Kal Analisis
Kal Analisis
BAB I .............................................................................................................................................. 3
PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 3
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 4
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ......................................................................................... 4
BAB II............................................................................................................................................. 5
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................................. 5
2.1 Tembaga ........................................................................................................................... 5
2.2 Spektroskopi Serapan Atom ............................................................................................. 6
BAB III ......................................................................................................................................... 12
METODOLOGI PENELITIAN.................................................................................................... 12
BAB IV ......................................................................................................................................... 13
HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................................................... 13
BAB V .......................................................................................................................................... 14
KESIMPULAN ............................................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 15
BAB I
PENDAHULUAN
Industri pelapisan emas merupakan salah satu industri yang menggunakan bahan
baku tembaga. Pada proses pelapisan emas ini ada suatu tahap dimana perhiasan yang telah
dihaluskan kemudian dicuci. Pencucian dilakukan berulang-ulang sehingga diperoleh
perhiasan dengan kilap tertentu. Dalam proses ini dilakukan penghilangan kotoran &
lemak, dengan menggunakan air dan detergen. Dari proses ini dihasilkan limbah detergen
dan limbah yang mengandung NaCN serta logam berat salah satunya tembaga (Asri, 2009).
Sekitar 70% permukaan bumi diselimuti oleh air. Oleh karena itu, air dapat
dikatakan sebagai bagian yang essensial dari sistem kehidupan . Air merupakan zat yang
penting dalam kehidupan makhluk hidup di dunia ini, dari hewan yang berspesies terendah
sampai yang tertinggi, juga manusia dan tanaman. Apabila air sudah tercemar logam-logam
yang berbahaya akan mengakibatkan hal hal yang buruk bagi kehidupan (Darmono, 1995).
Cemaran tembaga ( Cu) dalam air sumur dapat melalui limbah yang menggunakan
tembaga sebagai bahan baku maupun bahan tambahan. Tembaga merupakan logam berat
yang berbahaya dan sering mencemari lingkungan yang dapat menurunkan kualitas air.
Logam berat ini diketahui dapat terakumulasi di dalam tubuh organisme, dan tetap tinggal
dalam tubuh dalam jangka waktu yang lama sebagai racun. Tembaga merupakan satu unsur
yang penting dan berguna untuk metabolisme. Dalam jumlah kecil tembaga (Cu)
diperlukan untuk pembentukan sel-sel darah merah, namun dalam jumlah besar dapat
menyebabkan rasa tidak enak di lidah, selain dapat menyebabkan kerusakan pada hati
(Sutrisno, 2002)
Pada manusia, keracunan tembaga (Cu) secara kronis dapat dilihat dengan
timbulnya penyakit Wilson dan Kinsky. Gejala dari penyakit Wilson ini adalah terjadi
hepatic cirrhosis, kerusakan pada otak, demyelinasi, dan terjadi penurunan kerja ginjal dan
pengendapan tembaga (Cu) dalam kornea mata. Penyakit Kinsky dapat diketahui dengan
terbentuknya rambut yang kaku dan berwarna kemerahan pada penderita (Palar, 2008).
Berdasarkan latar belakang tersebut perlu dilakukan penelitian apakah air sumur yang
terletak di dekat industri pelapisan emas mengandung tembaga melebihi batas yang
diperbolehkan. Metode yang digunakan adalah spektrofotometri serapan atom karena alat
ini cukup spesifik untuk analisis logam.
1. Bagaimanakah kualitas air di sumur sekitar industri pelapisan emas di Kota Tegal?
2. Berapakah kadar tembaga dalam air sumur di Kota Tegal?
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tembaga
Tembaga (Cu) adalah logam dengan nomor atom 29, massa atom 63,546, titik lebur
1083 °C, titik didih 2310 °C, jari-jari atom 1,173 A° dan jari-jari ion Cu2+ 0,96 A°.
Tembaga adalah logam transisi (golongan I B) yang berwarna kemerahan, mudah
regang dan mudah ditempa. Tembaga bersifat racun bagi makhluk hidup. Isoterm
adsorpsi merupakan suatu keadaan kesetimbangan yaitu tidak ada lagi perubahan
konsentrasi adsorbat baik di fase terserap maupun pada fase gas atau cair. Isoterm
adsorpsi biasanya digambarkan dalam bentuk kurva berupa plot distribusi
kesetimbangan adsorbat antara fase padat dengan fase gas atau cair pada suhu konstan.
Isoterm adsorpsi merupakan hal yang mendasar dalam penentuan kapasitas dan afinitas
adsorpsi suatu adsorbat pada permukaan adsorben (Kundari, 2008).
Logam Cu dapat masuk ke dalam semua strata lingkungan, apakah itu pada strata
perairan, tanah ataupun udara (lapisan atmosfer). Tembaga yang masuk ke dalam strata
lingkungan dapat datang dari bermacammacam sumber. Tetapi sumber–sumber
masukan logam Cu ke dalam strata lingkungan yang umum dan diduga paling banyak
adalah dari kegiatankegiatan perindustrian, kegiatan rumah tangga dan dari
pembakaran serta mobilitas bahan-bahan bakar (Palar, 1994).
Logam Cu yang masuk ke dalam tatanan lingkungan perairan dapat terjadi secara
alamiah maupun sebagai efek samping dari kegiatan manusia. Secara alamiah Cu
masuk ke dalam perairan dari peristiwa erosi, pengikisan batuan ataupun dari atmosfer
yang dibawa turun oleh air hujan. Sedangkan dari aktifitas manusia seperti kegiatan
industri, pertambangan Cu, maupun industri galangan kapal beserta kegiatan di
pelabuhan merupakan salah satu jalur yang mempercepat terjadinya peningkatan
kelarutan Cu dalam perairan (Palar, 1994).
Logam Cu termasuk logam berat essensial, jadi meskipun beracun tetapi sangat
dibutuhkan manusia dalam jumlah yang kecil. Toksisitas yang dimiliki Cu baru akan
bekerja bila telah masuk ke dalam tubuh organisme dalam jumlah yang besar atau
melebihi nilai toleransi organisme terkait (Palar, 1994).
Tembaga adalah logam yang secara jelas mengalami proses akumulasi dalam tubuh
hewan seiring dengan pertambahan umurnya, dan ginjal merupakan bagian tubuh ikan
yang paling banyak terdapat akumulasi Tembaga. Paparan Tembaga dalam waktu yang
lama pada manusia akan menyebabkan terjadinya akumulasi bahan-bahan kimia dalam
tubuh manusia yang dalam periode waktu tertentu akan menyebabkan munculnya efek
yang merugikan kesehatan penduduk (Widowati, 2008).
Gejala yang timbul pada manusia yang keracunan Cu akut adalah:mual, muntah,
sakit perut, hemolisis, netrofisis, kejang, dan akhirnya mati.Pada keracunan kronis, Cu
tertimbun dalam hati dan menyebabkan hemolisis. Hemolisis terjadi karena
tertimbunnya H2O2 dalam sel darah merah sehingga terjadi oksidasi dari lapisan sel
yang mengakibatkan sel menjadi pecah. Defisiensi suhu dapat menyebabkan anemia
dan pertumbuhan terhambat (Darmono, 2005).
Hubungan kuantitatif antara intensitas radiasi yang diserap dan konsentrasi unsur
yang ada dalam larutan cuplikan menjadi dasar pemakaian SSA untuk analisis unsur-
unsur logam. Untuk membentuk uap atom netral dalam keadaan/tingkat energi dasar
yang siap menyerap radiasi dibutuhkan sejumlah energi. Energi ini biasanya berasal
dari nyala hasil pembakaran campuran gas asetilen-udara atau asetilen-N2O,
tergantung suhu yang dibutuhkan untuk membuat unsur analit menjadi uap atom bebas
pada tingkat energi dasar (ground state). Disini berlaku hubungan yang dikenal dengan
hukum Lambert-Beer yang menjadi dasar dalam analisis kuantitatif secara SSA.
Hubungan tersebut dirumuskan dalam persamaan sebagai berikut (Ristina, 2006).
I = Io . a.b.c
Atau,
A = a.b.c
dengan,
a. Lampu katoda
b. Tabung gas
Tabung gas pada AAS yang digunakan merupakan tabung gas yang berisi
gas asetilen. Gas asetilen pada AAS memiliki kisaran suhu ± 20000 K, dan ada juga
tabung gas yang berisi gas N2O yang lebih panas dari gas asetilen, dengan kisaran
suhu ± 30000 K. Regulator pada tabung gas asetilen berfungsi untuk pengaturan
banyaknya gas yang akan dikeluarkan, dan gas yang berada di dalam tabung.
Spedometer pada bagian kanan regulator merupakan pengatur tekanan yang berada
di dalam tabung. Gas ini merupakan bahan bakar dalam Spektrofotometri Serapan
Atom
c. Burner
d. Monokromator
Berkas cahaya dari lampu katoda berongga akan dilewatkan melalui celah
sempit dan difokuskan menggunakan cermin menuju monokromator.
Monokromator dalam alat SSA akan memisahkan, mengisolasi dan mengontrol
intensitas energi yang diteruskan ke detektor. Monokromator yang biasa digunakan
ialah monokromator difraksi grating.
e. Detektor
g. Ducting
Ducting merupakan bagian cerobong asap untuk menyedot asap atau sisa
pembakaran pada AAS, yang langsung dihubungkan pada cerobong asap bagian
luar pada atap bangunan, agar asap yang dihasilkan oleh AAS, tidak berbahaya bagi
lingkungan sekitar. Asap yang dihasilkan dari pembakaran pada spektrofotometry
serapan atom (AAS), diolah sedemikian rupa di dalam ducting, agar asap yang
dihasilkan tidak berbahaya.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
BAB IV
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Asri, N. . (2009). Penurunan Kadar Logam Berat Limbah Cair Industri Emas (PT X) di
Surabaya. Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia.
Basset, J., Denney, R.C., Jeffery, G.H dan Mendham, J. (1994). Buku Ajar Vogel Kimia Analisis
Kuantitatif Anorganik (4th ed.). Jakarta: EGC.
Darmono. (1995). Logam Dalam Sistem Biologi Mahkluk Hidup. Jakarta: UI Press.
Kundari, N. A. (2008). Tinjauan Kesetimbangan Adsorpsi Tembaga dalam Limbah Pencuci PCB
dengan Zeolit. Seminar Nasional IV SDM Teknologi Nuklir. 25-26 Agustus 2008., 376–386.
Palar, H. (1994). Pencernaan dan Toksikologi Logam Berat, PT Rineka Cipta Jakarta. Balai
Besar Penelitian Dan Pengembangan Industri Keramik. Bandung, (Pembuatan SiC dari
Sekam Padi).
Underwood, A. L. dan D. R. A. (2001). Analisa Kimia Kualitatif Edisi Keenam (6th ed.). Jakarta:
Erlangga.