Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) merupakan salah satu model pembelajaran termasuk
pendekatan saintifik. Pemilihan model Problem Based Learning (PBL) diharapkan membantu peserta didik
untuk mencapai keberhasilan proses belajar dan menjadikan pembelajaran lebih bermakna. Hal ini
disebabkan karena Problem Based Learning (PBL) memerlukan keterampilan guru untuk menyajikan
masalah yang bersifat kontekstual. Melalui model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) peserta
didik juga dapat mengembangkan pengetahuan dan keterampilan untuk memecahkan masalah gejala-gejala
fisika yang ada dilingkungannya dengan menggunakan keterampilan metakognitifnya yaitu peserta didik
bertanya pada diri sendiri dan memahami masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data,
menafsirkan dan menganalisis serta menyajikan hipotesis, merumuskan generalisasi, dan
mengkomunikasikan kesimpulan. Model pembelajaran PBL cocok diterapkan di SMA karena model
pembelajaran kompleks, menuntut keterampilan berpikir tingkat tinggi dan kemampuan analisis yang baik.
Melalui model PBL peserta didik dituntut untuk lebih aktif dalam melakukan pemecahan masalah.

Pada proses pembelajaran di kelas hingga saat ini masih juga ditemukan pengajar yang
memposisikan peserta didik sebagai objek belajar, bukan sebagai individu yang harus dikembangkan
potensi yang dimilikinya. Hal ini dapat mematikan potensi peserta didik. Dan dalam keadaan tersebut
peserta didik hanya mendengarkan pidato guru di depan kelas, sehingga mudah sekali peserta didik merasa
bosan dengan materi yang diberikan. Akibatnya, peserta didik tidak paham dengan apa yang baru saja
disampaikan oleh guru.

Pada model pembelajaran berbasis masalah berbeda dengan model pembelajaran yang lainnya,
dalam model pembelajaran ini, peranan guru adalah menyodorkan berbagai masalah, memberikan
pertanyaan, dan memfasilitasi investigasi dan dialog. Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk menetapkan topik masalah yang akan dibahas, walaupun sebenarnya guru telah menetapkan topik
masalah apa yang harus dibahas. Hal yang paling utama adalah guru menyediakan perancah atau kerangka
pendukung yang dapat meningkatkan kemampuan penyelidikan dan intelegensi peserta didik dalam
berpikir. Proses pembelajaran diarahkan agar peserta didik mampu menyelesaikan masalah secara
sistematis dan logis. Model pembelajaran ini dapat terjadi jika guru dapat menciptakan lingkungan kelas
yang terbuka dan jujur, karena kelas itu sendiri merupakan tempat pertukaran ide-ide peserta didik dalam
menanggapi berbagai masalah.
Jika dilihat dari sudut pandang psikologi belajar, model pembelajaran ini berdasarkan pada psikologi
kognitif yang berakar dari asumsi bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya
pengalaman. Melalui model pembelajaran ini peserta didik dapat berkembang secara utuh, artinya bukan
hanya perkembangan kognitif, tetapi peserta didik juga akan berkembang dalam bidang affektif dan
psikomotorik secara otomatis melalui masalah yang dihadapi.

Model pembelajaran berbasis masalah mengambil psikologi kognitif sebagai dukungan teoritisnya.
Fokus pembelajaran pada model ini menekankan pada apa yang peserta didik pikirkan selama mereka
terlibat dalam proses pembelajaran, bukan pada apa yang mereka kerjakan dalam proses pembelajaran.

Seperti halnya model pembelajaran kooperatif, model pembelajaran berbasis masalah ini menemukan
akar intelektualnya dalam karya John Dewey. Di dalam Democracy and Education (1916), Dewey
mendiskripsikan pandangan tentang pendidikan dengan sekolah sebagai cermin masyarakat yang lebih
besar dan kelas akan menjadi laboratorium untuk penyelidikan dan pengentasan masalah kehidupan nyata.
Pedagogis Dewey mendorong guru untuk melibatkan peserta didik dalam berbagai proyek berorientasi
masalah dan membantu mereka menyelidiki berbagai masalah sosial dan intelektual penting.

2.2 RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimanakah pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah?


2. 2.Bagaimanakah ciri-ciri Pembelajaran Berbasis Masalah?
3. Apa komponen-komponen yang mendukung Pembelajaran Berbasis Masalah?
4. Bagaimanakah konsep dasar Pembelajaran Berbasis Masalah?
5. Bagaimanakah langkah-langkah serta sintaks (implementasi/pelaksanaan) dalam Pembelajaran
Berbasis Masalah?
6. Bagaimanakah penilaian serta evaluasi Pembelajaran Berbasis Masalah?
7. Apa kelebihan serta kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah?

2.3 TUJUAN

1. Mengetahui pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah.


2. Mengidentifikasi ciri-ciri Pembelajaran Berbasis Masalah.
3. Mengetahui fitur-fitur yang mendukung Pembelajaran Berbasis Masalah.
4. Mengetahui konsep dasar Pembelajaran Berbasis Masalah.
5. Mengetahui langkah-langkah serta sintaks (implementasi/pelaksanaan) dalam Pembelajaran
Berbasis Masalah.
6. Mengetahui penilaian serta evaluasi Pembelajaran Berbasis Masalah.
7. Mengidentifikasi kelebihan serta kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Model Pembelajaran Erbasis Masalah

Pengajaran berdasarkan masalah ini telah dikenal sejak zaman John Dewey. Menurut Dewey
(dalam Trianto, 2009:91) belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dan respon,
merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Lingkungan memberikan masukan
kepada peserta didik berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan
bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis, serta dicari
pemecahannya dengan baik.

Pembelajaran Berbasis Masalah yang berasal dari bahasa Inggris Problem-based Learning adalah
suatu pendekatan pembelajaran yang dimulai dengan menyelesaikan suatu masalah, tetapi untuk
menyelesaikan masalah itu peserta didik memerlukan pengetahuan baru untuk dapat menyelesaikannya.

Pendekatan pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning / PBL) adalah konsep


pembelajaran yang membantu guru menciptakan lingkungan pembelajaran yang dimulai dengan masalah
yang penting dan relevan (bersangkut-paut) bagi peserta didik, dan memungkinkan peserta
didik memperoleh pengalaman belajar yang lebih realistik (nyata).
Pembelajaran Berbasis Masalah melibatkan peserta didik dalam proses pembelajaran yang aktif,
kolaboratif, berpusat kepada peserta didik, yang mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan
kemampuan belajar mandiri yang diperlukan untuk menghadapi tantangan dalam kehidupan dan karier,
dalam lingkungan yang bertambah kompleks sekarang ini. Pembelajaran Berbasis Masalah dapat pula
dimulai dengan melakukan kerja kelompok antar peserta didik. peserta didik menyelidiki sendiri,
menemukan permasalahan, kemudian menyelesaikan masalahnya di bawah petunjuk fasilitator (guru).

Pembelajaran Berbasis Masalah menyarankan kepada peserta didik untuk mencari atau
menentukan sumber-sumber pengetahuan yang relevan. Pembelajaran berbasis masalah memberikan
tantangan kepada peserta didik untuk belajar sendiri. Dalam hal ini, peserta didik lebih diajak untuk
membentuk suatu pengetahuan dengan sedikit bimbingan atau arahan guru sementara pada pembelajaran
tradisional, peserta didik lebih diperlakukan sebagai penerima pengetahuan yang diberikan secara
terstruktur oleh seorang guru.

Pembelajaran berbasis masalah (Problem-based learning), selanjutnya disingkat PBL, merupakan


salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada peserta didik.
PBL adalah suatu model pembelajaran vang, melibatkanpeserta didik untuk memecahkan suatu masalah
melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga peserta didik dapat mempelajari pengetahuan yang
berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk memecahkan masalah.

Untuk mencapai hasil pembelajaran secara optimal, pembelajaran dengan pendekatan


Pembelajaran Berbasis Masalah perlu dirancang dengan baik mulai dari penyiapan masalah yang yang
sesuai dengan kurikulum yang akan dikembangkan di kelas, memunculkan masalah dari peserta didik,
peralatan yang mungkin diperlukan, dan penilaian yang digunakan. Pengajar yang menerapkan pendekatan
ini harus mengembangkan diri melalui pengalaman mengelola di kelasnya, melalui pendidikan pelatihan
atau pendidikan formal yang berkelanjutan.

Oleh karena itu, pengajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran
proses berfikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu peserta didik untuk memproses informasi yang
sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya.
Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks.

2.2 Ciri-Ciri Pembelajaran Berbasis Masalah

1. Pertama, strategi pembelajaran berbasis masalah merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran artinya
dalam pembelajaran ini tidak mengharapkan peserta didik hanya sekedar mendengarkan, mencatat
kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi melalui strategi pembelajaran berbasis masalah peserta
didik aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data dan akhirnya menyimpulkannya.

2. Kedua, aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Strategi pembelajaran berbasis
masalah menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya, tanpa masalah tidak
mungkin ada proses pembelajaran.

3. Ketiga, pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah.
Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir
ini dilakukan secara sistematis dan empiris, sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-
tahapan tertentu, sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta
yang jelas.

2.3 Komponen-Komponen Pembelajaran Berbasis Masalah

Komponen-komponen pembelajaran berbasisi masalah dikemkakan oleh Arends, diantaranya


adalah :

a. Permasalahan autentik. Model pembelajaran berbasis masalah mengorganisasikan masalah nyata yang
penting secara sosial dan bermanfaat bagi peserta didik. Permasalahan yang dihadapi peserta didik dalam
dunia nyata tidak dapat dijawab dengan jawaban yang sederhana.

b. Fokus interdisipliner. Dimaksudkan agar peserta didik belajar berpikir struktural dan belajar
menggunakan berbagai perspektif keilmuan.

c. Pengamatan autentik. Hal ini dinaksudkan untuk menemukan solusi yang nyata. Peserta didik diwajibkan
untuk menganalisis dan menetapkan masalahnya, mengembangkan hipotesis dan membuat prediksi,
mengumpulkan dan menganalisis informasi, melaksanakan eksperimen, membuat inferensi, dan menarik
kesimpulan.

d. Produk. Peserta didik dituntut untuk membuat produk hasil pengamatan.produk bisa berupa kertas yang
dideskripsikan dan didemonstrasikan kepada orang lain.

e. Kolaborasi. Dapat mendorong penyelidikan dan dialog bersama untuk mengembangkan keterampilan
berpikir dan keterampilan sosial.

2.4 Konsep Dasar Pembelajaran Berbasis Masalah

Model pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran yang menekankan padaproses penyelesaian
masalah. Dalam implementasi model pembelajaran berbasis masalah, guru perlu memilih bahan pelajaran
yang memiliki permasalahan yang dapat dipecahkan. Model pembelajaran berbasis masalah ini dapat
diterapkan dalam kelas jika :

a. Guru bertujuan agar peserta didik tidak hanya mengetahui dan hafal materi pelajaran saja, tetapi juga
mengerti dan memahaminya.

b. Guru mengiginkan agar peserta didik memecahkan masalah dan membuat kemampuan intelektual siswa
bertambah.

c. Guru menginginkan agar peserta didik dapat bertanggung jawab dalam belajarnya.

d. Guru menginginkan agar peserta didik dapat menghubungkan antara teori yang dipelajari di dalam kelas
dan kenyataan yang dihadapinya di luar kelas.

e. Guru bermaksud mengembangkan kemampuan peserta didik dalam menganalisis situasi, menerapkan
pengetahuan, mengenal antara fakta dan pendapat, serta mengembangkan kemampuan dalam membuat
tugas secara objektif.

2.5 Langkah-langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah

John Dewey seorang ahli pendidikan berkebangsaan Amerika memaparkan 6 langkah dalam
pembelajaran berbasis masalah ini :

a. Merumuskan masalah. Guru membimbing peserta didik untuk menentukan masalah yang akan
dipecahkan dalam proses pembelajaran, walaupun sebenarnya guru telah menetapkan masalah tersebut.

b. Menganalisis masalah. Langkah peserta didik meninjau masalah secara kritis dari berbagai sudut
pandang.

c. Merumuskan hipotesis. Langkah peserta didik merumuskan berbagai kemungkinan pemecahan sesuai
dengan pengetahuan yang dimiliki.

d. Mengumpulkan data. Langkah peserta didik mencari dan menggambarkan berbagai informasi yang
diperlukan untuk memecahkan masalah.

e. Pengujian hipotesis. Langkah peserta didik dalam merumuskan dan mengambil kesimpulan sesuai
dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan

f. Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah. Langkah peserta didik menggambarkan rekomendasi


yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.

Sedangkan menurut David Johnson & Johnson memaparkan 5 langkah melalui kegiatan kelompok :
a. Mendefinisikan masalah. Merumuskan masalah dari peristiwa tertentu yang mengandung konflik hingga
peserta didik jelas dengan masalah yang dikaji. Dalam hal ini guru meminta pendapat peserta didik tentang
masalah yang sedang dikaji.

b. Mendiagnosis masalah, yaitu menentukan sebab-sebab terjadinya masalah.

c. Merumuskan alternatif strategi. Menguji setiap tindakan yang telah dirumuskan melalui diskusi kelas.

d. Menentukan & menerapkan strategi pilihan. Pengambilan keputusan tentang strategi mana yang
dilakukan.

e. Melakukan evaluasi. Baik evaluasi proses maupun evaluasi hasil.

Secara umum langkah-langkah model pembelajaran ini adalah :

a. Menyadari Masalah. Dimulai dengan kesadaran akan masalah yang harus dipecahkan. Kemampuan yang
harus dicapai peserta didik adalah peserta didik dapat menentukan atau menangkap kesenjangan yang
dirasakan oleh manusia dan lingkungan sosial.

b. Merumuskan Masalah. Rumusan masalah berhubungan dengan kejelasan dan kesamaan persepsi tentang
masalah dan berkaitan dengan data-data yang harus dikumpulkan. Diharapkan peserta didik dapat
menentukan prioritas masalah.

c. Merumuskan Hipotesis. peserta didik diharapkan dapat menentukan sebab akibat dari masalah yang ingin
diselesaikan dan dapat menentukan berbagai kemungkinan penyelesaian masalah.

d. Mengumpulkan Data. peserta didik didorong untuk mengumpulkan data yang relevan. Kemampuan yang
diharapkan adalah peserta didik dapat mengumpulkan data dan memetakan serta menyajikan dalam
berbagai tampilan sehingga sudah dipahami.

e. Menguji Hipotesis. Peserta didik diharapkan memiliki kecakapan menelaah dan membahas untuk melihat
hubungan dengan masalah yang diuji.

f. Menetukan Pilihan Penyelesaian. Kecakapan memilih alternatif penyelesaian yang memungkinkan dapat
dilakukan serta dapat memperhitungkan kemungkinan yang dapat terjadi sehubungan dengan alternatif
yang dipilihnya.

2.6 implikasi/ pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Masalah


Tahap TingkahLaku guru

Tahap-1 Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik


yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau
Orientasi peserta
cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi peserta
didik pada masalah didik untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih.

Tahap-2 Guru membantupeserta

Mengorganisasi peserta didikuntukmendefinisikandanmengorganisasitugasbelajar

didik untuk belajar yang berhubungandenganmasalahtersebut

Tahap-3 Guru mendorongpeserta didikuntukmengumpulkaninformasi


yang sesuai,
Membimbing penyelidikan melaksanakaneksperimenuntukmendapatkanpenjelasandanpe
individual maupun kelompok mecahanmasalah.

Tahap-4 Guru membantupeserta


didikdalammerencanakandanmenyiapkankarya yang
Mengembangkan dan menyajikan h sesuaisepertilaporan, video, dan model
asil karya sertamembantumerekauntukberbagitugasdengantemannya.

Tahap-5 Guru membantupeserta

Menganalisis dan mengevaluasi didikuntukmelakukanrefleksiatauevaluasiterhadappenyelidika

proses pemecahan masalah nmerekadan proses-proses yang merekagunakan.

2.7 Penilaian dan Evaluasi

Prosedur-prosedur penilaian harus disesuaikan dengan tujuan pengajaran yang ingin dicapai dan hal
yang paling utama bagi guru adalah mendapatkan informasi penilaian yang reliabel dan valid.

Prosedur evaluasi pada model pembelajaran berbasis masalah ini tidak hanya cukup dengan mengadakan
tes tertulis saja, tetapi juga dilakukan dalam bentuk checklist, reating scales, dan performance. Untuk
evaluasi dalam bentuk performance atau kemampuan ini dapat digunakan untuk mengukur potensi peserta
didik untuk mengatasi masalah maupun untuk mengukur kerja kelompok. Evaluasi harus menghasilkan
definisi tentang masalah baru, mendiagnosanya, dan mulai lagi proses penyelesaian baru.
2.8 Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Sebagai suatu model pembelajaran, model pembelajaran berbasis masalah memiliki beberapa
keunggulan, diantaranya :

a. Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran.
b. Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan peserta didik serta memberikan kepuasan untuk
menentukan pengetahuan baru bagi peserta didik.
c. Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran peserta didik.
d. Pemecahan masalah dapat membantu peserta didik bagaimana mentrasfer pengetahuan mereka
untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
e. Pemecahan masalah dapat membantu peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan barunya
dan bertanggungjawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.
f. Melalui pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai peserta didik.
g. Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan peserta didik untuk berpikir kritis dan
mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
h. Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mengaplikasikan
pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
i. Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat peserta didik untuk secara terus menerus belajar.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran berbasis masalah harus dimulai
dengan kesadaran adanya masalah yang harus dipecahkan. Pada tahapan ini guru membimbing peserta
didik pada kesadaran adanya kesenjangan atau gap yang dirasakan oleh manusia atau lingkungan sosial.
Kemampuan yang harus dicapai oleh peserta didik, pada tahapan ini adalah peserta didik dapat menentukan
atau menangkap kesenjangan yang terjadi dari berbagai fenomena yang ada.

Disamping keunggulannya, model ini juga mempunyai kelemahan, yaitu :

a. Manakala peserta didik tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah
yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba.
b. Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving membutuhkan cukup waktu untuk
persiapan.
c. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari,
maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.

Anda mungkin juga menyukai