Anda di halaman 1dari 11

REFERAT BEDAH PLASTIK

ABSES

Disusun oleh:

Purnomo Andimas E. G99161077

Pembimbing:

dr. Dewi Haryanti K, Sp.BP-RE

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2017

1
I. DEFINISI

Abses (Latin: abscessus) merupakan kumpulan nanah (netrofil


yang telah mati) yang terakumulasi di sebuah kavitas jaringan karena
adanya proses infeksi (biasanya oleh bakteri atau parasit) atau karena
adanya benda asing (misalnya serpihan, luka peluru, atau jarum suntik).
Proses ini merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan untuk mencegah
penyebaran/perluasan infeksi ke bagian tubuh yang lain. Abses adalah
infeksi kulit dan subkutis dengan gejala berupa kantong berisi nanah.

Abses adalah pengumpulan nanah yang terlokalisir sebagai akibat


dari infeksi yang melibatkan organisme piogenik, nanah merupakan suatu
campuran dari jaringan nekrotik, bakteri, dan sel darah putih yang sudah
mati yang dicairkan oleh enzim autolitik.

Abses (misalnya bisul) biasanya merupakan titik “mata”, yang


kemudian pecah; rongga abses kolaps dan terjadi obliterasi karena fibrosis,
meninggalkan jaringan parut yang kecil.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa abses adalah suatu


infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri / parasit atau karena adanya benda
asing (misalnya luka peluru maupun jarum suntik) dan mengandung nanah
yang merupakan campuran dari jaringan nekrotik, bakteri, dan sel darah
putih yang sudah mati yang dicairkan oleh enzim autolitik.

2
II. Klasifikasi Abses

Ada dua jenis abses, septik dan steril.

1. Abses Septic

Kebanyakan abses adalah septik, yang berarti bahwa mereka adalah


hasil dari infeksi. Septic abses dapat terjadi di mana saja di tubuh. Hanya
bakteri dan respon kekebalan tubuh yang diperlukan. Sebagai tanggapan
terhadap bakteri, sel-sel darah putih yang terinfeksi berkumpul di situs
tersebut dan mulai memproduksi bahan kimia yang disebut enzim yang
menyerang bakteri dengan terlebih dahulu tanda dan kemudian
mencernanya. Enzim ini membunuh bakteri dan menghancurkan mereka
ke potongan-potongan kecil yang dapat berjalan di sistem peredaran
darah sebelum menjadi dihilangkan dari tubuh. Sayangnya, bahan kimia
ini juga mencerna jaringan tubuh. Dalam kebanyakan kasus, bakteri
menghasilkan bahan kimia yang serupa. Hasilnya adalah tebal, cairan-
nanah kuning yang mengandung bakteri mati, dicerna jaringan, sel-sel
darah putih, dan enzim.

Abses adalah tahap terakhir dari suatu infeksi jaringan yang diawali
dengan proses yang disebut peradangan. Awalnya, seperti bakteri
mengaktifkan sistem kekebalan tubuh, beberapa kejadian terjadi:
 Darah mengalir ke daerah meningkat.
 Suhu daerah meningkat karena meningkatnya pasokan darah.
 Wilayah membengkak akibat akumulasi air, darah, dan cairan
lainnya.
 Rasanya sakit, karena iritasi dari pembengkakan dan aktivitas
kimia.

3
Keempat tanda-panas, bengkak, kemerahan, dan sakit-ciri peradangan.
Ketika proses berlangsung, jaringan mulai berubah menjadi cair, dan
bentuk-bentuk abses. Ini adalah sifat abses menyebar sebagai pencernaan
kimia cair lebih banyak dan lebih jaringan. Selanjutnya, penyebaran
mengikuti jalur yang paling resistensi, umum, jaringan yang paling
mudah dicerna. Sebuah contoh yang baik adalah abses tepat di bawah
kulit. Paling mudah segera berlanjut di sepanjang bawah permukaan
daripada bepergian melalui lapisan terluar atau bawah melalui struktur
yang lebih dalam di mana ia bisa menguras isi yang beracun. Isi abses
juga dapat bocor ke sirkulasi umum dan menghasilkan gejala seperti
infeksi lainnya. Ini termasuk menggigil, demam, sakit, dan
ketidaknyamanan umum.

2. Abses Steril

Abses steril kadang-kadang bentuk yang lebih ringan dari proses


yang sama bukan disebabkan oleh bakteri, tetapi oleh non-hidup iritan
seperti obat-obatan. Jika menyuntikkan obat seperti penisilin tidak diserap,
itu tetap tempat itu disuntikkan dan dapat menyebabkan iritasi yang cukup
untuk menghasilkan abses steril. Seperti abses steril karena tidak ada infeksi
yang terlibat. Abses steril cukup cenderung berubah menjadi keras, padat
benjolan karena mereka bekas luka, bukan kantong-kantong sisa nanah.

Menurut Letaknya abses dibedakan menjadi:

1. Abses Ginjal

Abses ginjal yaitu peradangan ginjal akibat infeksi. Ditandai


dengan pembentukan sejumlah bercak kecil bernanah atau abses yang
lebih besar yang disebabkan oleh infeksi yang menjalar ke jaringan ginjal
melalui aliran darah.

4
2. Abses Perimandibular

Bila abses menyebar sampai di bawah otot-otot pengunyahan, maka


akan timbul bengkak-bengkak yang keras, di mana nanah akan sukar
menembus otot untuk keluar, sehingga untuk mengeluarkan nanah tersebut
harus dibantu dengan operasi pembukaan abses.

3. Abses Rahang gigi

Radang kronis, yang terbungkus dengan terbentuknya nanah pada


ujung akar gigi atau geraham.Menyebar ke bawah selaput tulang (sub-
periostal) atau di bawah selaput lendir mulut (submucosal) atau ke bawah
kulit (sub-cutaneus).Nanah bisa keluar dari saluran pada permukaan gusi
atau kulit mulut (fistel). Perawatannya bisa dilakukan dengan mencabut
gigi yang menjadi sumber penyakitnya atau perawatan akar dari gigi
tersebut.

4. Abses Sumsum Rahang

Bila nanah menyebar ke rongga-rongga tulang, maka sumsum


tulang akan terkena radang (osteomyelitis). Bagian-bagian dari tulang
tersebut dapat mati dan kontradiksi dengan tubuh. Dalam hal ini nanah akan
keluar dari beberapa tempat (multiple fitsel).

5. Abses dingin (cold abcess)

Pada abses ini, karena sedikitnya radang, maka abses ini merupakan
abses menahun yang terbentuk secara perlahan-lahan. Biasanya terjadi pada
penderita tuberkulosis tulang, persendian atau kelenjar limfa akibat
perkijuan yang luas.

5
6. Abses hati

Abses ini akibat komplikasi disentri amuba (Latin: Entamoeba


histolytica), yang sesungguhnya bukan abses, karena rongga ini tidak
berisi nanah, melainkan jaringan nekrotik yang disebabkan oleh amuba.
Jenis abses ini dapat dikenali dengan ditemukannya amuba pada dinding
abses dengan pemeriksaan histopatologis dari jaringan.

7. Abses (Lat. abscessus)

Rongga abnormal yang berada di bagian tubuh, ketidaknormalan di


bagian tubuh, disebabkan karena pengumpulan nanah di tempat rongga itu
akibat proses radang yang kemudian membentuk nanah. Dinding rongga
abses biasanya terdiri atas sel yang telah cedera, tetapi masih hidup. Isi
abses yang berupa nanah tersebut terdiri atas sel darah putih dan jaringan
yang nekrotik dan mencair. Abses biasanya disebabkan oleh kuman
patogen misalnya: bisul.

III. Etiologi

Menurut Siregar (2004) suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses


melalui beberapa cara:

1. Bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka yang berasal dari tusukan jarum
yang tidak steril
2. Bakteri menyebar dari suatu infeksi di bagian tubuh yang lain
3. Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan
tidak menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya
abses.

6
Peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat jika :

1. Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi


2. Daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang
3. Terdapat gangguan sistem kekebalan

Bakteri tersering penyebab abses adalah Staphylococus Aureus

IV. Patofisiologi

Jika bakteri masuk ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi
suatu infeksi. Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang
berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang
merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak kedalam
rongga tersebut, dan setelah menelan bakteri, sel darah putih akan mati, sel
darah putih yang mati inilah yang membentuk nanah yang mengisi rongga
tersebut.

Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan di sekitarnya akan


terdorong. Jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi
dinding pembatas.Abses dalam hal ini merupakan mekanisme tubuh
mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut.Jika suatu abses pecah di dalam
tubuh, maka infeksi bisa menyebar kedalam tubuh maupun dibawah
permukaan kulit, tergantung kepada lokasi abses. (Utama, 2001)

V. Manifestasi Klinis

Abses bisa terbentuk diseluruh bagian tubuh, termasuk paru-paru,


mulut, rektum, dan otot.Abses yang sering ditemukan didalam kulit atau
tepat dibawah kulit terutama jika timbul diwajah.

7
Menurut Smeltzer & Bare (2001), gejala dari abses tergantung
kepada lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ saraf. Gejalanya
bisa berupa:

 Nyeri
 Nyeri tekan
 Teraba hangat
 Pembengakakan
 Kemerahan
 Demam

Suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya tampak


sebagai benjolan. Adapun lokasi abses antaralain ketiak, telinga, dan
tungkai bawah. Jika abses akan pecah, maka daerah pusat benjolan akan
lebih putih karena kulit diatasnya menipis. Suatu abses di dalam tubuh,
sebelum menimbulkan gejala seringkali terlebih tumbuh lebih besar. Paling
sering, abses akan menimbulkan nyeri tekan dengan massa yang berwarna
merah, hangat pada permukaan abses , dan lembut.

Abses yang progresif, akan timbul “titik” pada kepala abses


sehingga Anda dapat melihat materi dalam dan kemudian secara spontan
akan terbuka (pecah). Sebagian besar akan terus bertambah buruk tanpa
perawatan. Infeksi dapat menyebar ke jaringan di bawah kulit dan bahkan
ke aliran darah.
Jika infeksi menyebar ke jaringan yang lebih dalam, Anda
mungkin mengalami demam dan mulai merasa sakit. Abses dalam mungkin
lebih menyebarkan infeksi keseluruh tubuh.

8
VI. Pemeriksaan Diagnostik

Abses di kulit atau dibawah kulit sangat mudah dikenali, sedangkan


abses dalam seringkali sulit ditemukan. Pada penderita abses biasanya
pemeriksaan darah menunjukkan peningkatan jumlah sel darah putih. Untuk
menentukan ukuran dan lokasi abses dalam, bisa dilakukan pemeriksaan
rontgen, USG, CT scan atau MRI.

VII. Komplikasi

Komplikasi mayor dari abses adalah penyebaran abses ke jaringan


sekitar atau jaringan yang jauh dan kematian jaringan setempat yang
ekstensif (gangren). Pada sebagian besar bagian tubuh, abses jarang dapat
sembuh dengan sendirinya, sehingga tindakan medis secepatnya
diindikasikan ketika terdapat kecurigaan akan adanya abses. Suatu abses
dapat menimbulkan konsekuensi yang fatal.Meskipun jarang, apabila
abses tersebut mendesak struktur yang vital, misalnya abses leher dalam
yang dapat menekan trakea.

VIII. Penatalaksanaan Medis


Abses luka biasanya tidak membutuhkan penanganan
menggunakan antibiotik. Namun demikian, kondisi tersebut butuh ditangani
dengan intervensi bedah, debridemen, dan kuretase. hal yang sangat penting
untuk diperhatikan bahwa penanganan hanya dengan menggunakan
antibiotik tanpa drainase pembedahan jarang merupakan tindakan yang
efektif. Hal tersebut terjadi karena antibiotik sering tidak mampu masuk ke
dalam abses, selain bahwa antibiotik tersebut seringkali tidak dapat bekerja
dalam pH yang rendah.
Suatu abses harus diamati dengan teliti untuk mengidentifikasi
penyebabnya, utamanya apabila disebabkan oleh benda asing, karena benda
asing tersebut harus diambil. Apabila tidak disebabkan oleh benda asing,

9
biasanya hanya perlu dipotong dan diambil absesnya, bersamaan dengan
pemberian obat analgesik dan mungkin juga antibiotik.
Drainase abses dengan menggunakan pembedahan biasanya
diindikasikan apabila abses telah berkembang dari peradangan serosa yang
keras menjadi tahap nanah yang lebih lunak.
Apabila menimbulkan risiko tinggi, misalnya pada area-area yang
kritis, tindakan pembedahan dapat ditunda atau dikerjakan sebagai tindakan
terakhir yang perlu dilakukan.
Karena sering kali abses disebabkan oleh bakteri Staphylococcus
aureus, antibiotik antistafilokokus seperti flucloxacillin atau dicloxacillin
sering digunakan. Dengan adanya kemunculan Staphylococcus aureus
resisten Methicillin (MRSA) yang didapat melalui komunitas, antibiotik
biasa tersebut menjadi tidak efektif. Untuk menangani MRSA yang didapat
melalui komunitas, digunakan antibiotik lain: clindamycin, trimethoprim-
sulfamethoxazole, dan doxycycline.

Adapun hal yang perlu diperhatikan bahwa penanganan hanya


dengan menggunakan antibiotik tanpa drainase pembedahan jarang
merupakan tindakan yang efektif.Hal tersebut terjadi karena antibiotik
sering tidak mampu masuk ke dalam abses, selain itu antibiotik tersebut
seringkali tidak dapat bekerja dalam pH yang rendah

10
DAFTAR PUSTAKA

Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FKUI:


Jakarta

Morison, M. J., 2003, Manajemen Luka, Jakarta : EGC

Nanda International. 2012. Nursing Diagnoses : Definition and classification 2010-


2012. Wiley-Blackwell: United Kingdom

Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4,


EGC, Jakarta

Siregar, Ch. J.P., dan Amalia, L., 2004, Farmasi Rumah Sakit, Teori dan
Penerapan, 25 – 49, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, Jld.II, BP FKUI, Jakarta.

Underwood, JCE. 2000. Patologi umum dan sistemik vol 2. 2nd ed. Jakarta: EGC

11

Anda mungkin juga menyukai