah tangga):
20. Pasien ditempatkan di kamar perawatan sedekat mungkin dengan kantor perawat.
21. Pengunjung maupun penjaga pasien wajib lapor dan mencatat identitas di kantor perawat, berikut
dengan penjaga maupun pengunjung pasien lain yang satu kamar perawatan dengan pasien beresiko.
22. Perawat berkoordinasi dengan satuan pengamanan untuk memantau lokasi perawatan pasien,
penjaga maupun pengunjung pasien.
23. Koordinasi dengan pihak berwajib bila diperlukan.
24. Daftar Kelompok Pasien berisiko adalah sebagai berikut:
25. Pasien dengan cacat fisik dan mental.
26. Pasien usia lanjut
27. Pasien bayi dan anak-anak.
28. Pasien korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
29. Pasien narapidana, korban dan tersangka tindak pidana
30. Pasien dengan penyakit kronis seperti pasien dialisis, pasien khemotherapy, pasien stroke.
BAB IV
DOKUMENTASI
1. Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi
2. Formulir Observasi Pasien

PENUTUP
Demikian Buku Panduan Pelayanan Pasien Risiko Tinggi ini disusun untuk dapat digunakan sebagai
pedoman dan pegangan seluruh karyawan rumah sakit.

Penyusunan Buku Buku Panduan Pelayanan Pasien Risiko Tinggi ini adalah langkah awal suatu proses
yang panjang, sehingga memerlukan dukungan dan kerjasama dari berbagai pihak dalam penerapannya
untuk mencapai tujuan.

Anda mungkin juga menyukai