Anda di halaman 1dari 5

BAB 2 : Aliran-Aliran Pendidikan

A. Pengertian Aliran Pendidikan


Gagasan dan pelaksanaan selalu dinamis sesuai dengan dinamika manusia dan
masyarakatnya. Sejak dulu, kini maupun dimasa depan pendidikan itu selalu mengalami
perkembangan seiring dengan perkembangan sosial budaya dan perkembangan iptek.
Pemikiran-pemikiran yang membawa pembaharuan pendidikan itu disebut aliran-aliran
pendidikan.
Seperti bidang-bidang lainya, pemikiran–pemikiran dalam pendidikan itu berlangsung
seperti suatu diskusi berkepanjangan yakni pemikiran-pemikiran terdahulu selalu ditanggapi
dengan pro dan kontra oleh pemikir-pemikir berikutnya, dan karena dialog tersebut akan
melhirkan lagi pemikiran-pemikiran baru dan demikian seterusnya.
B. Macam-macam Aliran Pendidikan
1. Aliran Empirisme
Aliran Empirisme merupakan aliran yang mementingkan stimulasi eksternal dalam
perkembangan manusia. Aliran ini menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung pada
lingkungan, sedangkan pembawaan yang dibawanya dari semenjak lahir tidak dipentingkan.
Pengalaman yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari didapat dari dunia sekitarnya.
Pengalaman-pengalaman itu berupa stimulan-stimulan dari alam bebas maupun diciptakan
oleh orang dewasa dalam bentuk program pendidikan.
Tokoh utama aliran ini adalah filsuf Inggris bernama John Lock yang mengembangkan
paham Rasionalisme pada abad ke 18. Teori ini mengatakan bahwa anak yang lahir ke dunia
dapat diumpamakan seperti kertas putih yang kosong yang belum ditulisi atau dikenal dengan
istilah “tabularasa” (a blank sheet of paper). Teori ini mengatakan bahwa manusia yang lahir
adalah anak yang suci seperti meja lilin. Dengan demikian, menurut aliran ini anak-anak
yanglahir ke dunia tidak mempunyai bakat dan pembawaan apa-apa, sebagai kertas putih
yang polos. Oleh karena itu, anak-anak dapat dibentuk sesuai dengan keinginan orang dewasa
yang memberikan warna pendidikannya.
Aliran Empirisme dipandang sebagai aliran yang sangat optimis terhadap pendidikan,
sebab aliran ini hanya mementingkan peranan pengalaman yang diperoleh dari lingkungan.
Adapun kemampuan dasar yang dibawa anak sejak lahir dianggap tidak menentukan
keberhasilan seseorang. Aliran ini masih menganggap manusia sebagai makhluk yang pasif,
mudah dibentuk atau direkayasa, sehingga lingkungan pendidikan dapat menentukan
segalanya.
Pandangan sebagaimana di atas tentu saja patut dipertanyakan. Dalam kenyataan
kehidupan sehari-hari, akan ditemukan anak yang berhasil karena memang dirinya berbakat,
meskipun pada awal lingkungan sekitarnya tidak mendukung. Keberhasilan anak tersebut
disebabkan oleh kemauan yang luar biasa, sehingga menyebabkan dirinya sadar akan
kemampuannya. Kesadaran akan kemampuannya mendorong dirinya lebih berusaha dan
terekspresikan dalam bentuk kerja keras mencari dan menemukan lingkungan yang
kondusif bagi perkembangan kemampuannya. Upaya itu menyebabkan dirinya mendapatkan
lingkungan yang sesuai, yakni lingkungan yang dapat mengembangkan bakat
ataukemampuan yang ada dalam dirinya, sehingga anak tersebut berhasil.
2. Nativisme
Paham ini menentang paham Empirisme yang dikemukakan John Lock. Nativs (dari
bahasa latin) memiliki arti terlahir. Menurut paham ini, dengan tokohnya seorang filsuf
JermanSchopenhauer (1788-1860), dikatakan bahwa anak-anak yang lahir ke dunia sudah
memiliki pembawaan atau bakatnya yang akan berkembang menurut arahnya masing-masing.
Pembawaan tersebut ada yang baik dan ada pula yang buruk.
Oleh karena itu, menurut paham ini perkembangan anak tergantung dari pembawaannya sejak
lahir. Berdasarkan aliran ini, keberhasilan pendidikan anak ditentukan oleh anak itu sendiri.
Aliran ini pun berkeyakinan bahwa manusia yang jahat akan menjadi jahat dan sebaliknya,
yang baik akan menjadi baik.
Jadi jelas di sini, bahwa menurut teori ini anak tumbuh dan berkembangnya tidak
dipengaruhi oleh lingkungan pendidikan baik lingkungan sekitar yang ada sehari-hari
maupunlingkungan yang direkayasa oleh orang dewasa yang disebut pendidikan. Dengan
kata lain, pendidikan, lingkungan masyarakat, dan orang tua tidak berpengaruh terhadap
perkembangananak karena setiap anak akan berkembang sesuai pembawaannya, bukan oleh
kekuatan-kekuatandariluar.
3. Naturalisme
Paham Naturalisme dipelopori oleh seorang filsuf Prancis J.J. Rousseaue yang muncul
pada abad ke-18. Nature dalam bahasa latin memiliki makna Alam. Berbeda dengan
Schopenhaeuer, Rousseaue berpendapat setiap anak yang baru dilahirkan pada hakikatnya
memiliki pembawaan baik. Namun pembawaan baik yang terdapat pada setiap anak itu akan
berubah sebaliknya karena dipengaruhi oleh lingkungan. Lingkungan tersebut dapat berupa,
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, atau lingkungan masyarakat di sekitar dimana anak
tumbuh dan berkembang.
Berdasarkan pendapatnya tersebut, aliran ini dikenal juga dengan sebutan Negativisme.
Selanjutnya Rousseaue mengatakan, anak yang telahir dalam keadaan baik tersebut biarkan
berkembang secara alami. Ini artinya bahwa perkembangan anak yang dipengaruhi oleh
pendidikan apakah pendidikan di rumah, di sekolah, maupun di masyarakat sebagai urun
rembuk orang-orang dewasa malah akan merusak pembawaan anak yang baik.
Hal ini seperti dikemukakan oleh J.J. Rousseaue, yaitu : “segala sesuatu adalah baik
ketika ia baru keluar dari alam, dan segala sesuatu menjadi jelek manakala ia sudah berada di
tangan manusia.”Oleh karena itu, di sini jelas bahwa Rosseaue tidak berharap pada
pendidikan. Dengankata lain sekolah tidak perlu ada. Ia menginginkan perkembangan anak
dikembalikan ke alam yang mengembangkan anak secara wajar karena hanya alamlah yang
paling tepat menjadi guru.
4. Konvergensi
Konvergensi artinya titik pertemuan. Pelopor aliran Konvergensi adalah William
Stern(1871-1939), seorang ahli ilmu jiwa berkebangsaan Jerman. Ia mengatakan bahwa
seseorang terlahir dengan pembawaan baik dan juga dengan pembawaan buruk. Ia pun
mengakui bahwa proses perkembangan anak, baik faktor pembawaan maupun faktor
lingkungan sama-sama mempunyai peranan yang sangat penting.
Aliran ini menyampaikan bahwa bakat yang dibawa pada waktu lahir tidak akan
berkembang dengan baik tanpa adanya lingkungan yang sesuaidengan perkembangan bakat
itu. Sebaliknya, lingkungan yang baik pun sulit mengembangkan potensi anak secara optimal
apabila tidak terdapat bakat yang diperlukan bagi perkembangan yang diharapkan anak
tersebut.Dengan demikian, paham ini menggabungkan antara pembawaan sejak lahir dan
lingkungan yang menyebabkan anak mendapatkan pengalaman. William Stern menjelaskan
pemahamannya tentang pentingnya pembawaan dan lingkungan itu dengan perumpamaan
dua garis yang menuju ke satu titik pertemuan. Oleh karena itu, teorinya dikenal dengan
sebutan Konvergensi (Konvergen berarti memusat kesatu titik). Menurut teori konvergensi
ada tiga prinsip :
1) Pendidikan mungkin untuk dilaksanakan
2) Pendidikan diartikan sebagai pertolongan yang diberikan lingkungan kepada anak didik
untuk mengembangkan potensi yang baik dan mencegah berkembangnya potensiyang
kurang baik
3) Yang membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan.
Aliran konvergensi pada umumnya diterima secara luas sebagai pandangan yang tepat
dalam memahami tumbuh kembang manusia. Meskipun demikian terdapat variasi pendapat
tentang faktor-faktor mana yang paling penting dalam menentukan tumbuh kembang
itu.Variasi-variasi itu tercermin antara lain dalam perbedaan pandangan tentang strategi yang
tepat untuk memahami perilaku manusia. Seperti strategi disposisional/konstitusional, strategi
phenomenologist/humanistik, strategi behavioral, strategi psikodinamik/psiko-analitik, dan
sebagainya.
5. Aliran Progresivisme
Tokoh aliran Progresivisme adalah John Dewey. Aliran ini berpendapat bahwa manusia
mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi serta mengatasi
masalah yang bersifat menekan, ataupun masalah-masalah yang bersifat mengancam
dirinya.Aliran ini memandang bahwa peserta didik mempunyai akal dan kecerdasan. Hal itu
ditunjukkan dengan fakta bahwa manusia mempunyai kelebihan jika dibanding makhluk lain.
Manusia memiliki sifat dinamis dan kreatif yang didukung oleh kecerdasannya sebagai bekal
menghadapi dan memecahkan masalah. Peningkatan kecerdasan menjadi tugas utama
pendidik, yang secara teori mengerti karakter peserta didiknya.
Peserta didik tidak hanya dipandang sebagai kesatuan jasmani dan rohani, namun juga
termanifestasikan di dalam tingkah laku dan perbuatan yang berada dalam pengalamannya.
Jasmani dan rohani, terutama kecerdasan, perlu dioptimalkan. Artinya, peserta didik diberi
kesempatan untuk bebas dari sebanyak mungkin mengambil bagian dalam kejadian-
kejadianyang berlangsung disekitarnya, sehingga suasana belajar timbul di dalam maupun di
luarsekolah.
6. Aliran Konstruktivisme
Gagasan pokok aliran ini diawali oleh Giambatista Vico, seorang epistemiolog Italia. Ia
dipandang sebagai cikal bakal lahirnya konstruktivisme. Ia mengatakan bahwa Tuhan adalah
pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan. Mengerti berarti mengetahui
sesuatu jika ia mengetahui. Hanya Tuhan yang dapat mengetahui segala sesuatu karena Dia
Pencipta segala sesuatu itu. Manusia hanya dapat mengetahui sesuatu yang dikonstruksikan
Tuhan.Bagi Vico, pengetahuan dapat menunjuk pada struktur konsep yang dibentuk.
Pengetahuan tidak bisa lepas dari subjek yang mengetahui. Aliran ini dikembangkan oleh
Jean Piaget. Melalui teori perkembangan kognitif, Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan
merupakan interaksi kontinu antara individu satu dengan lingkungannya. Pengetahuan
merupakan suatu proses, bukan suatu barang.
Aliran Konstruktivisme ini menegaskan bahwa pengetahuan mutlak diperoleh dari hasil
konstruksi kognitif dalam diri seseorang, melalui pengalaman yang diterima lewat
pancaindra, yaitu penglihatan, pendengaran, peraba, penciuman, dan perasa. Dengan
demikian, aliran ini menolak adanya transfer pengetahuan yang dilakukan dari seseorang
kepada orang lain, dengan alasan pengetahuan bukan barang yang bisa dipindahkan, sehingga
jika pembelajaran ditujukan untuk mentransfer ilmu, perbuatan itu akan sia-sia saja.
Sebaliknya, kondisi ini akan berbeda jika pembelajaran ini ditujukan untuk menggali
pengalaman.

Anda mungkin juga menyukai