Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Veteriner Maret 2018 Vol. 19 No.

1 : 62-70
pISSN: 1411-8327; eISSN: 2477-5665 DOI: 10.19087/jveteriner.2018.19.1.62
Terakreditasi Nasional, Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan, online pada http://ojs.unud.ac.id/index.php/jvet
Kemenristek Dikti RI S.K. No. 36a/E/KPT/2016

Morfometri Limpa Berkaitan dengan Produksi Radikal


Bebas dan Antioksidan pada Kelelawar Pemakan Buah
Codot Krawar (Cynopterus brachyotis)
(MORPHOMETRIC STUDY OF SPLEEN ASSOCIATED WITH
FREE RADICAL PRODUCTION AND ANTIOXIDANT DEFENSE
IN THE LESSER SHORT-NOSED FRUIT BATS (Cynopterus brachyotis))

Desrayni Hanadhita1, Andhika Yudha Prawira2, Anisa Rahma1,


Aryani Sismin Satyaningtijas1, Srihadi Agungpriyono2

1
Laboratorium Fisiologi, 2Laboratorium Anatomi
Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi,
Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor,
Jl. Agatis Kampus IPB Dramaga, Bogor, Jawa Barat, Indonesia, 16680
Tel +62 251 8629469, 8629464, Fax +62 251 8629464, Email: ysrihadi@aspps,ipb.ac.id

ABSTRAK

Kelelawar pemakan buah merupakan reservoir alami banyak penyakit zoonosis yang saat ini
bermunculan. Kelelawar yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala klinis dan dapat terinfeksi secara
persisten. Karakter unik kelelawar mengindikasikan kelelawar memiliki aktivitas kekebalan yang tinggi
untuk pertahan terhadap virus walaupun dalam keadaan fisiologis. Aktivitas kekebalan yang tinggi
dapat memengaruhi ukuran organ limfoid secara umum dan berakibat pada produksi reactive oxygen
species (ROS). Limpa merupakan salah satu organ limfoid terpenting yang memiliki fungsi strategis
dalam eliminasi patogen dalam darah, Penelitan ini dilakukan untuk menyediakan data mengenai ukuran
normal limpa serta menganalisis kadar malonaldehyde (MDA) dan super oxide dismutase (SOD) pada
kelelawar pemakan buah liar Cynopterus brachyotis. Rasio bobot limpa terhadap bobot badan kelelawar
C. brachyotis adalah 0,4% dan tidak ada perbedaan signifikan antara jantan dan betina. Kadar MDA
limpa, yang menggambarkan produksi ROS lebih tinggi dibandingkan kadar MDA hati. Jantan dengan
kadar MDA lebih tinggi memiliki ukuran limpa yang lebih besar dibandingkan betina dengan kadar MDA
lebih rendah. Kadar ROS yang tinggi diketahui berdampak negatif terhadap materi genetik, namun pada
kelelawar hal ini mendukung pertahanan tubuh kelelawar sebagai reservoir virus. Kadar MDA yang
tinggi secara umum disertai dengan tingginya kadar SOD yang dapat menurunkan efek negatif stres
oksidatif pada C. brachyotis.

Kata-kata kunci: Chiroptera; ekofisiologi; mamalia terbang; morfologi; stres oksidatif

ABSTRACT

Fruit bats have been reported as the natural reservoir of many emerging and re-emerging zoonotic
diseases. Infected bats usually do not show any clinical symptoms and are infected persistently. This
unique characters indicate that bats have high immune activity to combat viruses even in its physiological
state. High immune activity will affect the size of lymphoid organ and produce high level of reactive oxygen
species (ROS). Spleen is one of the important lymphoid organ which have a strategic function in elimination
of blood borne pathogens. This study was undertaken to provide information on the normal size of spleen
and to analyze malonaldehyde (MDA) and super oxide dismutase (SOD) levels of free range fruit bats
(Cynopterus brachyotis). The ratio of body weight/spleen was 0.4% and there were no significance differences
between the male and female bats. The spleen MDA levels which represent ROS generation was higher
than those of the liver. Male bats with higher levels of MDA tend to have bigger spleen size than the female
which has lower MDA levels. High levels of MDA might indicate a high immune activity inside the spleen.
Despite the negative effect of ROS to genetic material, high level of ROS can be advantageous to support
the bats immune system as a viral reservoir. High levels of MDA are generally accompanied by high levels
of SOD which might reduce the negative impact of oxidative stress in the C. brachyotis.

Keywords: Chiroptera; ecophysiology; flying mammal; morphology; oxidative stress

62
Desrayni Hanadhita, et al Jurnal Veteriner

PENDAHULUAN kelelawar. Kelelawar yang terinfeksi virus


seringkali tidak menunjukkan gejala klinis dan
Kelelawar pemakan buah menarik pada beberapa kasus dapat terinfeksi secara laten
perhatian peneliti karena dilaporkan berperan (Baker et al., 2012). Keunikan pertahanan
sebagai reservoir virus zoonotik yang saat ini tubuh kelelawar terhadap virus berkaitan
bermunculan seperti sudden acute respiratory dengan perannya sebagai reservoir virus menjadi
syndrome-like coronavirus; Ebola dan Marburg hal yang menarik untuk dipelajari lebih dalam.
hemorrhagic fever filovirus, rabies dan Pengungkapan aspek kekebalan pada kelelawar
lyssavirus yang berkaitan dengan rabies; serta didominasi oleh kajian-kajian molekular yang
banyak paramyxovirus termasuk rubulavirus, menyediakan data yang luas untuk memahami
Nipah, dan Hendra (Calisher et al., 2006; Smith ketahanan kelelawar terhadap virus. Namun,
dan Wang, 2013; Schountz 2014; O’Shea et al., hingga saat ini belum ada kajian mengenai
2014; Damayanti dan Sendow, 2015; Han et al., morfofisiologi organ kekebalan (limfoid)
2015). Kelelawar pemakan buah memiliki peran kelelawar dan komponennya secara mendalam.
strategis dalam penyebaran berbagai penyakit Salah satu organ limfoid yang penting dalam
yang dibawanya. Perilaku memakan buah kekebalan tubuh adalah limpa. Limpa
menjadi kunci penyebaran virus antar spesies. merupakan organ limfoid terbesar pada
Kelelawar tidak dapat menelan makanan dalam mamalia, dan tidak hanya memiliki peran
jumlah besar sehingga hanya mengunyah buah penting dalam sistem kekebalan dan
yang dimakannya dan memuntahkannya. hematopoiesis individu namun juga dalam
Kunyahan buah yang terkontaminasi oleh saliva penyaringan darah, pembersih sel-sel yang tua
kelelawar tersebut dan juga ekskretanya dapat dan rusak, serta reservoir platelet dan darah.
mengontaminasi hewan domestik yang rentan Peranan limpa dalam penyaringan antigen
terhadap virus dan kemudian terinfeksi. Hewan blood borne membuat limpa menjadi organ
domestik yang terinfeksi dapat menjadi inang penting pada individu (Brendolan et al., 2007).
antara virus dan menularkannya ke manusia Limpa memiliki peranan penting dalam
(Dobson 2005). Kelelawar juga dapat berkontak pertahanan tubuh terhadap virus karena limpa
langsung dengan manusia yang juga menjadi merupakan situs maturasi komponen kekebalan
sarana penularan virus yang dibawa oleh bawaan dan dapatan yang dapat mengeliminasi
kelelawar (Messengger et al., 2002). virus (Bronte dan Pittet, 2013).
Kelelawar pemakan buah yang umum Penelitian ini merupakan penelitian tahap
dijumpai di pemukiman penduduk Indonesia pertama dari rangkaian penelitian kajian
khususnya di Pulau Jawa adalah Eonycteris, morfofisiologi limpa kelelawar pemakan buah.
Pteropus, Rousettus, dan Cynopterus (Suyanto Penelitian tahap pertama ini mencakup analisis
2011). Genus Cynopterus sering dijumpai di area dan dokumentasi ukuran limpa kelelawar
pemukiman penduduk khususnya di Jawa pemakan buah serta pengajian profil stres
Barat. Beberapa virus telah diisolasi dari oksidatif pada organ limpa kelelawar yang
Cynopterus yaitu virus-virus yang termasuk dikaitkan dengan fungsi fisiologis kekebalan dan
genus Flavivirus antara lain Carey Island virus, morfologi limpa. Pengetahuan terhadap ukuran
Jugra virus, Kyasanur Forest disease virus, limpa suatu spesies dalam keadaan sehat dapat
Phonm-Penh bat virus, dan Keterah virus dijadikan data dasar sebagai pembanding suatu
(Calisher et al., 2006). Berdasarkan data yang penelitian yang menjadikan limpa sebagai
dihimpun oleh Bhatnagar (2013), status parameternya. Pertahanan tubuh kelelawar
konservasi semua spesies Cynopterus di Asia terhadap agen infeksius telah diketahui
Tenggara dalam International Union for berdampak pada terjadinya stres oksidatif,
Conservation of Nature (IUCN) adalah risiko sebagaimana hasil penelitian yang dilaporkan
rendah (low risk), oleh karena itu kelelawar oleh Schneeberger et al. (2013) yang menginfeksi
genus Cynopterus dapat dieksplorasi secara kelelawar liar dengan lipopolisakarida bakteri.
mendalam untuk memahami morfologi dan Kelelawar sebagai reservoir virus dan hewan
fisiologi kelelawar pemakan buah secara umum. yang dapat terbang diduga dapat menghasilkan
Penelitian komparatif yang dilakukan Luis reactive oxygen species (ROS) yang tinggi
et al. (2013) melaporkan bahwa virus zoonotik berkaitan dengan respons kekebalan seluler dan
lebih banyak menginfeksi kelelawar per spesies tingginya laju metabolisme. ROS merupakan
dibandingkan rodensia, walaupun jumlah radikal bebas yang diproduksi setiap makhluk
spesies rodensia dua kali lebih banyak dari hidup dalam metabolime normal. Organ limfoid

63
Jurnal Veteriner Maret 2018 Vol. 19 No. 1 : 62-70

termasuk limpa diduga dapat mengakumulasi Penangkapan Kelelawar dan Aklima-


ROS dalam jumlah tinggi yang berdampak pada tisasi. Kelelawar pemakan buah C. brachyotis
respons kekebalannya dan menyebabkan kondisi dewasa (tiga ekor jantan dan empat ekor betina)
stres oksidatif. Stres oksidatif dapat mengaki- ditangkap di dalam area Institut Pertanian
batkan perubahan struktur DNA, aktivasi Bogor (IPB), di Dramaga, Bogor, Jawa Barat
beberapa faktor transkripsi, serta produksi pada malam hari dengan menggunakan jaring
sitokin proinflamasi dan antiinflamasi.Senyawa kabut. Kelelawar yang ditangkap, dimasukkan
ROS dapat menyebabkan reaksi peroksidasi ke dalam kandang dan dibawa ke laboratorium
rantai lemak sehingga terbentuk produk untuk aklimatisasi kondisi fisiologis kelelawar.
sekunder malonaldehyde (MDA). Keseimbangan Aklimatisasi dilakukan selama 24 jam dengan
status redoks antara radikal bebas dan pemberian pakan berupa potongan buah dan air
antioksidan sangat penting untuk mencegah minum ad libitum.
pelonjakan tingkat stres oksidatif (Birben et al., Pemeriksaan Status Kesehatan. Kele-
2012). Terdapat fakta menarik bahwa kelelawar lawar pemakan buah dikendalikan dengan
dilaporkan memiliki kadar antioksidan yang memegang bagian leher dan sayapnya. Operator
tinggi dibandingkan manusia dan primata menggunakan sarung tangan yang cukup tebal
(Filho et al., 2007) sehingga kajian status stres untuk menghindari gigitan. Kelelawar dipe-
oksidatif pada organ limpa sangat menarik riksa status kesehatannya dengan mengamati
untuk dilakukan. Salah satu antioksidan perilakunya di dalam kandang, adanya perlu-
endogen utama adalah superoxide dismutase kaan di permukaan tubuh, dan aspek permu-
(SOD). Keseimbangan redoks antara radikal kaan mukosa.
bebas dan antioksidan endogen limpa kelelawar Pembiusan. Kelelawar dianestesi dengan
pemakan buah yang menentukan status stres injeksi ketamine (dosis 10 mg/kg bobot badan)
oksidatif serta kaitannya dengan morfologi dan dan xylazine (2 mg/kg bobot badan) (Sohayati et
fisiologi kekebalannya perlu diketahui untuk al., 2008). Kelelawar yang telah teranestesi
pemahaman mendalam mengenai fisiologi limpa dengan baik, ditimbang bobot badannya dengan
kelelawar dan status kekebalannya. menggunakan timbangan digital.
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis Identifikasi Spesies dan Pengelom-
dan mendokumentasikan ukuran (panjang, pokkan Kelelawar. Kelelawar pemakan buah
lebar, tebal, luas, dan bobot) limpa kelelawar diidentifikasi untuk mengetahui spesiesnya.
pemakan buah (Cynopterus sp.) serta Identifikasi dilakukan dengan pengukuran
menganalisis dan mengaji kadar radikal bebas terhadap panjang humerus, panjang tibia,
(MDA) dan antioksidan (SOD) organ limpa panjang tubuh, panjang tarsal sampai digit,
kelelawar pemakan buah untuk menentukan panjang bentang sayap, dan keberadaan
status stres oksidatif yang dikaitkan dengan tonjolan kunyah pada gigi. Kunci identifikasi
morfologi limpa secara makroskopis dan fisiologi mengacu pada Panduan Lapangan Kelelawar
kekebalannya. Hasil penelitian ini diharapkan Indonesia (Suyanto 2001). Kelelawar yang
dapat menjadi informasi baru terkait ditangkap dikelompokkan berdasarkan spesies
morfofisiologi organ kekebalan kelelawar dan jenis kelamin. Kelelawar yang ditangkap
pemakan buah codot krawar (C. brachyotis) dipastikan telah dewasa kelamin yang ditandai
khususnya limpa. Informasi mengenai dengan turunnya testis pada jantan dan
morfofisiologi limpa nantinya diperlukan untuk pembukaan vagina pada betina.
membantu dalam menentukan status kekebalan Pengambilan Data Sampel Limpa.
kelelawar dan dapat menjadi data dasar dalam Kelelawar dibaringkan dengan menenga-
penelitian eksperimental yang menggunakan dahkannya (secara dorsal recumbency) di atas
kelelawar. styrofoam dengan memfiksir bagian sayap
proximal dan distal menggunakan jarum pentul.
Pembedahan laparotomi dilakukan dari ventral
METODE PENELITIAN sehingga rongga perut terbuka. Limpa kelelawar
diambil dengan mempreparir serosa dan
Penelitian dilaksanakan dari bulan pembuluh darah lienalis. Pengukuran terhadap
September 2016 hingga April 2017 di Labo- bobot, panjang, lebar, tebal, luas, dan volume
ratorium Anatomi dan Fisiologi, Departemen juga dilakukan. Pengukuran bobot limpa dila-
Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas kukan dengan timbangan digital. Pengukuran
Kedokteran Hewan IPB. panjang, lebar, dan tebal dilakukan dengan

64
Desrayni Hanadhita, et al Jurnal Veteriner

menggunakan jangka sorong. Pengu-kuran luas sekitar pemukiman penduduk. Kelelawar C.


dilakukan dengan mengalikan panjang dan brachyotis secara umum adalah pemakan buah
lebar limpa. Hasil pengukuran limpa berupa (frugivora) namun dilaporkan juga memakan
bobot, panjang, lebar, tebal, dan luas setiap ekor nektar (Campbell et al., 2007).
kelelawar dicari rataannya dan dikelompokkan
berdasarkan jenis kelamin. Rasio bobot limpa Ukuran Limpa serta Rasio Bobot Limpa
terhadap bobot badan juga dihitung. terhadap Bobot Badan
Pengukuran Kadar MDA dan SOD. Pengetahuan terhadap ukuran limpa suatu
Sampel limpa dari setiap individu kelelawar spesies dalam keadaan sehat dapat dijadikan
dibagi dua untuk pengukuran kadar MDA dan data dasar sebagai pembanding suatu penelitian
SOD. Masing-masing bagian ditimbang dan yang menjadikan limpa sebagai parameternya.
dicatat bobotnya dalam satuan mili gram Bobot limpa C.brachyotis pada penelitian ini
kemudian dicacah hingga halus. Cacahan limpa dibandingkan dengan bobot badannya sehingga
untuk pengukuran MDA dilarutkan dalam 1 diperoleh data dalam persentase yang dapat
mL larutan PBS-KCl pH 7,4 sedangkan untuk dibandingkan dengan individu lainnya.
pengukuran SOD dilarutkan dalam 1 mL Perbedaan bobot badan dan bobot limpa jantan
larutan PBS pH 7,4. Cacahan limpa dalam dan betina pada penelitian ini tidak berbeda
larutan PBS disentrifuse pada kecepatan 10.000 secara signifikan. Bobot badan kelelawar yang
rpm selama 20 menit dalam suhu 2-4°C dalam diamati berkisar antara 29-36 g dengan rataan
sentrifuge (Sorvall® RC 5B Plus). Supernatan bobot badan jantan lebih berat daripada betina
yang diperoleh dari hasil sentrifuse disimpan yaitu 35,07 ± 2,08 g untuk tiga ekor jantan dan
pada suhu -20°C sebelum dianalisis dengan 31,07 ± 2,54 g untuk empat ekor betina. Rasio
spektrofotometri (Hitachi® U-2001). Analisis bobot limpa dibandingkan bobot tubuh kelelawar
spektrofotometri MDA dilakukan dengan jantan juga sedikit lebih besar dibandingkan
panjang gelombang 532 nm sedangkan SOD betina (jantan 0,43 ± 0,04%; betina 0,35 ± 0,20%)
dengan panjang gelombang 480 nm. namun tidak berbeda secara signifikan. Rataan
keseluruhan rasio bobot limpa terhadap bobot
Analisis Data badan C. brachyotis yang dianalisis adalah
Semua hasil pengamatan yang diperoleh sebesar 0,4%. Rasio bobot limpa dibandingkan
dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bobot tubuh hewan lain yang telah
bentuk tabel. didokumentasikan antara lain tikus sebesar 0,2-
0,3% (Losco 1992) dan mencit sebesar 0,7%
(Webster dan Liljegren, 1955). Nilai rasio bobot
HASIL DAN PEMBAHASAN limpa terhadap bobot badan C.brachyotis lebih
besar atau hampir sama dengan nilai rasio tikus
Identifikasi Spesies Kelelawar namun lebih kecil dari mencit. Pengukuran
Kelelawar pemakan buah yang ditangkap terhadap panjang, lebar, dan tebal limpa
dan kemudian diidentifikasi berdasarkan berturut-turut menghasilkan rataan data
Panduan Lapangan Kelelawar Indonesia sebagai berikut: 1,44 ± 0,23 mm; 0,46 ± 0,07
(Suyanto 2001) merupakan codot krawar atau mm; dan 0,22 ± 0,09 mm pada kelelawar jantan,
spesies C. brachyotis. Kelelawar dinyatakan serta 1,53 ± 0,07 mm; 0,38 ± 0,08 mm; 0,24 ±
dalam kondisi sehat yang ditandai dengan 0,06 pada kelelawar betina. Berdasarkan data
kondisi segar bugar (fit) dan tidak lemas, tidak yang diperoleh, rataan luas limpa jantan sedikit
adanya perlukaan di permukaan tubuh, dan lebih besar daripada betina yaitu 0,66 ± 0,14 mm2
aspek permukaan mukosa yang baik. Kelelawar dan 0,57 ± 0,10 mm2 untuk jantan dan betina
C. brachyotis (codot krawar) merupakan namun tidak berbeda secara signifikan. Data
kelelawar suku Cynopterinae yang termasuk yang diperoleh dirangkum pada Tabel 1.
dalam keluarga pemakan tumbuhan, Limpa merupakan organ limfoid terbesar
Pteropodidae. Spesies ini tersebar secara luas dan berperan penting dalam fisiologi tubuh.
dari Asia Selatan menyebar di sebagian daerah Organ limpa mencakup tiga sistem di dalamnya
di selatan Tiongkok dan sebagian Asia Teng- yaitu sistem monosit makrofag, sistem limfatik,
gara. Kelelawar C. brachyotis dapat ditemukan dan sistem pembuluh darah. Parenkim limpa
di berbagai habitat seperti perkebunan hingga secara mikroskopis terdiri dari pulpa merah dan
hutan (Csorba et al., 2008). Kelelawar ini pulpa putih. Pulpa merah berperan penting
bersarang sendiri atau berkelompok kecil di area pada pembersihan partikel asing dalam darah

65
Jurnal Veteriner Maret 2018 Vol. 19 No. 1 : 62-70

Tabel 1.Hasil pengukuran bobot badan dan limpa kelelawar pemakan buah C. brachyotis.

Jenis Kelamin N Bobot Bobot Rasio Panjang Lebar Tebal Luas


Badan Limpa BL:BB* Limpa Limpa Limpa Limpa
(g) (g) (%) (mm) (mm) (mm) (mm-2)

Jantan 3 35,07 ± 0,15 ± 0,43 ± 1,44 ± 0,46 ± 0,22 ± 0,66 ±


2,08 0,02 0,04 0,23 0,07 0,09 0,14
Betina 4 31,07 ± 0,11 ± 0,35 ± 1,53 ± 0,38 ± 0,24 ± 0,57 ±
2,54 0,06 0,20 0,07 0,08 0,06 0,10

*)Keterangan : BL= Bobot Limpa; BB= Bobot Badan

via fagosit oleh makrofag, penyimpanan eritrosit yang menyebabkan ukuran limpa tidak terlalu
matang, dan hematopoiesis pada beberapa besar dibandingkan hewan seukurannya.
kondisi. Pulpa putih merupakan folikel-folikel Penelitian lebih lanjut mengenai keragaman
limfoid yang berperan dalam aktivasi limfosit- parasit yang menginfeksi kelelawar C.
T dan B serta sel-sel imunokompeten lainnya brachyotis perlu dilakukan untuk memastikan
(Fry dan McGavin, 2007; Brendolan et al., 2007). hipotesis tersebut.
Standar ukuran limpa pada suatu spesies Ukuran limpa juga dapat berubah secara
di dalam populasi dipengaruhi secara epigenetik dinamis yang tidak hanya dipengaruhi oleh
oleh lingkungan dan keberagaman parasit yang aktivitas sel-sel kekebalan namun juga
menginfeksinya (Morand dan Poulin, 2000; dipengaruhi oleh aktivitas fisiologis lain yang
Ardia 2005). Hewan yang hidup dalam populasi berlangsung di dalamnya. Fungsi fisiologis
berdensitas tinggi memiliki limpa yang lebih limpa berbeda antar spesies bergantung pada
besar akibat adanya penyebaran infeksi parasit sel-sel dan jaringan penyusunnya. Limpa
dalam satu populasi (Møller et al., 1993; Møller mamalia secara umum memiliki fungsi
et al., 2001). Individu yang mengalami seleksi reservoir darah dan hematopoiesis, sehingga
alam lebih keras dengan risiko paparan perubahan ukuran limpa tidak dapat secara
ektoparasit dan endoparasit tertinggi memiliki langsung diinterpretasikan sebagai peningkatan
ukuran limpa yang relatif besar untuk ukuran aktivitas kekebalan (Nunn 2002). Arsitektur
tubuhnya (Møller dan Erritzoe, 2002). sel-sel penyusun limpa menentukan fungsi
Keberagaman spesies parasit pada suatu spesies fisiologis limpa mamalia sehingga dapat
inang juga berperan besar pada evolusi ukuran diklasifikasikan menjadi tipe penyimpan, tipe
limpa spesies tersebut (Morand dan Poulin, 2000; pertahanan, dan intermediet. Limpa tipe
Brown dan Brown, 2002). Kelelawar secara penyimpan atau reservoir darah diidentifikasi
umum memiliki masa hidup panjang pada kucing dan anjing, tipe pertahanan
dibandingkan mamalia darat yang seukuran diidentifikasi pada manusia, mencit, dan tikus,
dengannya (South dan Wilkinson, 2009). Hewan sedangkan tipe intermediet diidentifikasi pada
dengan masa hidup panjang memiliki ruminansia dan babi (Haley 2003). Morfologi
kesempatan terinfeksi parasit dengan sel-sel penyusun limpa kelelawar belum pernah
keragaman tinggi dalam jangka waktu panjang didokumentasi hingga saat ini sehingga fungsi
(Poulin 1995), sehingga jika dikaitkan dengan fisiologisnya belum diketahui dan perbandingan
teori sebelumnya maka ukuran limpanya juga fungsi fisiologinya dengan spesies lain
relatif besar terhadap ukuran tubuhnya. memerlukan penelitian lebih lanjut.
Kelelawar C. brachyotis dalam penelitan ini Kondisi patologi pada individu juga dapat
memiliki ukuran limpa yang berukuran tidak berpengaruh secara langsung pada ukuran
terlalu besar relatif dengan ukuran tubuhnya limpa. Ukuran limpa yang membesar
yaitu berukuran mirip dengan tikus namun merupakan imbas dari meningkatnya massa
lebih kecil dari mencit. Kelelawar C. brachyotis parenkim dan volume limpa. Kondisi patologis
pada penelitian ini ditangkap di daerah yang paling sering menyebabkan meningkatnya
pemukiman penduduk seringkali ditemukan ukuran limpa yaitu peningkatan volume darah
bersarang sendiri atau tidak berkoloni dalam (kongesti), peningkatan sel sistem monosit
jumlah besar sehingga berisiko kecil mengalami makrofag, hiperplasia limfoid, peradangan, dan
paparan penularan parasit inter-antar spesies neoplasia (Fry dan McGavin, 2007). Sebaliknya,
66
Desrayni Hanadhita, et al Jurnal Veteriner

ukuran limpa yang mengecil merupakan sphate (ADP) dan Adenosin Monophospate
indikasi terjadinya hipofungsi limpa akibat dari (AMP). Kondisi hipoksia pada jaringan akan
kanker pada organ lain, neoplasma darah, dan meningkatkan konversi AMP menjadi hipo-
penyakit autoimun (Sabatino et al., 2013). xantin. Aliran darah akan kembali normal
setelah aktivitas fisik yang tinggi selesai melalui
Analisis Kadar ROS proses reperfusi. Proses reperfusi akan mengu-
Analisis ROS pada limpa kelelawar dalam bah hipoxantin menjadi xantin dan asam urat.
penelitian ini dilakukan dengan indikator kadar Proses ini akan menghasilkan radikal bebas
MDA dan dibandingkan dengan organ hati. yang dapat merusak membran melalui
Nilai MDA limpa C. brachyotis secara umum peroksidasi lipid (Candrawati 2013). Senyawa
jauh lebih besar daripada nilai MDA hati (Tabel MDA merupakan hasil dekomposisi hidrope-
2). Hati merupakan organ utama yang meng- roksida lipid yang berasal dari lipid yang bere-
hasilkan ROS yang tinggi dan menjadi organ aksi dengan radikal bebas (Birben et al., 2012),
yang seringkali terpapar dampak stres oksidatif sehingga tingginya nilai MDA menandakan
terbesar (Birben et al., 2012) sehingga nilai MDA tingginya produksi radikal bebas.
limpa yang lebih tinggi daripada hati menjadi Reactive Oxygen Species diketahui membe-
temuan yang unik pada suatu individu. Organ rikan dampak negatif melalui kerusakan
limpa di sisi lain juga merupakan organ yang oksidatif, namun tingginya ROS dalam limpa
berpotensi menghasilkan ROS tinggi karena C. brachyotis dapat memberikan keuntungan
berperan dalam pertahanan patogen blood- terhadap sistem pertahanan tubuh berkaitan
borne. dengan peran limpa sebagai pertahanan patogen
Organ-organ interna selama aktivitas fisik blood borne dan kelelawar sebagai reservoir
akan mengalami hipoksia dan iskemia karena virus. Yang et al. (2012) merangkum peran
oksigen secara umum terdistribusi ke otot yang penting ROS dalam sistem imunitas yaitu: (1)
bekerja. Tubuh kelelawar, sebagai reservoir virus berperan pada pensinyalan sel sebagai second
dan hewan yang dapat terbang, menghasilkan messengers dan mengaktivasi sel-sel kekebalan;
radikal bebas atau ROS yang tinggi berkaitan (2) merupakan senjata sel fagosit melawan
dengan respons kekebalan seluler dan tingginya mikroorganisme yang disebut sebagai respira-
laju metabolisme. Metabolisme makhluk hidup tory burst atau oxidative burst; (3) berperan
dalam keadaan fisiologis menghasilkan ROS dalam surveilance imunitas dan pengenalan
sebagai produk sampingannya. Konsentrasi antigen oleh pattern recognition receptors
ROS dalam jumlah rendah sampai sedang (PRR); (4) berperan dalam aktivitas antibakteri
memiliki peran dalam proses fisiologis sel, dan antivirus serta aktivasi pensinyalan untuk
namun pada konsentrasi tinggi ROS dapat respons imunitas spesifik; (5) berperan dalam
menyebabkan stres oksidatif dan bermanifestasi sitolisis sel oleh sel natural killer (NK); (6)
pada kerusakan pada beberapa komponen seperti merangsang diferensiasi sel dendrit dari sel
lipid, protein, dan DNA serta seringkali berujung hematopoietik; (7) aktivasi sel T dengan stimu-
pada terjadinya kanker dan penyakit degeneratif lasi reseptor sel T dan meregulasi apoptosis sel
(Buffeinstein 2008; Birben et al., 2012; Zuo et T; (8) berperan dalam aktivasi dan pensinyalan
al., 2015). sel B; serta (9) berperan dalam supresi yang
Kebutuhan energi tinggi saat kelelawar dimediasi sel T regulator dalam diferensiasi
terbang, meningkatkan konversi Adenosin sitokin peradangan dan menurunkan reaksi
Triphosphate (ATP) menjadi Adenosin Dipho- peradangan berlebihan. Tingginya kadar ROS

Tabel 2. Kadar superoxide dismutase (SOD) dan malonaldehyde (MDA) organ limpa dibandingkan
organ hati kelelawar pemakan buah C. brachyotis.

Rasio Limpa Hati


Jenis Kelamin N BL:BB* (%) MDA SOD MDA SOD
(gr-1.sampel) (gr-1.sampel) (gr-1.sampel) (gr-1.sampel)

Jantan 3 0,43 ± 0,04 29,62 ± 15,64 55,56 ± 26,79 1,68 ± 0,82 5,72 ± 0,73
Betina 4 0,35 ± 0,20 14,34 ± 5,25 37,13 ± 15,26 5,30 ± 3,75 7,96 ± 0,47

*)Keterangan : BL= Bobot Limpa; BB= Bobot Badan

67
Jurnal Veteriner Maret 2018 Vol. 19 No. 1 : 62-70

dalam limpa C. brachyotis dapat mengin- tertinggi di dalam darah, hati, dan ginjal (Filho
dikasikan adanya aktivitas kekebalan yang et al., 2006), sedangkan limpa C. brachyotis
tinggi di dalam limpa. dalam penelitian ini memiliki kadar SOD lebih
Kelelawar yang digunakan dalam penelitian besar dari hati. Kadar SOD yang tinggi
ini adalah kelelawar liar yang ditangkap diperkirakan mengikuti tingginya kadar MDA,
langsung dari alam yang secara fisik sehat dan karena pada saat terjadi stres oksidatif, sel akan
dalam keadaan aktif, namun status infeksi yang berusaha mengantisipasi kerusakan dengan
dibawanya tidak diketahui.Penelitian yang telah menghasilkan oksidan dan mengembalikan
dilakukan oleh Gomez et al. (2016) menyatakan keseimbangan redoks (Birben et al., 2012).
bahwa limpa kelelawar P. alecto didominasi oleh Kadar SOD dalam limpa kelelawar dua kali lebih
CD8+ sel T dibandingkan CD4+ sel T dalam besar dari kadar MDA, sehingga diperkirakan
keadaan belum mengenal virus. CD8+ sel T antioksidan endogen mampu mengimbangi dan
naïve memiliki kapasitas untuk mengenali menetralisir produksi radikal bebas yang tinggi
patogen dengan ekspansi yang masif dan dalam limpa dan mencegah kerusakan oksidatif.
berdiferensiasi menjadi sel sitotoksik yang
bermigrasi ke seluruh bagian tubuh untuk
mengatasi infeksi (Zhang dan Bevan, 2011). Sel SIMPULAN
T sitotoksik CD8 + menghasilkan molekul
sitolitik seperti granzymes dan perforin yang Kelelawar C. brachyotis memiliki rasio bobot
dapat melisiskan sel secara langsung sehingga limpa dibandingkan bobot badan sebesar 0,4%
sel ini memiliki peran strategis untuk dan relatif tidak beda antara jantan dan betina.
perlawanan patogen intraselular termasuk virus Kadar MDA dalam organ limpa C. brachyotis
(Lier et al., 2003). Kondisi populasi CD8+ sel T lebih tinggi daripada organ hati. Rataan ukuran
yang tinggi pada limpa kelelawar diduga limpa yang lebih besar memiliki rataan kadar
merupakan bentuk kesiagaan pertahanan tubuh MDA yang lebih tinggi. Kadar MDA yang tinggi
kelelawar dalam melawan infeksi virus (Gomez dalam limpa juga disertai dengan kadar SOD
et al., 2016). Tingginya kadar ROS dalam yang tinggi.
penelitian ini mendukung dugaan tersebut yang
mengindikasikan adanya aktivitas kekebalan
yang tinggi dalam limpa kelelawar akibat SARAN
kesiapannya dalam menerima infeksi. Aktivitas
kekebalan yang tinggi secara teori dapat Penelitian terhadap keberagaman ektopa-
meningkatkan ukuran limpa yang juga rasit dan endoparasit C. brachyotis perlu
didukung oleh lebih besarnya ukuran limpa pada dilakukan untuk memastikan pengaruhnya
hewan jantan yang memiliki kadar MDA terhadap ukuran limpa. Kajian mendalam
dibandingkan hewan betina pada penelitian ini. terhadap morfologi makroskopis dan mikroskopis
limpa dan organ limfoid kelelawar secara umum
Analisis Kadar SOD termasuk sel dan jaringan penyusunnya perlu
Analisis kadar SOD limpa C. brachyotis dilakukan lebih lanjut untuk dapat memahami
dilakukan dalam penelitian ini untuk fisiologi organ kekebalan kelelawar termasuk
mengetahui aktivitas antioksidan di dalamnya. limpa secara keseluruhan.
Senyawa SOD merupakan enzim intraseluler
yang berperan dalam degradasi senyawa radikal
bebas atau ROS utama yaitu super oksida UCAPAN TERIMA KASIH
(Wresdiyati et al., 2007; Birben et al., 2012).
Sejalan dengan tingginya kadar MDA pada Terima kasih penulis sampaikan kepada
limpa C. brachyotis, kadar SOD limpa juga jauh Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan
lebih tinggi dibandingkan dengan kadar SOD Tinggi atas bantuan pendanaan berdasarkan
pada organ hati (Tabel 2). Vertebrata secara Surat Perjanjian Penugasan Program Penelitian
umum menghasilkan antioksidan untuk Tahun Anggaran 2016 Nomor: 330/SP2H/LT/
menetralisir radikal bebas yang terbentuk DRPM/IX.2016 tanggal 8 September 2016 dalam
untuk menjaga homeostasis tubuh (Birben et program Beasiswa Pendidikan Magister Menuju
al., 2012). Kelelawar telah diketahui memiliki Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU) Batch
aktivitas SOD yang lebih tinggi dibandingkan II.
manusia dan primata dengan kadar SOD

68
Desrayni Hanadhita, et al Jurnal Veteriner

DAFTAR PUSTAKA Damayanti NLPI, Sendow I. 2015. Ebola:


Penyakit eksotik zoonosis yang perlu
Ardia DR. 2005. Cross-fostering reveals an effect diwaspadai. Wartazoa 25(1): 29-38.
of spleen size and nest temperatures on
Dobson AP. 2005. What links bats to emerging
immune responses in nestling Europian
infectious diseases?. Science 310: 628-629.
starling. Oecologia 145: 327-334.
Filho DW, Althoff SL, Dafre AL, Boveris A. 2007.
Baker ML, Schountz T, Wang LF. 2012.
Antioxidant defenses, longevity and
Antiviral immune response of bats: A review.
ecophysiology of South American bats. Comp
Zoonoses Public Hlth 60: 104-115.
Biochem Physiol 146: 214-220.
Bhatnagar PS. 2013. A Classified list of
Fry ME, McGavin MD. 2007. Bone Marrow, blood
Megachiroptera in South-East Asia. Malay
cells, and lymphatic system. Dalam:
Nat J 65(2): 22-29.
McGavin MD, Zachary JF. (Eds). Pathologic
Birben E, Sahiner UM, Sackesen C, Erzurum Basis of Veterinary Disease 4th Edition.
S, Kalayci O. 2012. Oxidative stress and Missouri: Mosby Elsevier.
antioxidant defense. WAO: 9-19.
Gomez JM, Periasamy P, Dutertre CA, Irving
Brendolan A, Rosado MM, Carsetti R, Selleri L, AT, Ng JHJ, Crameri G, Baker ML,
Dear TN. 2007. Development and function Ginhoux F, Wang LF, Alonso S. 2016.
of the mammalian spleen. BioEssays 29: Phenotypic and functional characterization
166-177. of the major lymphocyte populations in the
fruit-eating bat Pteropus alecto. Nature
Bronte V, Pittet M. 2013. The spleen in local
6(37796): 1-13
and systemic regulation of immunity.
Immunity 39: 806-818 Haley PJ. 2003. Species differences in the
structure and function of the immune
Brown CR, Brown MB.2002. Spleen volume
system. Toxicology 188: 49-71.
varies with colony size and parasite load in
a colonial bird. Proc R Soc Lond B 269: Han HJ, Wen HL, Zhou CM,Chen FF, Luo LM,
1367-1373 Liu JW, Yu XJ. 2015. Bats as reservoir of
severe emerging infectious diseases. Virus
Buffeinstein R, Edrey YH, Yang T, Mele J. 2006.
Research 205: 1-6.
The oxidative theory of aging: embattled or
invincible? Insight from non-traditional Lier RA, Berge IJM, Gamadia LE. 2003. Human
model organisms. Age 30: 99-109. CD8+ T-Cell differentiation in response to
viruses. Nature Reviews 3: 1-8
Calisher CH, Childs JE, Field HE, Holmes KV,
Schountz T. 2006. Bats: Important Reservoir Losco P. 1992. Normal Development, Growth,
Hosts of Emerging Viruses. Clin Microbiol and Aging of the Spleen. Dalam Mohr U,
Rev 19(3): 531-545. Dungworth, Dh Capen CC. (Eds) Patho-
biology of Aging Rat. Vol I. Washington DC.
Campbell P, Schneider CJ, Zubaid A, Adnan AM,
ILSI Press. Hlm.75-94.
Kunz TH. 2007. Morphological and ecological
correlates of coexistence in malaysian fruit Luis AD, Hayman DTS, O’Shea TJ, Cryan PM,
bats (Chiroptera: Pteropodidae). J Mammal Gilbert AT, Pulliam JR, Mills JN, Timonin
88(1): 105-118. ME, Willis CKR, Cunningham AA, Fooks
AR, Rupprecht CE, Wood JLN, Webb CT.
Candrawati S. 2013. Pengaruh aktivitas fisik
2013. A comparison of bats and rodents as
terhadap stres oksidatif. Mandala of Health
reservoirs of zoonotic viruses: Are bats
6(1): 454-461.
special? Proc R Soc B 280: 1-9.
Csorba G, Bumrungsri S, Francis C, Bates P,
Messengger SL, Smith JS, Rupprecht CE. 2002.
Gumal M, Kingston T, Molur S, Srinivasulu
Emerging Epidemiology of Bat-Associated
C. 2008. Cynopterus brachyotis. The IUCN
Cryptic Cases of Rabies in Humans in the
Red List of Threatened Species 2008:
United States. Clin Infect Dis 35: 738-747.
e.T6103A12432460. [Internet]. [Diacu 2017
April 8]. Tersedia dari: http://dx.doi.org/ Møller AP, Dufva R, Allander K. 1993. Parasites
10.2305/IUCN.UK.2008.RLTS. and the evolution of host social behavior. Adv
T6103A12432460.en. St Behav 22: 65-102.

69
Jurnal Veteriner Maret 2018 Vol. 19 No. 1 : 62-70

Møller AP, Merino S, Brown C, Robertson RJ. Sohayati AR, Zaini CM, Hassan L, Epstein
2001. Immune defense and host sociality: a J,Suri S, Daszak P, Sharifah SH. 2008.
comparative study of swallows and martins. Ketamine and xylazine combinations for
Am Nat 158: 136-145. short-term immobilization of wild variable
flying foxes (Pteropus hypomelanus). J Zoo
Møller AP, Erritzoe J. 2002. Coevolution of host
Widl Med 39(4): 674-676.
immune defence and parasite-induced
mortality: relative spleen size and mortality South JM, Wilkinson GS. 2009. Bats and birds:
in altricial birds. Oikos 99: 95-100. Exceptional longevity despite high metabolic
rates. Ageing Res Rev 237: 1-8.
Morand S, Poulin R. 2000. Nematode parasite
species richness and the evolution of spleen Suyanto A. 2001. LIPI-Seri Panduan Lapangan;
size in birds. Can J Zoo 78: 1356-1360. Kelelawar di Indonesia. Bogor: Puslitbang
Biologi-LIPI.
Nunn CL. 2002. Spleen size, disease risk and
sexual selection: A comparative study in Webster SH, Liljegren EJ. 1955. Organ: Body-
primates. Evol Ecol Res 4: 91-107. weight ratios for certain organs of laboratory
animals. III. White Swiss mouse. Dev Dyn
O’Shea TJ, Cryan PM, Cunningham AA, Fooks
97(1): 129-153.
AR, Hayman DTS, Luis AD, Peel AJ,
Plowright RK, Wood JLN. 2014. Bat flight Wresdiyati T, Astawan M, Fithriani D, Adnyane
and zoonotic viruses. Emerg infect diseases IKM, Novelina S, Aryani S. 2007. Pengaruh
20(5): 741-745. á-tokoferol terhadap profil superoksida
dismutasi dan malonaldehida pada jaringan
Poulin R. 1995. Phylogeny, ecology, and the
hati tikus di bawah kondisi stres. J
richness of parasite communities in
Veteriner 202-209.
vertebrates. Ecol Appl 65(3): 283-302.
Yang Y, Bazhin AV, Werner J, Karakhanova S.
Sabatino AD, Maffe GC, Brunetti L, Guerci M,
2012. Reactive Oxygen Species in the
Corazza GR. 2013. Splenic hypofunction in
Immune System. Int Rev Immunol 1-22.
patients with an incidental finding of small-
sized spleen at abdominal ultrasound. Intern Zhang N, Bevan MJ. 2011. CD8+ T cells: Foot
Emerg Med 8: 361-362. soldiers of the immune system. Immunity
35(2): 161-168.
Schneeberger K, Czirjak GGA, Volgt CC. 2013.
Inflammatory challenge increases measures Zuo L, Zhou T, Pannell BK, Ziegler AC, Best
of oxidative stress in free-ranging long-lived TM. 2015. Biological and physiological role
mammal. J Exp Biol 216: 4514-4519. of reactive oxygen species- the good, the bad,
and the ugly. Acta Physiol. 214: 329-348.
Schountz T. 2014. Immunology of bats and their
viruses: Challenges and opportunities.
Viruses 6: 4880-4901.
Smith I, Wang LF. 2013. Bats and their virome:
An important source of emerging viruses
capable of infecting humans. Curr Opin Virol
3: 84-91.

70

Anda mungkin juga menyukai