Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH DAN ASKEP TENTANG KEHAMILAN EKTOPIK

TERGANGGU

Fakultas : Ilmu Kesehatan


Kelas/Prodi : 3A/Keperawatan (S1)
Pembimbing : Ns. Heny Ekawati. S.Kep.M.Kes
Tim Penyusun : 1. Diana Fatmawati
2. Devi novita S
3. Roqi Firnada M.

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMONGAN


TAHUN PELAJARAN 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas Kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
serta hidayahNya dan juga sholawat serta salam atas junjungan nabi besar kita yaitu Nabi
Muhammad SAW sehingga kami dari kelompok sembilan dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini berjudul ’’MAKALAH DAN ASUHAN KEPERAWATAN KEHAMILAN
EKTOPIK’’ sesuai dengan petunjuk yang diberikan oleh dosen. Alhamdullilah atas usaha keras
kami makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini berisi tentang
penjelasan mengenai teori tentang definisi, etiologi, patofisiologi dan asuhan keperawatan pada
pasien dengan kehamilan ektopik.
Selesainya makalah ini tidak terlepas dari usaha dan kerja keras dari kelompok
sembilan. Dengan kerjasama yang baik akhirnya makalah ini selesai sesuai yang diharapkan.
Juga pihak yang terkait lainnya yaitu dosen pembimbing yang memberi arahan pada kami agar
dapat terselesaikannya makalah ini dengan baik dan benar. Semoga makalah yang sederhana
ini dapat berguna untuk kami serta memberi pengetahuan luas bagi yang membaca. Sebagai
manusia kami mungkin mempunyai banyak kekurangan termasuk dalam membuat makalah
ini. Kritik dan salam kami tunggu untuk lebih sempurnanya makalah ini. Atas perhatian kami
ucapkan terima kasih

Lamongan, 21 Oktober 2019


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan dimana sel telur yang dibuahi berimplantasi
dan tumbuh diluar endometrium kavum uteri. Kehamilan ektopik dapat mengalami abortus
atau ruptur pada dinding tuba dan peristiwa ini disebut sebagai Kehamilan Ektopik Terganggu.
Sebagian besar kehamilan ektopik terganggu berlokasi di tuba (90%) terutama di ampula
dan isthmus. Sangat jarang terjadi di ovarium, rongga abdomen, maupun uterus. Keadaan-
keadaan yang memungkinkan terjadinya kehamilan ektopik adalah penyakit radang panggul,
pemakaian antibiotika pada penyakit radang panggul, pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim
IUD (Intra Uterine Device), riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, infertilitas, kontrasepsi
yang memakai progestin dan tindakan aborsi.
Gejala yang muncul pada kehamilan ektopik terganggu tergantung lokasi dari implantasi.
Dengan adanya implantasi dapat meningkatkan vaskularisasi di tempat tersebut dan
berpotensial menimbulkan ruptur organ, terjadi perdarahan masif, infertilitas, dan kematian.
Hal ini dapat mengakibatkan meningkatnya angka mortalitas dan morbiditas Ibu jika tidak
mendapatkan penanganan secara tepat dan cepat.
Insiden kehamilan ektopik terganggu semakin meningkat pada semua wanita terutama pada
mereka yang berumur lebih dari 30 tahun. Selain itu, adanya kecenderungan pada kalangan
wanita untuk menunda kehamilan sampai usia yang cukup lanjut menyebabkan angka
kejadiannya semakin berlipat ganda. (Mansjoer, 2011)
1.2 Rumusan Masalah
1) Apa definisi dari kehamilan ektopik?
2) Bagaimana etiologi dari kehamilan ektopik?
3) Apa saja tanda dan gejala kehamilan ektopik?
4) Apa saja klasifikasi dari kehamilan ektopik?
5) Bagaimana pathway dari kehamilan ektopik?
6) Bagaimana patofisiologi pada kehamilan ektopik?
7) Apa bentuk anatomi dan fisiologi pada kehamilan ektopik?
8) Apa saja pemeriksaan penunjang untuk kehamilan ektopik?
9) Bagaimana cara penatalaksanaan pada kehamilan ektopik?
10) Apa saja komplikasi pada kehamilan ektopik?
11) Bagaimana discharge planning pada kehamilan ektopik?
12) Bagaimana asuhan keperawatan pada kehamilan ektopik?

1.3 Tujuan dan Manfaat


1) Mengetahui pengertian dari Kehamilan Ektopik
2) Mengetahui penyebab-penyebab terjadi Kehamilan Ektopik
3) Mengetahui tentang tanda dan gejala kehamilan ektopik
4) Mengetahui klasifikasi dari dari Kehamilan Ektopik
5) Mengetahui pathway dari Kehamilan Ektopik
6) Mengetahui patofisiologi pada kehamilan ektopik
7) Dapat mengetahui anatomi dan fisiologi pada kehamilan ektopik
8) Mengetahui pemeriksaan penunjang pada kehamilan ektopik
9) Dapat mengrtahui penatalaksanaan pada kehamilan ektopik
10) Dapat mengetahui apa saja komplikasi pada kehamilan ektopik
11) Mengetahui bagaimana melakukan discharge planning pada kehamilan ektopik
12) Asuhan keperawatan pada kehamilan ektopik
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan dengan produk konsepsi berkembang di
luar rongga uterus. Sampai saat ini, lokasi terjadinya kehamilan ektopik yang paling sering
adalah tuba fallopi. Tuba fallopi kemiliki memiliki panjang kira-kira 10cm. Diameter rongga
tuba atau lumen bervariasi dari 1 mm di daerah interstisial sampai 5 mm di ujung tuba yang
berfimbria, otot - otot tuba tersusun atas dua lapisan, yaitu lapisan sirkular di bagian dalam
dan lapisan longitudinal dibagian luar, gerakan peristaltik yang kuat biasanya terjadi selama
ovulasi dan setelah ovulasi. Mukosa tuba tersusun dalam bentuk plika-plika atau lipatan-
lipatan yang menjadi lebih kompleks dan lebih banyak pada bagian tuba yang dekat dengan
infundibulum (Kevin P. Hanretty)

Lapisan mukosa saluran tuba terdiri atas sel bersilia dan sekumpulan sel sekretorik.
Selapis sel ini terletak di atas membran dasar yang tipis. Saluran tuba hanya mempunyai
sedikit submukosa atau tidak sama sekali dan tidak terjadi reaksi desidua, sehingga lapisan
otot mudah sekali di serang trofoblas. Proses implantasi ektopik terjadi secara spontan atau
sebagai akibat dari abnormalitas tuba yang menghambat dan memperlambat perjalanan sel
ovum yang sudah dibuahi. (Kevin P. Hanretty)

2.2 Etiologi dan Prognosis


1. Faktor tuba
Kerusakan pada tuba fallopi bisa menaikkan angka kehamilan ektopik setinggi 27 %.
Riwayat salpingitis, 30% sampai 50% dari wanita yang di operasi karena kehamilan
ektopik. Salpingitis isthmica nodosa mungkin berkaitan dengan disfungsi tuba faktor-
faktor resiko lainnya:
- Pernah mengalami pembedahan tuba (15%)
- Pernah menderita ektopik (resiko rekurensi 20%)
- Endosalpingitis, menyebabkan terjadinya penyempitan lumen tuba
- Hipoplasiauteri, dengan lumen tuba menyempit dan berkelok-kelok
2. Kegagalan Kontrasepsi
Resiko terjadi kehamilan ektopik bisa mendekati 60% pada kehamilan yang terjadi setelah
sterilisasi elektif.
3. Faktor Pada Dinding Tuba
- Endometriosis sehingga memudahkan implantasi di tuba
- Divertikel tuba kongenital menyebabkan retensi ovum
4. Faktor Lain
- Hamil saat berusia lebih dari 35 thn
- Fertilisasi in vitro
- Penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim. (Rachimhadhi).
Kehamilan Ektopik juga dapat di sebabkan oleh semua kondisi yang mempersempit tuba
atau membuat tuba mengalami konstriksi. Pada beberapa keadaan tertentu, beberapa
lumen tuba cukup besar untuk memungkinkan spermatozoa memasuki tuba namun tidak
cukup besar untuk memungkinkan pasase ovum yang telah di buahi ke arah bawah.
Kondisi berikut ini dapat mengakibatkan penyempitan tuba fallopi tersebut:
 Riwayat penyakit radang panggul sebelumnya yang mengenai mukusa tuba dan
mengakibatkan aglutinasi parsial pada permukaan yang berlawanan, sebagai contoh:
salpingitis gonorea.
 Riwayat proses imflamasi sebelumnya pada permukaan peritonium ekternal tuba
fallopi, sebagai contoh, infeksi puerperal dan pasca aborsi.
 Endometriosis dinding dan lumen tuba fallopi.
 Kelainan perkembangan yang menyebabkan penyempitan segmental pada tuba atau
tuba yang sangat panjang atau yang mengalami perlekukan.
 Pembedahan abdominan atau tuba fallopi sebelumnya yang mengakibatkan
pembentukan jaringan parut dan perlengketan.
 Sterilisasi tuba sebelumnya.
 Penggunaan kontrasepsi oral progesteron dosis rendah. (Reeder, Martin, & Griffin,
2011)
Prognosis
Kehamilan ektopik adalah suatu penyakit yang mengancam jiwa pada 10% kasus dan
1% dari pasien-pasien tersebut meninggal karena perdarahan internal dan shock atau
komplikasi lanjut. Kehamilam ektopik dapat mengancam potensi reproduksi.
Adanya keadaan tetap subur lebih dikarenakan kerja dari ovarium kontralateral.
Wanita yang mengalami kehamila ektopik 2 kali kemungkinan besar akan
mengalami kejadian yang berulang. Jika terjadi kehamilan intrauterin, maka
kemungkinan besar kehamilan ektopik akan menghilang dan biiasanya fetus tetap
viable.

