Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masa balita merupakan fase yang penting, karena menentukan kualitas

kesehatan, kesejahteraan, pembelajaran dan perilaku di masa mendatang (WHO,

2014). Secara garis besar ranah perkembangan anak terdiri atas motorik kasar,

motorik halus, bahasa/bicara, dan personal sosial/kemandirian. Masa balita

berlangsung sangat pendek serta tidak dapat diulang lagi, maka masa balita

disebut sebagai “masa keemasan” (golden period), “jendela kesempatan”

(window of opportunity) dan “masa kritis” (critical period). (Kemenkes RI,

2016).

Perkembangan anak di bawah lima tahun (Balita) merupakan bagian

yang sangat penting (Riskedas, 2013). Pada masa ini anak juga

mengalami periode kritis. Berbagai bentuk penyakit, seperti ISPA, diare,

tuberculosis, campak, malaria, HIV , difteri, dan masalah gizi bahkan

sampai usia lanjut (Depkes, 2013).

Permasalahan gizi yang dijumpai pada balita diindonesia adalah gizi

lebih dan kurang. Sebagian anak mengalami obesitas, namun sebagian lainnya

mengalami stunting atau tubuh pendek, kurus, hingga gizi buruk (Riskesdas,

2013 ). Dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh masalah gizi pada

1
2

1.000 hari pertama kelahiran ( HPK ) salah satunya masalah stunting,

dampak stunting dalam jangka pendek adalah perkembangan otak,

kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, dan metabolisme tubuh yang

terganggu, sedangkan dalam jangka panjang adalah kemampuan kognitif dan

prestasi belajar yang menurun, menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah

sakit, resiko tinggi untuk munculnya penyakit tidak menular, serta kualitas

kerja yang tidak kompetitif yang berakibat pada rendahnya produktivitas

ekonomi (Kementrian Kesehatan RI, 2016). Kurang gizi yang dialami

pada awal kehidupan juga berdampak pada peningkatan risiko gangguan

metabolik yang berujung pada kejadian penyakit tidak menular pada usia

dewasa (.Pemantauan Status Gizi 2017 ) Menurut Depkes RI, beberapa

dampak yang timbul akibat obesitas pada anak-anak antara lain, akan

menimbulkan masalah kardiovaskuler, anak cenderung mengalami peningkatan

tekanan darah dan denyut jantung sekitar 20-30% akan menderita hipertensi,

diabetes Mellitus tipe-2, serta obstructive apnea yang dijumpai pada anak

obesitas dengan kejadian 1/100 dengan gejala mengorok atau mendengkur,

serta berisiko mengalami gangguan ortopedik yang disebabkan oleh berat

badan

Gizi (nutrition) adalah suatu proses organisme menggunakan makanan

yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan


3

untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-

organ serta menghasilkan energi.

Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk

variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu.

Malnutrisi adalah keadaan patologis akibat kekurangan atau kelebihan secara

relative maupun absolute satu atau lebih zat gizi. Malnutrisi terdiri dari 4

bentuk yaitu Under Nutrition, Specific Deficiency, Over Nutrition, Dan

Imbalance (Supariasa, Bakri, Fajar, 2012 dalam vicka, 2017) Status gizi

merupakan salah satu dari tujuh belas tujuan yang akan dicapai dalam

target Sustainable Development Goals (SDGs) 2015 yaitu Tujuan 2 melingkupi

gizi kesehatan masyarakat, yaitu mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan

pangan, meningkatkan gizi, serta mendorong pertanian yang berkelanjutan dan

terdapat 8 target di dalamnya.

Berdasarkan publikasi terbaru WHO (World Health Organization) (2018)

berjudul Reducing Stunting in Children menyebutkan secara global pada 2016,

sebanyak 22,9% atau 154,8 juta anak-anak balita stunting. Di Asia, terdapat

sebanyak 87 juta balita stunting pada 2016, 59 juta di Afrika, serta 6 juta di

Amerika Latin dan Karibia, Afrika Barat (31,4%), Afrika Tengah (32.5%),

Afrika Timur (36.7%), Asia Selatan (34.1%). (PSG) 2017 Prevalensi anak

obesitas baik di negara maju maupun negara berkembang mengalami

peningkatan dalam jumlah yang mengkhawatirkan. Prevalensi anak obesitas


4

mencapai 13,9% tahun 2009 di Spanyol dan mencapai 15,3% tahun 2012 di Cina

(Ochoa et al., 2013). Menurut World Health Organization (WHO, 2015),

Prevalensi kelebihan berat tubuh dan obesitas di negara-negara maju seperti

Amerika, Eropa, dan Mediterania Timur telah mencapai tingkatan yang sangat

tinggi. Kejadian ini tidak hanya terjadi di negara maju, kenaikan prevalensi

kelebihan berat badan dan obesitas juga terjadi di negara-negara berkembang di

Asia Tenggara dan Afrika. .

Indonesia masih menghadapi permasalahan gizi yang berdampak serius

terhadap kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Permasalahan gizi yang

dimaksud antara lain kegagalan pertumbuhan pada awal kehidupan seperti

Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), Stunting, Wasting (Gizi Buruk) yang akan

berdampak pada pertumbuhan selanjutnya. Anak yang kekurangan gizi

nantinya akan mengalami hambatan kognitif dan kegagalan pendidikan

sehingga berdampak pada rendahnya produktifitas di masa dewasa.

Indonesia menempati posisi ke lima di dunia dalam hal masalah gizi pada

tahun 2017 mencapai 17,8% dari total 87 juta jumlah anak nasional. Jumlah

tersebut terdiri dari Balita yang mengalami gizi buruk 3,8% dan 14% gizi

kurang . Sedangkan balita overweight sebesar 4,6 %.

Hasil PSG (Pemantauan Status Gizi) Nasional Tahun 2017

menunjukkan kondisi dimana terjadi peningkatan kasus gizi buruk di setiap

Provinsi termasuk Provinsi Kepulauan Riau. Data wasting meningkat dari 3 %


5

di Tahun 2016 menjadi 4,4% di tahun 2017. Namun demikian, masuk 10

besar provinsi terbaik dalam capaian penurunan Underweight pada Balita (dari

17,7% turun menjadi 16,4%). Kasus gizi buruk di Provinsi Kepulauan Riau

tahun 2017 sebanyak 262 balita yang tersebar di 7 kab/kota, terbanyak di

Kota Batam (154 balita) dan paling sedikit jumlahnya di Kabupaten Anambas (

3 balita). Sedangkan untuk kasus overweight pada balita di kepulauan riau

sebanyak 4,4 %

Menurut profil kesehatan kota Batam 2018, hasil pemantauan status gizi

balita jumlah balita keseluruhan 72.934 ,menurut BB/U yaitu gizi

buruk/sangat kurang ( 0,35 % ), gizi kurang ( 2,721 % ), gizi baik ( 49,15 % ),

dan gizi lebih ( 1,12 % ). Menurut BB/TB, balita sangat kurus ( 0,2 % ), kurus

( 0,7 % ), normal ( 50,1% ), dan gemuk ( 1,5 % ). Angka balita sangat kurus

tertinggi pertama di wilayah Puskesmas Batu Aji sebanyak 126 balita ( 0,8 %

) untuk balita gemuk sebanyak 253 balita ( 1,7 % ), tertinggi kedua angka

balita sangat kurus di wilayah kerja Puskesmas Sei langkai sebanyak 54 balita

( 0,4 % ) untuk balita gemuk sebanyak 18 balita ( 0,3 % ) dan tertinggi ketiga

yaitu di wilayah kerja puskesmas Sekupang sebanyak 35 balita ( 0,3 % ) untuk

balita gemuk 164 balita ( 1,8 % )

Berdasarkan survey pendahuluan dengan cara wawancara

sementara yang dilakukan peneliti terhadap 10 ibu yang membawa

anaknya untuk ditimbang berat badan di Posyandu wilayah Puskesmas Batu


6

Aji pada tanggal 15 Februari 2019, hasil yang didapatkan satu anak

mengalami gizi buruk dengan berat badan 8,7 kg untuk usia 3 tahun. Setelah

dilakukan wawancara mendalam, balita yang mengalami gizi buruk tidak

mendapatkan asi eksklusif dan diberikan susu formula dari usia 2,5 bulan. Ibu

balita tidak memperhatikan gizi dalam menu makan anaknya. Misalnya tidak

memberikan beraneka ragam makanan dan tanpa mempertimbangkan nilai gizi

dari makanan yang diberikan.

Penilaian status gizi anak usia prasekolah yang digunakan oleh Riskesdas

2013 sebagai indikator pertumbuhan yang dikonversikan ke dalam nilai terstandar

(Zscore) menggunakan baku antropometri anak balita World Health Organization

(WHO) 2005, dapat dilihat dengan batasan melalui berat badan menurut umur

(BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan

(BB/TB).

Salah satu penyebab kasus gizi buruk di Provinsi Kepulauan Riau tahun

2017 adalah Pola Asuh yang salah (63,4%). Pola Asuh dalam hal ini adalah

perlakuan atau cara pemberian asupan makanan yang salah yang terus

menerus dilakukan oleh keluarganya. Kegagalan keluarga dalam memberikan

nutrisi yang baik bagi si anak seperti , tidak memberikan ASI Ekslusif,

pemberian makanan (MP ASI) terlalu dini, kebiasaan memberikan jajanan yang

tidak sehat kepada anaknya, tidak ber- PHBS, sanitasi yang jelek, dsb ( PSG

2017)
7

Pola asuh merupakan interaksi antara anak dan orang tua selama

mengadakan kegiatan pengasuhan. mengasuh anak adalah mendidik,

membimbing dan memelihara anak, mengurus makanan, minuman, pakaian,

kebersihannya, atau pada segala perkara yang seharusnya diperlukannya, sampai

batas bilamana si anak telah mampu melaksanakan keperluannya yang vital,

seperti makan, minum, mandi dan berpakaian. Salah satu yang

mempengaruhinya yaitu ibu, keadaan gizi di pengaruhi oleh kemampuan

ibu menyediakan pangan yang cukup untuk anak serta pola asuh yang di

pengaruhi oleh faktor pendapatan keluarga, pendidikan, prilaku dan jumlah

saudara (vicka , 2014 )

Hasil penelitian (Munawaroh, 2015) dengan judul “Pola Asuh

Mempengaruhi Status Gizi Balita “ didapatkan hasil Pola asuh pemberian

makanan oleh or a ng t u a memp u nya i h u b u nga n ya ng signifikan terhadap status

gizi balita. Semakin baik pola asuh yang diberikan maka semakin baik status gizi balita

dan sebaliknya apabila ibu memberikan pola asuh yang kurang baik dalam pemberian

makanan pada balita maka status gizi balita juga akan terganggu. Terdapat hubungan

pola asuh ibu dengan status gizi karena peranan orang tua sangat berpengaruh

dalam keadaan gizi anak, pola asuh memegang peranan penting dalam

terjadinya gangguan pertumbuhan pada anak, asuhan orang tua terhadap anak

mempengaruhi tumbuh kembang anak melalui kecukupan makanan dan

keadaan kesehatan (Pratiwi, 2016 dalam munawaroh.),


8

Penelitian Ariska Putri H (2017) dengan judul “Hubungan Pola Asuh

Orang Tua Dengan Status Gizi Pada Balita usia 1 – 5 tahun di desa

Selokgondang Kecamatan Sukodono Kabupaten Lumajang.” didapatkan hasil

88,7% orang tua mempunyai pola asuh democratic,dan status gizi balita

berdasarkan indeks BB/U termasuk status gizi baik.Sehingga dapat ditarik

kesimpulan adanya hubungan pola asuh orang tua dengan status gizi pada balita

usia 1 – 5 tahun di desa Selokgondang kecamatan Sukodono kabupaten

Lumajang.”

Sejalan dengan penelitian ( vicka dkk ,2014) dengan judul “Hubungan

Pola Asuh Ibu dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Ranotana

Weru Kecamatan Wanea kota Manado”didapatkan hasil terdapat hubungan

antara pola asuh ibu dengan status gizi balita . Pola asuh ibu yang baik

,menghasilkan status gizi yang baik.

Dalam rangka percepatan perbaikan gizi, pemerintah telah mengeluarkan

Peraturan Presiden nomor 42 Tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan

Perbaikan Gizi yang fokus pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Tahun

2017. Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK)

sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia no. 52 Tahun 2015 y a i t u p rogram 1000 HPK (Hari Pertama

Kehidupan) berupa pemberian tablet Fe (zat besi) pada Ibu Hamil, IMD,

ASI Ekslusif, MP-ASI, Sosialilasi gerakan KADARZI, Gizi Seimbang melalui


9

media massa dan elektronik serta koordinasi dengan lintas sektor (Badan

Ketahanan Pangan) , Dinas sosial, Dinas UKM dan Koperasi terkait bantuan

untuk keluarga Balita gizi buruk. Sedangkan upaya yang telah dilakukan

pemerintah adalah Pelacakan kasus gizi buruk perawatan kasus gizi buruk di

Puskesmas dan Rujukan ke Rumah Sakit distribusi dan Pemberian PMT bagi

Ibu Hamil dan Balita pemantauan kasus gizi buruk pasca perawatan (Follow up),

Konseling pada keluarga melalui kunjungan rumah ,Pemantauan status gizi

rutin diadakan setiap tahun untuk menjaring balita gizi buruk yang tidak

datang ke Posyandu atau Puskesmas, Integrasi program KIA – Gizi melalui

Kelas Ibu Hamil dan Ibu Balita.

Berdasarkan data-data dan studi pendahuluan yang diperoleh,

Penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Hubungan

Pola Asuh Orang Tua Dalam Pemenuhan Nutrisi dengan Status Gizi

Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Batu Aji Tahun 2019 “

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah terdapat

Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dalam Pemenuhan Gizi Dengan Status

Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Batu Aji Tahun 2019?”


10

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola asuh

orang tua dal am p em enuhan gi z i dengan status gizi balita di

wilayah kerja Puskesmas Batu Aji Tahun 2019.

1.3.2. Tujuan Khusus

1.3.2.1. Mengidentifikasi distribusi frekuensi pola asuh orang tua dalam

pemenuhan gizi di wilayah kerja Puskesmas Batu Aji Tahun

2019.

1.3.2.2. Mengidentifikasi distribusi frekuensi status gizi balita di wilayah

kerja Puskesmas Batu Aji Tahun 2019.

1.3.2.3. Menganalisa hubungan pola asuh orang tua dalam

pemenuha gizi dengan status gizi balita di wilayah kerja

Puskesmas Batu Aji Tahun 2019.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoritis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai

pengembangan teori dan ilmu pengetahuan khususnya di bidang

keperawatan anak mengenai pola asuh orang tua dengan status gizi

balita sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut.


11

1.4.2. Manfaat Praktis

1.4.2.1. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan untuk

menambah wawasan tentang pola asuh orang tua dalam

pemenuhan gizi dengan status gizi balita.

1.4.2.2. Bagi Orang Tua

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai pengetahuan

bagi orang tua untuk mencegah terjadinya gizi buruk pada

anak balita.

1.4.2.3. Bagi Penelitian Yang Akan Datang

Hasil penelitian ini dapat dijadikan data dasar dalam

pengembangan penelitian lain dengan ruang lingkup yang

sama

1.4.2.4. Bagi Instansi Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi

Puskesmas sebagai bahan masukan dan informasi dalam

menyikapi masalah kesehatan gizi pada balita khususnya yang

diasuh oleh orang tua (ibu)


12

1.5. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1
Keaslian Penelitian Yang Terkait Dengan Hubungan Pola Asuh Orang Tua
Dalam Pemenuhan Gizi Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja
Puskesmas Batu Aji Kota Batam Tahun 2019
No. Judul Karya Ilmiah Variabel Jenis Hasil Penelitian
Dan Penulis Penelitian
1. Hubungan Pola - Pola asuh Cross Terdapat hubungan
Asuh Orangtua ibu sectional. pola asuh orang tua
Dengan Status Gizi - Status gizi dengan status gizi anak
Anak Tunagrahita balita di SLB C Budi Asih
Mampu Didik Wonosobo dengan p
Kelas Dasar Di value 0,022.
SLB C Budi Asih
Wonosobo (Yulia
Fitriyani Sutadi,
2016)
2. Hubungan Pola - Pola asuh Cross Hasil penelitian
Asuh Ibu dengan makan sectional. menunjukkan terdapat
Status Gizi Balita - Pola asuh hubungan yang
di Wilayah kesehatan signifikan antara pola
Kerja Puskesmas - Pola asuh asuh makan (p=0,014)
Belimbing Kota psikososial dan pola asuh
Padang (Tiara, dkk, - Status gizi kesehatan dengan
2016). balita status gizi (p=0,006).
Pola asuh psikososial
tidak terdapat adanya
hubungan signifikan
dengan status gizi
(p=0,842).
3. Hubungan Pola - Pola asuh Cross Ada hubungan antara
Asuh Ibu Dengan ibu Sectional pola asuh ibu dengan
Status Gizi Balita - Status gizi status gizi balita di
Di Wilayah Kerja balita Wilayah Kerja
Puskesmas Puskesmas Ranotana
Ranotana Weru Weru Kecamatan
Kecamatan Wanea Wanea Kota Manado
Kota Manado dengan p value 0,001.
(Vicka, dkk, 2014).

Anda mungkin juga menyukai