Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

“Akhlak Tercela”

Dosen Pengampu :

Kamrullah, M.HI

Kelompok 1 :

1. M. Reza Ainul Hakim


2. Zahratul Laily
3. M. Azmul Fauzul
4. Rival Maulana

JURUSAN SOSIOLOGI AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM

TAHUN AKADEMIK 2019/2020

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha
penyayang.Segala puji bagi Allah SWT tuhan semesta alam.Sehingga
makalah yang disusun ini dapat selesai tepat waktu tanpa halangan yang
berarti.

Makalah ini disusun dengan usaha yang maksimal dengan mencari


referensi dari berbagai buku yang telah di terbitkan dari para tokoh penulis.
Makalah yang berjudul “Akhlak Tercela” ini tidak akan selesai tanpa
bantuan partisipan yang telah berkenan meluangkan waktu,tenaga dan
fikiranya demi terselesainya tugas ini. Oleh karenanya, kami mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah berkenan
meluangkan waktu,tenaga dan fikirannya demi terselesainya makalah ini.

Terlepas dari itu semua,di sadari masih banyak kekurangan dan


kekeliruan dari segi kalimat,penempatan kata, tanda baca dan segi bahasa
yang tidak di sadari. Oleh karenanya kami dari kelompok penyusun
meminta maaf yang sebesar-besarnya atas kekurangan dan kekeliruan yang
ada pada makalah ini.

Dan semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan masyarakat


luas. Akhir kata penyusun mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
atas perhatiannya.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................. 4


B. Rumusan Masalah ........................................................................ 5
C. Tujuan Pembahasan ...................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN

A. Itba’ul Hawa ................................................................................. 6


B. Hubbud Dunya ............................................................................. 9
C. Ujub .............................................................................................. 10
D. Sum’ah.......................................................................................... 12

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................... 15
B. Saran ............................................................................................. 16

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, dalam pergaulan seorang muslim
dengan lingkungannya akan memperlihatkan kerpibadiannya yang
mencerminkan tingkat akhlak seseorang. Bagi seorang muslim, tuntutan
akan sebuah akhlak islami telah nyata dicontohkan oleh Rasullullah.
Sehingga setiap muslim wajib mengikuti contoh-contoh akhlak
Rosullullah dalam kehidupannya sehari-hari.
Akhlak berasal dari kata “akhlaq” yang merupakan jama’ dari
“khulqu” dari bahasa Arab yang artinya perangai, budi, tabiat dan adab.
Akhlak itu terbagi dua yaitu Akhlak yang Mulia atau Akhlak yang
Terpuji (Al-Akhlakul Mahmudah) dan Akhlak yang Buruk atau Akhlak
yang Tercela (Al-Ahklakul Mazmumah). Akhlak yang mulia, menurut
Imam Ghazali ada 4 perkara; yaitu bijaksana, memelihara diri dari
sesuatu yang tidak baik, keberanian (menundukkan kekuatan hawa
nafsu) dan bersifat adil. Jelasnya, ia merangkumi sifat-sifat seperti
berbakti pada keluarga dan negara, hidup bermasyarakat dan
bersilaturahim, berani mempertahankan agama, senantiasa bersyukur
dan berterima kasih, sabar dan rida dengan kesengsaraan, berbicara
benar dan sebagainya. Masyarakat dan bangsa yang memiliki akhlak
mulia adalah penggerak ke arah pembinaan tamadun dan kejayaan yang
diridai oleh Allah Subhanahu Wataala.
Akhlak yang buruk itu berasal dari penyakit hati yang keji seperti iri
hati, ujub, dengki, sombong, nifaq (munafik), hasud, suudzaan
(berprasangka buruk), dan penyakit-penyakit hati yang lainnya, akhlak
yang buruk dapat mengakibatkan berbagai macam kerusakan baik bagi
orang itu sendiri, orang lain yang di sekitarnya maupun kerusakan
lingkungan sekitarnya sebagai contohnya yakni kegagalan dalam
membentuk masyarakat yang berakhlak mulia samalah seperti
mengakibatkan kehancuran pada bumi ini, sebagai mana firman Allah

4
Subhanahu Wataala dalam Surat Ar-Ruum ayat 41 yang berarti: "Telah
timbul pelbagai kerusakan dan bencana alam di darat dan di laut dengan
sebab apa yang telah dilakukan oleb tangan manusia. (Timbulnya yang
demikian) karena Allah hendak merusakan mereka sebagai dari balasan
perbuatan-perbuatan buruk yang mereka lakukan, supaya mereka
kembali (insaf dan bertaubat)".
Berdasarkan uraian di atas, penulis akan menggali khasanah ilmu
mengenai ahklak, terutama akhlak mulia yang merupakan cerminan
prilaku seorang muslim yang baik yang mencontoh tauladan Rasululloh.
Diharapkan dengan kajian ini, maka kita akan terus berusaha
mewujudkan ahklak mulia dalam kehidupan kita sehari-hari.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Itu Itba’ul Hawa ?
2. Apa Itu Hubbud Dunya ?
3. Apa Itu Ujub ?
4. Apa Itu Sum’ah ?
C. Tujuan Pembahasan
1. Agar Mengetahui Itba’ul Hawa.
2. Agar Mengetahui Hubbud Dunya.
3. Agar Mengetahui Ujub.
4. Agar Mengetahui Sum’ah.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Itba’ul Hawa
Secara bahasa Itba’al-Hawa berarti mengikut hawa nafsu, sedang
secara istilah yaitu orang yang lebih mengikuti jeleknya hati yang telah
diharamkan oleh hukum syariat, itulah orang yang selalu mengikut hawa
nafsu.
Dari definisi diatas dapat kita fahami bahwa itba’ al-hawa berarti
mengikuti hawa nafsu untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang
dilarang hukum syara’, berbuat hal-hal yang dilarang agama. Dengan
demikian, itba’ al-hawa merupakan pangkal perbuatan maksiat, sumber
malapetaka dan kemungkaran. Orang yang bersikap demikian akan
tersesat dari jalan Allah dan dikenai siksa di akhirat kelak. Oleh karena
itu, hawa nafsu harus dikekang dan dikendalikan agar manusia dapat
meninggalkan perbuatan-perbuatan yang dilarang Allah SWT.
Hawa nafsu menjalar pada diri seseorang laksana sebuah penyakit
yang sangat ganas, bahkan lebih berbahaya dari virus (rabies)nya seekor
anjing. Hawa nafsu lebih berbahaya karena tidak disadari oleh
pengidapnya, tetapi ia lebih mematikan. Jika rabies dapat membinasakan
jasad manusia (jasmani), maka hawa nafsu bisa menghancurkan jiwanya
(rohani). Sehingga hatinya pun mati dan gelap gulita, dan pada akhirnya
dia tidak lagi mampu menerima petunjuk dari Allah SWT.
Dalam Al-Qur’an, Allah SWT juga telah menegaskan bahwa hawa
nafsu merupakan bahaya laten bagi orang-orang yang berilmu, karena
mereka bisa saja menjadi sesat walaupun berilmu. Sebabnya tak lain
adalah karena mengikuti hawa nafsu. Sehingga ilmu yang turun dari
Allah tak mampu membuatnya teguh di atas jalan Allah, seperti dalam
Surah Al-Jatsiyah ayat 23 Allah berfirman:
Artinya :“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa
nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-
Nya[1384] dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan
meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan

6
memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa
kamu tidak mengambil pelajaran?
Imam Al-Ghazali membagi nafsu kepada empat bagian, yaitu:
a. Keserakahan nafsu terhadap harta benda.
Seseorang yang telah mendapat anugerah Allah maka kewajiban
baginya untuk selalu mensyukuri segala nikmat-Nya. Jika engkau
menjadi orang kaya, maka syukurilah. Jika dirimu berkedudukan,
manfaatkanlah kekuasaan dan kedudukanmu untuk memakmurkan
rakyat, bukan memanfaatkan kuasa untuk mengumpul harta benda
sampai tidak habis dimakan tujuh keturunan.
b. Nafsu amarah akan membakar dan membutakan hati.
Cara terbaik untuk bisa mengendalikan nafsu amarah yang ada
dalam diri sendiri dengan berusaha selalu bersabar dalam
menghadapi kemarahan dan kezaliman orang lain, bersikap lapang
dada, suka memaafkan dan bermurah hati. Sesungguhnya akhlak
yang terpuji adalah bagi mereka yang mampu memaafkan kesalahan
(kezaliman) orang lain terhadap diri kita.
Sebagaimana pesan rasul SAW: Ingat 2 perkara dan lupakan
2 perkara, yaitu:
Ingat kebaikan orang lain pada kita, dan ingat kezaliman kita
pada orang lain, serta lupakan kebaikan kita pada orang, dan lupakan
kezaliman orang lain pada kita, insya allah kita menjadi pribadi
muslim yang sejati.1
c. Kesenangan duniawi mendorong nafsu.
Kesenangan duniawi merupakan racun pembunuh yang
mengalir dalam urat. Manusia selalu diingatkan agar tidak
terjerumus akan kesenangan duniawi, karena hal itu akan mendorong
nafsu menjadi liar. Orang berlumba mengejar kuasa, tanpa
memeperdulikan kaedah yang di ajarkan agama, apalagi norma-

1 Hamza Yusuf, Hatiku Surgaku: Terapi Jitu Membersihkan Hati dari Sifat-sifat
yang Tidak Disukai Allah, hlm. 51-52.

7
norma pekerjaan yang sebenarnya, yang terpenting ia dapat
memperoleh kekuasaan walau dengan cara apapun.

d. Nafsu syahwat.
Imam Al-Gazhali mengingatkan bahwa syaitan menggoda
manusia di dunia ini melalui berbagai cara. Dan yang paling
berbahaya ialah harta, wanita dan takhta (kekuasaan). Setan telah
memasang perangkap godaannya, tidak sedikit manusia yang hancur
dan rusak kehidupannya karena mencari kesenangan dunia semata.
Dalam ilmu tasawuf, nafsu jahat dan liar sering disebut dengan
istilah sifat madzmumah. Di antara sifat-sifat mazmumah itu seperti
cinta dunia, tamak, sum'ah, riya', ujub, gila pangkat dan harta, hasud,
iri hati, dendam, sombong dan lain-lain. Sifat-sifat itu melekat pada
hati seperti daki melekat pada badan. Kalau kita malas menggosok
sifat itu akan semakin kuat dan menebal pada hati kita. Sebaliknya
kalau kita rajin meneliti dan kuat menggosoknya maka hati akan
bersih dan jiwa akan suci.
Nafsu itulah yang lebih jahat dari syaitan. Syaitan tidak dapat
mempengaruhi seseorang kalau tidak meniti di atas nafsu. Dengan
kata lain, nafsu adalah highway (jalan tol) atau jalan bebas hambatan
untuk syaitan. Kalau nafsu dibiarkan akan membesar, maka semakin
luaslah highway syaitan. Kalaulah nafsu dapat diperangi, maka
tertutuplah jalan syaitan dan tidak dapat mempengaruhi jiwa
kita.Tutuplah jalan mereka (syaitan) dengan perbuatan-perbuatan
yang baik yang diridhoi Allah SWT.
Sedangkan nafsu ini sebagaimana yang digambarkan oleh Allah
sangat jahat.

َ ‫س ََل َ َّم‬
‫ارة ٌ بِالس ُّْو ِء إِالَّ َما َر ِح َم َربِِّ ْى‬ َ ‫إِ َّن النَّ ْف‬

“……., Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, …….”.

8
B. Hubbud Dunya
Hubbud Dunya adalah cinta dunia yang berlebihan, merupakan
induk segala kesalahan (maksiat) serta perusak agama. Yaitu mencintai
kehidupan dunia dan melalaikan kehidupan akhirat.
Penyakit inilah yang menyebabkan seorang muslim menjadi lemah.
Sehingga musuh-musuh dengan leluasa menebar rasa takut dan sifat
pengecut dalam dirinya, syaitan-syaitan (manusia dan jin) dengan
mudah menyesatkannya. Sementara orang-orang kafir dan musuh Islam
lainnya memandangnya dengan sebelah mata. Mencintai dunia akan
mengakibatkan banyak melakukan kesalahan dan dosa ketika hidup di
dunia.
Firman Allah SWT dalam surat Al-Hadid ayat 20
“ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah
permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah
antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan
anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan Para petani;
kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu Lihat warnanya kuning
kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras
dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia ini
tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu”.2
Adapun obat untuk menghindari dari perbuatan Hubbud Dunya yaitu
: Nabi kita Muhammad Saw. telah memberikan wasiatnya, yang
merupakan formula bagi jenis penyakit tersebut. Rasulullah Saw.
Bersabda :

‫صلى هللا عليه وسلم أَ ْكثِ ُروا ِذ ْك َر هَاذ ِِم‬- ِ‫َّللا‬ ُ ‫َع ْن أَبِى ه َُري َْرة َ رضي هللا عنه قَا َل قَا َل َر‬
َّ ‫سو ُل‬
َ‫ت يَ ْعنِى ْال َم ْوت‬
ِ ‫اللَّذَّا‬

Abu Hurairah ra. meriwayatkan bahwasanya Rasulullah Saw.


bersabda, “Perbanyaklah oleh kalian mengingat penghancur segala

2 Usman Asy Syakir Al Khaubawiyyi, Durratun Nasihin: Butir-butir Mutiara


Hikmat, hlm. 162-164.

9
kelezatan, yaitu kematian.” (HR. An-Nasaa’i No. 1824, Tirmidzi No.
2307 dan Ibnu Majah No. 4258 dan Ahmad)

C. Ujub
Ujub merupakan sifat tercela dimana seseorang membanggakan diri
sendiri karena merasa memiliki kelebihan tertentu yang tidak dimiliki
oleh orang lain. Seperti ujubnya orang alim yang merasa dirinya telah
mencapai kesempurnaan dalam ilmu, perbuatan, dan akhlak. Orang yang
menyandang sifat ini biasanya ia melupakan bahwa nikmat yang ia
peroleh adalah pemberian dari Allah melainkan dari usahanya sendiri.
Sifat ujub selalu diikuti dengan idlal (mengharap balasan). Oleh karena
itu, setiap orang yang melakukan idlal pasti ia memiliki sifat ujub. Akan
tetapi, tidak semua orang yang ujub melakukan idlal. Orang yang
memiliki sifat ini sangat dibenci oleh Allah Swt. sebagaimana firman-
Nya: Artinya: ” .....dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu ketika kamu
menjadi congkak karena banyaknya jumlahmu, maka jumlah yang
banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun....” (Qs. At-
Taubah:25)
“Maka Apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-
duga)? tiada yang merasa aman dan azab Allah kecuali orang-orang yang
merugi”.
Bahkan Rasululullah Saw juga bersabda:

َ ‫ َوإِ ْع َجابُ ْال َم ْر ِء ِبنَ ْف ِس ِه (رواه ال‬،‫ َوه ًَوى ُمتَّبَ ٌع‬،ٌ‫طاع‬
)‫طابَرى‬ َ ‫ش ٌّح ُم‬ ُ َ‫ثَال‬
ُ :ٍ‫ث ُم ْه ِلكَات‬

“Tiga perkara yang membawa kepada kehancuran: pelit, mengikuti


hawa nafsu, dan suka membanggakan diri.” (Ath-Thabari, hadits hasan)

Ujub membawa pengaruh negatif yang sangat banyak, ia dapat


mengahantarkan ke arah kesombongan. Di hadapan Allah, orang yang
memiliki sifat ujub menyebabkan ia menjadi lupa dan meemehkan
dosa-dosanya karena merasa telah melakukan ibadah yang sempurna
sehingga beranggapan dosa yang dilakukan tidak ada apa-apanya
dengan ibadah yang telah dilakukan. Ujub dapat mengakibatkan

10
seseorang lupa bahwa nikmat yang ia peroleh berasal dari Allah sehingg
menjadikannya kufur nikmat.

Adapun untuk mengobati penyakit ujub seseorang harus menyadari


bahwa kenikmatan yang ia peroleh adalah dari Allah yang merupakan
buah dari cinta dan ibadah bukan karena ia berhak menerimanya dan
Allah wajib melakukannya. Kemudiancara yang lainnya harus selalu
menanamkan ketakuak akan hilangnya nikmat itu akibat tindakan ujub
yang dilakukan.

Sebab-Sebab Ujub

a. Faktor Lingkungan dan Keturunan Yaitu keluarga dan lingkungan


tempat seseorang itu tumbuh. Ia akan menyerap kebiasaan-
kebiasaan keduanya atau salah satunya yang positif maupun
negatif, seperti sikap senang dipuji, selalu menganggap diri suci
dll.
b. Sanjungan dan Pujian yang Berlebihan ,Sering kita temui sebagian
orang yang terlalu berlebihan dalam memuji hingga seringkali
membuat yang dipuji lupa diri.
c. Bergaul Dengan Orang yang Terkena Penyakit Ujub. Tidak aneh
lagi/sudah jelas bahwa setiap orang akan mengikuti pola tingkah
laku temannya. Rasulullah SAW sendiri bersabda:
“Perumpamaan teman yang shalih dan teman yang jahat adalah seperti
orang yang berteman dengan penjual minyak wangi dan pkitai besi.”
(HR. Al-Bukhari dan Muslim)
d. Kufur Nikmat dan Lupa Kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Begitu banyak nikmat yang diterima seorang hamba, tetapi ia lupa
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memberinya
nikmat itu. Sehingga hal itu menggiringnya kepada penyakit ujub,
ia membanggakan dirinya yang sebenarnya tidak pantas untuk
dibanggakan.

11
D. Sum,ah
Secara bahasa sum’ah adalah diperdengarkan kepada orang lain,
adapun secara istilah yaitu beribadah dengan benar dan ikhlas karena
Allah, kemudian menceritakan amal perbuatannya kepada orang lain.
Adapun Sum’ah mempunyai hubungan erat sekali dengan riya’, bahkan
tergolong sama. Akan tetapi terdapat perbedaan antara keduanya,
Perbedaan antara riya’ dan sum’ah menurut Al-Hafizh yaitu: riya’
adalah memperlihatkan amal dan perbuatan dengan maksud
mendapatkan pujian seperti shalat, adapun sum’ah merupakan amalan
yang diperdengarkan kemudian menceritakan perbuatannya (sudah
dikerjakan dengan penuh keikhlasan, namun pada akhirnya
mengharapkan pujian yang sifatnya duniawi).Perbedaan riya’dan
sum’ah ialah: Riya’ berarti beramal karena diperlihatkan kepada orang
lain, sedangkan sum’ah beramal supaya diperdengarkan kepada orang
lain, Riya’ berkaitan dengan indra mata, sedangkan sum’ah berkaitan
dengan indra telinga. Kata sum’ah berasal dari kata samma’a
(memperdengarkan). Kalimat samma’an naasa bi ‘amalihi digunakan
jika seseorang menampakkan amalnya kepada manusia yang semula
tidak mengetahuinya.
Faktor-Faktor Penyebab Sum’ah.
a. Latar Belakang Kehidupan.
Jika seorang anak yang tumbuh dalam asuhan sebuah
keluarga yang memiliki suasana atau adat perilaku riya’ dan
sum’ah, maka sangat besar kemungkinan dirinya akan dapat
terpengaruhi perilaku semacam itu. Jika penyakit itu telah
bercokol dan lama berurat akar dan mengkristal dalam jiwa, maka
akan sangat sulit untuk mengikisnya. Karena itu, rasulullah selalu
menekankan pentingnya faktor agama sebagai landasan utama
dalam memilih calon pasangan hidup kita.
b. Persahabatan yang Buruk.
Persahabatan yang buruk hanya akan mengakibatkan sikap
riya dan sum’ah, terutama bagi orang yang lemah pribadi dan

12
mentalnya dan mudah terpengaruhi orang lain, dengan mengikuti
dan meniru teman-temannya, lama kelamaan berakar umbi dalam
jiwanya. Syeikh Ibrahim Bin Sulaiman dalam syarah Ta’lim al-
Muta’allim.
c. Tidak Memiliki Hakikat Ma’rifah kepada Allah.
Karena tidak mengenal Allah secara hakiki maka dapat
menimbulkan sikap riya’ dan sum’ah, sebab orang yang jahil tidak
mampu bersikap yang benar terhadap Allah. Karena itu,
berkembanglah dalam pikirannya bahwa ada sebagian manusia
yang mampu menolak bahaya dan memberi manfaat. Ia bersikap
riya dan sum’ah dalam setiap amalnya dihadapan sekelompok
manusia dan yang menurutnya berkuasa dalam menentukan nasib
mereka. Islam selalu menegaskan pentingnya mengenal Allah
sebagai langkah pertama yang harus ditempuh sebelum melakukan
segala sesuatu.
d. Ambisi Memperoleh Kedudukan dan Kemimpinan.
Inilah salah satu diantara faktor yang dapat memotivasi
timbulnya sikap riya’ dan sum’ah. Islam menekankan untuk
menyeleksi dan menguji seseorang sebelum ia dilimpahi suatu
kepercayaan atau dukungan.3
e. Tamak Terhadap yang Dimiliki Orang Lain.
Sikap rakus terhadap apa yang dimiliki orang lain serta
ambisi terhadap harta duniawi dapat menyebabkan riya atau
sum’ah. Sebagaimana diriwayatkan dari Abu Musa bahwa pada
suatu hari rasul SAW ditanya, “Ya Rasulullah, ada seorang yang
berperang untuk memperoleh ghanimah, ada yang ingin disebut-
sebut, dan ada yang ingin posisinya dilihat oleh manusia, yang
manakah diantara mereka yang berperang di jalan Allah?” Rasul
SAW bersabda:

3qomarnick.makalah-akhlak-tercela.

13
“Barangsiapa berperang dengan tujuan meninggikan kalimat
Allah, maka dialah yang berperang di jalan Allah.” (HR. Bukhari)
“Barangsiapa yang pergi berperang kemudian ia tidak
mengharapkan sesuatu kecuali memperoleh tali kendali, maka baginya
apa yang ia niatkan.” (HR. Nasa’i dan Darimi).
f. Lalai Terhadap Dampak Buruk Riya dan Sum’ah.
Ketidaktahuan dan kelalaian seseorang terhadap pengaruh
buruk yang ditimbulkan oleh riya dan sum’ah dapat
menjerumuskan seseorang kepada riya atau sum’ah. Imam
Bukhori dalam shahihnya dalam bab Ar- Riya’ was Sum’ah
dengan membawakan hadits Rasulullah SAW:“Barangsiapa
memperdengarkan (menyiarkan) amalnya, maka Allah akan
menyiarkan aibnya, dan barangsiapa beramal karena riya’, maka
Allah akan membuka niatnya (dihadapan manusia pada hari
kiamat kelak)”.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Menurut bahasa akhlak merupakan tingkah laku, tabiat atau
perangai. Sedangkan akhlak menurut istilah merupakan suatu
pengetahuan yang menjelaskan mengenai perbuatan yang baik serta
buruk, mengatur prilaku manusia, serta mampu menentukan perbuatan
akhir.
Macam-macam dari akhlak tercela adalah banyak sekali seperti
Hasad, Riya’, Hubbud Dunnya, Sum’ah, Ujub, Takabur, Itbaul Hawa,
Ghibah, Namimah dan masih banyak lagi. Aklak tercela diatas
merupakan suatu sikap/perbuatan jelek yang merugikan diri sendiri dan
orang lain yang dilakukan jauh dari apa yang dilarang agama dan tidak
diridhoi oleh Allah SWT. Seseorang yang melakukan akhlak tercela
akan mendapat kesulitan baik di dunia maupun di akhirat. Kesenangan
yang didapat dari akhlak tercela di dunia hanyalah sementara.
Bahaya yang ditimbukan dari akhlak tercela adalah beragam, yaitu :
Selalu bangga terhadap apa yang telah dilakukan meskipun itu salah,
memandang orang lain selalu salah, merugikan diri sendiri dan orang
lain, semakin dekat dengan syaitan, tidak akan mendapatkan ridha dari
Allah SWT dan mendapat siksa di akhirat nanti.
Adapun cara untuk menghindari/mengobati nafsu jahat ini adalah :
Dalam ilmu tasawuf, nafsu jahat dan liar sering disebut dengan istilah
sifat madzmumah. Di antara sifat-sifat mazmumah itu seperti Hasad,
Riya’, Hubbud Dunnya, Sum’ah, Ujub, Takabur, Itbaul Hawa, Ghibah,
Namimah dan lain-lain. Sifat-sifat itu melekat pada hati seperti daki
melekat pada badan. Semua akhlak tercela berawal dari nafsu jahat,
sedangkan nafsu jahat berasal dari godaan para syaitan. Maka, agar kita
dapat terjauh dari akhlak tercela adalah dengan selalu mendekatkan diri
kepada Allah. Dengan kita selalu mendekatkan diri kepada Allah maka
kita akan selalu takut dengan murka Allah. Kita akan sadar bahwa Allah

15
selalu melihat perbuatan kita. Dengan begitu, kita akan merasa takut
untuk melakukan perbuatan jelek. Selain itu, kita juga harus ingat bahwa
ajal seseorang tidak ada yang tau. Bayangkanlah bahwa ajal kita adalah
hari esok. Dengan begitu kita akan takut untuk melakukan perbuatan
jelek. Dan beribadahlah dengan khusyu’ seakan-akan kamu mati besok.

B. Saran
Dari pembahasan di atas mungkin di dalam makalah ini ada terdapat
kesalahan,karna tidak ada hal sesuatu yang sempurna selain Allah SWT.
Maka oleh sebab itu penyusun meminta maaf dan memohon kritik dan
sarannya yang bersifat menginspirasi. Karna sangat berguna bagi
penyusun untuk perbaikan makalah-makalah selanjutnya.

16
DAFTAR PUSTAKA

Hamza Yusuf, Hatiku Surgaku: Terapi Jitu Membersihkan Hati dari Sifat-
sifat yang Tidak Disukai Allah, (Jakarta: Lentera Hati, 2009), hlm. 51-52.

Usman Asy Syakir Al Khaubawiyyi, Durratun Nasihin: Butir-butir Mutiara


Hikmat; Alih bahasa oleh Rosihin Abd.Gani, (Semarang: Wicaksana, ), hlm.
162-164.

https://qomarnick.blogspot.com/2016/10/makalah-akhlak-tercela.html
Diakses tanggal 5 Oktober 2019

17

Anda mungkin juga menyukai