Anda di halaman 1dari 10

RS Tanggal: Nilai: Tanggal: Nilai: Rata-rata:

Paraf Paraf Dosen:

CI+Stempel

A. KONSEP DASAR PENYAKIT MENINGITIS

1. Pengertian
Meningitis adalah infeksi pada meninges yang biasanya disebabkan oleh
invasi bakteri dan hanya sedikit oleh virus. Prognosis bergantung pada anak,
organisme, dan respon anak terhadap terapi. Meningitis bakteri menyebabkan
kematian jika tidak ditagani segera. (Muscari, Mary E. 2005 : 188).

Meningitis tuberkulosa terjadi akibat komplikasi penyebaran tuberkulosis


primer, biasanya dari paru. Meningitis terjadi bukan karena terinfeksinya selaput otak
langsung oleh penyebaran hematogen, tetapi biasanya sekunder melalui pembentukan
tuberkel pada permukaan otak, sumsum tulang belakang atau vertebra yang kemudian
pecah kedalam rongga araknoid (Rich dan McCordeck).

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh


mycobacterium tuberculosis dan mycibacterium bovis. Kumpulan protein basil
tuberkulosis menyebabkan nekrosis jaringan, sedangkan lemaknya menyebabkan sifat
tahan asam merupakan faktor penyebab terjadinya fibrosis dan terbentuknya sel
epiteloid dan tuberkel. (Ngastiyah, 2005 : 63)

Peradangan ditemukan sebagian besar pada dasar otak, terutama pads batang otak
tempat terdapat eksudat dan tuberkel. Eksudat yang serofibrinosa dan gelatinosa
dapat menimbulkan obstruksi pada sisterna basalis dan mengakibatkan hidrosefalus
serta kelainan pada saraf otak. (Ngastiyah 2005; 188)

2. Etiologi
Terjadinya meningitis tuberkulosa merupakan akibat penyebaran tuberkulosis
(Mycobacterium tuberculosis) primer melalui pembentukan tuberkel pada permukaan
otak, sumsum tulang belakan atau vertebrata ysang kemudian pecah kedalam rongga
arakhnoid (Rich dan McCordeck). (Ngastiyah 2005 : 188)
Meningitis dapat disebabkan oleh berbagai organisme yang bervariasi, tetapi ada tiga
tipe utama yakni :

a). Infeksi bakteri, piogenik yang disebabkan oleh bakteri pembentuk pus, terutama
meningokokus, pneumokokus, dan basil influenza.

b). Tuberkulosis, yang disebabkan oleh basil tuberkel (Mycobacterium tuberculose).

c). Infeksi virus, yang disebabkan oleh agen – agen virus yang sangat bervariasi.
(Elizabeth Indah, 1998 : 2).

Etiologi lainnya yaitu :

a). Bakteri : Haemophilus influenza (tipe B), streptococcus pneumoniae, neisseria


meningitides, b - hemolytic streptococcus, staphylococcus aureu, e. coli.

b). Faktor maternal : rupture membrane fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir
kehamilan.

c). Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi immunoglobulin, anak


yang mendapat obat – obat imunosupresi.

d). Anak dengan kelainan system saraf pusat, pembedahan atau injury yang
berhubungan dengan system persarafan.

3. Patofisiologi
Meningitis tuberkulosa terjadi akibat komplikasi penyebaran tuberkulosis
primer, biasanya dari paru. Meningitis terjadi bukan karena terinfeksinya selaput otak
langsung oleh penyebaran hematogen, tetapi biasanya sekunder melalui pembentukan
tuberkel pada permukaan otak, sumsum tulang belakang atau vertebra yang kemudian
pecah kedalam rongga araknoid (Rich dan McCordeck). Meningitis bakteri; netrofil,
limposit dan yang lainnya merupakan sel radang. Eksudat terdiri dari bakteri fibrin
dan leukosit yang dibentuk diruang subaraknoid. Penumpukan pada CSF akan
bertambah dan mengganggu aliran cerebrospinal fluid disekitar otak dan medula
spinalis. Terjadi vasodialatasi yang cepat dari pembuluh darah dan jaringan otak dapat
menimbulkan trombosis dinding pembuluh darah dan jaringan otak dapat menjadi
infark.

Penyebaran Mycobacterium Tuberculosis dapat mencapai otak melalui penyebaran


limfe dan darah. Otak dapat menjadi tempat Mycobacterium tuberkulosis
berkembangbiak dan mati selanjutnya. Kadang-kadang bakteri ini dapat
mengeluarkan massa ke dalam cairan serebrospinal sehingga terjadi meningitis.
BTA masuk tubuh

Melalui inhalasi

multipikasi

Infeksi paru

Penyebaran hematogen

meninges

Membentuk tuberkel

Rupture tuberkel meningen

BTA tidak aktif


bila daya tahan
tubuh menurun

Pelepasan BTA ke ruang


subarachonoid

Meningitis
4. Manifestasi Klinis
Gejala biasanya didahului oleh stadium prodromal berupa iritasi selaput otak.
Meningitis biasanya mulai perlahan-lahan tanpa panas atau terdapat kenikan suhu
yang ringan saja, jarang terjadi akut dengan panas yang tinggi. Sering dijumpai anak
mudah terangsang atau menjadi apatis dan tidurnya sering terganggu. Anak besar
dapat mengeluh sakit kepala. Anoreksia, obstipasi dan muntah sering dijumpai.

Kemudian disusul stadium transisi dengan kejang. Gejala-gejala diatas


menjadi lebih berat dan gejala rangsangan meningeal mulai nyata, kaku kuduk,
seluruh tubuh menjadi kaku dan timbul opistotonus. Reflek tendon menjadi lebih
tinggi, ubun-ubun menonjol dan umumnya juga terdapat kelumpuhan urat saraf mata
sehingga timbul gejala strabismus dan nistagmus. Suhu tubuh menjadi lebih tinggi
dan kesadaran menurun hingga timbul stupor.

Stadium terminal berupa kelumpuhan-kelumpuhan, koma menjadi lebih


dalam, pupil melebar dan tidak bereaksi sama sekali. Pernapasan dan nadi menjadi
tidak teratur, sering terjadi pernapasan “Cheyne-Strokes”. (Ngastiyah 2005 : 188).

5. Manajemen Medis Secara Umum


Pemberian kombinasi obat antituberkulosis dan ditambah dengan
kostikosteroid, pengobatan simtomatik bila terjadi kejang, koreksi dehidrasi akibat
masukan makanan yang kurang atau muntah-muntah, fisioterapi. Umumnya dipakai
kombinasi Streptomisin, PAS, dan INH. (Ngastiyah 2005 : 189)

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Lumbal pungsi

Gambaran LCS pada meningitis TB :

 Warna jernih / xantokrom


 Jumlah Sel meningkat MN > PMN
 Limfositer
 Protein meningkat
 Glukosa menurun <50 % kadar glukosa darah

Pemeriksaan tambahan lainnya :


 Tes Tuberkulin
 Ziehl-Neelsen ( ZN )
 PCR ( Polymerase Chain Reaction )

b. Rontgen thorax

 TB apex paru
 TB milier

c. CT scan otak

 Penyengatan kontras ( enhancement ) di sisterna basalis


 Tuberkuloma : massa nodular, massa ring-enhanced
 Komplikasi : hidrosefalus

d. MRI

Diagnosis dapat ditegakkan secara cepat dengan PCR, ELISA dan aglutinasi
Latex. Baku emas diagnosis meningitis TB adalah menemukan M. tb dalam
kultur CSS. Namun pemeriksaan kultur CSS ini membutuhkan waktu yang
lama dan memberikan hasil positif hanya pada kira-kira setengah dari
penderita

7. Komplikasi
Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi pada meningitis Hidrosefalus

a. Abses otak

b. Cedera kepala

c. Gangguan pendengaran

d. Peningkatan tekanan dalam otak (tekanan intrakranial)

e. Kerusakan otak

f. Kejang

g. Serangan otak

h. Araknoiditis
B. PROSES ASUHAN KEPERAWATAN
Proses keperawatan merupakan lima tahap proses yang konsisten sesuai dengan
perkembangan profesi keperawatan.

1. Pengkajian
a. Data Fokus

Menurut Ngastiyah 2005 ada 3 stadium tanda gejala pada meningitis tuberkulosis
yaitu :

Stadium predromal : Kenaikan suhu tubuh, apatis, sakit kepala, anoreksia,


obstipasi

Stadium transisi : kejang, kaku kuduk, opistotonus, suhu tubuh tinggi, kesadaran
menurun hingga timbul stupor, gejala strabismus dan nistagmus

Stadium terminal : kelumpuhan-kelumpuhan, koma, pupil melebar tidak bereaksi


sama sekali, pernapasan dan nadi tidak teratur, sering terjadi pernapasan cheyne
strokes.

b. Riwayat Kesehatan : Riwayat kehamilan, riwayat persalinan, penyakit kronis,


neoplasma, riwayat pembedahan otak, cedera kepala, serta riwayat imunisasi.

c. Riwayat Kesehatan Keluarga

Keadaan kesehatan keluarga yang berhubungan dengan kesehatan


klien/yang dapat mempengaruhi keadaan masalah klien baik riwayat penyakit
keturunan atau pola hidup keluarga.

d. Riwayat Kehamilan

Keadaan ibu selama hamil, keluhan pada saat hamil, apakah ibu menbapatkan
imunisasi TT, nutrisi ibu selama hamil apakah ada makanan pantangan selama
hamil, apakah ada riwayat penyakit yang berhubungan dengan kehamilan pola.
Kebiasaan ibu yang mempengaruhi terhadap kehamilan.

e. Riwayat Persalinan

Petugas yang menolong jenis persalinan, kesehatan ibu selama melahirkan


posisi janin sewaktu melahirkan, apakah bayi langsung menangis. Kesehatan
ibu dan bayi setelah melahirkan, berat badan dan tinggi badan saat dilahirkan,
adanya riwayat BBLR yang kurang dari 2500 gram, apakah colostrum keluar
segera, apakah bayi sudah mendapatkan imunisasi.
f. Pertumbuhan dan Perkembangan pada Usia Toddler (1-3 Tahun)

Pertumbuhan merupakan suatu peningkatan jumlah dan ukuran (Whaley dan


Wong 2000). Marlow (1988) mengemukakan pertumbuhan sebargai suatu
peningkatan ukuran tubuh yang dapat diukur dengan meter atau centimeter
untuk tinggi badan dan kilogram atau gram untuk berat badan. Pertumbuhan
adalah suatu proses alamiah yang terjadi pada individu, yaitu secara bertahap
anak akan semakin bertambah berat dan tinggi. Jadi, pertumbuhan berkaitan
dengan kualitas fisik individu anak.

2. Diagnosa keperawatan
a. Perubahan perfusi jariIngan berhubungan dengan proses inflamasi.

b. Tidak efektif pola napas berhubungan dengan menurunnya kemampuan


bernapas.

c. Resiko injury berhubungan dengan disorientasi, kejang, gelisah

3. Perencanaan

a. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan proses inflamasi.

Tujuan : mempertahankan perfusi serebral yang adekuat

Intervensi dan rasional

1) Monitor klien dengan ketat terutama setelah fungsi lumbal untuk


mencegah terjadinya nyeri yang dapat meningkatkan tekanan
intrakranial.

2) Pertahankan anak tetap kontak dengan lingkungan sekitar agar anak


tetap dapat berorientasi pada lingkungan.

3) Mengobservasi dan mencatat tanda-tanda vital, tingkat kesadaran,


menilai status neurologi. Perubahan-perubahan ini menandakan
adanya perubahan tekanan intrakranial juga untuk mengetahui dan
sebagai data awal tindakan selanjutnya.

4) Monitor adanya peningkatan tekanan intra kranial (meningkatnya


lingkar kepala, fontanel menonjol, meningkatnya tekanan darah,
menurunnya nadi, pernapasan tidak beraturan, mudah terstimulasi,
menangis merintih, defisit focal, kejang)

5) Catat setiap kejang yang terjadi, anggota tubuh yang terkena,


lamanya kejang.

6) Menyiapkan peralatan antisipasi terjadinya kejang

7) Meninggikan bagian kepala tempat tidur

8) Mempertahankan kepala dan leher dalam satu garis lurus untuk


memudahkan venous return.

9) Menagajarkan kepada anak untuk menghindari valsava manuver


(mengedan, batuk, bersin) dan jika merubah posisi anak lakukan
secara perlahan. Untuk mencegah terjadinya peningkatan tekanan
intrakranial.

10) Melakukan latihan pasif aktif ROM (Range Of Motion). Mencegah


kontraktur dan kekakuan serta untuk merangsang sirkulasi perifer.

11) Hindari dilakukannya pengikatan jika memungkinkan. Pengikatan


dapat menimbulkan kontraktur dan luka baru.

12) Monitor tanda-tanda septik syok (hipotensi, hiperthermi,


meningkatnya pernapasan, kebingungan, disorientasi, vasokontriksi
perifer). Untuk mendeteksi lebih dini adanya peningkatan tekanan
intrakranial.

13) Memberikan therapi untuk mengurangi edema sesuai order.


Mencegah terjadinya komplikasi.

14) Memberikan oksigen sesuai order. Dengan pemberian oksigen dapat


mencegah terjadinya hipoksia pada jaringan.

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan meningkatnya tekanan intra


kranial.

c. Tidak efektifnya bersihan jalan napas berhubungan dengan kelemahan otot


pernapasan, ketidakmampuan untuk betuk, dan penurunan kesadaran.

d. Tidak efektif pola napas berhubungan dengan menurunnya kemampuan


bernapas.
Tujuan : Mempertahankan oksigenasi yang adekuat

Intervensi dan rasional.

1) Monitor frekuensi napas, Auskultrasi suara pernapasan, pola, inspirasi dan


ekspirasi, observasi kulit, kuku, membran mukosa terhadap adanya
sianosis. Untuk mendeteksi perubahan-perubahan oksigenasi.

2) Monitor analisa gas darah terhadap adanya hipoksia. Mendeteksi terjadinya


hipoksia pada jaringan.

3) Melakukan rontgen dada untuk mengetahui adanya infiltrat.

4) Ganti posisi setiap 2 jam, anjurkan anak menakukan aktivitas sesuai


toleransi. Membantu sirkulasi darah dalam menyalurkan oksigen keseluruh
tubuh.

5) Mempertahankan kepatenan jalan napas; melakukan pengisapan lendir, dan


mengatur posisi tidur dengan kepala ekstensi. Mencegah terjadinya
aspirasi.

6) Memberikan oksigen sesuai order dan monitor efektifitas pemberian


oksigen tersebut. Untuk mencegah terjadinya hipoksia.

7) Observasi meningkatnya pernapasan, kebingungan, disorientasi,


vasokontriksi perifer laporkan setiap perubahan ke dokter. Untuk
mendeteksi adanya perubahan-perubahan oksigenasi.

e. Resiko injury berhubungan dengan disorientasi, kejang, gelisah

Tujuan : mencegah injury

Intervensi dan rasional

1) Awasi klien yang kejang dan delirium untuk mencegah terjadinya injury.

2) Beri bantalan dan ikatan pada klien delirium untuk mencegah terjadinya
injury.

3) Kaji status pernapasan untuk mencegah terjadinya asfiksia yang dapat


menimbulkan injury.

4) Hindari penigkatan tekanan intra kranial; yang dapat menimbulkan


valsava manuver; batu, mengejan, bersin, rangsangan dari prosedur
seperti ; pengisapan lendir dilakukan denga hati-hati. Untuk mencegah
terjadinya injury

Daftar Pustaka

Muscari, Mary E. 2005. Keperawatan Pediatrik Edisi 3.Alih bahasa Alfrina. Jakarta :
EGC

Ngastiyah. 2005. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Edisi I. Jakarta: EGC

NANDA. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai