Anda di halaman 1dari 26

PROPOSAL LAPORAN DESAIN INOVATIF

STASE KEPERAWATAN KOMUNITAS DAN KELUARGA

“PENERAEPAN PROGRAM BINA KELUARGA LANSIA TERHADAP


KELUARGA DENGAN LANSIA SEHAT DI RT 22 DAN 38
KELURAHAN BAYUR ”

Oleh :

KELOMPOK 4

PRODI PROFESI NERS JURUSAN KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES KALIMANTAN TIMUR
TAHUN 2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan
kesehatan diselenggarakan berdasarkan perikemanusiaan, pemberdayaan
dan kemandirian, adil dan merata, serta pengutamaan dan manfaat dengan
perhatian khusus pada penduduk rentan antara lain ibu, bayi, anak, lanjut
usia dan keluarga miskin. Dampak keberhasilan pembangunan kesehatan
ditandai dengan meningkatnya umur harapan hidup, menurunnya tingkat
kematian bayi dan ibu melahirkan. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik
tahun 2014, umur Harapan Hidup (UHH) di Indonesia untuk wanita adalah
73 tahun dan untuk pria adalah 69 tahun. Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional memproyeksikan umur harapan hidup di Indonesia
pada tahun 2025 dapat mencapai 73,6 tahun.
Upaya peningkatan kesejahteraan pada lanjut usia diarahkan untuk
memperpanjang usia harapan hidup dan masa produktif agar terwujud
kemandirian dan kesejahteraan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah
peningkatan pelayanan kesehatan geriatri di rumah sakit.
Data Pusat Data dan Informasi, Kemenkes RI, 2016, Hasil Estimasi Data
Penduduk Sasaran Program Pembangunan Kesehatan Tahun 2015-2019
bahwa penduduk usia lanjut > 60 tahun sebanyak 22.630.882 jiwa dengan
rincian yang berdasarkan jenis kelamin laki-laki : 10.722.224 jiwa dan
perempuan 11.908.658 jiwa. Kemudian penduduk usia lanjut usia risiko
tinggi > 70 tahun sebanyak 8.490.356 jiwa dengan rincian yang
berdasarkan jenis kelamin laki-laki : 3.694.220 jiwa dan perempuan
4.796.136 jiwa.
Dengan terjadi peningkatan populasi lanjut usia di Indonesia yang
dapat menimbulkan permasalahan terkait aspek medis, psikologis,
ekonomi, dan sosial sehingga diperlukan peningkatan pelayanan kesehatan
terhadap warga lanjut usia. Dengan kondisi multi penyakit, berbagai
penurunan fungsi organ, gangguan psikologis, dan sosial ekonomi serta
lingkungan pada warga lanjut usia, pelayanan terhadap warga lanjut usia di
rumah sakit dilakukan melalui pelayanan geriatri terpadu yang paripurna
dengan pendekatan multidisiplin yang bekerja secara interdisiplin. Untuk
mewujudkan pelayanan geriatri terpadu di Community Based Geriatric
service. Dengan demikian diperlukan kesiapan dan peran keluarga yang
mempunyai lansia untuk membinanya melalui kelompok kegiatan Bina
Keluarga Lansia (BKL). Bina Keluarga Lansia (BKL) adalah kelompok
kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan ketrampilan keluarga yang
mempunyai keluarga dalam pengasuhan, perawatan, pemberdayaan lansia
agar dapat meningkatkan kesejahteraannya dengan cara pembinaan fisik,
pembinaan psikis atau mental, pembinaan keagamaan, memberikan
fasilitas atau kemudahan bagi lansia untuk mengamalkan kemampuan dan
ketrampilan yang dimiliki (BKKBN, 2012:10). Di Indonesia Bina Keluarga
Lansia (BKL) terbentuk sejak tahun 1998. Adanya BKL di masyarakat dapat
menjadi wadah kelompok kegiatan untuk memperdayakan lansia melalui
berbagai kegiatan dengan dukungan dari masyarakat dan keluarga yang
memiliki lansia untuk menjadikan keluarga sebagai pembina lansia dalam
rumah tangganya.
Pelayanan kesehatan pada lansia diperlukan untuk memelihara dan
mengatasi masalah pada lanjut usia. Dasar hukum pembinaan kesehatan
pada lansia adalah Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 Tentang
Kesejahteraan Lansia, Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2004
Tentang Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Lansia, Keputusan
Presiden Nomor 52 Tahun 2004 Tentang Komisi Nasional Lansia, dan
Keputusan Presiden Nomor 93/M Tahun 2005 Tentang Keanggotaan
Komisi Nasional Lanjut Usia.
Pelayanan kesehatan yang baik pada lansia bertujuan memperpanjang
usia harapan hidup dan masa produktif, terwujudnya kemandirian dan
kesejahteraannya, terpeliharanya sistem nilai budaya dan kekerabatan
bangsa Indonesia serta lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha
Esa.

B. Tujuan
Untuk Mengetahui Program Nasional Pelayanan Gerontik di Indonesia.
1. Mengidentifikasi keluarga yang terdapat lansia di wilayah Kelurahan
Bayur RT 22 dan 38
2.1. Menerapkan Bina Keluarga Lansia pada Kelompok Keluarga
dengan Lansia
Mengevaluasi program Bina Keluarga Lansia dengan instrumen pada
Lansia dikelompok BKL
2.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Lansia


1. Pengertian
Lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang karena usianya
mengalami perubahan biologis, fisis, kejiwaan dan sosial (UU No23
Tahun 1992 tentang kesehata). Pengertian dan pengelolaan lansia
menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998
tentang lansia sebagai berikut :
a. Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas
b. Lansia usia potensial adalah lansia yang masih mampu melakukan
pekerjaan dan kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa
c. Lansia tak potensial adalah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah
sehingga hidupnya tergantung pada bantuan orang lain.

2. Batasan Lansia
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, lanjut usia meliputi: usia
pertengahan yakni kelompok usia 46-59 tahun, usia lanjut (Elderly) yakni
antara usia 60-74 tahun, Tua (Old) yaitu antara 75-90 tahun, dan usia
sangat tua (Very old) yaitu usia diatas 90 tahun (Setiabudhi, 1999), dan
menurut DepKes RI tahun 1999, umur dibagi 3 lansia yaitu;
a. Usia pra senelis atau Virilitas adalah seseorang yang berusia 45-49
tahun
b. Usia lanjut adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
c. Usia lanjut resiko tinggi adalah seseorang yang berusia 70 tahun atau
lebih atau dengan masalah kesehatan.

3. Proses Menua
Menurut Constantindes (1994) dalam Nugroho (2000) mengatakan
bahwa proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau
mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat
bertahan terhadap infeksi dan memperbaikinya kerusakan yang diderita.
Proses menua merupakan proses yang terus-menerus secara alamiah
dimulai sejak lahir dan setiap individu tidak sama cepatnya. Menua bukan
status penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh
dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh.
Aging proses adalah suatu periode menarik diri yang tak terhindarkan
dengan karakteristik menurunnya interaksi antara lansia dengan orang
lain di sekitarnya. Individu diberi kesempatan untuk mempersiapkan
dirinya menghadapi ketidamampuan dan bahkan kematian (Cox, 1984
dalam Miller,1995). Dengan begitu manusia secara progresif akan
kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan akan menumpuk makin
banyak distorsi metabolik dan stuktural yang disebut sebagai penyakit
degeneratif seperti, hipertensi, aterosklerosis, diabetes militus dan
kanker yang akan menyebabkan kita menghadapi akhir hidup dengan
episode terminal yang dramatic seperti strok, infark miokard, koma
asidosis, metastasis kanker dan sebagainya (Darmojo, 2004 ).

4. Teori penuaan
a. Teori biologis
1) Teori radikal bebas
Radikal bebas adalah produk metabolisme seluler yang merupakan
bagian molekul yang sangat aktif. Molekul ini memiliki muatan
ekstraseluler kuat yang dapat menciptakan reaksi dengan protein,
mengubah bentuk dan sifatnya, molekul ini juga dapat bereaksi dengan
lipid yang berada dalam membran sel, mempengaruhi permeabilitas,
atau dapat berikatan dengan organel sel. Proses metabolisme oksigen
diperkirakan menjadi sumber radikal bebas terbesar, secara speifik,
oksidasi lemak, protein, dan karbohidrat dalam tubuh menyebabkan
formasi radikal bebas. Polutan lingkungan merupakan sumber
eksternal radikal bebas (Potter & Perry, 2005).
2) Teori cross – link
Teori cross – link ikat menyatakan bahwa molekul kolagen dan elastis,
komponen jarigan ikat, membentuk senyawa yang lama meningkatkan
rigiditas sel, cross – linkage diperkirakan akibat reaksi kimia yang
menimbulkan senyawa antara molekul – molekul yang normal
terpisah. Kulit yang menua merupakan contoh cross – linkage jaringan
ikat terikat usia meliputi penurunan kekuatan daya rentang dinding
arteri, tanggalnya gigi, dan tendon kering dan berserat (Potter & Perry,
2005).
3) Teori imunologis
Mekanisme seluler tidak teratur diperkirakan menyebabkan serangan
pada jaringan tubuh melalui autoagresi atau imonodefisiensi
(penurunan imun). Tubuh kehilangan kemampuan untuk
membedakan proteinnya sendiri dengan protein asing, sistem imun
menyerang dan menghancurkan jaringan sendiri pada kecepatan yang
meningkat secara bertahap. Dengan bertambahnya usia, kemampuan
sistem imun untuk menghancurkan bakteri, virus, dan jamur melemah,
bahkan sistem ini mungkin tidak tahan terhadap serangannya sehingga
sel mutasi terbentuk beberapa kali. Disfungsi system imun ini
diperkirakan menjadi faktor dalam perkembangan penyakit kronis
seperti kanker, diabetes, dan penyakit kardiovaskuler, serta infeksi
(Potter & Perry, 2005).
b. Teori psikologis
1) Teori disengangement (pembebasan)
Menyatakan bahwa orang yang menua menarik diri dari peran yang
biasanya dan terikat pada aktivitas yang lebih intropeksi dan berfokus
diri sendiri, meliputi empat konsep dasar yaitu : (i) invidu yang menua
dan masyarakat secara bersama saling menarik diri, (ii)
disengangement adalah intrinsik dan tidak dapat diletakkan secara
biologis dan psikologis, (iii) disengangement dianggap perlu untuk
proses penuaan, (iv) disengangement bermanfaat baik bagi lanjut usia
dan masyarakat (Potter & Perry, 2005).
2) Teori aktifitas
Lanjut usia dengan keterlibatan sosial yang lebih besar memiliki
semangat dan kepuasan hidup yang tinggi, penyesuaian serta
kesehatan mental yang lebih positif dari pada lanjut usia yang kurang
terlibat secara sosial (Potter & Perry, 2005). Mempertahankan
hubungan antara system sosial dan individu agar tetap stabil dari usia
pertengahan ke lanjut usia (Nugroho, 2000). Menurut Mubarak, dkk
(2006), bahwa sangat penting bagi individu lanjut usia untuk tetap
aktivitas dan mencapai kepuasan hidup.
3) Teori kontinuitas (kesinambungan)
Teori kontinuitas atau teori perkembangan menyatakan bahwa
kepribadiaan tetap sama dan perilaku menjadi lebih mudah diprediksi
seiring penuaan. Kepribadian dan pola perilaku yang berkembang
sepanjang kehidupan menentukan derajat keterikatan dan aktivitas
pada masa lanjut usia (Potter & Perry, 2005).

5. Perubahan yang terjadi pada lansia


Suatu proses yang tidak dapat dihindari yang berlangsung secara terus-
menerus dan berkesinambungan yang selanjutnya menyebabkan perubahan
anatomis, fisiologis dan dan biokemis. Pada jaringan tubuh dan akhirnya
mempengaruhi fungsi dan kemampuan badan secara keseluruhan (Depkes
RI, 1998). Menurut Setiabudhi (1999) .Perubahan yang terjadi pada lansia
yaitu:
a. Perubahan dari aspek biologis
Perubahan yang terjadi pada sel seseorang menjadi lansia yaitu adanya
perubahan genetika yang mengakibatkan terganggunya metabolisme
protein, gangguan metabolisme Nucleic acid dan deoxyribonucleic (DNA),
terjadi ikatan DNA dengan protein stabil yang mengakibatkan gangguan
genetika, gangguan kegiatan enzim dan system pembuatan enzim,
menurunnya proporsi protein diotak, otot, ginjal darah dan hati,
terjadinya pengurangan parenkim serta adanya penambahan lipofisin.
1) Perubahan yang terjadi di sel otak dan saraf berupa jumlah sel
menurun dan fungsi digantikan sel yang tersisa, terganggunya
mekanisme perbaikan sel, kontrol inti sel terhadap sitopalsma
menurun, terjadinya perubahan jumlah dan stuktur mitokondria,
degenerasi lisosom yang mengakibatkan hoidrolisa sel, berkurangnya
butir Nissil, penggumpalan kromatin, dan penambahan lipofisin,
terjadi vakuolisasi protoplasma.
2) Perubahan yang terjadi di otak lansia adalah terjadi trofi yang
berkurang 5 sampai 10% yang ukurannya kecil terutama dibagian
prasagital, frontal, parietal, jumlah neuron berkurang dan tidak dapat
diganti dengan yang baru, terjadi pengurangan neurotransmitter,
terbentuknya struktur abnormal diotak dan akumulasi pigmen
organik mineral( lipofuscin, amyloid, plaque, neurofibrillary tangle),
adanya perubahan biologis lainnya yang mempengaruhi otak seperti
gangguan indra telinga, mata, gangguan kardiovaskuler, gangguan
kelenjar tiroid, dan kortikosteroid.
3) Perubahan jaringan yaitu terjadinya penurunan sitoplasma protein,
peningkatan metaplastik protein seperti kolagen dan elastin.
b. Perubahan Fisiologis.
Pada dasarnya perubahan fisiologis yang terjadi pada aktivitas
seksual pada usia lanjut biasanya berlangsung secara bertahap dan
menunjukkan status dasar dari aspek vaskuler, hormonal dan
neurologiknya(Alexander & Allison, 1989 dalam Darmojo, 2004). Untuk
suatu pasangan suami-istri, bila semasa usia dewasa dan pertengahan
aktivitas seksual mereka normal, akan kecil sekali kemungkinan mereka
akan mendapatkan masalah dalam hubungan seksualnya. Kaplan dalam
Darmojo (2004) membagi siklus seksual dalam beberapa tahap, yaitu fase
desire (hasrat) dimana organ targetnya adalah otak. Fase ke-2 adalah fase
arousal (pembangkitan/ penggairahan)dengan organ targetnya adalah
sistem vaskuler dan fase ke-3 atau fase orgasmic dengan organ target
medulla spinalis dan otot dasar perineum yang berkontraksi selama
orgasme. Fase berikutnya yaitu fase orgasmik merupakan fase relaksasi
dari semua organ target tersebut.
c. Perubahan Psikologis
Perubahan psikologis pada lansia sejalan dengan perubahan secara
fisiologis. Masalah psikologis ini pertama kali mengenai sikap lansia
terhadap kemunduran fisiknya (disengagement theory) yang berati
adanya penarikan diri dari masyarakat dan dari diri pribadinya satu sama
lain. Lansia dianggap terlalu lamban dengan daya reaksi yang lambat,
kesigapan dan kecepatan bertindak dan berfikir menurun(Santrock,
2002).
d. Perubahan sosial
Umumnya lansia banyak yang melepaskan partisipasi sosial mereka,
walaupun pelepasan itu dilakukan secara terpaksa. Orang lanjut usia yang
memutuskan hubungan dengan dunia sosialnya akan mengalami
kepuasan. Pernyataan tadi merupakan disaggrement theory. Aktivitas
sosial yang banyak pada lansia juga mempengaruhi baik buruknya kondisi
fisik dan sosial lansia (Santrock, 2002).
e. Perubahan kehidupan keluarga
Sebagian besar hubungan lansia dengan anak jauh kurang
memuaskan yang disebabkan oleh berbagai macam hal. Penyebabnya
antara lain : kurangnya rasa memiliki kewajiban terhadap orang tua,
jauhnya jarak tempat tinggal antara anak dan orang tua. Lansia tidak akan
merasa terasing jika antara lansia dengan anak memiliki hubungan yang
memuaskan sampai lansia tersebut berusia 50 sampai 55 tahun (Darmojo,
2004). Orang tua usia lanjut yang perkawinannya bahagia dan tertarik
pada dirinya sendiri maka secara emosional lansia tersebut kurang
tergantung pada anaknya dan sebaliknya. Umumnya ketergantungan
lansia pada anak dalam hal keuangan. Karena lansia sudah tidak memiliki
kemampuan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Anak-anaknya
pun tidak semua dapat menerima permintaan atau tanggung jawab yang
harus mereka penuhi. Perubahan-perubahan tersebut pada umumnya
mengarah pada kemunduruan kesehatan fisik dan psikis yang akhirnya
akan berpengaruh juga pada aktivitas ekonomi dan sosial mereka.
Sehingga secara umum akan berpengaruh pada aktivitas kehidupan
sehari-hari.

6. Permasalahan yang terjadi pada lansia


a. Permasalahan dari Aspek Fisiologis
Terjadinya perubahan normal pada fisik lansia yang dipengaruhi oleh
factor kejiwaan, sosial, ekonomi dan medik. Perubahan tersebut akan
terlihat dalam
jaringan dan organ tubuh seperti kulit menjadi kering dan keriput, rambut
beruban dan rontok, penglihatan menurun sebagian atau menyeluruh,
pendengaran berkurang, indra perasa menurun, daya penciuman
berkurang, tinggi badan menyusut karena proses osteoporosis yang
berakibat badan menjadi bungkuk, tulang keropos, massanya dan
kekuatannya berkurang dan mudah patah, elastisitas paru berkurang,
nafas menjadi pendek, terjadi pengurangan fungsi organ didalam perut,
dinding pembuluh darah menebaldan menjadi tekanan darah tinggi otot
jantung bekerja tidak efisien, adanya penurunan organ reproduksi,
terutama pada wanita, otak menyusutdan reaksi menjadi lambatterutama
pada pria, serta seksualitastidak terlalu menurun (Martono, 1997 dalam
Darmojo, 2004).
b. Permasalahan dari Aspek Psikologis
Menurut Martono, 1997 dalam Darmojo (2004), beberapa masalah
psikologis lansia antara lain:
a) Kesepian (loneliness), yang dialami oleh lansia pada saat
meninggalnya pasangan hidup, terutama bila dirinya saat itu
mengalami penurunan status kesehatan seperti menderita penyakit
fisik berat, gangguan mobilitas atau gangguan sensorik terutama
gangguan pendengaran harus dibedakan antara kesepian dengan
hidup sendiri. Banyak lansia hidup sendiri tidak mengalami kesepian
karena aktivitas sosialnya tinggi, lansia yang hidup dilingkungan yang
beraggota keluarga yang cukup banyak tetapi mengalami kesepian.
b) Duka cita (bereavement),dimana pada periode duka cita ini
merupakan periode yang sangat rawan bagi lansia. meninggalnya
pasangan hidup, temendekat, atau bahkan hewan kesayangan bisa
meruntuhkan ketahanan kejiwaan yang sudah rapuh dari seorang
lansia, yang selanjutnya memicu terjadinya gangguan fisik dan
kesehatannya. Adanya perasaan kosong kemudian diikuti dengan
ingin menangis dan kemudian suatu periode depresi. Depresi akibat
duka cita biasanya bersifat self limiting.
c) Depresi, pada lansia stress lingkungan sering menimbulkan depresi
dan kemampuan beradaptasi sudah menurun.
d) Gangguan cemas, terbagi dalam beberapa golongan yaitu fobia,
gangguan panik, gangguan cemas umum, gangguan stress setelah
trauma dan gangguan obstetif-kompulsif. Pada lansia gangguan cemas
merupakan kelanjutan dari dewasa muda dan biasanya berhubungan
dengan sekunder akibat penyakit medis, depresi, efek samping obat
atau gejala penghentian mendadak suatu obat.
e) Psikosis pada lansia, dimana terbagi dalam bentuk psikosis bisa terjadi
pada lansia, baik sebagai kelanjutan keadaan dari dewasa muda atau
yang timbul pada lansia.
f) Parafrenia, merupakan suatu bentuk skizofrenia lanjut yang sering
terdapat pada lansia yang ditandai dengan waham (curiga) yang
sering lansia merasa tetangganya mencuri barang-barangnya atau
tetangga berniat membunuhnya. Parfrenia biasanya terjadi pada
lansia yang terisolasi atau diisolasi atau menarik diri dari kegiatan
social.
g) Sindroma diagnose, merupakan suatu keadaan dimana lansia
menunjukkan penampilan perilaku yang sangat mengganggu. Rumah
atau kamar yang kotor serta berbau karena lansia ini sering bermain-
smain dengan urin dan fesesnya. Lansia sering menumpuk barang-
barangnya dengan tidak teratur (jawa: Nyusuh). Kondisi ini walaupun
kamar sudah dibersihkan dan lansia dimandikan bersih namun dapat
berulang kembali.
c. Permasalahan dari Aspek Sosial Budaya
Menurut Setiabudhi (1999), permasalahan sosial budaya lansia
secara umum yaitu masih besarnya jumlah lansia yang berada di bawah
garis kemiskinan, makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota
keluarga yang berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai dan dihormati,
berhubung terjadi perkembangan pola kehidupan keluarga yang secara
fisik lebih mengarah pada bentuk keluarga kecil, akhirnya kelompok
masyarakat industry yang memiliki ciri kehidupan yang lebih bertumpu
kepada individu dan menjalankan kehidupan berdasarkan perhitungan
untung rugi, lugas dan efisien yang secara tidak langsung merugikan
kesejahteraan lansia, masih rendahnya kuantitas tenaga professional
dalam pelayanan lansia dan masih terbatasnya sarana pelayanan
pembinaan kesejahteraan lansia, serta belum membudayanya dan
melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan lansia.

7. Karakteristik Lansia
Menurut Keliat (1999) dalam Mariyam dkk (2008), Lanjut usia memiliki
benerapa karakteristik diantaranya adalah; Pertama, Orang Berusia lebih
dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) UU No.13 tentang kesehatan );
Kedua, kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai
sakit, dari kebutuha biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif
hingga kondisi maladaptive; Ketiga, lingkungan dan tempat tinggal yang
bervariasi. Adapun ciri-ciri pada lansia sehingga akan berdampak terhadap
mekanisme koping dari respon yang dihadapi, seperti;
1) Usia dan jenis pekerjaan
Semakin bertambahnya usia seseorang, semakin siap pula dalam
menerima cobaan. Hal ini didukung oleh teori aktivitas yang menyatakan
bahwa hubungan antara sistem sosial dengan individu bertahan stabil
pada saat individu bergerak dari usia pertengahan menuju usia tua,( Cox,
1984 dalam Tamher & Noorkasiani,2009). Usia adalah lamanya
kehidupan yang dihitung berdasarkan tahun kelahiran sampai dengan
ulang tahun terakhir. Oleh sebab itu, tidak dibutuhkan suatu kompensasi
terhadap kehilangan, seperti pensiun dari peran sosial karena menua.
Keterkaitannya dengan jenis pekerjaan juga membawa dampak yang
berarti (Darmojo dkk, 1999 dalam Tamher & Noorkasiani, 2009).
2) Jenis kelamin
Perbedaan gender juga dapat merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi psikologis lansia, sehingga akan berdampak pada bentuk
adaptasi yang digunakan (Darmojo dkk, 1999 dalam Tamher Dan
Noorkasiani, 2009), menyatakan hasil penelitian mereka yang
memaparkan bahwa ternyata keadaan psikososial lansia di Indonesia
secara umum masih lebih baik dibandingkan lansia di negara maju, antara
lain tanda-tanda depresi pria (pria 43% dan wanita 42%), menunjukkan
kelakuan/tabiat buruk(pria 7,3% dan wanita 3,7%), serta cepat marah
irritable (pria 17,2% dan wanita 7,1%). Jadi dapat diasumsikan bahwa
wanita lebih siap dalam menghadapi masalah dibandingkan laki-laki,
karena wanita lebih mampu menghadapi masalah dari pada lelaki yang
cenderung lebih emosional.

3) Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan juga merupakan hal terpenting dalam menghadapi
masalah. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin banyak
pengalaman hidup yang dilaluinya,sehingga akan lebih siap dalam
menghadapi masalah yang terjadi. Umumnya lansia yang memiliki tingkat
pendidikan yang lebih tinggi masih dapat produktif, mereka justru banyak
memberikan konstribusinya sebagai pengisi waktu luang dengan menulis
buku-buku ilmiah maupun biografinya sendiri (Tamher, 2009)
4) Sosial dan ekonomi
Kebiasaan sosial budaya masyarakat di dunia timur sampai sekarang
masih menempatkan orang-orang usia lanjut pada tempat terhormat dan
penghargaan yang tinggi. Menurut Brojklehurst dan Allen (1987) dalam
Tamher (2009), lansia sering dianggap lamban, baik dalam berpikir
maupun dalam bertindak. Anggapan ini bertentangan dengan pendapat-
pendapat pada zaman sekarang, yang justru menganjurkan masih tetap
ada social involvement (keterlibatan sosial) yang dianggap penting dan
menyakinkan. Contohnya dalam bidang pendidikan, lansia masih tetap
butuh tetap melanjutkan pendidikannya, sehingga dapat meningkatkan
inteligensi dan memperluas wawasannya. Hal ini merupakan suatu
dukungan bagi lansia dalam menghadapi masalah yang terjadi. Pada
zaman sekarang status ekonomi baik status menengah keatas,
menengah/sederhana, maupun menengah kebawah sangat diperhatikan
seseorang dalam menjalin hubungan baik dengan teman, relasi kerja
maupun pasangan hidup sehingga status ekonomi ada hubungan erat
dengan status sosial karena dimana status ekonomi individu itu tinggi
maka dalam menjalin hubungan dengan relasi akan semakin mudah dan
erat misalnya dalam hubungan keluarga terutama dalam pemenuhan
kebutushan dasar.

B. Peran keluarga (caregiver) dalam merawat lansia


1. Pengertian keluarga
Keluarga merupakan sekumpulan orang yang dihubungkan oleh
perkawinan, adopsi, dan kelahiran yang bertujuan menciptakan dan
mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik,
mental dan emosional dan sosial dari individu-individu yang ada di
dalamnya terlihat dari pola interaksi yang saling ketergantungan
untuk mencapai tujuan bersama (Friedman, dikutip dalam Achjar, 2012)
.
Keluarga merupakan dua atau lebih individu yang tergabung karena
hubungan perkawinan, darah atau adopsi dan hidup dalam satu rumah yang
saling berinteraksi satu sama lain dalam perananannya masing-masing dan
menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan (Baylon dan
Maglaya, dikutip dalam Achjar 2012)
.
Dalam Maryam (2010) mengatakan bahwa tugas perkembangan
keluarga dengan usia lanjut adalah :
a) Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan Perpindahan
tempat tinggal bagi lansia merupakan suatu pengalaman traumatik,
karena pindah tempat tinggal berarti merubah kebiasaan-kebiasaan
yang selama ini dilakukan di lingkungan sebelumnya, tapi jika pindah
tempat tinggal dilakukan dengan persiapan yang matang,
tentu akan berdampak posisitf bagi kehidupan lansia
a)
b) Penyesuaian terhadap pendapatan yang menurun
. Ketika lansia pensiun, terjadi penurunan pendapatan secara tajam dan
semakin tidak memadai, karena biaya hidup terus menerus meningkat,
sementara tabungan/pendapatan berkurang.
b)
c) c) Mempertahankan hubungan perkawinan
Perkawinan mempunyai kontribusi yang besar bagi moral dan aktivitas
yang berlangsung dari pasangan usia lanjut.
d) d) Penyesuaian diri terhadap kehilangan pasangan
Hilangnya pasangan menuntut reorganisasi fungsi keluarga secara total,
karena kehilangan pasangan akan mengurangi sumber-sumber
emosional dan ekonomi serta diperlukan penyesuaian untuk
menghadapi perubahan tersebut.
e) e) Pemeliharaan ikatan keluarga antara generasi
Karena usia lanjut menarik diri dari aktivitas dunia sekitarnya,
hubungan dengan pasangan, anak-anak, cucu serta saudaranya menjadi
lebih penting.
2. Pengertian caregiver
Caregiver adalah seseorang yang mempunyai tanggung jawab untuk
memberi perawatan pada seseorang yang sakit secara mental,
ketidakmampuan fisik atau kesehatannya terganggu karena penyakit atau
usia tua (Pitkeathley, dikutip dalam Widyastuti, 2009)
Caregiver dibagi menjadi dua, yaitu caregiver formal dan caregiver
nonformal. Caregiver formal adalah seseorang yang memberi perawatan
dengan melakukan pembayaran yang disesiakan oleh rumah sakit,
psikiater mauput pusat pelayanan kesehatan yang
lain. Sedangkan caregiver nonformal adalah seseorang yang memberi
perawatan tanpa melakukan pembayaran dan bukan dari tenaga
profesional. Perawatan ini dapat dilakukan di rumah dan biasa diberikan
oleh pasangan penderita, anak penderita atau anggota keluarga yang lain
(Barrow, dikutip dalam Widyastuti, 2009)

3. Peran caregiver dalam merawat lansia


Tugas dari caregiver adalah :
a. a. Memberikan dukungan emosi dan pemberi saran
b. b. Asisten dalam melakukan pekerjaan rumah tangga, seperti
membersihkan rumah, menyiapkan makan, berbelanja, dan
transportasi
c. c. Membantu dalam perawatan personal seperti memandikan,
membantu berpakaian, makan, mempersiapkan obat
d. d. Mengatur keuangan
e. e. Membuat keputusan tentang perawatan dan berhubungan langsung
dengan pelayan kesehatan formal
f. Asisten dalam pengaturan finansial (Bluren & Schale, dikutip
f. dalam Widyastuti, 2009)
Perawatan lansia di rumah sendiri oleh keluarga, ini berarti keluarga
harus melaksanakan fungsi afektif dan penekanannya pada asah
(penyuluhan), asih (kasih sayang atau saling menerima), dan asuh
(saling mendukung atau merawat). Keluarga harus terlibat aktif
dalam mempertahankan dan meningkatkan status kesehatan lansia.
Perawatan di rumah memberi manfaat bagi lansia yang masih mandiri
dan mau tetap tinggal di rumah. Bagi lansia lingkungan rumah lebih
dikenal dan lebih nyaman. Rumah memberi suasana hangat karena
dekat dengan anak, cucu, teman, dan dapat melakukan hobinya
(Nugroho, dikutip dalam Avritania, P.A & Supriyadi, 2011)
Berdasarkan hasil penelitian Sahar, Courtney dan Edwards (2001)
bahwa terjadi peningkatan nilai pengetahuan, kemampuan dan
perilaku pada kelompok yang diberikan pelatihan selama 6 bulan.
Program pelatihan dan tindak lanjut dalam pemberian dukungan dan
memfasilitasi caregiver untuk meningkatkan pemahaman tentang
proses menua dan bagaimana merawat lansia akan meningkatkan
kepedulian caregiver terhadap lansia. Kurangnya persiapan caregiver
dalam merawat lansia akan mempengaruhi kualitas hidup lansia.
Keberhasilan asuhan keperawatan keluarga dapat dinilai dari
seberapa tingkat kemandirian keluarga. Berikut adalah tingkat
kemandirian I sampai tingkat kemandirian IV, menurut DepKes yang
dikutip oleh Achjar (2010) :
a. Tingkat kemandirian I
1) 1) Menerima petugas Perawat Kesehatan Masyarakat
2) 2) Menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai
dengan rencana keperawatan
b. Tingkat kemandirian II
1) 1) Menerima petugas Perawat Kesehatan Masyarakat
2) Menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai
dengan rencana keperawatan
2)
3) Tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatan secara
benar
3)
4) Melakukan tindakan keperawatan sederhana sesuai yang
dianjurkan
4)
5) 5) Memanfaatkan fasilitas kesehatan secara aktif
c. Tingkat kemandirian III
1) 1) Menerima petugas Perawat Kesehatan Masyarakat
2) 2) Menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai
dengan rencana keperawatan
3) 3) Tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatan secara
benar
4) 4) Melakukan tindakan keperawatan sederhana sesuai yang
dianjurkan
5) 5) Memanfaatkan fasilitas kesehatan secara aktif
6) 6) Melaksanakan tindakan pencegahan sesuai anjuran
d. Tingkat kemandirian IV
1) 1) Menerima petugas Perawat Kesehatan Masyarakat
2) Menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai
2) dengan rencana keperawatan
3) 3) Tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatan secara
benar
4) 4) Melakukan tindakan keperawatan sederhana sesuai yang
dianjurkan
5) 5) Memanfaatkan fasilitas kesehatan secara aktif
6) 6) Melaksanakan tindakan pencegahan sesuai anjuran
7) 7) Melakukan tindakan promotif secara aktif

C. Bina Keluarga Lansia (BKL)


1. Pengertian
Bina Keluarga Lansia (BKL) adalah kelompok kegiatan yang
dilakukan untuk
meningkatkan ketrampilan keluarga yang mempunyai keluarga
dalam pengasuhan, perawatan, pemberdayaan lansia agar dapat
meningkatkan kesejahteraannya dengan cara pembinaan fisik,
pembinaan psikis atau mental, pembinaan keagamaan, memberikan
fasilitas atau kemudahan bagi lansia untuk mengamalkan kemampuan
dan ketrampilan yang dimiliki (BKKBN, 2012).
BKL menurut BKKBN tahun 2013 adalah wadah kegiatan bagi lanjut
usia yang berusaha meningkatkan kegiatan dan keterampilan keluarga
dalam memberikan pelayanan, perawatan dan pengakuan yang layak
sebagai orang tua bagi lanjut usia tidak potensial dan meningkatkan
kesejahteraan keluarga lanjut usia melalui kegiatan pemberdayaan,
pembinaan serta pengembangan potensi bagi lanjut usia.
Bina Keluarga Lansia (BKL) merupakan salah satu upaya pemerintah
untuk meningkatkan ketahanan keluarga sebagai dasar untuk
menghadapi krisis-krisis ekonomi dan kesehatan yang disebabkan oleh
kondisi penuaan. (BKKBN, 2018)

2. Arah kegiatan BKL


Menjadi lansia merupakan proses alamiah, para lansia secara fisik dan
mental mengalami kemunduran, maka perlu adanya upaya promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif agar lansia dapat hidup mandiri dan
tidak menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat.

3. Tujuan kegiatan BKL

1) Untuk meningkatkan kesejahteraan lansia, melalui kepedulian dan


peran keluarga dalam mewujudkan lansia yang sehat, bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, mandiri, produktif dan bermartabat
bagi keluarga dan masyarakat.
2) Untuk meningkatkan kualitas hidup lansia
3) Untuk mengembangkan kegiatan positif
4) Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan lansia

4. Kegiatan BKL
1) Kegiatan inti.
a. Penyuluhan guna meningkatkan pengetahuan, sikap dan
keterampilan.
b. Kunjungan rumah, sebagai upaya pembinaan langsung
c. Rujukan untuk mengatasi permasalahan lansia dan penyaluran
minat
2) Kegiatan pengembangan :
a. Kunjungan rumah, sebagai upaya pembinaan langsung
b. Rujukan, untuk mengatasi permasalahan lansia
c. Kegiatan pengembangan untuk menyalurkan hobi, bakat/minat
dalam mengembangkan potensi yang ada: Keagamaan, Ekonomi
produktif, Kebugaran/rekreasi, dan Temu nonstalgia.

BAB III
STRATEGI PEMECAHAN MASALAH

A. Jenis Intervensi

Peneraepan Program Bina Keluarga Lansia Terhadap Keluarga Dengan Lansia


Sehat Di Wilayah Rt 22 Dan 38 Kelurahan Bayur

B. Tujuan

1. Untuk meningkatkan kesejahteraan lansia, melalui kepedulian dan peran


keluarga dalam mewujudkan lansia yang sehat, bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, mandiri, produktif dan bermartabat bagi keluarga dan
masyarakat.
2.1. Untuk meningkatkan kualitas hidup lansia
3. Untuk mengembangkan kegiatan positif
4.2. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan lansia

C. Waktu

Kegiatan dilaksanakan pada tanggal 28 oktober1-31 novemberOktober 2019

D. Setting
Kegiatan penerapan desain inovatif ini akan dilakukan di Wilayah Rt 22
Dan 38 Kelurahan Bayur, dengan jumlah 10 keluarga.

E. Media/Alat Yang Digunakan


1. Alat peraga keterampilan
2. Alat tulis, Laptop, LCD
3. Instrumen Penilaian

F. Instrument Penilaian

INSTRUMEN KEMANDIRIAN KELUARGA


Pernyataan Metode pengambilan Ya Tidak
data
Menerima petugas kesehatan Lembar observasi
1. Keluarga mampu menerima petugas kesehatan di rumah
maupun di luar rumah sesuai kontrak
2. Keluarga mau membukakan pintu jika petugas kesehatan
datang mengunjungi rumahnya
3. Keluarga terlihat terganggu dengan kehadiran petugas
kesehatan di rumahnya
4. Keluarga mempersilahkan petugas masuk ke dalam rumah
Lembar observasi
Menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai
dengan rencana keperawatan
1. Keluarga dan lansia datang berkunjung ke puskesmas saat obat
di rumah telah habis
2. Keluarga selalu menyetujui aturan dari petugas kesehatan
untuk membuat menu makanan dan menganjurkan lansia untuk
melakukan aktivitas fisik sesuai kemampuan lansia
3. Keluarga menerima pelayanan kesehatan di puskesmas atau
puskesmas pembantu yang diberikan oleh petugas kesehatan
apabila ada keluarga yang mengalami sakit
4. Keluarga mampu merawat lansia yang menderita hipertensi
(tekanan darah tinggi)
Lembar Kuesioner
Tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatan secara
benar
(terlampir pada kuesioner pengetahuan)
Lembar observasi
Melakukan tindakan keperawatan sederhana sesuai yang
dianjurkan
1. Keluarga mampu membuat obat tradisonal hipertensi (tekanan
darah tinggi) dari buah mentimun dan mengkudu
2. Keluarga mampu menghitung frekuensi nadi radialis pada
lansia yang menderita hipertensi
3. Keluarga mampu melakukan relaksasi nafas dalam
4. Keluarga memotivasi lansia untuk berolahraga secara teratur
5. Keluarga menyarankan pada lansia untuk mengkonsumsi
makanan yang sesuai
dengan diit hipertensi

Memanfaatkan fasilitas kesehatan secara aktif Lembar observasi


1. Keluarga menyarakan pada lansia agar rutin memeriksakan
tekanan darah di puskesmas atau posyandu lansia
2. Keluarga menyarankan kepada lansia agar memeriksakan
tekanan darah di puskesmas minimal 2 kali dalam sebulan
3. Keluarga segera memeriksakan lansia ke puskesmas jika terjadi
efek samping obatobatan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PELAKSANAAN KEGIATAN
Kegiatan ini dilakukan pada 10 keluarga yang memiliki lansia pada RT 22
dan RT 38 Desa Bayur Kelurahan Sempaja Utara Kecamatan Samarinda Utara.
Dilaksanakan mulai tanggal 28 Oktober sampai 3 November.
Sebelum dilakukan kegiatan, peneliti melakukan BHSP dan kontrak waktu,
tempat dan tindakan yang akan dilakukan. Setelah itu peneliti memberikan lembar
Informed consent untuk persetujuan bahwa pasien mau terlibat dalam kegiatan ini.
Setelah itu peniliti melakukan pengukuran awal untuk tingkat kemandirian
keluarga dalam melakukan perawatan pada lansia didapatkan bahwa sebagian besar
keluarga hanya dapat melakukan 10 dari 20 indikator instrument kemandirian
keluarga yang ada.
Pada tanggal 28 Oktober 2019 peneliti melakukan pelatihan dan pendidikan
kesehatan tentang kemandirian keluarga dengan lansia, setelah itu dilakukan
pendampingan kepada 10 keluarga tentang perawatan lansia, lalu dilakukan
pengukuran ulang pada 3 November 2019 dan didapatkan hasil rata-rata keluarga
dapat melakukan 18 dari 20 indikator dari instrument yang ada.
Hal ini didukung oleh hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan
oleh Sahar, Courtney dan Edwards (2003) ,yang menyatakan bahwa sebagian besar
responden (78%) merasa lebih siap dan (22%) responden merasa kurang siap untuk
melakukan perawatan secara mandiri pada lansia yang menderita demensia setelah
mengikuti sesi pelatihan, penelitian Sjattar (2011) yang menyatakan bahwa
penerapan model keluarga untuk keluarga : integrasi teori dan konsep keperawatan
self care dan family centre nursing dengan metode edukasi supportif sangat
berpengaruh terhadap kemandirian keluarga dalam merawat anggota keluarga yang
menderita TB dibandingkan pada kelompok kontrol, penelitian Suhariyanti (2012)
yang menyatakan bahwa ada perbedaan

B. FAKTOR PENDUKUNG
Faktor pendukung dari kegiatan ini yaitu masyarakat dan keluarga yang
mendukung, keluarga yang kooperatif dan sangat pertisipatif dalam setiap kegiatan.

C. FAKTOR PENGHAMBAT
Adapun faktor penghambat dalam kegiatan ini yaitu sulitnya menentukan
waktu yang tepat yang dapat mengumpulkan keluarga yang ada,

D. EVALUASI KEGIATAN
Setelah dilakukan pembinaan dan pelatihan berkaikan dengan BKL di
dapatkan bahwa terdapat peningkatan tingkat kemandirian keluarga berkaitan
dengan perawatan lansia yang dimiliki oleh keluarga tersebut. Dimana sebelumnya
sebagian besar keluarga hanya mampu memenuhi 10 dari 20 indikator, menjadi 18
dari 20 indikator.
Oleh karena itu, peneliti menyimpulkan bahwa pelatihan dan pembinaan
BKL efektif dalam memandirikan keluarga dengan lansia, dimana nantinya juga
dapat meningkatkan kesejahteran dari keluarga yang memiliki lansia, sehingga
terciptanya lansia yang mandiri, sehat dan produktif.
BAB V
A. KESIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN
Keluarga merupakan sekumpulan orang yang dihubungkan oleh perkawinan,
adopsi, dan kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya
yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental dan emosional dan sosial
dari individu-individu yang ada di dalamnya terlihat dari pola interaksi yang saling
ketergantungan untuk mencapai tujuan bersama (Friedman, dikutip dalam Achjar
2012)
Bina Keluarga Lansia merupakan salah satu program pemerintah yang mana
bertujuan untuk mensejahterakan dan memandirikan keluarga lansia, sehingga
terciptanya keluarga lansia yang mandiri, sehat dan produktif yang membuahkan
sebuah kesejahteraan masyarakat.
Perawatan lansia di rumah sendiri oleh keluarga, ini berarti keluarga harus
melaksanakan fungsi afektif dan penekanannya pada asah (penyuluhan), asih (kasih
sayang atau saling menerima), dan asuh (saling mendukung atau merawat).
Keluarga harus terlibat aktif dalam mempertahankan dan meningkatkan status
kesehatan lansia. Perawatan di rumah memberi manfaat bagi lansia yang masih
mandiri dan mau tetap tinggal di rumah. Bagi lansia lingkungan rumah lebih
dikenal dan lebih nyaman. Rumah memberi suasana hangat karena dekat dengan
anak, cucu, teman, dan dapat melakukan hobinya (Nugroho, dikutip dalam
Avritania, P.A & Supriyadi, 2011)
B. SARAN & RENCANA TINDAK LANJUT
Kami menyarankan kepada ke;uarga yang memiliki lansia untuk selalu
memperhatikan dan menyayangi orang tua yang dimiliki, karena tanpa mereka kita
tidak akan pernah ada dan nantinya kita akan menjadi seperti mereka.
Pada instalasi terkait diharapkan agar BKL dapat tersosialisasi dan
terlaksana secara merata di setiap daerah.
DAFTAR PUSTAKA

Kholifah SN., 2016. Modul Bahan Ajar Keperawatan Gerontik. Badan PPSDM
Kemenkes RI. Edisi I.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 79 tahun 2014 tentang


Penyelenggaraan Pelayanan Geriatri Di Rumah Sakit.

Pusat Penelitian dan Pengembangan KB-KS -- Badan Kependudukan dan Keluarga


Berencana Nasional KESIAPAN KELOMPOK KEGIATAN BINA KELUARGA LANSIA:
Menuju LansiaTangguh. 2015: BKKBN

Putra, G.A., & Citrakesumasari. (2012). Zat Mikro dan Serat Kasar per Porsi dan
Pengaruh Bumbu terhadap Kandungan Kolesterol Coto Makassar (Makanan
Tradisonal Sulawesi Selatan).

Tremblay Jr , dkk. (2013). Preventing Falls in Elderly. Diakses tanggal 31 Oktober


2019 dari http: www.ext.colostate.edu/pubs/consumer/10242
Kholifah SN., 2016. Modul Bahan Ajar Keperawatan Gerontik. Badan PPSDM
Kemenkes RI. Edisi I.

Peraturan menteri kesehatan republik indonesia nomor 79 tahun 2014 tentang


Penyelenggaraan Pelayanan Geriatri Di Rumah Sakit.

Pusat Penelitian dan Pengembangan KB-KS -- Badan Kependudukan dan Keluarga


Berencana Nasional KESIAPAN KELOMPOK KEGIATAN BINA KELUARGA LANSIA:
Menuju LansiaTangguh. 2015: BKKBN

Anda mungkin juga menyukai