Anda di halaman 1dari 22

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR

“DIARE”
Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Epidemiologi Penyakit Menular
Dosen Pengampu: dr. Toni Wandra, M. Kes, Ph. D dan
Mukhlidah Hanun Siregar, S.KM, M.KM

Disusun oleh:
Fira Aulia Rahmah (11181010000090)
Dwika Putra Aprela (11181010000101)
Sinta Nur Septiani (11181010000105)
Kelas 3B

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2019
2
KATA PENGANTAR

Puji syukur pemakalah panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat, karunia,
serta hidayah-Nya pemakalah dapat menyelesaikan makalah Epidemiologi Penyakit Menular
mengenai Penyakit Diare dengan baik.
Dalam menyusun makalah ini telah pemakalah susun semaksimal mungkin dan tentunya
dengan bantuan berbagai pihak, untuk itu pemakalah tidak lupa menyampaikan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu pemakalah dalam pembuatan makalah ini.
Pemakalah sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rmenambah wawasan serta
pengetahuan mahasiswa mengenai pentingnya pengetahuan terhadap penyakit Diare.
Pemakalah menyadari bahwa di dalam makalah ini terdapat banyak kekurangan. Untuk itu,
Pemakalah berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Demikian makalah yang telah disusun ini semoga dapat dipahami dan berguna bagi
pemakalah sendiri maupun orang yang membacanya.

Ciputat, 23 September 2019

Pemakalah

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………...ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah………………………………………………………...1
C. Tujuan .......................................................................................................... 2
D. Manfaat ........................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................ 3
A. Pengertian .................................................................................................... 3
B. Riwayat Alamiah…………………………………………………………..4
C. Etiologi ......................................................................................................... 5
D. Rantai Penularan ........................................................................................ 6
E. Gambaran Klinis ........................................................................................ 6
F. Pemeriksaan Laboratorium ....................................................................... 7
G. Diagnosis…………………………………………………………………...8
H. Penanganan……………………………………………………………....10
I. Pencegahan……………………………………………………………….10
J. Pengendalian Diare di Indonesia………………………………………..11
K. Pengendalian Diare di India……………………………………………..12
BAB III Epidemiologi ............................................................................. .............14
A. Faktor Resiko……………………………………………………………...14
BAB IV PENUTUP……………………………………………………………..15
A. Kesimpulan ................................................................................................ 15
B. Saran .......................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 16

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diare merupakan suatu penyakit menular yang terjadi karena gangguan
pencernaan yang ditandai dengan buang air besar lebih dari tiga kali dalam satu hari,
(WHO,2009). UNICER melaporkan setiap satu detik anak balita meninggal dunia di
karenakan diare. Maka dari diare adalah penyebab kematian nomor satu pada anak
balita biiasanya terjadi di negara berkembang.
Di Indonesia, angka kejadian diare akut diperkirakan sekitar 60 juta
pertahunnya dan angka kematian balita sekitar 200-400 kejadian 1000 penduduk setiap
tahunnya serta 1,5% menjadi diare kronik (Soebagyo,2008). Diare saat ini masih
menjadi masalah terbesar di indonesia karena memiliki insidensi dan mortalitas yang
tinggi. Kematian terutama disebabkan karena seseorang itu mengalami dehidrasi berat.
Menurut Departemen Kesehatan, diare merupakan penyakit kedua terbesar yang dapat
menyebabkan kematian pada balita setelah radang paru atau pneunomia (Paramitha,
Soprima, & Haryanto, 2010).
Dari penemuan kasus diare difasilitas masyarakat pada tahun 2011 terdapat
35,5% kasus diare yang ditangani diIndonesia. Di Jawa Tengah ditemukan yang
menderita diare sebanyak 1.337.427, dan yang ditangani 225.332 kasus atau sekitar
16,8% ( Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011). Tingginya angka kejadian
diare balita menajadi masalah dalam kesehatan masyarakat, sehingga perlu adanya
penanganan yang memadai untuk penyakit diare ini. Fakto-faktor yang menjadi
penyebab diare ini perlu di gali lagi agar memberi wawasan atau informasi yang
bermanfaat bagi masyarakat.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan diare dan faktor-faktor penyebab diare?
2. Bagaimanakah terjadinya proses penularan diare?
3. Bagaimana gambaran klinis dari diare?
4. Bagaimana cara penanganan, pencegahan dan pengendalian diare?
5. Bagaimana gambaran epidemiologi diare secara luas?

1
C. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami definisi penyakit diare
2. Mengetahui dan memahami proses penularan penyakit diare
3. Mengetahui dan memahami gambaran klinis dan diagnosis diare
4. Mengetahui dan memahami tentang penanganan, pencegahan, dan pengedalian dari
penyakit diare
5. Mengetahui dan memahami epidemiologi diare secara luas

D. Manfaat
1. Mampu memahami definisi dari diare secara benar dan tepat
2. Mampu memahami proses penularan penyakit diare
3. Mampu memahami gambaran klinis dan cara diagnosis diare secara benar
4. Mampu memahami cara penanganan, pencegahan, dan pengendalian yang baik dan
benar
5. Mampu memahami epidemiologi dari penyakit diare secara luas

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN
Diare berasal dari Bahasa Yunani yaitu διάρροια atau diárroia, dia artinya melalui
dan rheo artinya aliran. Diare merupakan suatu kondisi dimana individu mengalami
buang air dengan frekuensi sebanyak 3 atau lebih per hari dengan konsistensi tinja
dalam bentuk cair (Jufri, 2017). Penyakit Diare merupakan penyakit endemis di
Indonesia dan juga merupakan penyakit potensial Kejadian Luar Biasa (KLB) yang
sering disertai dengan kematian (Profil Kesehatan RI, 2017). Diare adalah gangguan
buang air besar/BAB ditandai dengan BAB lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi
tinja cair, dapat disertai dengan darah dan atau lender (RISKESDAS, 2013). Diare juga
diartikan sebagai buang air besar (defekasi) dengan feses yang berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat), dengan demikian kandungan air pada feses lebih banyak
daripada biasanya (Daldiyono, 1990).
Diare terdiri dari dua jenis yaitu diare akut dan diare kronis. Diare akut berlangsung
kurang dari 14 hari, sedangkan diare kronik berlangsung lebih dari 14 hari. Diare dapat
di klasifikasikan dalam 3 kelompok yaitu osmotik, sekretori, dan eksudatif.
1. Diare osmotik terjadi ketika terlalu banyak air ditarik dari tubuh ke dalam usus perut.
Hal ini terjadi karena seseorang terlalu banyak meminum cairan dengan gula dan
garam secara berlebihan, yang kemudian dapat menyebabkan terlalu banyak air
dalam tubuh yang masuk ke dalam usus sehingga menyebabkan diare osmotik.
2. Diare sekretori terjadi ketika tubuh melepaskan air ke usus saat hal itu tidak
seharusnya terjadi. Banyak infeksi, obat-obatan, dan kondisi lainnya yang dapat
menyebabkan diare sekretori. Menurut Black (2007) sekresi diare ini dapat terjadi
saat racun menstimulasi sekresi klorida dan mengurangi penyerapan garam dan air
yang disebabkan oleh V. cholera atau organisme lain yang menghambat fungsi
absorpsi dari villus di usus halus.
3. Diare eksudatif terjadi jika ada darah dan nanah dalam tinja. Hal ini terjadi dengan
penyakit radang usus seperti penyakit Crohn atau colitis ulseratif (Jufri,2017).

3
B. Riwayat Alamiah
1. Tahap Prepatogenesis
Pada tahap prepatogenesis diare disebabkan oleh mikroorganisme seperti e-coli,
rotavirus, dan shigella. Mikroorganisme ini dapat menyebar ketubuh manusia
melalui fecal dan oral. Pada tahap prepatogenisis ini belum terjadinya diare, diare
ini akan terjadi apabila daya tahan tubuh seseorang sedang lemah maka akan mudah
terserang diaren, begitupun sebaliknya apabila daya tahan tubuh seseorang tidak
lemah maka tidak akan mudah terserang diare.

