Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Percobaan


1. Menentukan kecepatan disolusi suatu zat
2. Mempelajari pengaruh suhu dan kecepatan pengadukan terhadap kecepatan
disolusi suatu zat

1.2 Dasar Teori


1.2.7 Disolusi

Disolusi atau pelarutan didefinisikan sebagai proses melarutnya suatu obat


dari sediaan padat dalam medium tertentu. Selain itu disolusi juga dikatakan
sebagai hilangnya kohesi suatu padatan karena aksi dari cairan yang menghasilkan
suatu dispersi homogen bentuk ion (dispersi molekuler) sedangkan kecepatan
pelarutan atau laju pelarutan adalah kecepatan melarutnya zat kimia atau senyawa
obat ke dalam medium tertentu dari suatu padatan (Sears dan Zemansky, 1982).
Tetapan laju disolusi merupakan suatu besaran yang menunjukkan jumlah
bagian senyawa obat yang larut dalam media per satuan waktu. Uji disolusi yang
diterapkan pada sediaan obat bertujuan untuk mengukur serta mengetahui jumlah
zat aktif yang terlarut dalam media pelarut yang diketahui volumnya pada waktu
dan suhu tertentu menggunakan alat tertentu yang didesain untuk uji parameter
disolusi. Tahap disolusi meliputi proses pelarutan obat pada permukaan partikel
padat yang membentuk larutan jenuh di sekeliling partikel yang dikenal sebagai
lapisan diam (stagnant layer). Kemudian obat yang terlarut dalam lapisan diam ini
berdifusi ke dalam pelarut dari daerah konsentrasi obat yang tinggi ke daerah
konsentrasi obat yang rendah (Sears dan Zemansky, 1982).
Supaya partikel padat terdisolusi maka molekul solut pertama-tama harus
memisahkan diri dari permukaan padat, kemudian bergerak menjauhi permukaan
memasuki pelarut. Tergantung pada kedua proses ini dan bagaimana cara proses
transpor berlangsung maka perilaku disolusi dapat digambarkan secara fisika.
Dari segi kecepatan disolusi yang terlibat dalam zat murni, ada tiga dasar model
fisika yang umum, yaitu (Shargel dan Yu, 1999) :
1. Model lapisan difusi (diffusion layer model).

Model ini pertama kali diusulkan oleh Nerst dan Brunner. Pada permukaan
padat terdapat satu lapis tipis cairan dengan ketebalan, merupakan komponen
kecepatan negatif dengan arah yang berlawanan dengan permukaan padat. Reaksi
pada permukaan padat-cair berlangsung cepat. Begitu model solut melewati antar
muka "liquid film – bulk film", pencampuran secara cepat akan terjadi dan gradien
konsentrasi akan hilang. Karena itu kecepatan disolusi ditentukan oleh difusi
gerakan Brown dari molekul dalam liguid film.
2. Model barrier antar muka (interfacial barrier model)

Model ini menggambarkan reaksi yang terjadi pada permukaan padat dan
dalam hal ini terjadi difusi sepanjang lapisan tipis cairan. Sebagai hasilnya, tidak
dianggap adanya kesetimbangan padatan-larutan, dan hal ini harus dijadikan
pegangan dalam membahas model ini. Proses pada antar muka padat-cair
sekarang menjadi pembatas kecepatan ditinjau dari proses transpor. Transpor yang
relatif cepat terjadi secara difusi melewati lapisan tipis statis.
3. Model Dankwert (Dankwert model).

Model ini beranggapan bahwa transpor solut menjauhi permukaan padat terjadi
melalui cara paket makroskopik pelarut mencapai antar muka padatcair karena
terjadi pusaran difusi secara acak. Proses disolusi merupakan langkah penentu dari
proses absorbsi, maka faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan disolusi akan
mempengaruhi kecepatan absorbsi bahan obatnya. Uji pelarutan in vitro
mengukur laju dan jumlah obat dalam suatu media aqueous dengan adanya satu
atau lebih bahan tambahan yang terkandung dalam produk obat. Ada sejumlah
faktor yang harus dipertimbangkan bila melakukan suatu ujian pelarutan. Sebagai
contoh, wadah dapat mempunyai rentang ukuran dari beberapa milimeter sampai
beberapa liter. Bentuk wadah dapat mempunyai alas bulat atau datar, sehingga
dalam percobaan yang berbeda tablet dapat berada pada posisi yang berbeda.

1.2.7 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Disolusi

Menurut Rudi (2010) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi disolusi


yaitu :
1. Luas Permukaan.

Bila suatu partikel zat dikurangi sampai menjadi partikel partikel yang lebih kecil
dalam jumlah yang besar, luas permukaan total yang diciptakan ditingkatkan.
Untuk zat yang sukar larut atau larut dengan perlahan ini umumnya
mengakibatkan peningkatan dalam laju disolusi. Kelarutan actual dari suatu obat
murni tetap sama.
2. Suhu.

Meningginya suhu umumnya memperbesar kelarutan (Cs) suatu zat yang bersifat
endometrik serta memperbesar harga koefisien difusi zat. Menurut Einstein,
koefisien difusi dapat dinyatakan melalui persamaan berikut :

........................................................................................................ (2.1)

Keterangan :

D: koefisien difusi

r : jari-jari molekul

k : konstanta Boltzman

T : suhu
Ƞ : viskositas

3. Viskositas.

Turunnya viskositas pelarut akan memperbesar kecepatan disolusi suatu zat sesuai
dengan persamaan Einstein. Meningginya suhu juga menurunkan viskositas dan
memperbesar kecepatan disolusi.
4. pH pelarut

Asam lemah dilarutkan dalam basa, Basa lemah dilarutkan dengan asam lemah
kenaikan kelarutan dan kenaikan laju disolusi. pH pelarut sangat berpengaruh
terhadap kelarutan zat-zat yang bersifat asam atau basa lemah. Untuk asam lemah
:
.................................................................................(2.2)

Jika (H+) kecil atau pH besar maka kelarutan zat akan meningkat. Dengan
demikian, kecepatan disolusi zat juga meningkat. Untuk basa lemah :

..........................................................................(2.3)
Jika (H+) besar atau pH kecil maka kelarutan zat akan meningkat. Dengan
demikian, kecepatan disolusi juga meningkat.

5. Pengadukan

Kecepatan pengadukan akan mempengaruhi tebal lapisan difusi (h). jika


pengadukan berlangsung cepat, maka tebal lapisan difusi akan cepat berkurang.
6. Ukuran partikel

Jika partikel zat berukuran kecil maka luas permukaan akan lebih besar sehingga
kecepatan disolusi akan meningkat karena energi tumbukan antar zat akan
semakin besar dan lebih cepat larut.
7. Polimorfisme

Kelarutan suatu zat dipengaruhi pula oleh adanya polimorfisme. Beberapa zat
kimia yang tersedia dalam bentuk Kristal sanggup membentuk tipe Kristal yang
berbeda bergantung pada kondisi inilah yang disebut sebagai polimorfisme.
Diketahui bahwa hanya satu bentuk zat obat murni stabil pada tekanan dan
temperature tertentu bersama bentuk lain yang disebut bentuk metastabil, yang
berubah dengan berubahnya waktu menjadi bentuk Kristal yang stabil.
Penggunaan bentuk metastabil umumnya akan menghasilkan kelarutan dan laju
disolusi yang lebih tinggi dari bentuk Kristal stabil yang sama. Dan polimorf
stabil umumnya tahan terhadap degradasi kimia dan area kelarutannya rendah
seringkali dipilih dalam suspense obat dalam farmasi untuk obat yang tidak larut,
sedangkan bentuk metastabil digunakan untuk suspense. Dalam semua hal,
keuntungan bentuk Kristal metastabil adalah dalam hal meningkat availabilitas
fisiologis dari obat tersebut yang haris diimbangi dengan kestabilan produk yang
meningkat jika digunakan polimorf stabil.
8. Sifat permukaan zat

Pada umumnya zat-zat yang digunakan sebagai bahan obat bersifat hidrofob.
Dengan adanya surfaktan di dalam pelarut, tegangan permukaan antara partikel
zat dengan pelarut akan menurun sehingga zat mudah terbasahi dan kecepatan
disolusinya bertambah.

1.2.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Disolusi

Menurut Shargel dkk (2005) Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi laju


disolusi yakni :

a. Pengadukan, kondisi pengadukan akan sangat berpengaruh pada kecepatan


disolusi yang dikontrol difusi dengan ketebalan lapisan difusi berbanding terbalik
pada kecepatan putaran pengadukan. Kecepatan pengadukan mempunyai
hubungan dengan tetapan kecepatan disolusi.
b. Suhu, umumnya semakin tinggi suhu medium akan semakin banyak zat aktif
yang terlarut. Suhu medium dalam percobaan harus dikendalikan pada keadaan
yang konstan umumnya dilakukan pada suhu 37oC, sesuai dengan suhu tubuh
manusia. Adanya kenaikan suhu selain dapat meningkatkan gradien konsentrasi
juga akan meningkatkan tetapan difusi, sehingga akan menaikkan kecepatan
disolusi.
c. Medium Kelarutan, sifat medium larutan akan mempengaruhi uji pelarutan.
Medium larutan hendaknya tidak jenuh obat. Medium yang terbaik merupakan
persoalan tersendiri dalam penelitian. Beberapa peneliti telah menggunakan cairan
lambung yang diencerkan, HCL 0,1 N, dapar fosfat, cairan lambung tiruan, air dan
cairan usus tiruan tergantung dari sifat produk obat dan lokasi dalam saluran
pencernaan dan perkiraan obat yang akan terlarut.
d. Wadah, ukuran dan bentuk dapat mempengaruhi laju dan tingkat kelarutan.
Untuk mengamati kemaknaan dari obat yang sangat tidak larut dalam air mungkin
perlu wadah berkapasitas besar.
e. Vibrasi, vibrasi torsional adalah variasi berkala dari rpm dalam batas kecil dan
merupakan masalah dini dalam motor pengaduk. Vibrasi ini dapat menyebabkan
perubahan dalam pola aliran media disolusi. Selain itu juga dapat memasukkan
energi yang tidak dikehendaki pada sistem dinamik dimana keduanya
mengakibatkan perubahan dalam laju disolusi. Adanya vibrasi eksternal yang
merupakan suatu variabel eksternal yang secara serius dapat mengubah data setiap
sistem disolusi. Farmakope Indonesia IV menyatakan bahwa bagian dari alat,
termasuk lingkungan tempat alat diletakan tidak dapat memberikan getaran,
goncangan atau getaran signifikan yang melebihi gerakan akibat putaran alat
pengaduk (Siregar, 2010).

1.2.7 Difusi

Difusi adalah peristiwa mengalirnya atau berpindahnya suatu zat dalam


pelarut dari bagian berkonsentrasi tinggi kebagian yang berkonsentrasi rendah.
Perbedaan konsentrasi yang ada pada dua larutan disebut gradient konsentrasi.
Difusi akan terus terjadi hingga seluruh partikel tersebar luas secara merata atau
mencapai keadaan kesetimbangan dimana perpindahan molekul tetap terjadi
walaupun tidak ada perbedaan konsentrasi. Contoh yang sederhana adalah
pemberian gula pada cairan teh tawar. Lambat laun cairan menjadi manis. Contoh
lain adalah uap air dari cerek yang berdifusi dalam udara. Difusi yang paling
sering terjadi adalah difusi molekuler. Difusi ini terjadi jika terbentuk perpindahan
dari sebuah lapisan (layer) molekul yang diam dari solid atau fluida (Martin,
1990).

Gambar 2.1 Larutan Gula dan teh (Martin, 1990)

1.2.7 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Difusi

Ada juga faktor - faktor yang mempengaruhi kecepatan difusi, diantaranya


(Martin, 1990) :
1. Ukuran partikel.
Semakin besar ukuran partikel,maka semakin lambat partikel itu akan
bergerak, sehingga kecepatan difusi semakin rendah dan berlaku juga sebaliknya.
2. Ketebalan membran.
Semakin tebal membran, maka semakin lambat kecepatan difusi.
3. Luas suatu area.
Semakin luas areanya, maka semakin cepat kecepatan difusinya.
4. Jarak konsentrasi antar zat
Semakin besar perbedaan dua konsentrasi, maka semakin lambat kecepatan
difusinya.
5. Suhu
Semakin tinggi suhu, partikel akan mendapatkan energi sehingga bergerak
dengan lebih cepat dan kecepatan difusi menjadi lebih cepat.

1.2.7 Larutan

Larutan didefinisikan sebagai campuran homogen antara dua atau lebih


zat yang terdispersi baik sebagai molekul, atom maupun ion yang komposisinya
dapat berpariasi. Larutan dapat berupa gas, cairan, atau padatan. Larutan encer
adalah larutan yang mengandung sebagian kecil solute, relative terhadap jumlah
pelarut. Sedangkan larutan pekat adalah larutan yang mengandung sebagian besar
solute. Solute adalah zat terlarut. Sedangkan solvent (pelarut) adalah medium
dalam mana solute terlarut (Sukardjo, 1997).
Pada umumnya zat yang digunakan sebagai pelarut adalah air (H2O), selain
air yang berfungsi sebagai pelarut adalah alkohol, amoniak, kloroform, benzena,
minyak, asam asetat, akan tetapi kalau menggunakan air biasanya tidak
disebutkan (Sukardjo, 1997).
Larutan gas dibuat dengan mencampurkan suatu gas dengan gas lainnya.
Karena semua gas bercampur dalam semua perbandingan, maka setiap campuran
gas adalah homogen ia merupakan larutan. Larutan cairan dibuat dengan
melarutkan gas, cairan atau padatan dalam suatu cairan. Jika sebagian cairan
adalah air, maka larutan disebut larutan berair. Larutan padatan adalah padatan-
padatan dalam mana satu komponen terdistribusi tak beraturan pada atom atau
molekul dari komponen lainnya.
Suatu larutan dengan jumlah maksimum zat terlarutpada temperatur tertentu
disebut larutan jenuh. Sebelum mencapai titik jenuh larutan tidak jenuh. Kadang-
kadang dijumpai suatu keadaan dengan zat terlarut dalam larutan lebih banyak
daripada zat terlarut yang seharusnya dapat melarut pada temperature tersebut.
Larutan yang demikian disebut larutan lewat jenuh.

Banyaknya zat terlarut yang dapat menghasilkan larutan jenuh, dalam


jumlah tertentu pelarut pada temperatur konstan disebut kelarutan. Kelarutan
suatu zat bergantung pada sifat zat itu, molekul pelarut, temperatur dan tekanan.
Meskipun larutan dapat mengandung banyak komponen, tetapi pada tinjauan ini
hanya dibahas larutan yang mengandung dua komponen. Yaitu larutan biner.
Komponen dari larutan biner yaitu pelarut dan zat terlarut (Syukri, 1999).

1.2.7 Asam Salisilat

Bahan baku utama dalam pembuatan asam salisilat adalah phenol, NaOH,
karbon dioksida dan asam sulfat. Asam salisilat kebanyakan digunakan sebagai
obat-obatan dan sebagai bahan intermediet pada pabrik obat dan pabrik farmasi
seperti aspirin dan beberapa turunannya. Selain digunakan sebagai bahan utama
pembuatan aspirin, asam salisilat juga dapat digunakan sebagai bahan baku obat
yang menjadi turunan asam salisilat. Misalnya sodium salisilat yang dapat
digunakan sebagai analgesik danantipyretic serta untuk terapi bagi penderita
rematik akut. Alumunium salisilat yang berupa bubuk sehalus debu digunakan
untuk mengatasi efek catarrhal pada hidung dan tekak. Ammonium salisilat
digunakan sebagai obat penghilang kuman penyakit dan bakteri. Kalsium salisilat
dapat digunakan untuk mengatasi diare, berikut adalah struktur molekul dari asam
salisilat.

Gambar 2.2 Struktur Molekul Asam Salisilat (Cahyono,1991)


Turunan lain yaitu asam p-aminosalisilat yang dapat mengatasi tubercolosis
pada manusia. Asam metilendisalisilat sering digunakan sebagai zat aditif minyak
pelumas serta sebagai formulasi resin alkil. Salisilamide digunakan secara farmasi
sebagai antipiretik, zat seudatif dan anti rematik (Cahyono, 1991).

A. Sifat Fisika Asam Salisilat

Tabel 2.1 Sifat-sifat fisika Asam Salisilat


Sifat Keterangan
Nama IUPAC Asam 2-hidroksibenzoat
Nama Trivial Asam Salisilat
Rumus Molekul C7H6O3
Berat Molekul 138,121 g/mol
Titik Didih 211°C
Titik Nyala 500°C
Titik Lebur 157-159°C
Tekanan Uap 27 hPa(211ᴼC)
Sumber: Cahyono, (1991).

B. Sifat Kimia Asam Salisilat

Sifat kimia asam salisilat yaitu sebagai berikut (Austin, 1984):

1. Asam salisilat memiliki sifat tidak cepat menguap.

2. Tidak mudah terbakar.

3. Asam salisilat berbentuk kristal berwarna merah muda terang hingga


kecokelatan.
4. Mudah larut dalam air dingin tetapi dapat melarutkan dalam keadaan panas.

5. Asam salisilat dapat menyublim tetapi dapat terdekomposisi dengan mudah


menjadi karbon dioksida dan phenol bila dipanaskan secara cepat pada suhu
sekitar 200°C.
DAFTAR PUSTAKA

Sears dan Zemansky. 1982. Fisika Universitas Jilid 1. Binacipta. Bandung.


Shargel, L., Yu, A., dan Wu, S. 2005. Biofarmasetika dan Farmakokinetik.
Rudi, L. 2010. Penuntun Dasar-Dasar Pemisahan Analitik. Universitas Haluoleo.
Kendari.
Siregar, C. 2010. Teknologi Farmasi Sediaan Tablet Dasar-dasar Praktis.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Martin, A. dkk. 1990. Farmasi Fisik. UI-Press. Jakarta.
Sukardjo. 1997. Kimia Fisika. PT Rineka Cipta. Jakarta.
Syukri, S. 1999. Kimia Dasar 2. ITB. Bandung.
Cahyono, B. 1991. Segi Praktis dan Metode Pemisahan Senyawa Organik. Kimia
UNDIP. Semarang.
Austin, G.T. 1984. “Shreve’s Chamical Process Industries”. Mc Graw Hill, Inc,
New York.
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN

1. Pengaruh Perbedaan Massa Asam Salisilat terhadap Kecepatan Disolusi


Zat
a. 1 gram
- 1 menit
V1 x N1 = V2 xN2
8 x 0,05 = 20 x N2
N2 = 0,02 N
- 5 menit
V1 x N1 = V2 xN2
12 x 0,05 = 20 x N2
N2 = 0,03 N
- 10 menit
V1 x N1 = V2 xN2
13 x 0,05 = 20 x N2
N2 = 0,0325 N
- 15 menit
V1 x N1 = V2 xN2
13 x 0,05 = 20 x N2
N2 = 0,0325 N
- 20 menit
V1 x N1 = V2 xN2
10,8 x 0,05 = 20 x N2
N2 = 0,027 N
b. 2 gram
- 1 menit
V1 x N1 = V2 xN2
7 x 0,05 = 20 x N2
N2 = 0,0175 N
- 5 menit
V1 x N1 = V2 xN2
16,2 x 0,05 = 20 x N2
N2 = 0,0405 N
- 10 menit
V1 x N1 = V2 xN2
16,5 x 0,05 = 20 x N2
N2 = 0,04125 N
- 15 menit
V1 x N1 = V2 xN2
15 x 0,05 = 20 x N2
N2 = 0,0375 N
- 20 menit
V1 x N1 = V2 xN2
15 x 0,05 = 20 x N2
N2 = 0,0375 N
c. 3 gram
- 1 menit
V1 x N1 = V2 xN2
11 x 0,05 = 20 x N2
N2 = 0,0275 N
- 5 menit
V1 x N1 = V2 xN2
9 x 0,05 = 20 x N2
N2 = 0,0225 N
- 10 menit
V1 x N1 = V2 xN2
7 x 0,05 = 20 x N2
N2 = 0,0175 N
- 15 menit
V1 x N1 = V2 xN2
6 x 0,05 = 20 x N2
N2 = 0,015 N
- 20 menit
V1 x N1 = V2 xN2
5 x 0,05 = 20 x N2
N2 = 0,0125 N
LAMPIRAN C
TUGAS

a. Buatlah kurva antara konsentrasi asam salisilat yang diperoleh dengan


waktu untuk setiap untuk setiap perbedaan massa.

0.3

0.25
konsentrasi Asam salisilat

0.2

0.15 1 gram
2 gram
0.1
3 gram
0.05

0
1 5 10 15 20
Waktu

Gambar C.1 Grafik Perbandingan Pengaruh Massa


LAMPIRAN D
PERTANYAAN
1. Apa perbedaan difusi dan disolusi?
2. Terangkan definisi dari pengadukan!
3. Sebutkan 5 macam impeller yang dapat digunakan dalam proses pengadukan!
4. Bagaimana pengaruh temperatur dan kecepatan pengadukan terhadap
kecepatan disolusi zat yang saudara amati dari percobaan. Berikan kesimpulan
yang ringkas dan tepat!

Jawab

1. Perbedaan difusi dengan disolusi adalah sebagai berikut.


a. Difusi adalah peristiwa mengalirnya/berpindahnya suatu zat dalam pelarut dari
bagian berkonsentrasi tinggi ke bagian yang berkonsentrasi rendah. Difusi akan
terus terjadi hingga seluruh partikel tersebar luas secara merata atau mencapai
keadaan kesetimbangan di mana perpindahan molekul tetap terjadi walaupun tidak
ada perbedaan konsentrasi. Sedangkan disolusi adalah proses dimana suatu zat
padat masuk ke dalam pelarut menghasilkan suatu larutan. Secara sederhana,
disolusi adalah proses dimana zat padat melarut.
b. Faktor yang mempengaruhi difusi adalah ukuran partikel, kecepatan membran,
luas permukaan, jarak, dan suhu. Sedangkan, faktor yang mempengaruhi disolusi
adalah suhu, viskositas, pH, ukuran partikel, polimorfisme, dan sifat permukaan
zat.
c. Contoh difusi yaitu pemberian gula pada teh tawar.dan uap cair dari cerek yang
dalam udara. Sedangkan contoh disolusi adalah disolusi asam salisilat terhadap
aquadest, disolusi asam klorida terhadap air, dan sebagainya.

2. Pengadukan adalah suatu proses menciptakan terjadinya gerakan dari bahan


yang diaduk seperti molekul-molekul, zat-zat yang bergerak atau komponennya
menyebar (terdispersi). Pencampuran dimaksudkan untuk membuat suatu bentuk
yang utuh (berupa campuran) dari beberapa bahan, artinya bahan-bahan tersebut
saling menyebar secara acak dan merata. Campuran yang rata dinamakan
campuran homogen. Bahan yang dicampur bisa berbentuk cair dengan padat, cair
dengan cair, bahkan cair dengan gas.
3. 5 macam impeller yang digunakan dalam proses pengadukan adalah sebagai
berikut.
a. Axial flow impeller
b. Radial flow impeller
c. Anchor impeller
d. Mix-flow impeller
e. Single vane impeller

4. Pada percobaan yang telah dilakukan, dilihat pengaruh kecepatan


pengadukannya. Pada percobaan pertama, yang divariasikan adalah kecepatan
pengadukannya. Semakin besar kecepatan pengadukan maka semakin cepat pula
konsentrasi asam salisilat yang terlarut. Hal ini disebabkan oleh semakin
banyaknya molekul-molekul zat yang bertumbukan sehingga konsentrasi zat yang
terlarut pun semakin besar.

Anda mungkin juga menyukai