Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LatarBelakang
Ablasio retina adalah suatu kelainan pada mata yang disebabkan oleh karena
terpisahnya lapisan neuroretina dari lapisan epitel pigmen retina akibat adanya cairan
di dalam rongga subretina atau akibat adanya suatu tarikan pada retina oleh jaringan
ikat atau membran vitreoretina. Ablasio retina juga merupakan suatu keadaan dimana
terpisahnya sel kerucut dan batang retina dari sel epitel pigmen retina, yang
menyebabkan cacat penglihatan atau kebutaan yang menetap. Lepasnya sel kerucut
dan batang dari koroid atau sel pigmen epitel ini akan mengakibatkan gangguan
nutrisi retina dari pembuluh darah koroid yang bila berlangsung lama akan
mengakibatkan gangguan fungsi yang menetap. Terdapat tiga tipe utama ablasio
retina, yakni ablasio regmatogen, ablasio traksi, dan ablasio eksudatif.1,2,7
Pada dasarnya ablasio retina adalah suatu kelainan mata bilateral, sehingga
harus diperiksa dan ditangani kedua mata. Biasanya ablasio retina ini adalah suatu
kelainan yang berhubungan dengan meningkatnya usia dan miopia tinggi, di mana
akan terjadi perubahan degeneratif pada retina dan vitreus. Diperkirakan prevalasi
retina adalah 1 kasus dalam 10.000 populasi. Prevalansi meningkat pada beberapa
keadaan seperti Miopia tinggi, afakia/pseudofakia dan trauma. Pada penderita-
penderita ablasio retina ditemukan adanya miopia sebesar 55%, degenerasi Lattice
20-30%, trauma 10-20% dan afakia/pseudofakia 30-40%.2
Berdasarkan National Programme for Control of Blindness (NPCB) 1992,
kebutaan akibat kelainan retina menempati urutan keempat setelah katarak, kelainan
kornea, optic atrofi dengan prevalensi sebesar 6,3%. Berdasarkan Andrha Pradesh
Eye Disease Study (APEDS) kebutaan akibat kelainan retina menempati urutan
kedua setelah katarak dengan jumlah presentase 22,4%. 7

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Retina

Gambar 1. Anatomi Retina7

Retina atau selaput jala merupakan lapisan paling dalam yang melapisi dua
per tiga posterior dinding bola mata, merupakan membran yang tipis, lunak dan
transparan yang dapat menerima rangsangan cahaya. Retina berbatasan dengan
koroid dan sel pigmen epitel retina. Retina meluas dari optik disk ke ora serrata
(bagian anterior yang membentuk cincin berombak). Secara garis besar dibagi
atas 2 bagian : kutub posterior dan perifer yang dipisahkan oleh ekuator retina.
Kutub posterior sampai ekuator retina merupakan area posterior retina. Kutub
posterior retina terbagi atas 2 area: optik disk dan makula lutea. Retina perifer di
posterior dibatasi oleh ekuator retina dan anterior oleh ora serrata. Ora serrata
merupakan batas paling perifer tempat retina berakhir yang terbagi dalam 2 bagian :
anterior pars plikata dan posterior pars plana. Ora serrata juga tempat melekat

2
vitreous dan koroid. Bagian anterior retina bersifat tidak peka dan hanya terdiri atas
sel-sel berpigmen dengan lapisan silindris dibawahnya. Bagian anterior retina ini
menutupi prosessus siliaris dan belakang iris. Pada orang dewasa, ora serata
berkisar 6,5 mm dibelakang garis Schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm
dibelakang garis pada sisi nasal. Ketebalan retina pada ora serrata 0.1 mm dan
0.23 mm pada kutub posterior. Strukturnya sangat sederhana bila dibandingkan
dengan struktur saraf yang lain seperti korteks serebri, retina memiliki daya
pengolahan yang sangat canggih. Pengolahan visual retina, seperti persepsi warna,
kontras dan bentuk berlangsung di korteks serebri. Secara normal retina melekat
sangat erat pada epitel pigmen retina (EPR) dan tidak akan lepas kecuali pada
beberapa keadaan patologis. Terdapat beberapa mekanisme untuk menjaga agar retina
tetap melekat, yaitu :
a. Tekanan pada retina dari aliran cairan yang melintasinya dan dari
vitreous.

Cairan dari vitreous sebagian kecil dikeluarkan melalui epitel pigmen retina ke
khoriokapilaris. Hal ini dimungkinkan oleh adanya tekanan intraokular dan tekanan
osmotik koroid, serta transport aktif cairan dari sel-sel epitel pigmen retina. Jaringan
retina yang utuh hanya dilewati sedikit cairan tetapi bila terdapat robekan retina
dan cairan yang dikeluarkan melalui proses ini jauh lebih besar. Oleh karena itu
pada ablasio retina sering kita temukan adanya penurunan tekanan intraokular.
b. Hubungan fisik antara segmen luar fotoreseptor dengan mikrovili epitel
pigmen retina.

Mikrovili dari epitel pigmen retina mampu membungkus erat ujung-ujung segmen
luar fotoreseptor untuk kemudian melakukan fagositosis terhadap fragmen-
fragmen segmen luar tersebut. Interdigitasi fisik ini membantu penempelan lebih erat
antara retina sensorik dengan epitel pigmen retina.

3
c. Matriks interfotoreseptor yang mengandung molekul-molekul
spesifik. Rongga

subretina berisi matriks interfotoreseptor (MIP), yaitu bahan kental yang mengandung
berbagai macam molekul-molekul. Matriks interfotoreseptor diduga membantu
perlekatan retina sensorik epitel pigmen retina melalui sifat kentalnya yang berfungsi
seperti perekat, serta melalui molekul-molekul sel adhesi didalamnya.
d. Aktivitas metabolik epitel pigmen retina.

Kemampuan sel-sel epitel pigmen retina untuk memindahkan secara aktif


cairan dari rongga subretina kejaringan koroid merupakan aktivitas metabolik
epitel pigmen retina terpenting dalam mempertahankan rongga subretina tetap
kering sehingga perlekatan retina sensorik epitel pigmen retina terjaga. Selain itu
sel-sel epitel pigmen retina juga aktif mengeluarkan molekulmolekul sel
adhesi kedalam matriks interfotoreseptor.

Gambar 3. Anatomi mata dan lapisan yang ada didalamnya7


Retina bebatas dengan koroid dan sel pigmen retina, terdiri atas lapisan :
1. Lapisan fotoreseptor, merupakan terluar retina terdiri atas sel batang yang
mempunyai bentuk ramping dan sel kerucut.

4
2. Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi
3. Lapisan nucleus luar, merupakan susunan lapis nucleus sel kerucut dan
batang. Ketiga lapisan diatas avaskular dan mendapat metabolisme dari
kapiker koroid
4. Lapisan pleksiform luar, merupakan lapisan aseluler dan merupakan tempat
sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal
5. Lapisan nucleus dalam, merupakan sel bipolar, sel horizontal, dan sel Muller
Lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral
6. Lapisan pleksiforn dalam, merupakan lapisan aseluler merupakan tempat
sinaps sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion
7. Lapisan sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua
8. Lapis serabut saraf, merupakan lapis eksson sel genglion menuju arah saraf
optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletam sebagian besar pembuluh darah.
9. Membran limitan interna, merupakan hialin antara retina dan badan siliar.7

2.2 Ablasio Retina Eksudatif


2.2.1 Definisi
Ablasio berasal dari bahasa Latin ablatio yang berarti pembuangan atau
terlepasnya salah satu bagian badan. Ablasio retina eksudatif adalah ablasi retina
yang terjadi akibat tertimbunnya eksudat di bawah retina dan mengangkat retina.
Penimbunan cairan subretina sebagai akibat keluarnya cairan dari pembuluh darah
retina dan koroid (ekstra vasasi). Ablasio retina eksudatif dapat terjadi walaupun
tidak terdapat pemutusan retina atau traksi vitreoretina.3

2.2.2 Etiologi
Ablasio retina eksudatif umumnya terjadi sekunder dari penyakit lain. Ablasio
retina eksudatif terjadi karena adanya kerusakan epitel retina, karena peningkatan
permeabilitas dinding pembuluh darah oleh berbagai sebab atau penimbunan cairan
yang terjadi pada proses peradangan.1

5
Hal ini disebabkan penyakit epitel pigmen retina, koroid. Kelainan ini dapat
terjadi pada skleritis, koroiditis, tumor retrobulbar, radang uvea, idiopati, toksemia
gravidarum. Cairan di bawah retina tidak dipengaruhi oleh posisi kepala.3

2.2.3 Patofisiologi
Ruangan potensial antara neuroretina dan epitel pigmennya sesuai dengan
rongga vesikel optik embriogenik. Kedua jaringan ini melekat longgar, pada mata
yang matur dapat berpisah bila terjadi akibat akumulasi cairan subretinal dengan
tanpa adanya robekan retina ataupun traksi pada retina. Pada penyakit vaskular,
radang, atau neoplasma retina, epitel pigmen, dan koroid, maka dapat terjadi
kebocoran pembuluh darah sehingga berkumpul di bawah retina. Walaupun jarang
terjadi, bila cairan berakumulasi dalam ruangan subretina akibat proses eksudasi,
yang dapat terjadi selama toksemia pada kehamilan (ablasio retina eksudatif).1

Gambar. 2.1 Ilustrasi Ablasio Retina Eksudatif

6
2.2.4 Manifestasiklinis
1. Flashes (photopsia)
Ketika ditanya, pasien biasanya menjawab gejala ini bisa terjadi sepanjang
waktu, tetapi paling jelas saat suasana gelap. Gejala ini cenderung terjadi terutama
sebelum tidur malam. Kilatan cahaya (flashes) biasanya terlihat pada lapangan
pandang perifer. Gejala ini harus dibedakan dengan yang biasanya muncul pada
migrain, yang biasanya muncul sebelum nyeri kepala. Kilatan cahaya pada migrain
biasanya berupa garis zig-zag, pada tengah lapangan pandang dan menghilang dalam
waktu 10 menit. Pada pasien usia lanjut dengan defek padasirkulasi vertebrobasilar
dapat mendeskripsikan tipe lain fotopsia, yakni kilatan cahaya cenderung muncul
hanya saat leher digerakkan setelah membungkuk.4
2. Floaters
Titik hitam yang melayang di depan lapangan pandang adalah gejala yang
sering terjadi, tetapi gejala ini bisa menjadi kurang jelas pada pasien gangguan cemas.
Tetapi jika titik hitamnya bertambah besar dan muncul tiba-tiba, maka ini menjadi
tanda signifikan suatu keadaan patologis. Untuk beberapa alasan, pasien sering
menggambarkan gejala ini seperti berudu atau bahkan sarang laba-laba. Ini mungkin
karena adanya kombinasi gejala ini dan kilatan cahaya. Kilatan cahaya dan floaters
muncul karena vitreus telah menarik retina, menghasilkan sensasikilatan cahaya, dan
sering ketika robekan terjadi akan terjadi perdarahan ringan ke dalam vitreus yang
menyebabkan munculnya bayangan bintik hitam. Ketika kedua gejala ini muncul,
maka mata harus diperiksa secara detail dan lengkap hingga ditemukan dimana lokasi
robekan retina. Terkadang, robekan kecil dapat menyebabkan perdarahan vitreus
yang luas yang menyebabkan kebutaan mendadak.4
3. Penurunan tajam penglihatan
Penderita mengeluhkan penglihatannya sebagian seperti tertutup tirai yang
semakin lama semakin luas. Pada keadaan yang telah lanjut, dapat terjadi penurunan
tajam penglihatan yang berat.

7
2.2.5 Diagnosis
Saat anamnesis, penting juga untuk menanyakan riwayat trauma, apakah
terjadi bebrapa bulan sebelum gejala muncul atau bertepatan dengan timbulnya
gejala. Perhatikan juga riwayat operasi, termasuk ekstraksi katarak, pengangkatan
benda asing intraokuler atau prosedur lain yang melibatkan retina. Tanyakan juga
mengenai kondisi pasien sebelumnya, seperti pernah atau tidak menderita uveitis,
perdarahan vitreus, ambliopia, glaukoma, dan retinopati diabetik. Riwayat penyakit
mata dalam keluarga juga penting untuk diketahui.5
Pemeriksaan menyeluruh diindikasikan pada kedua mata. Pemeriksaan pada
matayang tidak bergejala dapat memberikan petunjuk mengenai penyebab dari
ablasio retinapada mata yang lainnya.
a. Lakukan pemeriksaan segmen luar untuk menilai tanda-tanda trauma
b. Periksa pupil dan tentukan ada atau tidaknya defek pupil aferen
c. Periksa ketajaman penglihatan
d. Periksa konfrontasi lapangan pandang
e. Periksa metamorfopsia dengan tes Amsler grid
f. Pemeriksaan slit lamp untuk melihat ada atau tidaknya pigmen pada vitreus
(Shafer’ssign)
g. Periksa tekanan bola mata
h. Lakukan pemeriksaan fundus dengan oftalmoskopi (pupil harus dalam
keadaan dilatasi)

Pada oftalmoskopi, retina yang terlepas akan terlihat putih dan edema dan
kehilangan sifat transparansinya. Pada ablasio regmatogen, robekan retina berwarna
merah terang dapat terlihat. Biasanya muncul pada setengah bagian atas retina pada
regio degenerasi ekuator. Pada ablasio tipe traksi, ablasio bullosa akan terlihat
bersamaan dengan untaian retina berwarna abu-abu. Pada tipe eksudatif akan terlihat
adanya deposit lemak massif dan biasanya disertaidenganperdarahanintraretina.

8
Pada pemeriksaan Ultrasound mata, jika retina tidak dapat tervisualisasi
karena katarak atau perdarahan, maka ultrasound A dan B-scan dapat membantu
mendiagnosis ablasio retina dan membedakannya dengan ablasio vitreus posterior.
USG dapat membantu membedakan regmatogen dari non regmatogen. Pemeriksaan
ini sensitif dan spesifik untuk ablasio retina tetapi tidak dapat membantu untuk
menentukan lokasi robekan retina yang tersembunyi.6

2.2.6. Tatalaksana
Pada ablasio retina eksudatif yang terjadi karena penimbunan eksudat akibat
dari penyakit lain maka pengobatan dapat dilakukan pada penyakit yang menjadi
penyebabnya. Ablasio retina eksudatif ini dapat mengalami regresi spontan. Setelah
cairan subretina mengalami resorbsi, oleh karena itu terapi ablasio ini diarahkan
terhadap penyebabnya sehingga jarang dilakukan operasi. Pemberian azetilzolamin
0,1% dapat membantu mempercepat penyerapan eksudat pada kasus ablasio retina
eksudatif.

9
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Ablasio retina adalahsuatu kelainan pada mata yang disebabkan oleh karena
terpisahnya lapisan neuroretina dari lapisan epitel pigmen retina akibat adanya cairan
di dalam rongga subretina atau akibat adanya suatu tarikan pada retina oleh jaringan
ikat atau membran vitreoretina. Terdapat tiga tipe utama ablasio retina, yakni ablasio
regmatogen, ablasio traksi, dan ablasio eksudatif.
Ablasio retina eksudatif adalah ablasi retina yang terjadi akibat tertimbunnya
eksudat di bawah retina dan mengangkat retina. Hal ini sering disebabkan oleh
infeksi, neoplasma. Adanya shifting fluid merupakan karakteristik dari ablasio retina
eksudatif karena cairan subretina dipengaruhi oleh gaya gravitasi maka dimana cairan
ini menumpuk disana terjadi ablasio retina. Ablasio retina eksudatif ini dapat
mengalami regresi spontan. Setelah cairan subretina mengalami resorbsi, oleh karena
itu terapi ablasioini diarahkan terhadap penyebabnya sehingga jarang dilakukan
operasi.

10
DAFTAR PUSTAKA
1. Riordan Eva P, Whitcher JP. In : Vaughan and Asbury’s General
Opthalmology. 17ed. New York : McGraw-Hill. 2009.
2. Sovani I. Artikel Tehnik Bakel Sklera pada Ablasio Retina. Jakarta. 1998.
3. Ilyas S., Yulianti S.R. IlmuPenyakit Mata. Edisikelima. Cetakanke 2. Jakarta:
FK UI. 2015.
4. Galloway NR, Amoaku WMK, Galloway PH, et al. In : Common Eye Disease
And TheirManagement. 3rd ed. London : Springer-Verlag. 2006. Page 103-10.
5. Pandya HK. In : Retinal Detachment. 2013. Available from
URLhttp://emedicine.medscape.com/article/798501-overview.
6. Chern KC. In : Emergency Opthalmology A Rapid Treatment Guide. New
York :McGraw-Hill. 2002.
7. Amin Ramzi dr. Ablasio Retina Non regmatogen. Palembang. 2013.

11

Anda mungkin juga menyukai