2.3 Tanda dan Gejala


 Takikardi dan Penurunan tekanan darah bila terjadi hipovolemi
 Tidak ada menstruasi
 Perdarahan per vaginam ireguler (biasanya dalam bentuk bercak-bercak darah)
 Kolaps dan kelelahan
 Pucat
 Nyari bahu dan leher
 Nyeri pada palpasi, perut pasien biasanya tegang dan agak gembung
 Gangguan kencing
 Pusing

 Tanda dan gejala lain seperti :


a. Nyeri
Gejalannya bergantung pada apakah kehamilan ektopik telah ruptur atau belum
gejala yang paling sering dirasakan adalah nyeri abdomen atau pelvis. Gejala
gastrointestinal dan pusing atau kepala terasa ringan juga sering dijumpai, terutama
setelah terjadi ruptur. Nyeri dada pleuritik dapat terjadi akibat iritasi diafragma
yang disebabkan perdarahan.

b. Perdarahan Abnormal
Mayoritas wanita melaporkan aminore dengan berbagai tingkatan bercak atau
perdarahan pervaginam. Perdarahan iterus yang terjadi dengan kehamilan pada
tuba sering kali disangka menstirasi bisa. Perdarahan pada kehamilan ini biasanya
berbahu, berwarna coklat gelap dan timbul secara intermitent atau terus-menerus
perdarahan pervaginam yang sangat banyak biasanya dijumpai pada kehamilan
tuba.
c. Nyeri Tekan Abdomen dan Pelvis
Nyeri hebat pada pemeriksaan abdomen dan vagina, terutama ketika serviks di
gerakkan, dapat dilakukan pada lebih dari tiga per empat wanita dengan kehamilan
tuba yang ruptur. Namun, nyeri seperti ini dapat tidak ada sebelum ruptur.
d. Perubahan Uterus
Karena hormon-hormon plasenta, uterus dapat membesar selama tiga bulan
pertama pada kehamilan tuba. Konsistensinya juga dapat serupa dengan kehamilan
normal.
Uterus dapat terdorong ke satu sisi oleh masa ektopik, atau apabila ligmentum
latum uteri terisi darah, uterus dapat sangat tergeser. Serpihan desi dua uterus bisa
terjadi pada 5-10 persen wanita dengan kehamilan ektopik. Keluarnya serpihan
tersebut dapat disertai kram yang sama dengan abortus spontan. (MD, 2016)
Menurut Taufan Nugroho tahun 2012 tanda dan gejalan yang juga bia muncul
sebagai berikut :
1. Perasaan nyeri dan sakit tiba-tiba didaerah abdomen dan pelviks, yang dapat
menandakan keadaan rupturnya kehamilan ektopik, atau bisa terjadi sebelum
terjadinya ruptur.
2. Tanda cullen : sektar pusat atau linea alba kelihatan biru hitam dan lebam
3. Trias KET : amenore, nyeri,dan per vaginal
4. Tekanan darah normal, kecuali bila terjadi ruptur, perubahan yang terjadi
antara lain adanya peningkatan ringan, respon vasovagalseperti bradikardi dan
hipertensi ataupun penurunan tensi tajam disertai peningkatan nadi bila
perdarahan terus berlangsung dan hipivolemi.
5. Temperatur, setelah perdarahan akut suhu tubuh dapat turun atau meningkat
>38oC bila ada infeksi.

Pemeriksaan lab
Serum progesteron, pada kehamilan ektopik, kadarnya lebih rendah dibanding
kehamilan normal intrauterin. Kadar <5 ng/mL menunjukan kemungkinan besar
adanya kehamilan abnormal.
2. Adanya leukositosis (dapat mencapai >30.000/nL)
3. Urinari pragancy test, dengan metode inhibisi aglutinasi menunjukan positif pada
kehamilan ektopik sebesar 50-69%
4. Serum β-hCG assay

2.4 Klasifikasi
a. Kehamilan Abdominal
9,2/1000 kehamilan ektopik (10,8/100.000 kelahiran) angka motalitas sangat tinggi
 90x lipat lebih tinggi dari kehamilan intra uterin
 Perinatal survival 5-25%
Persalinan melalui laparotomi
 Monitoring hemodinamik
 Plasenta dibiarkan utuh
 Biasanya resorbsi tanpa komplikasi
b. Kehamilan Ovarial
 Tuba falopi intak
 Kehamilan melekat pada rahim oleh pembuluh darah utero ovarium spesimen jaringan
mengandung jaringan ovarium
 Lokasi normalnya ditempati ovarium
Memerlukan tranfusi pada 35% jumlah pasien
c. Kehamilan Servikal
 Implantasi terjadi didalam kanalis endoserviks
Sangat jarang (1/1000-1/95.000 kehamilan)
Metode konservatif terbaru efektif
 Methotrexate
d. Kehamilan Heterotopik
Implantasi pada tempat tempat yang berbeda, insiden lebih tinggi pada penggunaan
rekayasa reproduksi (asisted reproductive technologi) operasi atau pemakaian obat metro
trecate secara langsung.
2.5 Pathway

a. Fisiolois

Perjalanan ke uterus, telur mengalami hambatan


(endosalfingitis), hipoplasia uteri, tumor, idiopatik,bekas
radang pada tuba, infeksi pelvis, dll)

Bermidasi di tuba

Kehamilan Ektopik

Kehamilan Ektopik terganggu

Abortus Repture pada implantasi


Di Tuba dan Uterus

Risiko berduka

Perdarahan Kekurangan
abnormal volume cairan

Cemas Nyeri Abdomen Gangguan


perfusi jaringan

Nyeri Akut
Kurang
pengetahuan
2.6 Patofisiologi
Tempat-tempat implantasi kehamilan ektopik antara lain ampula tuba (lokasi tersering,
ismust, fimbriae, pars interstisialis, kornu uteri, ovarium, rongga abdomen, serviks dan
ligamentum kardinal. Zigot dapat berimplantasi tepat pada sel kolumnar tuba maupun secara
intercolumnar. Pada keadaan yang pertama, zigot melekat pada ujungatau sisi jonjot,
endosalping yang relative sedikit mendapat suplai darah, sehingga zigot mati dan kemudian di
reabsorbsi.
Pada implantasi interkolumnar, zigot menempel diantara dua jonjot. Zigot yang telah
bernidasi kemudian tertutup oleh jaringan endosalping yang menyerupai desidua, yang disebut
pseudokapsul. Villi korialis dengan mudah menembus endosalping dan mencapai lapisan
miosalping dengan merusak integritas pembuluh darah di tempat tersebut.
Selanjutnya, hasil konsepsi berkembang dan perkembangannya tersebut di pengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu tempat implantasi, ketebalan tempat implantasi dan banyaknya
perdarahan akibat invasi trofoblas.
Seperti kehamilan normal, uterus pada kehamilan ektopikpun mengalami hipertropi akibat
pengaruh hormon estrogen dan progesteron, sehingga tanda-tanda kehamilan seperti tanda
hegar dan Chadwick pun ditemukan. Endometriumpun berubah menjadi desidua, meskipun
tanpa trofoblas. Sel-sel epitel endometriummenjadi hipertropik, hiperkromatik, intinya menjadi
lobular dan sitoplasmanya bervakuola. Perubahan selular demikian disebut sebagai reaksi
Arias-Stella. Karena tempat pada implantasi pada kehamilan ektopik tidak ideal untuk
berlangsungnya kehamilan, suatu saat kehamilan akan terkompromi.(Prawirohardjo, Sarwono)
2.7 Anatomi dan fisiologi

