PENDAHULUAN
Model ini pertama kali diusulkan oleh Nerst dan Brunner. Pada permukaan
padat terdapat satu lapis tipis cairan dengan ketebalan, merupakan komponen
kecepatan negatif dengan arah yang berlawanan dengan permukaan padat. Reaksi
pada permukaan padat-cair berlangsung cepat. Begitu model solut melewati antar
muka "liquid film – bulk film", pencampuran secara cepat akan terjadi dan gradien
konsentrasi akan hilang. Karena itu kecepatan disolusi ditentukan oleh difusi
gerakan Brown dari molekul dalam liguid film.
2. Model barrier antar muka (interfacial barrier model)
Model ini menggambarkan reaksi yang terjadi pada permukaan padat dan
dalam hal ini terjadi difusi sepanjang lapisan tipis cairan. Sebagai hasilnya, tidak
dianggap adanya kesetimbangan padatan-larutan, dan hal ini harus dijadikan
pegangan dalam membahas model ini. Proses pada antar muka padat-cair
sekarang menjadi pembatas kecepatan ditinjau dari proses transpor. Transpor yang
relatif cepat terjadi secara difusi melewati lapisan tipis statis.
3. Model Dankwert (Dankwert model).
Model ini beranggapan bahwa transpor solut menjauhi permukaan padat terjadi
melalui cara paket makroskopik pelarut mencapai antar muka padatcair karena
terjadi pusaran difusi secara acak. Proses disolusi merupakan langkah penentu dari
proses absorbsi, maka faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan disolusi akan
mempengaruhi kecepatan absorbsi bahan obatnya. Uji pelarutan in vitro
mengukur laju dan jumlah obat dalam suatu media aqueous dengan adanya satu
atau lebih bahan tambahan yang terkandung dalam produk obat. Ada sejumlah
faktor yang harus dipertimbangkan bila melakukan suatu ujian pelarutan. Sebagai
contoh, wadah dapat mempunyai rentang ukuran dari beberapa milimeter sampai
beberapa liter. Bentuk wadah dapat mempunyai alas bulat atau datar, sehingga
dalam percobaan yang berbeda tablet dapat berada pada posisi yang berbeda.
Bila suatu partikel zat dikurangi sampai menjadi partikel partikel yang lebih kecil
dalam jumlah yang besar, luas permukaan total yang diciptakan ditingkatkan.
Untuk zat yang sukar larut atau larut dengan perlahan ini umumnya
mengakibatkan peningkatan dalam laju disolusi. Kelarutan actual dari suatu obat
murni tetap sama.
2. Suhu.
Meningginya suhu umumnya memperbesar kelarutan (Cs) suatu zat yang bersifat
endometrik serta memperbesar harga koefisien difusi zat. Menurut Einstein,
koefisien difusi dapat dinyatakan melalui persamaan berikut :
........................................................................................................ (2.1)
Keterangan :
D: koefisien difusi
r : jari-jari molekul
k : konstanta Boltzman
T : suhu
Ƞ : viskositas
3. Viskositas.
Turunnya viskositas pelarut akan memperbesar kecepatan disolusi suatu zat sesuai
dengan persamaan Einstein. Meningginya suhu juga menurunkan viskositas dan
memperbesar kecepatan disolusi.
4. pH pelarut
Asam lemah dilarutkan dalam basa, Basa lemah dilarutkan dengan asam lemah
kenaikan kelarutan dan kenaikan laju disolusi. pH pelarut sangat berpengaruh
terhadap kelarutan zat-zat yang bersifat asam atau basa lemah. Untuk asam lemah
:
.................................................................................(2.2)
Jika (H+) kecil atau pH besar maka kelarutan zat akan meningkat. Dengan
demikian, kecepatan disolusi zat juga meningkat. Untuk basa lemah :
..........................................................................(2.3)
Jika (H+) besar atau pH kecil maka kelarutan zat akan meningkat. Dengan
demikian, kecepatan disolusi juga meningkat.
5. Pengadukan
Jika partikel zat berukuran kecil maka luas permukaan akan lebih besar sehingga
kecepatan disolusi akan meningkat karena energi tumbukan antar zat akan
semakin besar dan lebih cepat larut.
7. Polimorfisme
Kelarutan suatu zat dipengaruhi pula oleh adanya polimorfisme. Beberapa zat
kimia yang tersedia dalam bentuk Kristal sanggup membentuk tipe Kristal yang
berbeda bergantung pada kondisi inilah yang disebut sebagai polimorfisme.
Diketahui bahwa hanya satu bentuk zat obat murni stabil pada tekanan dan
temperature tertentu bersama bentuk lain yang disebut bentuk metastabil, yang
berubah dengan berubahnya waktu menjadi bentuk Kristal yang stabil.
Penggunaan bentuk metastabil umumnya akan menghasilkan kelarutan dan laju
disolusi yang lebih tinggi dari bentuk Kristal stabil yang sama. Dan polimorf
stabil umumnya tahan terhadap degradasi kimia dan area kelarutannya rendah
seringkali dipilih dalam suspense obat dalam farmasi untuk obat yang tidak larut,
sedangkan bentuk metastabil digunakan untuk suspense. Dalam semua hal,
keuntungan bentuk Kristal metastabil adalah dalam hal meningkat availabilitas
fisiologis dari obat tersebut yang haris diimbangi dengan kestabilan produk yang
meningkat jika digunakan polimorf stabil.
8. Sifat permukaan zat
Pada umumnya zat-zat yang digunakan sebagai bahan obat bersifat hidrofob.
Dengan adanya surfaktan di dalam pelarut, tegangan permukaan antara partikel
zat dengan pelarut akan menurun sehingga zat mudah terbasahi dan kecepatan
disolusinya bertambah.
1.2.7 Difusi
1.2.7 Larutan
Bahan baku utama dalam pembuatan asam salisilat adalah phenol, NaOH,
karbon dioksida dan asam sulfat. Asam salisilat kebanyakan digunakan sebagai
obat-obatan dan sebagai bahan intermediet pada pabrik obat dan pabrik farmasi
seperti aspirin dan beberapa turunannya. Selain digunakan sebagai bahan utama
pembuatan aspirin, asam salisilat juga dapat digunakan sebagai bahan baku obat
yang menjadi turunan asam salisilat. Misalnya sodium salisilat yang dapat
digunakan sebagai analgesik danantipyretic serta untuk terapi bagi penderita
rematik akut. Alumunium salisilat yang berupa bubuk sehalus debu digunakan
untuk mengatasi efek catarrhal pada hidung dan tekak. Ammonium salisilat
digunakan sebagai obat penghilang kuman penyakit dan bakteri. Kalsium salisilat
dapat digunakan untuk mengatasi diare, berikut adalah struktur molekul dari asam
salisilat.
0.3
0.25
konsentrasi Asam salisilat
0.2
0.15 1 gram
2 gram
0.1
3 gram
0.05
0
1 5 10 15 20
Waktu
Jawab