2. Tahap patogenesis
a. Tahap inkubasi
Masa inkubasi yang disebabkan mikroorganisme e-coli, rotavirus, dan
shigella yang dapat menyebabkan diare karena masuknya ke dalam tubuh
dan menginfeksi usus kemudian virus menembus sel dan mengadakan lisis
kemudian virus berkembang biak memproduksi enterotoksin. Biasanya
masa inkubasi ini belangsung selama 2 hingga 4 hari yang gelajanya hanya
buang air besar 3 kali dalam sehari tetapi tanpa gejala-gejala lain.
b. Tahap Penyakit Dini
Pada tahap ini terjadi gejala lain yaitu kehilangan cairan sebesar 5%
Penderita makin susah untuk mengeluarkan buang air kecil bahkan sampai
tidak keluar sama sekali, mnengalami takikardi, berak cair 1-2 kali
perhari.lamas dan haus, ubun-ubun dan mata mencekung, kulit mengering,
terasa dingin dan pucat, air mata berkurang.

3. Tahap Postpatogenesis
a. Tahap penyakit lanjut
Pada tahap ini penderita penyakit diare mulai menimbulkan gejala lebih
lanjut yaitukehilangan cairan sebesar 5%-10% Penderita makin susah
untuk mengeluarkan buang air kecil bahkan sampai tidak keluar sama
sekali, mnengalami takikardi, lesu, bibir dan mulut mengering, ubun-
ubun dan mata mencekung, kulit mengering, terasa dingin dan pucat, air
mata berkurang.

4
b. Tahap akhir
Pada tahap ini penderita makin parah dengan kehilangan cairan sebesar
10%-15% yaitu Penderita makin banyak kekurangan air, dan biasanya
makin mengalami Takikardi dengan pulsasi yang melemah, hipotensi
dan tekanan nadi yang menyebar, Tidak menghasilkam urin, Mata dan
ubun-ubun yang besar semakin mencekung, tidak menmproduksi air di
dalam tubuh.

C. ETIOLOGI
Diare dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor infeksi, melabsorpsi
(gangguan penyerapan zat gizi), makanan, dan faktor psikologis.
1. Infeski saluran pencernaan adalah penyebab utama diare pada anak-anak. Jenis-
jenis infeksi yang umumnya menyerang sebagai berikut.
a. Infeksi bakteri oleh kuman E. coli, Salmonella, Vibrio cholerae, dan serangan
bakteri lain yang jumlahnya banyak dan patogenik (menyerang tubuh saat tubuh
sedang lemah) seperti Pseudomonas.
b. Infeksi basil (disentri)
c. Infeksi virus enterovirus dan adenovirus
d. Infeksi parasite oleh cacing (Askaris)
e. Infeksi jamur (candidiasis)
f. Infeksi akibat organ lain, seperti radang tonsil, bronchitis, dan radang
tenggorokan
g. Keracunan makanan
2. Faktor melabsorpsi
a. Melabsorpsi karbohidrat. Pada bayi, kepekaan terhadap lactoglobulis dalam
susu formula dapat menyebabkan diare. Gejalanya berupa diare berat, tinaj
berbau sangat asam, sakit di daerah perut, diare ini dapat mengganggu
pertumbuhan anak.
b. Melabsorpsi lemak. Dalam beberaa makanan terdapat lemak yang disebut
triglyserida. Dengan bantuan kelenjar lipase, triglyserida dapat mengubah
lemak menjadi micelles yang siap diabsorpsi usus. Jika tidak ada lipase dan
terjadi kerusakan mukosa usus, diare dapat muncul karena lemak tidak diserap
dengan baik. Gejalanya adalah tinja mengandung lemak.

5
3. Faktor makanan. Makanan yang dapat menyebabkan diare adalah makanan yang
tercemar, basi, beracun, terlalu banyak lemak mentah dan kurang matang.
Faktor psikologis. Rasa takut, cemas, dan tegang jika terjaid pada anak dapat
menyebabkan diare kronis (Widjaja, 2002).

D. RANTAI PENULARAN
Penularan diare pada anak biasanya melaui mulut, bisa disebabkan karena kurang
bersihnya peralatan makan, air minum, makanan, tangan, serta mainan anak (Ayu,
2010).
Penularan diare bisa terjadi pada beberapa hal berikut:
1. Makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi
2. Kontak makanan atau minuman yang tercemar oleh lalat yang sudah kontak dengan
tinja penderita
3. Pemakaian sabun batang bersama yang sudah terkontaminasi dengan tinja penderita
4. Kontak dengan tinja penderita yang tidak mencuci tangan dengan bersih (Rendi,
2014).

E. GAMBARAN KLINIS
Gejala atau gambaran apabila bayi atau anak terkena diare, biasanya merasa gelisah
dan sering menangis, suhu tubuh pun meningkat, nafsu makan menurun bahkan sampai
tidak makan, dan timbul diare. Saar bayi atau anak ini terserang diare maka tinjanya
akan menjadi cair, bahkan disertai lendir bahkan darah, lama-kelamaan tinjanya
bewarna kehijau-hijauan karena tercampur dengan empudu. Anus dan sekitar anus
menjadi lecet karena seringnya terjadi defakasi, tinja pun makin lama makin asam
karena dari asam laktat yang berasal dari laktosa yang sudah tidak bisa di perbarui lagi
oleh usus selama ia mengalami diare. Terjadinya muntah sebelum atau sesudah pun
sudah terbiasa karena disebabkan lambungnya yang sudah meradang (Kliegman, 2006).
Apabila bayi dan anak sudah banyak kehilangan cairan dan elektolit, maka dari sini
lah bayi dan anak tersebut telah mengalami dehidrasi, berat badan menurun, mata dan
ubun-ubun yang pada awalnya besar menjadi jekung, selaput bibir, mulut, dan kulit
menjadi sangat kering (Hasan dan Alatas 1985). Banyaknya keluar cairan dan elektrolit
maka diare dapat di bagi menjadi empat, yaitu:
1. Diare tanpa dehidrasi

6
Diare tanpa dehidrasi ini merupakan masih gejala aman karena penderita tidak
mengalami dehidrasi, diarenyapun masih batas toleran.
2. Diare dengan dehidrasi ringan ( 3%-5% )
Penderita sudah mengalami diare lebih dari tiga kali dalam sehari, biasanya nafsu
makan sudah menurun, kadang-kadang muntah, terasa haus, kencing sudah mulai
berkurang, aktivitas mulai menurun karena lemas.
3. Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%)
Penderita makin susah untuk mengeluarkan buang air kecil bahkan sampai tidak
keluar sama sekali, mnengalami takikardi, lesu, bibir dan mulut mengering, ubun-
ubun dan mata mencekung, kulit mengering, terasa dingin dan pucat, air mata
berkurang.
4. Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%)
Penderita makin banyak kekurangan air, dan biasanya makin mengalami Takikardi
dengan pulsasi yang melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, Tidak
menghasilkam urin, Mata dan ubun-ubun yang besar semakin mencekung, tidak
menmproduksi air di dalam tubuh.

F. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Menurut Amin (2015), ada empat pemeriksaan laboratorium, yaitu:
1. Pemeriksaan feses
Kotoran (feses) pada orang normal biasanya tidak mengandung leukosit.
Jika ada, dianggap sebagai penanda inflamasi kolon, baik infeksi maupun non-
infeksi. Sampel harus diperiksa sesegera mungkin karena neutrofil cepat
berubah. Sensitivitas leukosit feses terhadap inflamasi patogen (Salmonella,
Shigella, dan Campylobacter) yang dideteksi dengan kultur feses bervariasi dari
45% - 95% tergantung pada jenis patogennya.
2. Pemeriksaan laktoferin
Penanda yang lebih stabil untuk inflamasi intestinal adalah laktoferin.
Laktoferin adalah glikoprotein bersalut besi yang dilepaskan neutrofil,
keberadaannya dalam feses menunjukkan inflamasi kolon. Positif palsu dapat
terjadi pada bayi yang minum ASI. Pada suatu studi, laktoferin feses dideteksi
menggunakan uji aglutinasi lateks komersial, sensitivitasnya 83-93% dan
spesifisitas 61-100% terhadap Salmonella, Campylobacter, atau Shigella spp,
yang dideteksi dari biakan kotoran. Biakan feses harus dilakukan pada setiap

7
pasien yang menderita diare. inflamasi berdasarkan klinis dan epidemiologis,
pemeriksaan leukosit feses atau laktoferin positif, atau keduanya. Pada diare
berdarah, harus dilakukan kultur feses untuk EHEC O157: H7.

3. Pemeriksaan pada pasien diare berat


Pada pasien diare berat yang disertai demam, nyeri abdomen, atau
kehilangan cairan, harus diperiksa kimia darah, natrium, kalium, klorida,
ureum, kreatinin, analisis gas darah, dan pemeriksaan darah lengkap.
4. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologis, seperti: endoskopi, sigmoidoskopi,
kolonoskopi, dan lain-lain, biasanya kurang membantu pada evaluasi diare akut.

G. DIAGNOSIS
Dalam jurnalnya, Amin (2015) menyebutkan bahwa diagnosis yang dapat digunakan,
sebagai berikut:
a. Pendekatan umum diare akut Infeksi bakteri
Diagnosis pasien diare akut infeksi bakteri memerlukan pemeriksaan
secara sistematik dan cermat. Perlu ditanyakan riwayat penyakit, latar belakang
dan lingkungan pasien, riwayat pemakaian obat terutama antibiotik, riwayat
perjalanan, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Riwayat pasien
meliputi onset, durasi, frekuensi, progresivitas, volume diare, adanya buang air
besar (BAB) disertai darah, dan muntah. Selain itu, perlu diketahui riwayat
penggunaan obat, riwayat penyakit dahulu, penyakit komorbid, dan petunjuk
epidemiologis. Pemeriksaan fisik meliputi berat badan, suhu tubuh, denyut nadi
dan frekuensi napas, tekanan darah, dan pemeriksaan fisik lengkap
b. Tanda gejala yang memerlukan evaluasi lanjutan
1. Demam > 38° C
2. Nyeri abdomen berat, terutama pada pasien usia di atas 50 tahun
3. Riwayat perawatan rumah sakit
4. Berada di panti jompo
5. Riwayat penggunaan antibiotik
6. Disentri (darah dan mukus di tinja)
7. > 6 kali buang air besar dalam waktu 24 jam
8. Gejala memburuk setelah 48 jam

8
9. Gejala dehidrasi berat (pusing, haus berat, penurunan jumlah urin).
Adapun terkait dengan populasi beresiko tinggi yang membutuhkan evaluasi
lanjutan:
1. Pasien lanjut usia (>70 tahun)
2. Pasien Immunocompromised
3. Wisatawan asing
c. Manifestasi klinis
Diare yang berlangsung beberapa saat tanpa penanggulangan medis
adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan tubuh yang
mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa
asidosis metabolik lanjut. Kehilangan cairan menyebabkan haus, berat badan
berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit
menurun, serta suara serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang
isotonik.
Kehilangan bikarbonat akan menurunkan pH darah. Penurunan ini akan
merangsang pusat pernapasan, sehingga frekuensi napas lebih cepat dan lebih
dalam (Kussmaul). Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk mengeluarkan asam
karbonat agar pH dapat naik kembali normal. Pada keadaan asidosis metabolik
yang tidak dikompensasi, bikarbonat standar juga rendah, pCO2 normal, dan
base excess sangat negatif. Gangguan kardiovaskuler pada hipovolemia berat
dapat berupa renjatan dengan tandatanda denyut nadi cepat, tekanan darah
menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, wajah pucat, ujung-ujung
ekstremitas dingin, dan kadang sianosis. Kehilangan kalium juga dapat
menimbulkan aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan
akan timbul anuria; bila tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa
nekrosis tubulus ginjal akut, yang berarti gagal ginjal akut. Bila keadaan
asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi pemusatan sirkulasi paru-
paru dan dapat menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi
cairan intravena tanpa alkali.

9
H. PENANGANAN
Penanganan diare dapat dilakukan dengan lima pilar, yaitu:
a. Rehidrasi. Memberikan cairan yang cukup untuk mencegah atau menangani
dehidrasi
b. Nutrisi. Pemberian makanan selama diare dapat mencegah penurunan berat badan
dan anak akan tetap kuat serta memiliki pertumbuhan yang baik
c. Tablet zinc
d. Edukasi. Memberikan pemahaman pada orang tua kapan harus dibawa ke dokter
e. Antibiotik. Hanya untuk tipe diare tertentu, misalnya untuk diare berdarah (Rendi,
2014).

I. PENCEGAHAN
Pencegahan diare dapat dilakukan dengan cara berperilaku sehat, yaitu:
a. Pemberian ASI
b. Pemberian makanan pendamping ASI
c. Menggunakan air bersih yang cukup
d. Mencuci tangan
e. Menggunakan jamban
f. Membuang tinja bayi dengan benar
g. Pemberian imunisasi campak (KEMENKES RI, 2011)
Selain itu, pencegahan diare juga dapat kita khususkan pada anak, yaitu dengan
cara sebagai berikut:
a. Membiasakan anak mencuci tangan sebelum makan
b. Masak air dan makanan dengan benar
c. Cuci peralatan makan dan minum dengan sabun dan untuk peralatan makan dan
minum bayi disterilkan dengan cara merebus
d. Simpan peralatan makan dan minum di wadah bersih dan tertutup rapat
e. Cuci mainan anak dan simpan di tempat kering dan bersih
f. Jaga kebersihan diri, keluarga, dan lingkungan (Ayu, 2010).

10
J. PENGENDALIAN DIARE DI INDONESIA
Kebijakan pemerintah untuk menurunkan angka kematian dan penderita diare adalah
sebagai berikut:
a. Melaksanakan tata laksana penderita diare yang sesuai standar, baik di sarana
kesehatan maupun di rumah tangga
b. Melaksanakan surveilens epidemiologi dan penanggulangan Kejadian Luar Biasa
(KLB)
c. Mengembangkan Pedoman Pengendalian Penyakit Diare
d. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas dalam pengelolaan program
yang meliputi aspek manajerial dan teknis medis
e. Mengembangkan jejaring lintas sektor dan lintas program
f. Pembinaan teknis dan monitoring pelaksanaan pengendalian penyakit diare
g. Melaksanakan evaluasi sebagai dasar selanjutnya
Strategi pengendalian penyakit diare yang dilaksanakan pemerintah adalah:
a. Melaksanakan tata laksana penderita diare yang standar di sarana kesehatan melalui
lima langkah tuntaskan diare (LINTAS Diare)
b. Meningkatkan tata laksana penderita diare di rumah tangga yang tepat dan benar
c. Meningkatkan Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) dan penagnggulangan KLB diare
d. Melaksanakan upaya kegiatan pencegahan yang efektif
e. Melaksanakan monitoring dan evaluasi

LINTAS Diare (Lima Langkah Tuntaskan Diare)


1. Pemberian oralit
2. Pemberian obat Zinc
3. Pemberian ASI atau makanan
4. Pemberian Antibiotika hanya atas indikasi
5. Pemberian nasihat (KEMENKES RI,2011).

Di seluruh dunia, diare merupakan salah satu dari sembilan kematian anak, dan menjadi
penyebab kematian tertinggi kedua di antara kematian balita yang berusia di bawah
lima tahun. Untuk anak yang menderita HIV, diare lebih parah. Tingkat kematian anak-
anak ini 11 kali lebih tinggi daripada tingkat kematian anak yang tidak memiliki HIV.
Terlepas dari statistik dingin ini, kemajuan yang telah dilakukan selama 20 tahun
terakhir telah terbukti dapat mencegah diare dan menyusui yang berfokus pada air

11
aman. Kebangkitan dan sanitasi tidak hanya mungkin, namun juga hemat biaya:
menghasilkan rata-rata pendapatan 25 dolar 50 sen per dolar yang diinvestasikan.

K. PENGENDALIAN DIARE DI INDIA


Diare merupakan penyebab utama ketiga terjadinya kematian pada anak-anak di India
dan bertanggung jawab sebesar 13% dari semua kematian per tahun pada anak dibwah
usia 5 tahun. Namun, dalam hal pengendalian penyakit diare pemerintah India membuat
program yang efektif seperti:
1. Program imunisasi
2. Program pengendalian penyakit diare
3. Infeksi saluran akut
Strategi pencegahan dan peran kesehatan masyarakat dalam mencegah penyakit diare
yaitu dengan cara:
1. Penggunaan air yang secara aman
2. Mencuci tangan menggunakan sabun
3. Keamanan pada makanan
4. Pembuangan kotoran yang aman
5. Mempromosikan pemberian asi eksklusif
Salah satu dalam hal tersebut bahwa mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan
dan mencuci tangan setelah buang air (besar&kecil) adalah kesempatan yang sangat
penting untuk mencegah terjadinya penyakit diare. Berdasarkan bukti, bahwa mencuci
tangan dengan sabun dapat mengurangi resiko penyakit diare sebesar 42-47%. Total
kematian akibat penyakit diare di India pada anak-anak usia 0-6 tahun sebesar 158.209
dengan kematian proposionalnya sebesar 9,1%. Menurut laporan survei kesehatan
keluarga nasonal menunjukkan bahwa anak-anak yang berusia dibawah 5 tahun
menderita diare dalam 2 minggu terakhir.
Penyebab lain dari munculnya penyakit diare yaitu:
1. Status ekonomi keluarga yang buruk
2. Malnutrisi
3. Sanitasi yang buruk
4. Peran pendidikan yang rendah pada Ibu

12
Pedoman manajemen diare oleh Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan Keluarga,
Pemerintah India merekomedasikan:
1. Larutan garam rehidrasi oral (ORS)
2. Osmolaritas rendah, seng dan pemberian makanan padat energi selain pemberian
ASI
3. Terapi rehidrasi oral (ORT) dengan ORS tetap menjadi landasan penatalaksanaan
kasus dehidrasi diare yang tepat dan dianggap ebagai strategi tunggal yang paling
efektif untuk mencegah kematian diare pada anak-anak.

13
BAB III
EPIDEMIOLOGI

A. FAKTOR RESIKO
Banyak faktor yang menimbulkan penyakit diare, yaitu:
a. Faktor lingkungan. Faktor ini sering dikatakan sebagai faktor yang paling rentan
terhadap terjadinya penyakit diare, karena sering kali faktor lingkungan ini
diteliti dan dibahas dari berbagai aspek seperti dari Sarana Air Bersih (SAB),
jamban, Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL), keadaan rumah, tempat
pembuangan sampah, kualitas bakteriologis air bersih dan kepadatan hunian.
b. Faktor balita. Dari beberapa penelitian, dapat dikatakan bahwa status gizi
memiliki faktor resiko yang signifikan dalam menyebabkan terjadinya penyakit
diare pada bayi dan balita. Rendahnya status gizi pada bayi dan balita
merupakan faktor resiko yang rentan untuk menyebabkan penyakit diare.
c. Faktor ibu. Dari beberapa penelitian, menyebutkan bahwa pengetahuan dan
perilaku hidup bersih yang dilakukan ibu mempunyai hubungan bermakna
dalam mencegah terjadinya penyakit diare pada bayi dan balita. Hal itu terbukti
pada salah satu perilaku hidup bersih yang umum dilakukan ibu adalah mencuci
tangan sebelum memberi makan pada anaknya dan dilihat dari aspek
pengetahuan, maka dapat dikatakan apabila pengetahuan ibu rendah mengenai
perilaku hidup bersih dan sehat akan meyebabkan terjadinya penyakit diare
pada bayi dan balita.
d. Faktor sosiodemografis. Faktor ini memang tidak terlalu signifikan dalam
menyebabkan penyakit diare namun, dalam beberapa penelitian menunjukkan
adanya hubungan yang signifikan antara status sosial ekonomi keluarga dalam
menyebabkan penyakit diare. Hal ini menunjukkan bahwa rendahnya status
sosial ekonomi keluarga merupakan salah satu faktor resiko penyebab penyakit
diare pada keluarga. Dapat dikatakan demikian karena kejadian diare lebih
sering muncul pada bayi dan balita yang status ekonominya rendah (Wiku,
2007).

14
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Diare merupakan buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dan
konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair dan bersifat mendadak radangnya;
dan berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu.
Pengelompokan diare dapat berdasarkan banyak hal. Secara klinis dapat
dibedakan menjadi dua kelompok sindroma diare, yaitu diare cair dan disentri
atau diare berdarah. Berdasarkan adanya invasi barier usus oleh
mikroorganisme tersering penyebab diare (virus, bakteri maupun protozoa),
dapat dikelompokan sebagai diare infeksi atau non infeksi. Berdasarkan
patomekanisme terjadinya diare, dapat dibedakan menjadi diare sekretorik atau
diare osmotik. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya diare antara lain
karena faktor perilaku, faktor penjamu, faktor lingkungan dan faktor lainnya.

B. SARAN
Untuk menurunkan terjadinya penyakit diare hendaknya masyarakat
menumbuhkan kesadaran untuk selalu hidup bersih dan sehat. Oleh karena
penyakit diare dapat dicegah dengan perilaku hidup bersih dan sehat, dengan
demikian hal tersebut dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

15
DAFTAR PUSTAKA

Adisasmito, Wiku. (2007). Faktor Risiko Diare Pada Bayi dan Balita di Indonesia: Systematic
Review Penelitian Akademik bidang Kesehatan Masyarakat. 11, 1-10.
Febry, Ayu Bulan dan Marendra, Zulfito. 2010. Smart Parents Pandai Mengatur Meny dan
Tanggap Saat Anak Sakit. Jakarta: Gagas Media
Dr. H. Masriadi, S.KM.,S.Pd.I.,S.Kg., M.Kes.,M.H. 2017.Epidemiologi Penyakit Menular.
Rajawali PERS, Depok: 329.
Kementerian Kesehatan RI. Sekretariat Jenderal Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2017.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2018.
Kunoli, J Firdaus. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular : untuk Mahasiswa Kesehatan
Masyarakat. Jakarta: CV. Trans Info Media. 2013

Priyanto Agus, dan Lestari Sri. 2009. Endoskopi Gastrointestinal. Jakarta: Salemba Medika.
Prihaningtyas, Rendi Aji. 2014. Deteksi dan Cepat Obati 30 + Penyakit yang Sering
Menyerang Anak. Yogyakarta: Media Pressindo.
Pusat Data dan Informasi. Situasi Diare di Indonesia. Kementrian Kesehatan RI 2011.
Riset Kesehatan Dasar. 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian
Kesehatan RITahun 2013.
Sumampouw, Oksfriani Jufri. 2017. Diare Balita Suatu Tinjauan Dari Bidang Kesehatan
Masyarakat. Yogyakarta: Deepublish.
Widjaja, MC. 2002. Mengatasi Diare dan Keracunan pada Balita. Jakarta: Kawan pustaka.

16
Pertanyaan:
1. Ruci: bagaimana cara membuang pup bayi yang baik agar tidak menimbulkan diare?
Jawab: bayi sekaran sudah banyak yang menggunakan popok, pada saat bayi pup maka
pup yang ada di popok ini di buang ke kloset kemudian di cuci menggunakan
sabun popoknya. Setelah itu pampernya dimasukan ke dalam plastik diikat
kencang, lalu kubur dalam tanah.
2. Febi: apa hubungan oralit dengan diare dan apa hubungannya?
Jawab: Oralit adalah obat yang fungsinya menggantikan cairan elektrolit dan mineral
di dalam tubuh yang ter-dehidrasi akibat diare, muntah-muntah, hingga efek
aktivitas yang berlebihan. Sederhananya, oralit adalah larutan yang terdiri dari
air, garam, dan gula putih. Kandungan oralit secar spesifik terdiri dari: Glucose
anhydrous, Natrium bicarbonate, Natrium klorida dan CaCl2.
3. Nadya: Kandungan apa saja yang terdapat pada ASI?
Jawab: asi memang lebih baik untuk anak karena murah dan steril serta ASI adalah
satu-satunya yang kandungan zat gizinya lengkap dan sangat baik untuk anak.

1 Fira Aulia Rahmah (11181010000090)

2 Dwika Putra Aprela (11181010000101)

3 Sinta Nur Septiani (1181010000105)

17

Anda mungkin juga menyukai