a. Anatomi

b. Fisiologi
Manusia baru mulai terbentuk ketika sebuah sel sperma dari sekian juta yang keluar
waktu bersenggama berhasil membuahi sel telur (ovum). Dari berjuta-juta sel sperma yang
masuk pada ujung atas vagina, hanya beberapa ribu saja yang berhasil menerobos masuk ke
dalam rongga rahim. Dari jumlah itu hanya beberapa ratus yang mampu mencapai saluran
telur melalui bagian tanduk (cornu) rahim. Manusia baru sebenarnya mulai tersusun ketika
kromosom-kromosom dari sel sperma dan sel telur itu bergabung menjadi satu. Dengan
dikendalikan oleh gen, sel kemudian membelah diri sampai terbentuk manusia baru, seperti
yang telah diuraikan di depan (Jones,2014).
Waktu persetubuhan, cairan semen tumpah kedalam vagina dan berjuta-juta sel mani
bergerak memasuki rongga rahim lalu masuk kesaluran telur, pembuhan sel telur oleh sperma
biasanya terjadi di bagian yang menggelumbung dari tuba falopii. Di sekitar sel telur banyak
berkumpul sperma yang banyak mengeluarkan ragi untuk melindungi zat-zat yang
melindungi ovum, kemudian masuklah satu sel mani dan bersatu dengan sel telur. Peristiwa
ini yang disebut pembuahan (Mochtar, 2013).
Pembuahan adalah proses penyatuan gamet pria dan wanita., terjadi di ampulla tuba
falopi. Spermatozoa bergerak dengan cepat kedalam saluran telur. Pergerakan naik ini
disebabkan oleh kontraksi otot-otot uterus didalam tuba. Spermatozoa dapat bertahan hidup
didalam saluaran reproduksi wanita selam kira-kira 24 jam (Sadler 2014).
Ovum yang telah dibuahi ini segera membelah diri sambil bergerak oleh rambut getar
tuba menuju ruang rahim, kemudian melekat pada mukosa rahim untuk selanjutnya bersarang
diruang rahim, peristwa ini disebut nidasi (implantasi). Dari pembuahan sampai nidasi
diperlukan waktu kira-kira enam sampai tujuh hari. Untuk menyuplai darah dan zat-zat
makanan bagi mudigah dan janin, dipersiapkan uri atau plasenta hasil dari nidasi ini adalah
blastula. Jaringan endometrium ini banyak mengandung sel-sel desidua. Blastula ini akan
masuk kedalam desidua. Bila nidasi telah terjadi dimulailah diferensiasi sel-sel blastula
(Mochtar, 2014).
Wanita memiliki sifat kewanitaannya, karena setiap sel dalam tubuhnya memiliki 44
otosom dan dua kromosom X, kecuali sel telurnya. Sifat kewanitaan itu di perkuat oleh tidak
adanya kromosom Y dalam sel-sel tubuh. Karena tidak memiliki kromosom Y, maka alat
kelamin akan berkembang sebagaimana mestinya. Juga didapat bukti-bukti, dengan tidak
adanyakromosom Y membuat seorang wanita memiliki jiwa yang feminin(Jones,2014).
Dibawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum graviditatis
dan trofoblas, uterus menjadai besar dan lembek; endometrium dapat berubah pula menjadi
desidua. Dapat ditemukan pula perubahan-perubahan pada endometrium yang disebut
fenomena Arias-Stella. Sel epitel membesar dengan intinya hipertrofik,
hiperkromatik,lobuler, dan berbentuk tak teratur. Sitoplasma sel dapat berlubang-lubang atau
berbusa, dan
2.8 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Penghitungan Hemoglobin, hematokrit, dan leukosit
Setelah perdarahan, volume darah yang habis digantikan mendekati normal oleh
hemudilusi setelah satu hari atau lebih. Oleh sebab itu, pemacaan hemoglobin atau
hematokrit mungkin awalnya hanya menunjjukan sedikit pengurangan . derajat
leukositosis sangat berfariasi pada kehamilan ektopik terganggu (ruptur). Pada sekitar
separuh wanita, bisa tercatat leukositosis sampai 30.000/uL.
b. Hormon Chorianic Gondotropin (hCG)
Pemeriksaan urin dan serum terkini menggunakan enzyme-linked-ummunosorbent
assays (ELISA) sensitif untuk 10 sampai 20 mIU/mL, dan positif pada 99 persen
kehamilan ektopik. Krena pemeriksaan serum positif satu kali tidak menyingkirkan
kehamilan ektopik.beberapa metode berbeda telah ditemukan untuk menggunakan
nilai serum kuantitatif serial untuk menegakkan diagnosis. Berbagai metode ini umum
digunakan bersama dengan sonografi.
c. Progesteron Serum
Pengukuran progesteron satu kali dapat sering digunakan untuk menegakkan
kehamilan yang berkembang normal. Nilai yang melebihi 25 ng/mL menyingkirkan
kehamilan ektopik dengan sensivitas 97,5 persen. Nili kurang dari 5 ng/mL memberi
kesan bahwa janin-embrio mati, tetapi tidak menunjjukan lokasinya. Tingkat
progesteron diantara 5 dan 25 ng/mL tidak memberikan kesimpulan apapun. (MD,
2016).
2. Pencitraan Ultrasonografi
a. Sonografi Transabdomen
Identifikasi kehamilan didalam tuba uterina sulit bila menggunakan sonografi
trans abdomen. Tidak adanya kehamilan dalam uterus dengan sonografi, uji kehamilan
yang positif, adanya cairan didalam cavum Douglas, adanya masa abnormal pada pelfis
menunjukan adanya kehamilan ektopik. Sayangnya, ultrasonografi mungkin memberi
kesan kehamilan intra uteus pada bebrrapa kasus kehamilan ektopik sementara
penampilan kantung intra uterus kecil sebenarnya adalah bekuhan darah atau serpihan
desi dua. Sebaliknya, adanya masa adneksa atau di cavum douglas dengan sonografi
tidak mebantu dengan pasti karena kista korpus luteum dan usus yang kusut kadang-
kadang terlihat sepeti kehamilan tuba dengan sonografi. Penting diingat, kehamilan
dalam uterus biasanya tidak diketahui dengan ultrasonografi abdonmen sampai minggu
kelima hingga keenam menstruasi.

b. Sonografi Trans Vagina (STV)


Sonografi dengan tranducer vagina dapat mendeteksi kehamilan dalam uterus sejak usia
satu minggusetelah keterlambatan haid jika kadar β-hCG serum lebih dari 1000
mLU/m.L. atau lebih sangat akurat dalam mengidentifikasi kehamilan ektopik.
Ditemukannya kantung gestasi berukura 1-3mm atau lebih, terletak eksentrik didalam
uterus, dan dikelilingi oleh reaksi korion-desidua menadakan kehamilan intra uterus.
Kutub janin didalam kantung bersifat diagnostik untuk kehamilan intra uterus, terutama
jika diikuti dengan adanya aktifitas jantung janin. Tanpa kriteria terbut, ultrasonografi
mungkin bersifat nondiagnostik. Pada kejadian kasus nondiagnostik,kebanyakan para
ahli menganjurkan sonografi seria disertai dengan pengukuran hCG.
c. Kombinasi Serum hCG Plussonografi
Suatu kecurigaan kehamilan ektopik dapat dipastikan dengan wanita yang
hemodinamika stabil, tatalaksana berikutnya bergantung pada nilai β-hCG serum dan
ultrasonografi. (MD, 2016).
3. Terapi Pembedahan
Pembedahan konservatif sepenuhnya sesuai untuk wanita yang secara hipodinamik stabil.
a. Salpingostomi linear laparoskopik
Prosedur yang paling sering digunakan. Suntikan vasopresin sebelum melakukan insisi
linear dapat sangat mengurangi perdarahan. Kadar β-hCG serum harus dipantau sampai
tidak terdeteksi pada pasien yang ditatalaksana secara konservatif karena 5-10%
diantranaya akan berkembang menjadi kehamilan ektopik persisten yang mungkin
memerlukan terapi lebih lanjut dengan menggunakan MTX (Metotreksat).
b. Salpingektomi parsial
Salpingektomi adalah prosedur bedah untuk mengangkat salah satu atau kedua tuba
fallopi, namun tetap membiarkan keberadaan rahim dan indung telur. Ini dirancang sebagai
prosedur pengobatan utama untuk kehamilan ektopik, tapi bisa juga dilaksanakan untuk
menangani kondisi atau gangguan pada sistem reproduksi wanita.
2.9 Penatalaksanaan
1. Penanganan menunggu
Sebagian ahli memilih mengobservasi kehamilan yang sangat dini dengan kadar β-hCG
serum yang stabil atau turun. Sebanyak 1/3 wanita dengan kehamilan ektopik akan
memperlihatkan kadar hCG yang menurun.

Interval pengambilan sampel (hari) Peningkatan dari nilai awal (%)


1 29
2 66
3 114
4 175
5 255

Tabel. Batas normal bawah untuk meningkatkan presentase β-hCG serum selam fase
awal kehamilan di uterus.

Konsekuensi berat ruptur tuba yang mungkin terjadi, ditambah keamanan terapi medis
dan bedah, penuntut terapi menunggu dilakukan hanya pada wanita yang diseleksi dan
diberi informasi dengan tepat.
2. Immunoglobulin Anti-D
Apabila wanita tersebut D- negatif namun belum tersensitisasi antigen- D maka
imunnoglobulin anti D harus diberikan. (MD, 2016).
 Penatalaksanaan Medis
Fase pertama dalam penatalaksanaan medis untuk mulai hidatidiform adalah
penkosongan uterus D dan C merupakan prosedur yang umum dilakukan pada sebagian besar
klien. Hiterktomi primer merupakan terapi alternatif pada klien yang telah melewati masa subur
dan ingin melakukan sterilisasi. Jaringan yang diambil harus dievaluasi secara seksama oleh
patologi.
Fase kedua dalam penatalaksanaan medis, adalah surveilans kadar β-hCG dengan
menggunakan radio immunoassay untuk mendeteksi adanya perubahan yang dapat mengarah
kepada malignansi trofoblasik. Protokol yang biasanya digunakan terdiri atas pengukuran
mingguan kadar hcg sampai kadar tersebut kembali normal selam 3 minggu, kemudian
pengukuran setiap bulan sampai kadar tersebt kembali 6 bulan, diikuti dengan pengukuran
setiap 2 bulan selama 6 bulan berikutnya. Kadar β-hCG yang negatif harus terlihat dalam norma
selama 6 minggu setelah evakuasi. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan panggul pada interval
2 minggu sampai remisi komplek telah terjadi, dan pemeriksaan sinar x dilakukan untuk
mendeteksi metastasis. Penundaan kehamilan dianjurkan selam masa tindak lanjut untuk
menghindari kebinggungan akibat adanya peningkatan kadar β-hCG.
Oleh karena penggunaan kemoterapi profilaktik merupakan tindakan yang kontrofersial
dan akan mengakibatkan beberapa efek yang merugikan, maka penggunaannya tidak
dianjurkan pada wanita yang mengalami hidatidiform tanpa komplikasi wanita yang mendapat
kemoterapi harus diawasi secara ketat apakah ada diskrasia dan komplikasi ginjal (Reeder,
Martin, & Griffin, 2013)

3.0 Komplikasi
 Kehamilan Ektopik Persisten
Komplikasi pengobatan bedah konservatif diketahui, insiden dapat setinggi 7 %, Methotrexate
dapat berguna dalam penatalaksanaan.
 Penyakit Rh
Meskipun penggunaa RhoGAM yang kurang, tetapi tidak ada sensitisasi dari kehamilan
ektopik dini yang telah dilaporkan, Dosis mini (50g) cukup dalam trimester pertama.
 Kesulitan Diagnostik
hCG serum tidak sebanding dengan ukuran kehamilan ektopik, ruptur tuba dapat terjadi dengan
turunnya kadar hCG, ektopik jarang terdeteksi dengan kadar hCG yang tak terdeteksi,
Kelambatan diagnosis
- sampai 50% luput pada kunjungan pertama
- pengenalan awal adalah puncak untukmelanjutkan intervensi awal. (Scott, 2014).
3.1 Discarge Planing
1. Biasakan hidup sehat dan bersih terutama organ intim
2. Konsultasikan dengan dokter jika ingin memakai alat kontrasepsi dan terjadi
kehamilan lagi
3. Rencanakan kehamilan dengan matang dan tidak mengkonsumsi obat-obatan dapat
menganggu pembuahan kehamilan
4. Berhenti merokok
5. Berhubungan seksual secara aman seperti menggunakan kondom mengurangi resiko
kehamilan ektopik dalam arti berhubungan seks secara aman akan melindungi
seseorang dari penyakit menular seksual yang pada akhirnya dapat menjadi penyakit
radang panggul. Penyakit radang panggul dapat menyebabkan jaringan parut pada
jarinagan tuba yang meningkatkan resiko terjadinya kehamilan ektopik. (Nurarif &
Kusuma,2015).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.2 Pengkajian
A. Anamnesis
1. Pengumpulan data : nama, usia, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat
2. Riwayat penyakit / keluhan utama : mual, muntah, nyeri abdomen

3. Riwayat penyakit sekarang : penyakit yang dialami oleh pasien saat ini

4. Riwayat penyakit dahulu : penyakit yang pernah diderita pasien sebelumnya


5. Riwayat kesehatan keluarga : apakah dari pihak keluarga ibu atau suaminya pernah
melahirkan atau hamil anak kembar dengan komplikasi
6. Riwayat obstetrik:
a. Menanyakan berapa kali ibu itu hamil
b. Menanyakan siklus menstruasi apakah teratur atau tidak
c. Menanyakan apakah asien mernah mengalami abortus
d. Menanyakan apakah kehamilan sebelumnya mengalami kelainan
e. Menanyakan apakah pasien menggunakan alat kontrasepsi dalam rahim
7. Data Bio-Psiko-sosial-Spiritual(Data Fokus)
a. Makan minum : nafsu makan menurun (anoreksia), mual, muntah, mukosa bibir
kering pucat.
b. Eliminasi: BAB  konstipasi, nyeri saat BAB
BAK sering kencing
c. Aktivitas : nyeri perut saan mengangkat benda berat,terlihat odema pada
ekstremitas bawah (tungkai kaki)
3.1 Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
 Terlihat tanda cullen yaitu sekitar pusat atau linea albakelihatan biru,hitam dan lebam
 Terlihat gelisah, pucat,anemia, nadi kecil, anemia,nadi kecil,tensi rendah.
2. Palpasi dan perkusi
 Terdapat tanda-tanda perdarahan intra abdominal (shifting dullnes)
 Nyeri tekan hebat pada abdomen
 Douglas crisp : rasa nyeri tekan hebat pada penekanan kavum douglasi
 Kavum douglasi teraba menonjol karena terkumpulnya darah.
 Teraba massa retroutrein (masa pelvis)
 Nyeri bahu karena perangsangan diafragma
 Nyeri ayun saat menggerakkan porsio dan serviks ibu akan sangat sakit.

3.2 Diagnosa Keperawatan

a. SDKI
No Data Etiologi Problem

1 DS: Abortus kedalam lamen tuba Kurangnya


1. Mual, muntah volume cairan
DO : - Terjadi perdarahan karena pembukaan
pembuluh darah oleh vili kurialis

Pelepasan mudqoh (embrio yang


masih berbentuk gumpalan daging

Pelepasan Tidak Sempurna

Perdarahan uterus berlangsung

2 DS: Perdarahan uterus berlangsung Nyeri


2. Mengeluh nyeri
DO: Tuba membesar dan kebiruan
1. Sulit tidur (hepatosalping)
2. Frekuensi nadi meningkat
3. Gelisah
4. Proses berfikir terganggu
5. Berfokus pada diri sendiri
3 DS: Proses pembuahan Hipovolemia
1. Merasa lemah
Tumbuh di saluran tuba
2. Mengeluh haus
DO: Repture dinding tuba
1. Frekuensi nadi meningkat
2. Nadi teraba lemah
3. Tekanan darah menurun
Trauma ringan koetus, dan
4. Turgor kulit menurun
pemeriksaanvaginal
5. Hematokrit meningkat
Terjadi perdarahan
6. Membran mukosa kering

4 DS: Terjadi perdarahan Ansietas


1. Merasa bingung
2. Merasa khawatir dengan Operasi
kondisi yang dihadapi
3. Anoreksia
DO:
3. Tampak gelisah
4. Sulit tidur
5. Frekuensi napas meningkat
6. Diaforesis
7. Tremor
8. Muka tampak pucat
7. Kontak mata buruk

b. Intervensi SIKI
1. Pemantauan elektrolit
2. Pemantauan tanda vital
3. Pencegahan infeksi
4. Identifikasi risiko
5. Pencegahan syok
6. Identifikasi skala nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
8. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
9. Fasilitas istirahat tidur
10. Pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
11. Jelaskan strategi meredakan nyeri
12. Kolaborasi pemberian analgetik (jika perlu)
13. Hitung kebutuhan cairan
14. Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis.frekuensi nadi meningkat, nadi teraba
lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun,
membram mukosa kering, hematokrit, haus, dan lemah
15. Monitor intake dan output cairan
16. Berikan asupan cairan oral
17. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
18. Kolaborasi pemberian IV isotonis (mis. Nacl, RL)

c. SLKI (Kriteria Hasil)

1. Kekurangan volume  Asupan Cairan Meningkat (5)


cairan
 Asupan makanan Meningkat (5)
 Tekanan darah Membaik (5)

 Turgor kulit Membaik (5)

 Denyut nadi Membaik (5)


 Dehidrasi Menurun (5)
2. Nyeri  Keluhan nyeri Menurun (5)
 Kesulitan tidur Menurun (5)
 Berfokus pada Menurun (5)
diri sendiri
 Frekuensi nadi Membaik (5)

 Tekanan darah Membaik (5)

 Nafsu makan Membaik (5)

 Pola tidur Membaik (5)

3. Hipovolemia  Kekuatan nadi Meningkat (5)

 Turgor kulit Meningkat (5)


 Perasaan lemah Menurun (5)
 Keluhan haus Menurun (5)
 Frekuensi nadi Membaik (5)
 Tekanan darah Membaik (5)
 Tekanan nadi Membaik (5)
 Status mental Membaik (5)
4. Ansietas  Perilaku gelisah Menurun (5)
 Frekuensi napas Membaik (5)
 Diaforesisi Menurun (5)
 Tremor Menurun (5)
 Pucat Menurun (5)
 Konsentrasi Membaik (5)
 Pola tidur Membaik (5)
 Kontak mata Membaik (5)
membaiik

d. Evaluasi

1. Dx pertama
S : Klien mengatakan sudah tidak merasakan mual dan muntah
O:-
A : Masalah teratasi
P : Interfensi di hentikan
2. Dx kedua
S : Pasien mengatakan pola tidur membaik dan tidak merasa nyeri
O : Frekuensi nadi membaik
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
3. Dx ketiga
S : Pasien mengatakan tidak merasa bingung dan khawatir
O : Frekuensi napas membaik
Muka tidak lagi pucat
Tidak merasa gelisah
Pola tidur membaik

A : Masalah teratasi

P : Intervensi dihentikan

4. Dx ketiga
S : Pasien mengatakan rasa haus normal, dan tidak merasa lemah
O : Frekuensi nadi normal
Tekanan darah normal
Turgor kulit normal

A : Masalah teratasi

I : Intervensi dihentikan
BAB IV
Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai