Anda di halaman 1dari 14

SEJARAH

Tanggal 21 April 2005, Aksi Cepat Tanggap (ACT) secara resmi diluncurkan secara hukum sebagai
yayasan yang bergerak di bidang sosial dan kemanusiaan. Untuk memperluas karya, ACT
mengembangkan aktivitasnya, mulai dari kegiatan tanggap darurat, kemudian mengembangkan
kegiatannya ke program pemulihan pascabencana, pemberdayaan dan pengembangan masyarakat,
serta program berbasis spiritual seperti Qurban, Zakat dan Wakaf.

ACT didukung oleh donatur publik dari masyarakat yang memiliki kepedulian tinggi terhadap
permasalahan kemanusiaan dan juga partisipasi perusahaan melalui program kemitraan dan
Corporate Social Responsibility (CSR). Sebagai bagian dari akuntabilitas keuangannya ACT secara
rutin memberikan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik kepada
donatur dan pemangku kepentingan lainnya, serta mempublikasikannya melalui media massa.

Sejak tahun 2012 ACT mentransformasi dirinya menjadi sebuah lembaga kemanusiaan global,
dengan jangkauan aktivitas yang lebih luas. Pada skala lokal, ACT mengembangkan jejaring ke
semua provinsi baik dalam bentuk jaringan relawan dalam wadah MRI (Masyarakat Relawan
Indonesia) maupun dalam bentuk jaringan kantor cabang ACT. Jangkauan aktivitas program
sekarang sudah sampai ke 30 provinsi dan 100 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

Pada skala global, ACT mengembangkan jejaring dalam bentuk representative person sampai
menyiapkan kantor ACT di luar negeri. Jangkauan aktivitas program global sudah sampai ke 22
Negara di kawasan Asia Tenggara, Asia Selatan, Indocina, Timur Tengah, Afrika, Indocina dan
Eropa Timur. Wilayah kerja ACT di skala global diawali dengan kiprah dalam setiap tragedi
kemanusiaan di berbagai belahan dunia seperti bencana alam, kelaparan dan kekeringan, konflik
dan peperangan, termasuk penindasan terhadap kelompok minoritas berbagai negara.

Dengan spirit kolaborasi kemanusiaan, ACT mengajak semua elemen masyarakat dan lembaga
kemanusiaan untuk terlibat bersama. Berbekal pengalaman selama puluhan tahun di dunia
kemanusiaan, kami melakukan edukasi bersama, membuka jaringan kemitraan global yang menjadi
sarana kebersamaan. Semua program global ACT menjadi sarana merajut kemitraan berbagai
lembaga amil zakat, komunitas peduli, artis dan publik figur yang memiliki visi yang sama untuk
kemanusiaan.

Tahun 2014 menjadi awal bagi ACT untuk menjalin kolaborasi kemanusiaan dunia, bersamaan
dengan visi baru: menjadi lembaga kemanusiaan global profesional, berbasis kedermawanan dan
kerelawanan masyarakat global, kami inginmewujudkan peradaban dunia yang lebih baik.
Menghadirkan sebuah dunia yang nyaman bagi umat manusia, dunia beradab dan memiliki
peradaban mulia di bawah naungan cahaya ilahi. Cita-cita ini akan menjadi nyata dengan
keterlibatan semua pihak. Kami memiliki keyakinan penuh, bantu kami untuk bersama
mewujudkannya.

Let's ACT, Indonesia!


Mengapa poktan harus berbadan hukum ?
Kelompoktani berbadan hukum supaya mendapat perlindungan hukum, pembinaan dan
fasilitas dari pemerintah bagi anggota maupun pengurusnya. Undang-Undang Nomor
19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, pasal 69 menyatakan
bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya,
berkewajiban mendorong dan memfasilitasi terbentuknya kelembagaan petani dan
kelembagaan ekonomi petani. Dalam Pasal 1 dinyatakan pengertian kelembagaan
ekonomi petani (KEP) sebagai lembaga yang melaksanakan kegiatan usaha tani yang
dibentuk oleh, dari dan untuk petani, guna meningkatkan produktivitas dan efisiensi
usaha tani, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. Namun
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah, menyatakan setiap
lembaga, kelompok, atau organisasi yang menerima dana hibah dari pemerintah harus
berbadan hukum.
Kelembagaan petani yang berbadan hukum diantaranya koperasi dan perseroan
terbatas (PT), sedangkan yang tidak berbadan hukum adalah firma (Fa), Persekutuan
komanditer (Commanditaire Vennootschap atau CV), Usaha Dagang (UD)

Koperasi
Koperasi didefinisikan sebagai badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau
badan-badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip
koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan azas
kekeluargaan. Koperasi merupakan badan usaha berbadan hukum yang pengesahan
pendiriannya dilakukan oleh Menteri Negara Koperasi dan UKM atau pejabat
dinas/instansi/badan yang membidangi koperasi setempat sesuai domisili anggota (UU
Nomor 25 Tahun 1992 tentang Koperasi Pasal 5 Ayat 3).

Bagaimana kelompoktani bisa menjadi badan hukum ?

Kelompoktani bisa berbadan hukum setelah unit produksinya berkembang menjadi


kelembagaan ekonomi petani (KEP) berupa badan usaha milik petani (BUMP).
Dalam 82/Permentan/OT.140/8/2013, dinyatakan bahwa Kelompoktani (poktan)
adalahkumpulan petani/peternak/pekebun yang dibentuk atas dasar kesamaan
kepentingan; kesamaan kondisi lingkungan sosial, ekonomi, dan sumberdaya;
kesamaan komoditas; dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha
anggota. Kelompoktani pada dasarnya merupakan kelembagaan petani non-formal
yang ditumbuh-kembangkan dari, oleh dan untuk petani dengan jumlah anggota
berkisar antara 20 sampai 25 orang petani atau disesuaikan dengan kondisi lingkungan
masyarakat dan usahataninya. Kelompoktani berfungsi sebagai kelas belajar, wahana
bekerjasama dan sebagai unit produksi. Untuk meningkatkan skala ekonomi dan
efisiensi usaha, beberapa kelompoktani bergabung bekerjasama membentuk
Gabungan Kelompoktani (gapoktan).
“Unit produksi dapat berkembang menjadi kelembagaan ekonomi petani (KEP),
misalnya unit produksi berkembang menjadi Kelompok Usaha Bersama (KUB)
atau unit simpan pinjam menjadi Lembaga Keuangan Mikro“
Kelompok Usaha Bersama (KUB) merupakan kelompok yang beranggotakan petani
dan dibentuk oleh petani yang telah dibina melalui proses kegiatan penyuluhan atau
pembelajaran untuk melaksanakan kegiatan dan usaha ekonomi dalam semangat
kebersamaan, sebagai sarana untuk untuk meningkatkan taraf kesejahteraan.
Lembaga Keuangan Mikro merupakan salah satu unit usaha otonom yang didirikan dan
dimiliki oleh Gapoktan penerima dana BLM-PUAP guna memecahkan masalah/kendala
akses untuk mendapatkan pelayanan keuangan. Selanjutnya dalam Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2013 Pasal 70 Ayat 2 disebutkan bahwa KEP tersebut berupa badan
usaha milik petani (BUMP), berbentuk koperasi atau badan usaha lainnya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 80 Ayat 2).

Bagaimana prosedur membentuk poktan/gapoktan berbadan hukum?

Untuk menjadi badan hukum, poktan/gapoktan harus memenuhi persyaratan menjadi


koperasi tani. Persyaratan membentuk koperasi tani adalah :
1. Telah mengembangkan usaha berkelompok yang dikelola secara komersial dan
berorientasi pasar
2. Memiliki aturan/norma organisasi secara tertulis yang disepakati dan ditaati oleh
semua anggota. Misalnya aturan tentang pertemuan/rapat anggota atau rapat
pengurus yang diselenggaakan secara berkala dan berkesinambungan, aturan
tentang penghargaan dan sanksi yang berlaku bagi semua anggota dan pengurus,
dan lain-lain.
3. Telah memiliki kepengurusan yang bertugas dalam pengembangan usaha dan
berjalan sesuai dengan tugas dan kewajibannya
4. Telah membangun kemitraan dan jejaring usaha dengan berbagai pihak dalam
rangka pengembangan usaha.
5. Memiliki pencatatan administrasi organisasi yang baik
6. Memiliki catatan usaha sederhana tetapi dilakukan secara berkesimanbungan
7. Memiliki rencana kerja / kegiatan dalam pengembangan usaha
8. Ada pemupukan modal usaha atau dana keswadayaan yang berkembangbaik yang
berasal dari iuran anggota maupun penyisihan hasil usaha / kegiatan kelompok
9. Telah mencoba utuk mengembangkan kegiatan pengelolaan keuangan dalam
bentuk Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) atau bentuk pengelolaan jasa
keuangan lainnya.

Pembentukan koperasi tani terdiri dari tahap persiapan dan tahap pembentukan

1. Tahap Persiapan
Tahap persiapan meliputi
1. Penyuluh Pertanian melakukan identifikasi terhadap gapoktan yang berpotensi
untuk dikembangkan menjadi koperasi sesuai dengan persyaratan;
2. Gapoktan yang memenuhi syarat diajukan oleh Kepala BP3K kepada Kepala BP4K
di tingkat kabupaten;
3. Verifikasi dan validasi kelayakan gapoktan yang diusulkan sebagai calon koperasi
tani oleh BP4K/Kelembagaan yang membidangi penyuluhan bekerjasama dengan
dinas/kantor yang menangani koperasi di kabupaten/kota
4. Kepala BP4K dan kepala dinas/kantor yang menangani koperasi di kabupaten/kota
menyepakati gapoktan yang siap untuk difasilitasi untuk membentuk tani;
5. Daftar Gapoktan yang memenuhi syarat selanjutnya dimasukan menjadi salah satu
bahan dalam penyusunan programa penyuluhan tingkat kecamatan;
6. Setelah programa penyuluhan disusun, maka fasilitasi pembentukan koperasi tani
menjadi bahan bagi rencana kerja penyuluh;
7. Sosialisasi oleh penyuluh tentang manfaat dan tata cara pembentukan koperasi
yang dilakukan pada pertemuan berkala gapoktan untuk memberikan wawasan
tentang Koperasi Tani. Kegiatan sosialisasi ini sebaiknya dengan menyertakan
petugas dari dinas/kantor yang menangani koperasi;
8. Musyawarah/rembug gapoktan untuk menyepakati pembentukan koperasi tani, pada
pertemuan ini sebaiknya dihadiri oleh petugas dari dinas/kantor yang menangani
koperasi agar untuk selanjutnya gapoktan tersebut mendapat fasilitasi dalam
mempersiapkan kelengkapan untuk membentuk koperasi;
9. Fasilitasi berupa pendampingan oleh penyuluh pertanian bersama dengan petugas
oleh petugas dari dinas/kantor yang menangani koperasi. Materi fasilitasi antara lain
meliputi:
1). Persyaratan dan proses pembentukan koperasi tani;
2). Struktur, tugas, tanggung jawab dan fungsi kepengurusan koperasi tani;
Penyiapan dokumen-dokumen kelengkapan pembentukan koperasi.
10. Pendampingan oleh penyuluh pertanian dilakukan sebagai bagian dari kunjungan
penyuluh ke kelompoktani/gapoktan sesuai dengan jadwal yang disepakati bersama
kelompoktani/gapoktan;

2. Tahap Pembentukan Koperasi Tani


 Setelah bentuk koperasi beserta namanya telah disepakati, maka dilakukan
pendirian koperasi dengan pembuatan Akta Pendirian Koperasi yang dibuat oleh
Notaris yang terdaftar pada dinas/kantor yang menangani koperasi.
 Apabila akta pendirian telah diterbitkan maka koperasi tersebut, harus memperoleh
pengesahan sebagai badan hukum, apabila lingkup wilayah kerja koperasi di
kabupaten/kota maka pengesahan badan hukum dapat diperoleh dari dinas/kantor
yang menangani koperasi di kabupaten/kota.
 Setalah koperasi terbentuk, pengurus dan anggota tinggal melaksanakan kegiatan
berkoperasi sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku.

SURAT PERJANJIAN KERJA SAMA


GADUHAN TERNAK SAPI BIBIT PERANAKAN ONGOLE (PO)
DALAM RANGKA BANTUAN SOSIAL KEMENTRIAN PERTANIAN TAHUN 2010
KELOMPOK TANI NGUDI RUKUN WONOGIRI

Nomor : 001 / 2010

Pada hari ini Senin tanggal dua puluh sembilan bulan November tahun dua ribu sepuluh
bertempat di Lokasi Peternakan Sapi Kelompok Tani Ngudi Rukun Krisak Wetan Desa
Singodutan Kecamatan Selogiri Kabupaten Wonogiri, yang bertanda tangan di bawah
ini :
1. Warji, S. Pd : Ketua Kelompok Tani Ngudi Rukun Dusun Krisak Wetan Desa
Singodutan Kecamatan Wonogiri Kabupaten Wonogiri selanjutnya
disebut sebagai PIHAK PERTAMA.
2. ................... : Selaku penggaduh Ternak Sapi Bibit Peranakan Ongole (PO) Dalam
Rangka Bantuan Sosial Kementrian Pertanian tahun 2010 di Kelompok
Tani Ngudi Rukun Krisak Wetan Desa Singodutan, Kecamatan Selogiri
Kabupaten Wonogiri selanjutnya disebut sebagai PIHAK KEDUA.

Dengan ini PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA menyatakan sepakat untuk membuat
perjanjian kerja sama gaduhan ternak sapi bibit betina dari dana APBN tahun 2010
dengan ketentuan seperti diuraikan dalam pasal – pasal di bawah ini :

Pasal : 1

a. PIHAK PERTAMA memberikan bantuan gaduhan ternak sapi bibit betina kepada
PIHAK KEDUA sebanyak 1 (satu) ekor, dengan umur lebih kurang 18 – 24 bulan
dengan tanda / identitas sebagai berikut :
Ternak ke - …… : - Nomor Anting : ……
- Warna Bulu : …………………

b. PIHAK PERTAMA memberikan gaduhan ternak sapi bibit betina kepada PIHAK
KEDUA sebanyak 1 (satu) ekor, dengan pola pengguliran anak keturunan.

Pasal : 2

Kewajiban PIHAK KEDUA adalah sebagai berikut :


a. Menandatangani surat perjanjian gaduhan ternak sapi bibit betina dari Kelompok
Tani Ngudi Rukun;
b. Memelihara ternak yang diterima dengan sebaik – baiknya sesuai petunjuk teknis;
c. Melaporkan segala sesuatu yang terjadi terhadap ternak yang dipelihara dalam
waktu yang secepat - cepatnya kepada petugas setempat / Kecamatan;
d. Dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sejak penerimaan bibit sapi betina ,
penggaduh wajib menyerahkan keturunannya sejumlah 1 (satu) ekor kepada
pengurus kelompok Tani Ngudi Rukun untuk digulirkan kepada penggaduh baru,
dan menyerahkan 50% dari hasil penjualan keturunan anak yang kedua kepada
pengurus Kelompok Tani Ngudi Rukun dengan ketentuan sebagai berikut :

* Satu ekor keturunan anak pertama (setelah memenuhi persyaratan teknis yang
berlaku) digulirkan kepada penggaduh baru dengan pengaturan yang akan
ditentukan oleh pengurus kelompok Tani Ngudi Rukun dan sepengetahuan
Petugas Teknis Dinas Nakperla Kecamatan, selanjutnya dilaporkan kepada
Dinas Nakperla Kabupaten untuk mendapatkan identifikasi dan kelengkapan
administrasi (surat perjanjian);
* Satu ekor dari hasil penjualan anak kedua setelah memenuhi syarat teknis dijual
dengan pembagian hasil 50% dari hasil penjualan menjadi hak penggaduh, dan
50% sisanya diserahkan kepada pengurus Kelompok Tani Ngudi Rukun.
e. Ternak setoran harus memenuhi persyaratan teknis yang dipelihara sesuai
ketentuan yang ada pada surat perjanjian;
f. Memelihara ternak gaduhan dengan baik sesuai petunjuk teknis dari petugas
Dinas Nakperla;
g. Penggaduh ternak sapi diwajibkan mengawinkan ternak yang dipelihara dengan
kawin suntik / Inseminasi Buatan (IB).

Pasal : 3
Hak PIHAK KEDUA adalah sebagai berikut :
a. Menerima ternak gaduhan sesuai dengan surat perjanjian bermeterai Rp. 6.000,-;
b. Menerima sebesar 50% (lima puluh persen) dari harga jual ternak keturunan anak
kedua;
c. Memiliki induk / ternak pokok sapi apabila telah melunasi kewajibannya sebagaimana
dimaksud pada pasal 2 huruf d;
d. Memanfaatkan pupuk kandang dari ternak yang dipelihara

Pasal : 4
(1). Kewajiban PIHAK PERTAMA adalah sebagai berikut :
a. Memberikan ternak sapi bibit betina kepada penggaduh;
b. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pengelolaan ternak gaduhan
yang dipelihara penggaduh.
(2). Hak PIHAK PERTAMA adalah sebagai berikut :
a. Mengatur perguliran 1 (satu) ekor sapi bibit betina hasil keturunannya setelah
mencapai umur minimal 18 bulan dan layak bibit untuk digulirkan kepada
penggaduh baru dengan system perguliran yang sama dengan ternak pokok;
b. Mengatur keturunan anak kedua setelah memenuhi syarat teknis (umur 18 – 24
bulan) dijual dengan pembagian hasil 50% dari hasil penjualan menjadi hak
petani penggaduh, sedangkan 50% dari hasil penjualan keturunan anak kedua
kepada pengurus Kelompok Tani Ngudi Rukun.

Pasal : 5
a. Bila ternyata ternak gaduhan yang diterima PIHAK KEDUA mati, steril / majir dan
hilang bukan karena kesalahan atau kelalian dari PIHAK KEDUA, maka PIHAK
KEDUA dibebaskan dari tanggung jawab untuk mengganti ternak tersebut;
b. Dalam hal ternak gaduhan tersebut majir PIHAK KEDUA memperoleh 25% bagian
dari harga jual dan 75% masuk ke kas kelompok;
c. Anak hasil keturunan ternak pokok yang pertama dan telah berumur 18 bulan tetapi
secara fisik tidak layak bibit (cacat) dan telah mendapat persetujuan Tim Teknis
segera diafkir. Hasil penjualan masuk ke kas kelompok dan apabila sudah
mencukupi dananya dibelikan bibit sapi betina hasil IB untuk digaduhkan kepada
penggaduh baru.

Pasal : 6
Apabila ternyata ternak gaduhan tersebut mati, hilang dan kejadian yang lain karena
kelalaian atau kesalahan PIHAK KEDUA maka PIHAK KEDUA wajib mengganti ternak
tersebut sesuai persyaratan teknis yang ditentukan selambat – lambatnya 3 (tiga) bulan
setelah kejadian dan selanjutnya PIHAK KEDUA harus memenuhi kewajibannya sesuai
surat perjanjian.

Pasal : 7
Apabila PIHAK KEDUA tidak dapat memenuhi kewajibannya sebagaimana dimaksud
pasal 2 huruf d disebabkan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya, maka kepada
yang bersangkutan diberikan kesempatan untuk memenuhi kewajibannya pada saat
panen berikutnya.

Pasal : 8
Apabila PIHAK KEDUA tidak dapat memenuhi kewajibannya sebagaimana dimaksud
pada pasal 2 huruf d yang disebabkan oleh kesalahan atau kelalaiannya, maka
perjanjian ini batal dengan sendirinya menurut hukum dan ternak bersangkutan ditarik
kembali oleh PIHAK PERTAMA tanpa ganti rugi apapun.

Pasal : 9
PIHAK KEDUA tidak berhak menjual, menukarkan dan memindahkan ternak gaduhan
sebelum memenuhi kewajibannya, sebagaimana dimaksud pasal 2 huruf d.

Pasal : 10
Apabila PIHAK KEDUA meninggal dunia, maka perjanjian ini berlaku bagi ahli waris
PIHAK KEDUA.

Pasal : 11
a. Apabila terjadi perselisihan tentang pelaksanaan perjanjian ini dan adanya hal – hal
yang belum diatur dalam surat perjanjian ini, maka kedua belah pihak sepakat untuk
menyelesaikan secara musyawarah;
b. Apabila perselisihan tersebut tidak dapat diselesaikan secara musyawarah, maka
kedua belah pihak sepakat menyelesaikan melalui Pengadilan Negeri setempat.

Pasal : 12
Surat perjanjian gaduhan ternak ini dibuat dan ditandatangani oleh kedua belah pihak
tanpa ada paksaan dari manapun.

PIHAK KEDUA PIHAK PERTAMA


Penggaduh Kelompok Tani Ngudi Rukun

................. Warji, S. Pd
Ketua
SURAT PERJANJIAN KERJASAMA
PENGGEMUKAN TERNAK SAPI
KELOMPOK TANI TERNAK ”AL-IKHWAN”
KOORDINATOR WILAYAH.....................................

Pada hari ini,................................,tanggal............bulan.......................tahun 2015, bertempat


di...........................................................Kab.Sumedang, telah dilakukan AKAD KERJASAMA
BAGI HASL PENGGEMUKAN TERNAK SAPI antara pihak-pihak:

I. Nama :
Alamat :
No. Identitas :
Merupakan ketua koordinator wilayah ...........................yang untuk selanjutnya disebut
sebagai PIHAK PERTAMA.

II. Nama :
Alamat :
No. Identitas :
Merupakan anggota kelompok tani ternak selaku pengelola kegiatan penggemukan sapi
dalam Kelompok Tani Ternak AL-IKHWAN untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK
KEDUA.

Kedua belah pihak telah bersepakat untuk melakukan kerjasama penanganan usaha
penggemukan sapi dalam Kelompok Ternak. Kesepakatan tersebut sebagai berikut :

Pasal 1
Obyek Kesepakatan
1. Ruang lingkup perjanjian ini meliputi dasar kerjasama pembiayaan usaha bagi hasil antara kedua
belah pihak, yaitu pihak pertama sebagai pemodal (Shahibul maal), Pihak kedua mitra
pengelola modal (Mudharib) yang tergabung dalam Kelompok Tani Ternak ”AL-IKHWAN”
2. Pihak ke I menyediakan sapi untuk penggemukan sebanyak .............
(.................................................... ) ekor Sapi dalam jangka waktu penggemukan 3 ( Tiga ) bulan.
3. Dalam hal keuntungan usaha, KEDUA BELAH PIHAK sepakat untuk berbagi hasil
dengannishbah 40 % (pihak pertama) : 60 % (pihak kedua) dari keuntungan usaha (setiap
penjualan), setelah dikurangi biaya operasional lapangan (pengadaan dan penggemukan Sapi).
4. Usaha yang berkaitan dengan pemeliharaan,pengemukan sapi berlokasi di
..................................... Desa.......................... Kec..............................., Kab. Sumedang,
Prov.Jawa Barat.

Pasal 2
Penentuan Laba Bersih
1. Yang dimaksud laba bersih adalah laba kotor setelah dikurangi dengan biaya pakan dan
biaya pembelian sapi (operasional kelompok).
2. Yang dimaksud laba kotor adalah selisih harga antara harga jual Sapi dengan harga beli Sapi
.
Pasal 3
Hak dan Kewajiban
A. Kewajiban Pihak Pertama
1. Menyediakan Sapi untuk penggemukan selama 3bulan
2. Menangani masalah administrasi dan keuangan dari usaha.
3. Melakukan pemantauan dan evaluasi program serta penjagaan kualitas layanan/
pemeliharaan.
4. Mengeluarkan infak dari keuntungan setiap transaksi penjualan sesuai kemampuan.

B. Hak Pihak Pertama


1. Mendapatkan informasi dan lapoaran terhadap pemeliharaan dan manajemen
kandang pada umumnya (tata laksana kandang).
2. Menerima uang bagi hasil sesuai kesepakatan.
3. Menyerahkan sapi ketiap peternak sesuai pengajuan.

C. Kewajiban Pihak Kedua


1. Menyiapkan kandang untuk operasiona kegiatan penggemukan sapil.
2. Menangani masalah operasional usaha, perawatan kandang, penyediaan pakan dan aspek
3. pemeliharaan lainnya .
4. Menjalankan prosedur standart pengelolaan dan manajemen usaha.
5. Mengeluarkan infak dari keuntungan setiap transaksi penjualan sesuai kemamapuan.
6. Menerima dan merawat sapi untuk usaha penggemukan dalam jangka waktu 3 bulan
7. Melaporkan setiap masalah yang bekaitan dengan usaha penggemukan sapi.

D. Hak Pihak Kedua


1. Mendapat bagi hasil penjualan, berupa pembayaran tunai sebagaimana disepakati
kedua belah pihak.
2. Mendapatkan informasi selengkapnya dari segala masalah yang berkaitan dengan
pelaksanaan usaha.
3. Bertanggung jawab penuh atas sapi yang diberikan selama periode
pemeliharaan berlangsung..

Pasal 4
Masa Berlaku
Kesepakatan ini berlaku terhitung sejak tanggal.............bulan....................tahun 2015, Sampai
tanggal........., bulan....................tahun 2015

Pasal 5
Kekuatan hukum
Kesepakatan ini tertulis diatas kertas bermaterai, dan ditandatangani kedua belah pihak sehingga
memiliki kekuatan hukum dan selanjutnya dijadikan sebagai dasar gerak usaha.

Pasal 6
Force Majure
1. Yang dimaksud force majure adalah hal-hal yang mempengaruhi pelaksanaan perjanjian
kerjasama ini, yang diluar kekuasaan kedua belah pihak, seperti bencana alam, huru hara,
kerusuhan dan keadaan darurat yang secara resmi dikeluarkan pemerintah
2. Apabila terjadi Force Majure, PIHAK KEDUA harus memberitahukan secara tertulis kepada
PIHAK PERTAMA paling lambat 1 (satu) bulan setelah terjadi force majure, dan untuk ini
PIHAK KEDUA tidak dikenakna kewajiban atau denda apapun juga

Pasal 7
Perselisihan
Apabila terjadi perbedaan dalam menafsirkan kesepakatan ini, kedua belah pihak sepakat untuk
menyelesaikannya melalui musyawarah yang didasari oleh nilai-nilai kekeluargaan secara Islami.

Pasal 8
Tambahan
Apabila ada hal-hal yang belum dan perlu diatur secara tersendiri akan dibuat aturan tambahan
yang isi dan jiwanya sejalan dengan kesepakatan ini, dan merupakan bagian tidak terpisahkan
dari kesepakatan ini.

Pasal 9
Penutup
Demikian kesepakatan ini dibuat rangkap 2 (dua) bermaterai, cukup untuk digunakan
sebagaimana mestinya oleh para pihak yang berkepentingan. Apabila terjadi kekeliruan di
kemudian hari akan dilakukan perbaikan seperlunya.

Sumedang,............................2015

Pihak Pertama, Pihak Kedua,

( ........................... ) ( .......................... )

MENGETAHUI
KELOMPOK TANI TERNAK “AL-IKHWAN”
KETUA
SURAT PERJANJIAN KERJASAMA
PENGGEMUKAN TERNAK SAPI
KELOMPOK TANI TERNAK KULAHI HIJAU
Pada hari Senin ,tanggal 12 bulan April tahun 2016, bertempat di Desa Tanggobu
Kecamatan Lambuya Kabupaten Konawe, telah dibuat dan ditandatangani SURAT
PERJANJIAN KERJASAMA BAGI HASIL PENGGEMUKAN TERNAK SAPI antara
pihak-pihak:

I. Nama : Dr. Machmud Ahmad,MM


Alamat :
No. Identitas :
Merupakan direktur utaman PT. Agro Daya Capital yang untuk selanjutnya disebut
sebagai PIHAK PERTAMA.

II. Nama : Syamsul Rizal


Alamat : Desa Tanggobu kecamatan Lambuya
No. Identitas :
Merupakan ketua kelompok tani ternak selaku pengelola kegiatan penggemukan sapi
dalam Kelompok Tani Ternak Kulahi Hijau untuk selanjutnya disebut
sebagai PIHAK KEDUA.

Kedua belah pihak menyatakan sepakat untuk melakukan perjanjian kerjasama


penanganan usaha penggemukan sapi dalam Kelompok Tani Ternak dengan ketentuan
seperti yang diuraikan dalam pasal-pasal berikut :

Pasal 1
Obyek Kesepakatan
1. Ruang lingkup perjanjian ini meliputi dasar kerjasama pembiayaan usaha bagi hasil
antara kedua belah pihak, yaitu pihak pertama sebagai pemodal, Pihak kedua mitra
pengelola modal yang tergabung dalam Kelompok Tani Ternak Kulahi Hijau
2. PIHAK PERTAMA menyediakan sapi untuk penggemukan sebanyak 10 (sepuluh)
ekor Sapi dalam jangka waktu penggemukan selama 3 ( Tiga ) bulan.
3. Dalam hal keuntungan usaha, KEDUA BELAH PIHAK sepakat untuk berbagi hasil
dengan pembagian sebesar 30% (PIHAK PERTAMA) : 70% (PIHAK KEDUA) dari
keuntungan usaha (setiap penjualan), setelah dikurangi biaya operasional lapangan
(pengadaan dan penggemukan Sapi).
4. Usaha yang berkaitan dengan pemeliharaan,penggemukan sapi berlokasi di wilayah
peternakan Desa Tanggobu Kecamatan Lambuya Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi
Tenggara.

Pasal 2
Penentuan Laba Bersih
1. Yang dimaksud laba bersih adalah laba kotor setelah dikurangi dengan biaya pakan dan
biaya pembelian sapi.
2. Yang dimaksud laba kotor adalah selisih harga antara harga jual Sapi dengan harga beli
Sapi.

Pasal 3
Hak dan Kewajiban
A. Kewajiban Pihak Pertama
1. Menyediakan Sapi untuk penggemukan selama 3 bulan
2. Menangani masalah administrasi dan keuangan dari usaha.
3. Melakukan pemantauan dan evaluasi program serta penjagaan
kualitas layanan/pemeliharaan.
B. Hak Pihak Pertama
1. Mendapatkan informasi dan laporan terhadap pemeliharaan dan manajemen
kandang pada umumnya dengan skala pelopran perminggu dari PIHAK KEDUA.
2. Menerima uang bagi hasil sesuai kesepakatan.
3. Menyerahkan sapi kepada peternak sesuai pengajuan.
C. Kewajiban Pihak Kedua
1. Menyiapkan kandang untuk operasional kegiatan penggemukan sapi.
2. Menangani masalah operasional usaha, perawatan kandang, penyediaan pakan dan
aspek pemeliharaan lainnya .
3. Menjalankan prosedur standart pengelolaan dan manajemen usaha.
4. Menerima dan merawat sapi untuk usaha penggemukan dalam jangka waktu 3 bulan
5. Kelompok tani ternak menyampaikan laporan yang bekaitan dengan usaha
penggemukan sapi ternak setiap seminggu sekali kepada PIHAK PERTAMA.
D. Hak Pihak Kedua
1. Mendapat bagi hasil penjualan, berupa pembayaran tunai sebagaimana disepakati
kedua belah pihak.
2. Mendapatkan informasi selengkapnya dari segala masalah yang berkaitan dengan
pelaksanaan usaha.
3. Bertanggung jawab penuh atas sapi yang diberikan selama periode
pemeliharaan berlangsung.

Pasal 4
Masa Berlaku
Kesepakatan ini berlaku terhitung sejak tanggal ditandatangani surat perjanjian
kerjasama ini yaitu pada hari ......., tanggal .........bulan.........tahun 2016, Sampai pada
tanggal........., bulan..........tahun 2016

Pasal 5
Kekuatan hukum
Kesepakatan ini tertulis diatas kertas bermaterai dan ditandatangani kedua belah pihak
sehingga memiliki kekuatan hukum dan selanjutnya dijadikan sebagai dasar gerak
usaha.
Pasal 6
Force Majure
1. Yang dimaksud force majure adalah hal-hal yang mempengaruhi pelaksanaan
perjanjian kerjasama ini, yang diluar kekuasaan kedua belah pihak, seperti bencana
alam, huru hara, kerusuhan dan keadaan darurat yang secara resmi dikeluarkan
pemerintah.
2. Apabila terjadi Force Majure, PIHAK KEDUA harus memberitahukan secara tertulis
kepada PIHAK PERTAMA dalam waktu secepatnya-cepatnya setelah terjadi force
majure, dan untuk ini PIHAK KEDUA tidak dikenakan kewajiban atau denda apapun
juga.

Pasal 7
Perselisihan
1. Selama masa kontrak perjanjian kerjasama ini PIHAK PERTAMA maupun PIHAK
KEDUA tidak dapat merubah atau membatalkan atau memutuskan kontrak ini secara
sepihak,kecuali ada kesepakatan bersama antara Kedua Belah Pihak.
2. Apabila terjadi pemutusan kontrak perjanjian kerjasama secara sepihak ditengah
berjalannya usaha kerjasama ini maka PIHAK PERTAMA berhak mengenakan biaya
penalty yang besaranya sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak.
3. Apabila terjadi perbedaan dalam pemahaman dan menafsiran kesepakatan ini, kedua
belah pihak sepakat untuk menyelesaikannya melalui musyawarah yang didasari oleh
nilai-nilai kekeluargaan.
Pasal 8
Tambahan
Bahwa hal-hal yang tidak dan atau belum cukup diatur dalam surat perjanjian ini akan
diputuskan bersama oleh kedua belah pihak secara Musyawarah serta dengan
berpedoman pada ketentuan-ketentuan dan jiwa dari perikatan surat perjanjian ini dan
dituangkan secara tertuis dalam addendum kontrak perjanjian kerjasama yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan atau menjadi satu kesatuan dengan surat
perjanjian kerjasama ini.

Pasal 9
Penutup
Demikian surat perjanjian kerjasama ini dibuat rangkap 2 (dua) bermaterai dan
mempunyai kekuatan hukum yang cukup untuk digunakan sebagaimana mestinya oleh
para pihak yang berkepentingan. Apabila terjadi kekeliruan di kemudian hari akan
dilakukan perbaikan seperlunya.

Tanggobu, April 2016


Mengetahui :

Pihak Pertama, Pihak Kedua,

(..................................) (................................)
Pengertian Kontrak Lisan
Kontrak lisan merupakan sebuah perjanjian yang telah disetujui kedua belah pihak
secara lisan. Berbeda dengan kontrak tertulis, kontrak lisan tidak menjelaskan secara
detail mengenai ketentuan dan hal-hal yang telah disetujui dalam sebuah dokumen.
Namun, selayaknya kontrak tertulis, kontrak lisan tetap dianggap sah di mata hukum.

Kontrak Lisan Harus Memenuhi Syarat


Sama dengan kontrak tertulis, kontrak lisan dinyatakan sah ketika telah memenuhi
syarat pembuatan kontrak. Syarat pembuatan kontrak telah diatur dalam Pasal 1320
KUHPerdata yang menyatakan bahwa, perjanjian dianggap sah dan mengikat para
pihak jika memenuhi 4 (empat) syarat yaitu:

1. Sepakatnya kedua belah pihak untuk mengikat diri dalam perjanjian.


2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.
3. Terdapat suatu hal tertentu di dalam kontrak.
4. Terdapat suatu sebab yang halal, yaitu tidak melanggar hukum yang berlaku.

Kontrak Lisan Menurut KUHPerdata


Pada umumnya kontrak lisan dianggap sah selayaknya kontrak tertulis. Pasal
1320 KUHPerdata sama sekali tidak mengatur dan mewajibkan suatu kontrak atau
perjanjian dibuat secara tertulis, sehingga perjanjian lisan juga mengikat secara hukum.
Namun, tidak semua perjanjian dapat dilakukan secara lisan. Terdapat beberapa
perjanjian yang harus dibuat secara tertulis dan tidak dapat dianggap sah jika tidak
dibuat secara tertulis. Salah satu perjanjian yang harus dibuat secara tertulis
menurut Pasal 1682 KUHPerdata adalah perjanjian hibah.

Alat Bukti yang Sah Ketika Terjadi Perselisihan


Berdasarkan hukum acara perdata yang berlaku di Indonesia, terdapat 5 (lima) alat
bukti yang diatur dalam Pasal 1866 KUHPerdata dan Pasal 164 H.I.R, yaitu bukti
tulisan, bukti dengan saksi, persangkaan, pengakuan, dan sumpah. Sehingga jika
terjadi perselisihan dalam suatu perjanjian, Anda dapat menggunakan perjanjian
tersebut sebagai bukti yang sah dalam pengadilan. Misalnya ketika Anda menjual
barang kepada konsumen, Anda dapat menggunakan purchase order, invoice, maupun
resi pembayaran sebagai alat bukti bahwa telah terjadi transaksi jual-beli antara Anda
dan konsumen. Selain itu, Anda juga dapat memperkuat posisi Anda di pengadilan
dengan mengajukan alat bukti lainnya. Salah satu alat bukti yang dapat Anda gunakan
adalah dengan menghadirkan saksi. Karena dibutuhkan paling sedikit 2 alat bukti yang
sah berdasarkan hukum acara perdata di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai