Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA KLIEN DENGAN CLOSE FRAKTUR RADIUS DISTAL

Oleh :
NUR ROMADHON
NIM SN.181125

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2018
LAPORAN PENDAHULUAN
HEMOROID

A. Konsep Penyakit Hemoroid


1. Definisi
Menurut beberapa ahli, pengertian hemoroid adalah :
a. Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di
daerah anus yang berasal dari plexus hemorrhoidalis (Sudoyo, 2011).
b. Hemoroid adalah pelebaran vena di dalam plexus hemoroidalis
yang tidak merupakan keadaan patologik (Sjamsuhidajat dan Jong,
2009).
c. Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal.
Hemoroid sangat umum terjadi. Pada usia 50-an, 50%
individu mengalami berbagai tipe hemoroid berdasarkan luasnya
vena yang terkena (Smeltzer dan Bare, 2008).
d. Hemoroid adalah pelebaran varises satu segmen atau lebih vena-vena
hemoroidales (Bacon). Patologi keadaan ini dapat bermacam-
macam, yaitu thrombosis, ruptur, radang, ulserasi, dan nekrosis
(Mansjoer, 2010).

2. Etiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2008) dan Mansjoer (2010), etiologi dari
hemoroid adalah :
a. Faktor predisposisi :
1) Herediter atau keturunan
Dalam hal ini yang menurun dalah kelemahan dinding
pembuluh darah, dan bukan hemoroidnya.
2) Anatomi
Vena di daerah masentrorium tidak mempunyai katup.
Sehingga darah mudah kembali menyebabkan bertambahnya
tekanan di pleksus hemoroidalis.
3) Makanan misalnya, kurang makan-makanan berserat.
4) Pekerjaan seperti mengangkat beban terlalu berat.
5) Psikis.
b. Faktor presipitasi :
1) Faktor mekanis (kelainan sirkulasi parsial dan peningkatan tekanan
intraabdominal) misalnya, mengedan pada waktu defekasi.
2) Fisiologis
3) Radang
4) Konstipasi menahun
5) Kehamilan
6) Usia tua
7) Diare kronik
8) Pembesaran prostat
9) Fibroid uteri
10) Penyakit hati kronis yang disertai hipertensi portal

3. Manifestasi Klinik
Hemoroid menyebabkan rasa gatal dan nyeri, dan sering
menyebabkan perdarahan berwarna merah terang pada saat defekasi.
Hemoroid eksternal dihubungkan dengan nyeri hebat akibat inflamasi dan
edema yang disebabkan oleh trombosis. Trombosis adalah pembekuan
darah dalam hemoroid. Ini dapat menimbulkan iskemia pada area tersebut
dan nekrosis. Hemoroid internal tidak selalu menimbulkan nyeri sampai
hemoroid ini membesar dan menimbulkan perdarahan atau prolapse
(Smeltzer dan Bare, 2008).
4. Komplikasi
Komplikasi hemoroid yang paling sering adalah perdarahan,
thrombosis, dan strangulasi.Hemoroid strangulasi adalah hemoroid yang
prolaps dengan suplai darah dihalangi oleh sfingter ani. (Price, 2006)
Komplikasi hemoroid antara lain :
a. Luka dengan tanda rasa sakit yang hebat sehingga pasien takut
mengejan dan takut berak. Karena itu, tinja makin keras dan makin
memperberat luka di anus.
b. Infeksi pada daerah luka sampai terjadi nanah dan fistula (saluran tak
normal) dari selaput lendir usus/anus.
c. Perdarahan akibat luka, bahkan sampai terjadi anemia.
d. Jepitan, benjolan keluar dari anus dan terjepit oleh otot lingkar dubur
sehingga tidak bisa masuk lagi. Sehingga, tonjolan menjadi merah,
makin sakit, dan besar. Dan jika tidak cepat-cepat ditangani dapat
busuk. (Dermawan, 2010)
5. Patofisiologi
Menurut Price dan Wilson (2006), serta Sudoyo (2006) patofisiologi
hemoroid adalah akibat dari kongesti vena yang disebabkan oleh gangguan
venous rektum dan vena hemoroidalis. Hemoroid timbul karena dilatasi,
pembengkakan atau inflamasi vena hemoroidalis yang disebabkan oleh
faktor-faktor risiko/ pencetus dan gangguan aliran balik dari vena
hemoroidalis. Faktor risiko hemoroid antara lain factor mengedan pada
buang air besar yang sulit, pola buang air besar yang salah (lebih banyak
memakai jamban duduk, terlalu lama duduk di jamban sambil membaca,
merokok), peningkatan tekanan intra abdomen karena tumor (tumor usus,
tumor abdomen), kehamilan (disebabkan tekanan janin pada abdomen dan
perubahan hormonal), usia tua, konstipasi kronik,diare kronik atau diare
akut yang berlebihan, hubungan seks peranal, kurang minum air, kurang
makan makanan berserat (sayur dan buah), kurang olahraga/imobilisasi.
Telah diajukan beberapa faktor etiologi yaitu konstipasi, diare,
sering mengejan, kongesti pelvis pada kehamilan, pembesaran prostat,
fibroid uteri, dan tumor rectum. Penyakit hati kronis yang
disertai hipertensi portal sering mengakibatkan hemoroid, karena vena
hemoroidalis superior mengalirkan darah kedalam sistem portal. Selain itu
sistem portal tidak memiliki katup, sehingga mudah terjadi aliran balik.
Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior adalah melalui vena
mesenteric superior, vena mesentrika inferior, dan vena hemoroidalis
superior (bagian dari sistem portal yang mengalirkan darah ke hati). Vena
hemoroidalis media dan inferior mengalirkan darah ke vena iliaka sehingga
merupakan bagian sirkulasi sistemik. Terdapat anastomosis antara vena
hemoroidalis superior, media, dan inferior, sehingga tekanan portal yang
meningkat dapat menyebabkan terjadinya aliran balik ke dalam vena dan
mengakibatkan hemoroid (Price dan Wilson, 2006).
Pathway :

(Konstipasi, sering mengejan, kongesti pelvis pada kehamilan,


pembesaran prostat, fibroid uteri, dan tumor rektum)

Kongesti vena
( gangguan aliran balik dari vevna hemoroidalis)

Hemoroid

Hemoroidectomy

Efek Anestesi Luka insisi

Perubahan sistem tubuh


Jaringan perifer Takut
Resiko
terputus gerak
infeksi
Gastro intestinal

Nyeri Spasme
Peristaltik usus menurun otot

Konstipasi Gg. Mobilitas


fisik

6. Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer dan Bare (2008), Sudoyo (2011) dan Mansjoer
(2008), penatalaksanaan medis hemoroid terdiri dari penatalaksanaan non
farmakologis, farmakologis, dan tindakan minimal invasive, yaitu :
a. Penatalaksanaan Medis Non Farmakologis
Penatalaksanaan ini berupa perbaikan pola hidup, perbaikan
pola makan dan minum, perbaiki pola/ cara defekasi. Memperbaiki
defekasi merupakan pengobatan yang selalu harus ada dalam setiap
bentuk dan derajat hemoroid. Perbaikan defekasi disebut bowel
management program (BMP) yang terdiri dari diet, cairan, serat
tambahan, pelicin feses, dan perubahan perilaku buang air. Pada posisi
jongkok ternyata sudut anorektal pada orang menjadi lurus ke bawah
sehingga hanya diperlukan usaha yang lebih ringan untuk mendorong
tinja ke bawah atau keluar rektum. Posisi jongkok ini tidak diperlukan
mengedan lebih banyak karena mengedan dan konstipasi akan
meningkatkan tekanan vena hemoroid (Sudoyo, 2011).
b. Penatalaksanaan medis farmakologis
Obat-obat farmakologis hemoroid dapat dibagi atas empat, yaitu
:
1) Obat memperbaiki defekasi : ada dua obat yang diikutkan
dalam BMP yaitu suplemen serat (fiber suplement) dan pelicin tinja
(stool softener). Suplemen serat komersial yang banyak dipakai
antara lain psyllium atau isphagula Husk (missal Vegeta, Mulax,
Metamucil, Mucofalk). Obat kedua yaitu obat laksan atau pencahar
antara lain Natrium dioktil sulfosuksinat (Laxadine), Dulcolax,
Microlac dll. Natrium dioctyl sulfosuccinat bekerja sebagai anionic
surfactant, merangsang sekresi mukosa usus halus dan
meningkatkan penetrasi cairan kedalam tinja. Dosis 300
mg/hari (Sudoyo, 2011).
2) Obat simtomatik : Bertujuan menghilangkan atau mengurangi
keluhan rasa gatal, nyeri, pengurangan keluhan sering dicampur
pelumas (lubricant) vasokontriktor, dan antiseptic lemah. Anastesi
local digunakan untuk menghilangkan nyeri serta diberikan
kortikosteroid.
3) Obat menghentikan perdarahan : perdarahan menandakan
adanya luka pada dinding anus/ pecahnya vena hemoroid yang
dindingnya tipis. Yang digunakan untuk pengobatan hemoroid
yaitu campuran diosmin (90%) dan hesperidin (10%) dalam
bentuk Micronized, dengan nama dagang “Ardium” atau
“Datlon”. Psyllium, Citrus bioflavanoida yang berasal dari jeruk
lemon dan paprika berfungsi memperbaiki permeabilitas dinding
pembuluh darah (Sudoyo, 2011).
4) Obat penyembuh dan pencegah serangan hemoroid :
pengobatan dengan Ardium 500 mg menghasilkan penyembuhan
keluhan dan gejala yang lebih cepat pada hemoroid akut bila
dibandingkan plasebo. Pemberian Micronized flavonoid (Diosmin
dan Hesperidin) (Ardium) 2 tablet per hari selama 8 minggu
pada pasien hemoroid kronik. Penelitian ini didapatkan hasil
penurunan derajat hemoroid pada akhir pengobatan
dibanding sebelum pengobatan secara bermakna. Perdarahan
juga makin berkurang pada akhir pengobatan dibanding awal
pengobatan (Sudoyo, 2011).
c. Penatalaksanaan bedah
Hemoroidektomi atau eksisi bedah dapat dilakukan untuk
mengangkat semua jaringan sisa yang terlibat dalam proses ini. Selama
pembedahan, sfingter rektal biasanya didilatasi secara digital dan
hemoroid diangkat dengan klem dan kauter atau dengan ligasi dan
kemudian dieksisi. Setelah prosedur operatif selesai, selang kecil
dimasukkan melalui sfingter untuk memungkinkan keluarnya flatus
dan darah. Penempatan Gelfoan atau kassa oxygel dapat diberikan
diatas luka anal (Smeltzer dan Bare, 2008).
Teknik operasi Whitehead dilakukan dengan mengupas seluruh
hemoroidales interna, membebaskan mukosa dari submukosa, dan
melakukan reseksi. Lalu usahakan kontinuitas mukosa kembali.
Sedang pada teknik operasi Langenbeck, vena-vena hemoroidales
interna dijepit radier dengan klem. Lakukan jahitan jelujur dibawah
klem dengan chromic gut no. 2/0, eksisi jaringan diatas klem. Sesudah
itu klem dilepas dan jepitan jelujur dibawah klem diikat
(Mansjoer, 2008).
d. Penatalaksanaan Minimal Invasive
Penatalaksanaan hemoroid ini dilakukan bila pengobatan non
farmakologis, farmakologis tidak berhasil. Penatalaksanaan ini
antara lain tindakan skleroterapi hemoroid, ligase hemoroid,
pengobatan hemoroid dengan terapi laser (Sudoyo, 2011).
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Riwayat
1) Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya hemoroid atau ambeien, penyebab
terjadinya hemoroid dan upaya apa yang sudah dilakukan oleh
penderita untuk mengatasinya.
2) Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit diare kronik, konstipasi kronik,
kehamilan, hipertensi portal, pembesaran prostat, fibroid uteri, dan
tumor rektum.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Berisi tentang informasi riwayat penyakit keluarga atau keturunan
yang dapat menyebabkan terjadinya hemoroid dan mengetahui
genogram keluarganya.
4) Riwayat kesehatan lingkungan
Berisi tentang informasi lingkungan sekitar pasien yang dapat
menyebabkan terjadinya hemoroid.
b. Pengkajian Pola Fungsional Gordon
1) Pola persepsi kesehatan dan management kesehatan
Konsumsi makanan rendah serat, pola BAB yang salah (sering
mengedan saat BAB), riwayat diet, penggunaan laksatif,
kurang olahraga atau imobilisasi, kebiasaan bekerja contoh : angkat
berat, duduk atau berdiri terlalu lama.
2) Pola nutrisi dan metabolic
Mual, muntah, anoreksia, penurunan berat badan,
membrane mukosa kering, kadar hemoglobin turun
3) Pola eliminasi
Pola eliminasi feses : konstipasi, diare kronik dan mengejan
saat BAB.
4) Pola aktivitas dan latihan
Kurang olahraga atau imobilisasi, Kelemahan umum, keterbatasan
beraktivitas karena nyeri pada anus sebelum dan sesudah operasi.
5) Pola istirahat dan tidur
Gangguan tidur (insomnia/ karena nyeri pada anus sebelum
dan sesudah operasi).
6) Pola persepsi sensori dan kognitif
Pengkajian kognitif pada pasien hemoroid pre dan
post hemoroidektomi yaitu rasa gatal, rasa terbakar dan nyeri,
sering menyebabkan perdarahan berwarna merah terang pada
saat defekasi dan adanya pus.
7) Pola hubungan dengan orang lain
Kesulitan menentukan kondisi, misal tak mampu
bekerja, mempertahankan fungsi peran biasanya dalam bekerja.
8) Pola reproduksi dan seksual
Penurunan libido.
9) Pola persepsi dan konsep diri
Pasien biasanya merasa malu dengan keadaannya, rendah diri,
ansietas, peningkatan ketegangan, takut, cemas, trauma
jaringan, masalah tentang pekerjaan.
10) Pola mekanisme koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik,
perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi
psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah
tersinggung dan lain lain, dapat menyebabkan penderita tidak
mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif/ adaptif.
11) Pola Nilai dan Keyakinan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh
tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi
mempengaruhi pola ibadah penderita.
c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan/penampilan umum
Yaitu meliputi : Tingkat kesadaran (komposmentis sampai koma),
pengukuran tanda tanda vital (Tekanan darah, nadi, pernafasan dan
suhu).
2) Kepala
Yaitu meliputi ; bentuk kepala, kulit kepala, dan rambut.
3) Muka
Yaitu meliputi ; mata (palpebra, konjungtiva, sklera, pupil,
diameter pupil, reflek terhadap cahaya, dan apakah menggunakan
alat bantu penglihatan), hidung, mulut, dan telinga.
4) Leher
Yaitu meliputi ; kelenjar tiroid, kelenjar limfe, dan JVP.
5) Dada
Meliputi ; paru-paru (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi), jantung
( inspeksi, palpasim perkusi, dan auskultasi).
6) Abdomen
Meliputi ; (inspeksi, auskultasi, perkusi, palpasi), dan mengkaji
nyeri pada abdomen berhubungan dengan saat defekasi.
7) Genetalia
8) Rektum/ Anus : Pembesaran pembuluh darah balik (vena)
pada anus, terdapat benjolan pada anus, nyeri pada anus,
perdarahan.
9) Ektremitas
Yaitu mengkaji kekuatan otot, rentang gerak, akral, edema, CRT,
keluhan klien baik ektremitas atas dan bawah.
d. Pemeriksaan penunjang
Menurut Sjamsuhidajat dan Jong (2009), pemeriksaan penunjang pada
penderita hemoroid yaitu :
1) Colok dubur, apabila hemoroid mengalami prolaps, lapisan
epitel penutup bagian yang menonjol ke luar ini mengeluarkan
mucus yang dapat dilihat apabila penderita diminta
mengedan. Pada pemeriksaan colok dubur hemoroid intern tidak
dapat diraba sebab tekanan vena didalamnya tidak cukup tinggi,
dan biasanya tidak nyeri. Colok dubur diperlukan untuk
menyingkirkan kemungkinan karsinoma rectum.
2) Anoskop, diperlukan untuk melihat hemoroid intern yang tidak
menonjol ke luar. Anoskop dimasukkan dan di putar untuk
mengamati keempat kuadran. Hemoroid intern terlihat sebagai
stuktur vascular yang menonjol ke dalam lumen. Apabila penderita
diminta mengedan sedikit, ukuran hemoroid akan membesar
dan penonjolan atau prolaps akan lebih nyata.
3) Proktosigmoidoskopi, perlu dikerjakan untuk memastikan
bahwa keluhan bukan disebabkan oleh proses radang atau
proses keganasan ditingkat yang lebih tinggi, karena hemoroid
merupakan keadaan fisiologik saja atau tanda yang menyertai.
Feses harus diperiksa terhadap adanya darah samar.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien hemoroid
yaitu :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (insisi
pembedahan).
b. Resiko konstipasi berhubungan dengan nyeri saat defeksi.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan luka operasi (insisi pembedahan)
d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan spasme otot

3. Perencanaan Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi


1 Nyeri Akut b/d Setelah dilakukan Manajemen nyeri :
agen injuri askep 2x24 jam a. Kaji nyeri secara komprehensif
fisik (insisi tingkat kenyamanan termasuk lokasi, karakteristik,
pembedahan) klien meningkat, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
nyeri terkontrol presipitasi.
dengan KH: b. Berikan lingkungan yang tenang
a. Klien melaporkan c. Ajarkan teknik non farmakologis
nyeri berkurang (relaksasi, distraksi dll) untuk
(skala nyeri 0-4). mengetasi nyeri.
b. Ekspresi wajah d. Berikan analgetik untuk mengurangi
tenang, dapat nyeri.
istirahat tidur
(skala 2 menjadi
4).
2 Resiko infeksi Setelah dilakukan Kontrol infeksi :
berhubungan tindakan a. Bersihkan lingkungan sekitar pasien
dengan adanya keperawatan selama b. Anjurkan keluarga untuk cuci
luka operasi 2x24 jam, tidak tangan sebelum dan sesudah kontrak
dan prosedur terdapat faktor dengan pasien
invasif resiko infeksi c. Jaga kebersihan daerah anus
dengan KH: d. Kolaborasi dengan dokter dalam
Pasien mampu: pemberian terapi antibiotik.
a. Bebas dari gejala
infeksi
b. Tidak terdapat
tanda-tanda
infeksi.

4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan
evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah
implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam
perencanaan. Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh
mana tujuan tercapai:
a. Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau
tanggal yang ditetapkan di tujuan.
b. Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku baik tetapi tidak sebaik
yang ditentukan dalam pernyataan tujuan.
c. Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku
yang diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L. J. (2006). Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, Penerjemah
Monica Ester. Jakarta: EGC

Dermawan, T. R. (2010). Keperawatan Medikal Bedah (Sistem Pencernaan).


Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Potter, P. A. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Edisi 4, Volume2.


Jakarta: EGC

Price, S. A. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi


6,Volume I. Jakarta: EGC

Sjamsuhidajat R, W. d. (2009). Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. Jakarta: EGC.

Sudoyo, A. W. (2011). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI

Anda mungkin juga menyukai