Anda di halaman 1dari 25

CASE REPORT

BENINGN PROSTAT HYPERPLASIA

Penulis:
Dr. Keisha Nabila

Pembimbing:
Dr. Inna Rosdyasari

Program Internsip Dokter Indonesia


Puskesmas Kecamatan Tanjung Priok

2019
BAB I

LAPORAN KASUS

I. Identitas
 Nama : Tn. T
 Usia : 65 tahun
 Jenis Kelamin : Laki-Laki
 Agama : Islam
 Suku : Sunda
 Pendidikan : SMA
 Status : Menikah
 Tanggal Berobat : 04 Oktober 2019

II. Anamnesis

Diambil dari autoanamnesis, tanggal 04 Oktober 2019

 Keluhan Utama :

Kesulitan berkemih sejak 4 bulan yang lalu

 Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke poli Lansia Puskesmas Kecamatan Tanjung Priok untuk


memperpanjang rujukan ke poli Urologi, awalnya pasien datang ke poli lansia dengan
keluhan kesulitan berkemih sejak 6 bulan yang lalu. Pasien mengaku perlu mengejan
lebih keras dalam berkemih, sering merasa belum tuntas saat berkemih, hanya beberapa
tetes serta memerlukan waktu yang lama, terkadang malam hari terbangun untuk
berkemih beberapa kali. OS juga mengeluhkan perasaan seperti anyang- anyangan
Semakin lama gejala yang dialami os memberat, sehingga pasien tidak bisa berkemih

 Riwayat Penyakit Dahulu :

Os mengaku sebelumnya belum pernah mengalami hal seperti ini. Pada bulan Juli pasien
diberikan rujukan ke Poli Urologi RSUD Koja karena sehari sebelumnya pasien datang
ke IGD karena pasien tidak bisa berkemih sama sekali, lalu dokter IGD menyarankan
untuk meminta rujukan ke Puskesmas untuk kontrol ke poli urologi. Os memiliki
Riwayat diabetes mellitus, penyakit ginjal, asthma disangkal oleh os. Os mengaku
mempunyain riwayat stroke non hemoraghic 3 tahun yang lalu dan hipertensi.

Os lalu datang ke poli urologi pada bulan Juli 2019, lalu dilakukan pemeriksaan
radiologi. lalu pasien didiagnosa Prostat menebal oleh dokter urologi pasien dijadwaklah
operasi pada bulan Agustus 2019, lalu pasien diberikan obat oral Harnal

 Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat diabetes mellitus, penyakit ginjal, asthma, hipertensi pada keluarga disangkal
os.

 Riwayat Kebiasaan :

Os mengaku tidak pernah mengkonsumsi minuman beralkohol. Os juga mengatakan


sudah berhenti merokok.

III.Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 03 Oktober 2019.

 Keadaan Umum
 Kesan sakit : tampak sakit sedang
 Kesadaran : compos mentis
 Kesan gizi : Gizi Cukup
 Tanda Vital
 Tekanan darah : 140/80 mmHg
 Nadi : 78 x/menit
 Respirasi rate : 18 x/menit
 Suhu : 36,5 oC
 Kepala
 Normocephali
 Rambut hitam distribusi merata tidak mudah dicabut

 Mata
 Konjungtiva anemis -/-
 Sklera ikterik -/-
 Pernafasan cuping hidung (-)
 Telinga
 Bentuk normal
 Nyeri tekan auricular -/-, sekret -/-
 Hidung
 Bentuk normal
 Septum deviasi (-)
 Sekret (-)
 Pernafasan cuping hidung (-)
 Mulut
 Bibir tidak tampak kering namun pucat (-)

 Leher
 Kelenjar getah bening tidak teraba membesar
 JVP tidak mengalami peningkatan (5+3) cmH20

 Thorax
 Cor

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus Cordis teraba di ICS 5 +/- I cm lateral midklavikula kiri

Perkusi : Batas kanan : ICS III- V Linea Sternalis Dextra

Batas kiri : ICS V Linea Mid Clavicularis Sinistra

Batas atas : ICS III linea parasternalis kiri

Auskultasi : BJ I & II regular, murmur (-), gallop (-)

 Pulmo

Inspeksi : Gerak nafas simetris tidak ada bagian hemithorax yang


tertinggal, retraksi sela iga -/-

Palpasi : Gerak nafas simetris tidak ada bagian hemithorax yang


tertinggal

Perkusi : sonor di seluruh lapang paru

Auskultasi : Suara napas vesikuler, wheezing (-/-), ronkhi basah halus


dibasal (-/-)

 Abdomen
 Supel
 Hipertimpani
 Nyeri Tekan Epigastrium (+)
 Bising usus >2x per menit

 Ekstremitas
 Warna kulit sawo matang, tidak ikterik,tidak terdapat ptekie,purpura,ekimosis

 Turgor kulit baik


 Akral hangat

+ +
+ +

 Pitting Odema - -

Pemeriksaan Rectal Toucher

- Tonus sfingter ani baik


- Mukosa rectum licin
- Feses (-), lendir (-), darah (-), massa (-), nyeri (-)
- Prostat teraba kenyal, simetris antar lobus kanan dan kiri, tidak teraba nodul-nodul,
nyeri (-). linea mediana tidak teraba.

IV. Diagnosa Banding :


 Karsinoma Prostat
 Batu Buli

V. Diagnosis Kerja

 Beningn Prostat Hiperplasia (Post TURP)

VI. Penatalaksanaan
 Pasien dirujuk ke Poli Urologi
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Hiperplasia prostat jinak (BPH), juga dikenal sebagai hipertrofi prostat jinak, adalah
pertumbuhan berlebihan dari sel-sel prostat yang tidak ganas. Pembesaran prostat jinak akibat
sel-sel prostat memperbanyak diri melebihi kondisi normal, yang biasanya dialami laki-laki
berusia diatas 50 tahun. BPH merupakan diagnosis histologis ditandai oleh proliferasi dari
elemen seluler prostat, akumulasi seluler dan pembesaran kelenjar dapat hasil dari proliferasi
epitel dan stroma, gangguan kematian sel terprogram (apoptosis), atau keduanya. BPH
melibatkan unsur-unsur stroma dan epitel dari prostat timbul di zona transisi periurethral dan
kelenjar hiperplasia yang diduga hasil pembesaran prostat yang dapat membatasi aliran urin
dari kandung kemih. BPH dianggap sebagai bagian normal dari proses penuaan pada pria dan
hormon tergantung pada produksi testosteron dan dihidrotestosteron (DHT). 2

2.2 ANATOMI,HISTOLOGI DAN FISIOLOGI PROSTAT


ANATOMI

Prostat adalah organ fibromuskular dan glandular berbentuk konus terbalik yang
terletak di sebelah inferior buli-buli, di depan rectum dan membungkus uretra posterior.
beratnya kurang lebih 20 gram dengan ukuran 4 x 3 x 2.5 cm.1
Gambar 1. Anatomi Reproduksi Pria

Prostat memiliki zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler
anterior dan zona periuretra. Segmen uretra yang melintasi kelenjar prostat adalah uretra
prostat. Menurut klasifikasi Lowsley, prostat terdiri dari 5 lobus: anterior, posterior,
median,lateral kanan, dan kiri lateral. Lobus anterior terletak di depan uretra pars prostatika,
tidak ada jaringan kelenjar. Lobus medius terletak diantara uretra pars prostatika dan duktus
ejakulatorius, ada banyak jaringan kelenjar. Lobus posterior terletak di belakang uretra dan
di bawah duktus ejakulatorius, ada jaringan kelenjar. Lobus dekstra dan sinistra terletak
disamping kanan dan kiri uretra pars prostatika, ada banyak jaringan kelenjar.

Gambar 2. Anatomi Prostat

Pendarahan prostat oleh cabang dari arteri vesikalis inferior, Arteri pudenda interna,
dan Arteri rectalis media. Sedangkan untuk pendarahan vena diatur oleh pleksus venosus
prostaticus.
Prostat memperoleh persarafan otonomik simpatis dan parasimpatis dari pleksus
prostatikus. Pleksus prostatikus menerima masukan serabut parasimpatis dari kora spinalis
S2-4 dan simpatik dari nervus hipogastrikus (T10-L2) . Aliran Limfe dari kelenjar prostat
bermuara pada nodus iliaca internus, sacral,vesikalis, dan iliaca eksternus. 1

HISTOLOGI
Secara histologi prostat terdiri atas 30-50 kelenjar tubulo alveolar yang mencurahkan
sekretnya ke dalam 15-25 saluran keluar yang terpisah. Saluran ini bermuara ke uretra pada
kedua sisi kolikulus seminalis. Kelenjar ini terbenam dalam stroma yang terutama terdiri dari
otot polos yang dipisahkan oleh jaringan ikat kolagen dan serat elastis. Otot membentuk masa
padat dan dibungkus oleh kapsula yang tipis dan kuat serta melekat erat pada stroma. Alveoli
dan tubuli kelenjar sangat tidak teratur dan sangat beragam bentuk ukurannya, alveoli dan
tubuli bercabang berkali-kali dan keduanya mempunyai lumen yang lebar, lamina basal
kurang jelas dan epitel sangat berlipat-lipat. Jenis epitelnya berlapis atau bertingkat dan
bervariasi dari silindris sampai kubus rendah tergantung pada status endokrin dan kegiatan
kelenjar. Sitoplasma mengandung sekret yang berbutir-butir halus, lisosom dan butir lipid.
Nukleus biasanya satu, bulat dan biasanya terletak basal. Nukleoli biasanya terlihat ditengah,
bulat dan kecil.2
FISIOLOGI
Sekret kelenjar prostat adalah cairan seperti susu yang bersama-sama sekret dari
vesikula seminalis merupakan komponen utama dari cairan semen. Semen berisi sejumlah
asam sitrat sehingga pH nya agak asam (6,5). Selain itu dapat ditemukan enzim yang bekerja
sebagai fibrinolisin yang kuat, fosfatase asam, enzim-enzim lain dan lipid. Sekret prostat
dikeluarkan selama ejakulasi melalui kontraksi otot polos. kelenjar prostat juga menghasilkan
cairan dan plasma seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan cairan vesikula
seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi. Kelenjar prostat dibawah pengaruh Androgen Bodies
dan dapat dihentikan dengan pemberian Stilbestrol. 3

2.3 EPIDEMIOLOGI

Hiperplasia prostat merupakan penyakit pada pria tua dan jarang ditemukan sebelum
usia 40 tahun. Prostat normal pada pria mengalami peningkatan ukuran yang lambat dari lahir
sampai pubertas, yang kontinyu sampai usia akhir 30-an. Pertengahan dasawarsa ke-5, prostat
bisa mengalami perubahan hyperplasia.
Pada usia lanjut beberapa pria mengalami pembesaran prostat jinak. Keadaan ini dialami oleh
50% pria yang berusia 60 tahun dan kurang lebih 80% pria yang berusia 80 tahun.1

2.4 ETIOLOGI

Etiologi dari BPH masih belum diketahui pasti karena melibatkan banyak faktor dan
dikontrol oleh sistem endokrin. Prostat terdiri dari stroma dan epitel, dimana salah satu atau
gabungan keduanya dapat berkembang menjadi hyperplasia menimbulkan nodul dan gejala
yang terkait dengan BPH. Beberapa studi klinis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat
kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi
tua). Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat
adalah:4,5

1. Teori dehidrotestosteron
Dehidrotestosteron adalah metabolit androgen yang sangat penting dalam
pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron didalam sel prostat
oleh enzim 5α-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah
berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti
sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growht factor yang menstimulasi
pertumbuhan sel prostat

Pada berbagai penilitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda
dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5α-
reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini
menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitiv terhadap DHT sehingga repliksi
sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal.

2. Interaksi stroma-epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat
secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator (growth
factor) tertentu. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol,
sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel
stroma itu sendiri secara intrakrin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel
secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel
maupun sel stroma.
3. Ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron
Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangkan kadar estrogen
relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen dan testosteron relatif meningkat.
Telah diketahui bahwa estrogen dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi
kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitivitas sel-sel prostat terhadap
rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan
menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis). Hasil akhir dari semua
keadaan ini adalah, meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan
testosteron menurun, tetapi sel-sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih
panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar.

4. Berkurangnya kematian sel prostat


Program kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik untuk
mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi kondensasi dan
fragmentasi sel yang selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosis akan difagositosis
oleh sel-sel disekitarnya kemudian didegradasi oleh enzim lisosom.

Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan
kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa,
penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan seimbang.
Berkurangnya jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat sehingga
menyebabkan pertambahan masa prostat.

Sampai sekarang belum dapat diterangkan secara pasti faktor-faktor yang


mengahambat proses apoptosis. Diduga hormon androgen berperan dala menghambat
proses kematian sel karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas
kematian sel kelenjar prostat. Estrogen diduga mampu memperpanjang usia sel-sel
prostat, sedangkan faktor pertumbuhan TGFβ berperan dalam proses apoptosis.

5. Teori sel stem


Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk sel-sel baru.
Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang mempunyai
kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung pada
keberadaan hormon androgen, sehingga jika hormon ini keadaannya menurun seperti
yang terjadi pada kastrasi menyebabkan terjadinya apoptosis. Terjadinya proliferasi
sel-sel pada BPH dipostulasikan sebagai ketidak tepatan aktivitas sel stem sehingga
terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.

2.5 PATOLOGI
Proses berkembangnya BPH di zona transisional. Suatu proses hiperplastik akibat
kenaikan jumlah sel. Evaluasi mikroskopis mengungkapkan pola pertumbuhan nodular yang
terdiri dari berbagai jumlah stroma dan epitel. Stroma terdiri dari berbagai jumlah kolagen
dan otot polos. Diferensial komponen histologis BPH menjelaskan potensi respon untuk
terapi. Jadi terapi alpha-blocker dapat memberikan respon baik pada pasien dengan BPH
yang memiliki signifikan komponen otot polos, sedangkan BPH yang dominan terdiri dari
epitel akan merespon lebih baik terhadap inhibitor 5-alpha-reductase. Pasien dengan
komponen kolagen dalam stroma yang signifikan mungkin tidak merespon salah satu bentuk
terapi medis. Sayangnya, respon terhadap terapi tertentu tidak dapat diprediksi sebelumnya.
Seperti nodul BPH di zona transisional memperbesar, mereka memadatkan zona luar prostat,
menghasilkan pembentukan kapsul bedah, batas ini memisahkan zona transisi dari zona
perifer dan berfungsi sebagai landasan untuk enuklleasi prostat selama prostatectomi terbuka
sederhana dilakukan untuk BPH. 1

2.6 PATOFISIOLOGI
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan
menghambat aliran urin. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk
dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu.
Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli-buli berupa
hipertrofi otot detrusor. Penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi. Penonjolan serat
otot detrusor dengan sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut trabekulasi. Terjadi
penonjolan mukosa yang kecil yang disebut sakula dan divertikel buli-buli. Perubahan
struktur pada buli-buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih
sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala
prostatismus. 2,6,7
 Sering BAK (frekuensi)  disebabkan karena hipersensitivitas otot
detrusor atau karena pengosongan yang tidak lengkap pada tiap miksi
sehingga interval antar miksi menjadi lebih pendek. Frekuensi miksi
meningkat terutama pada malam hari (nokturia)  disebabkan karena
tonus sfingter uretra berkurang selama tidur.

 Sering kebelet ingin BAK (Urgensi)  disebabkan hiperiritabilitas dan


hipersensitivitas buli-buli karena obstruksi infravesika.

 Harus menunggu lama / susah untuk memulai kencing (hesitancy) 


Obstruksi intavesika menyebabkan otot detrusor gagal berkontaksi dengan
cukup kuat untuk menegeluarkan urin.

 Pada saat urin keluar terasa panas atau sakit (dysuria)  inflamasi buli.

 Pancarannya miksi lemah  disebabkan otot detrusor gagal berkontraksi


dengan cukup kuat .

 BAK sering berhenti dan lancar lagi terutama bila mengedan (Pancaran
miksi terputus-putus atau intermitency)  disebabkan otot detrusor gagal
berkontraksi dengan cukup lama untuk melawan tahanan (resistensi) di
uretra sehingga kontraksinya terputus-putus

 Menetes ketika selesai miksi  tidak tuntas nya urin yang harus
dikeluarkan.
Apabila buli-buli menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir
miksi masih ditemukan sisa urin di dalam kandung kemih dan timbul rasa tidak tuntas pada
akhir miksi. Karena produksi urin terus terjadi, maka tekanan intravesika terus meningkat.
Apabila tekanan vesika menjadi lebih tinggi daripada tekanan sfingter akan terjadi
inkontinensia paradoks. Retensi urin kronik tidak hanya menyebabkan tekanan intravesika
meningkat tetapi juga meningkatkan tekanan pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua
muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi
refluks vesiko-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter,
hidronefrosis bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal
dipercepat bila terjadi infeksi.

Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu endapan di dalam kandung
kemih. Batu ini menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat
juga menyebabkan sistitis, dan bila terjadi refluks vesiko-ureter terjadi pielonefritis.
2.7 GAMBARAN KLINIS
Hiperplasia prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih baik bagian atas ataupun
bawah dan keluhan diluar saluran kemih.2,7,8

1. Gejala pada saluran kemih bagian bawah (LUTS)


Keluhan pada saluran kemih sebelah bawah (LUTS) terdiri atas gejala
obstruksi dan iritatif. Gejala obstruksi seperti hesitansi (susah memulai miksi),
pancaran miksi lemah, intermitensi (miksi tiba-tiba berhenti dan lancar kembali /
terputus-putus), miksi tidak puas, terminal dribbling ( menetes setelah miksi). Gejala
iritatif seperti frekuensi( anyang-anyang ), nokturi (sering miksi malam hari), urgensi
(merasa ingin miksi yang tidak bisa di tahan), disuria (nyeri saat miksi).

Timbulnya gejala LUTS merupakan kompensasi otot-otot buli untuk


mengeluarkan urin. Pada suatu saat otot-otot buli mengalami kepayahan/fatique
sehingga jatuh kedalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi
urin akut.

Timbulnya dekompensasi buli biasanya didahului oleh beberapa faktor


pencetus, antara lain: (1) volume buli tiba-tiba terisi penuh yaitu pada cuaca dingin,
menahan kencing terlalu lama, mengkonsumsi obat-obatan atau minuman yang
mengandung diuretikum (alkohol, kopi), dan minum air dalam jumlah yang
berlebihan. (2) massa prostat tiba-tiba membesar, yaitu setelah melakukan aktivitas
seksual atau mengalami prostatitis akut., dan (3) setelah mengkonsumsi obat-obatan
yang dapat menurunkan kontraksi otot detrusor atau mempersempit leher buli, antara
lain: golongan kolinergik atau adrenergik alfa.

Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan saluran kemih bagian bawah,
beberapa ahli/organisasi urologi membuat sistem skoring yang secara subyektif dapat
diisi dan dihitung sendiri oleh pasien. Sistem skoring yang dianjurkan oleh WHO
adalah Skor International Gejala Prostat atau I-PSS (International Prostatic Symptom
Score).

Sistem skoring I-PSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan
keluhan miksi (LUTS), diberi nilai dari 0 sampai 5. Dan satu pertanyaan yang
berhubungan dengan kualitas hidup, diberi nilai dari 1 sampai 7
Dari skor I-PSS itu dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu (1)
ringan: skor 0-7, (2) sedang: skor 8-19, dan (3) berat: skor 20-35.

2. Gejala pada saluran kemih bagian atas

Berupa gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang


(merupakan tanda dari hidronefrosis), atau demam (merupakan tanda dari infeksi atau
urosepsis).

3. Gejala di luar saluran kemih

Kadang pasien datang ke dokter mengeluhkan adanya hernia inguinalis atau


haemorrhoid. Timbulnya kedua penyakit ini mungkin karena sering mengejan pada
saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal.

Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa
di daerah supra simfisis akibat retensi urin. Kadang didapatkan urine yang selalu
menetes tanpa disadari oleh penderita, yang merupakan pertanda dari inkontinensia
paradoksa.

Pada pemeriksaan colok dubur diperhatikan

 tonus sfingter ani/refleks


bulbo-cavernosus untuk menyingkirkan kelainan buli neurogenik,

 mukosa dan ampula rektum


 keadaan prostat, antar lain: apakah batas atas teraba, adanya nodul, krepitasi
(adanya batu prostat bila teraba krepitasi), konsistensi prostat, simetri antar
lobus,dan batas prostat.

Colok dubur pada BPH menunjukkan konsistensi prostat kenyal, tidak teraba nodul,
lobus kiri dan kanan simetris. Sedangkan pada Ca prostat menunjukkan konsistensi
prostat keras/teraba nodul,dan mungkin di antara lobus kanan dan kiri asimetris
Gambar 3. Pemeriksaan Colok dubur

Derajat berat obstruksi dapat pula diukur dengan mengukur pancaran urin
pada waktu miksi, yang disebut uroflowmetri. Angka normal pancaran kemih rata-rata
10-12 ml/detik dan pancaran maksimal sampai sekitar 20 ml/detik. Pada obstruksi
ringan pancaran menurun antara 6-8 ml/detik, sedangkan pancaran maksimal menjadi
15 ml/detik atau kurang.

Derajat BPH berdasarkan Gambaran Klinik

Colok dubur Sisa volume urin


Derajat
Penonjolan prostat, batas atas mudah
I < 50 ml
diraba (< 1cm pada rectum)

Penonjolan prostate jelas, batas atas dapat


II 50 - 100 m
dicapai (1-2 cm pada rectum)

Batas atas prostat tidak dapat diraba (2-3


III 100 m
cm pada rectum)

IV Prostat teraba > 3cm pada rectum Retensi urin total

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Laboratorium

 Sedimen urin : kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi pada saluran kemih
 Kultur urin : mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan menentukan
sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan
 Pemeriksaan darah
o elektrolit
o ureum
o kreatinin
o gula darah
Untuk mengetahui faal ginjal.

 Prostate Specific Antigen (PSA) > 4 dicurigai adanya keganasan pada prostat.
Dilakukan sebagai dasar penentuan perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini
keganasan. Bila nilai PSA < 4 ng/ml tidak perlu biopsi. Bila nilai PSA 4-10 ng/ml,
hitung PSAD(Prostat specific Antigen Density) yaitu nilai PSA serum dibagi dengan
volume prostat. Bila nilai PSAD ≥ 0,15 maka dilakukan biopsi. Demikian pula jika
nilai PSA > 10 ng/ml dlakukan biopsi

2. Pemeriksaan Pencitraan

 Foto polos abdomen : mencari adanya batu opak di saluran kemih. Adanya
batu/kalkulosa prostat dan kadangkala menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh
terisi urin, yang merupakan tanda dari retensi urin.
 IntraVena Pielografi (IVP)
Untuk mengetahui:

a. kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis


b. memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan oleh dentasi prostat
(pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat) atau ureter
c. penyulit yang terjadi pada buli-buli, yaitu adanya trabekulasi, divertikel atau
sakulasi buli-buli
 Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Dapat dilakukan secara transabdominal dan transrektal (TRUS = Trans Rectal
Ultrasonografi).

1. Ultrasonografi transrektal digunakan untuk :


a. mengetahui besar / volume kelenjar prostat
b. adanya kemungkinan pembesaran prostat maligna
c. sebagai petunjuk melakukan biopsi aspirasi prostat
d. menentukan jumlah residual urin
e. mencari kelainan lain yang ada di buli-buli
2. Ultrasonografi transabdominal, dapat digunakan untuk mendeteksi adanya
hidronefrosis atau kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama.

3. Pemeriksaan Lain

Pemeriksaan, derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur :


Residual urine, yaitu jumlah sisa urin setelah miksi. Ditentukan dengan cara
kateterisasi setelah miksi atau dengan USG setelah miksi

Pancaran urine (uroflowmetri), dengan jalan menghitung jumlah urine dibagi dengan
lamanya miksi per detik (ml/detik), atau dengan alat uroflowmetri.2,9

2.9 DIAGNOSIS BANDING

Obstruktif lain kondisi saluran kemih bawah, seperti striktur uretra, kontraktur
kandung kemih , batu buli atau karsinoma prostat, harus di pikirkan ketika
mengevaluasi laki-laki dengan dugaan BPH. Riwayat pada uretra sebelumnya, berupa
instrumentasi, uretritis, atau trauma harus dijelaskan untuk menyingkirkan striktur uretra
atau kontraktur kandung kemih, Hematuria dan nyeri yang umumnya terkait dengan batu
saluran kemih. Karsinoma prostat dapat dideteksi pada rectal toucher atau kadar PSA
tinggi (>4) . Infeksi saluran kemih juga dapat memberikan gejala mirip gejala BPH, dapat
diidentifikasi dengan pemeriksaan kultur urin, tapi infeksi saluran kencing juga dapat
menjadi komplikasi BPH. Gejala yg ada juga terkait dengan karsinoma kandung kemih
terutama karsinoma in situ, biasanya menunjukkan gejala hematuria. Demikian pula
pasien dengan neurogenik gangguan kandung kemih mungkin memiliki banyak tanda-
tanda dan gejala BPH, tetapi riwayat penyakit neurologis, stroke, diabetes mellitus. Selain
itu, pemeriksaan mungkin menunjukkan perineum dan ekstremitas mengalami
kekurangan sensasi atau perubahan pada tonus sfingter rectum atau bulbocavernosus
refleks. Simulasi perubahan fungsi usus (konstipasi) mungkin juga waspada satu
kemungkinan asal dari neurologis.1

2.10 PENATALAKSANAAN
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalani tindakan medik. Tujuan pada pasien
hiperplasia prostat adalah untuk memperbaiki keluhan miksi, meningkatkan kualitas hidup,
mengurangi obstruksi intravesika, mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal,
mengurangi volume residu urin setelah miksi dan mencegah progresilitas penyakit.1,2,5

1 . Watchfull waiting

Ditujukan pada penderita BPH dengan keluhan ringan yang tidak mengganggu
aktivitas sehari-hari. Pasien tidak diberikan terapi apapun hanya diberikan anjuran
mengenai hal yang dapat memperburuk keluhan, seperti jangan minum kopi atau alkohol,
batasi penggunaan obat yang mengandung fenilpropanolamin, kurangi makanan pedas dan
asin, dan jangan menahan kencing terlalu lama.

2. Medikamentosa

Terdapat 3 golongan obat :

 Penghambat receptor adrenergik a


Beberapa golongan obat yang dipakaii adalah prazosin (dua kali sehari), terazosin,
afluzosin dan doksazosin yang diberikan sekali sehari. Obat-obat golongan ini dapat
memperbaiki keluhan miksi dan laju pancaran urine.

 Penghambat 5 a-reduktase
Bekerja dengan cara menghambat pembentukan dehidrotestosteron dari testosteron
yang dikatalisis oleh enzim 5 a reduktase di dalam selsel prostat.

Pemberian finasteride 5 mg mampu memperbaiki keluhan miksi dan pancaran miksi.

 Fitofarmaka
Kemungkinan fitoterapi bekerja sebagai anti estrogen, anti androgen,memperkecil
volume prostat dan lain-lain. Fitoterapi yang banyak dipasarkan ialah Pygeum africanum,
Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica dan lainnya.
3. Terapi bedah

Penyelesaian masalah pasien hiperplasia prostat jangka panjang yang paling baik saat
ini adalah pembedahan, karena pemberian obat-obatan membutuhkan waktu yang lama
untuk melihat hasilnya. Indikasi pembedahan adalah bila :2

 Tidak menunjukkan perbaikan setelah terapi medikamentosa


 Mengalami retensi urin
 Mengalami infeksi saluran kemih yang berulang
 Batu buli,divertikel
 Hematuria
 Gagal ginjal
 Timbul penyulit lain akibat obstruksi saluran kemih bagian bawah seperti
Hernia dan Hemorroid

Terdapat beberapa macam pembedahan yaitu :

1. Prostatektomi terbuka
Sebuah sayatan bisa dibuat di perut (melalui struktur di belakang tulang
kemaluan/retropubik dan diatas tulang kemaluan/suprapubik) atau di daerah perineum
(dasar panggul yang meliputi daerah skrotum sampai anus). Pendekatan melalui
perineum saat ini jarangn digunakan lagi karena angka kejadian impotensi setelah
pembedahan mencapai 50%. Pembedahan ini memerlukan waktu dan biasanya
penderita harus dirawat selama 5-10 hari. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah
impotensi (16-32%, tergantung kepada pendekatan pembedahan) dan inkontinensia
uri (kurang dari 1%).

2. Prostatektomi Endourologi

a. Trans Urethral Resection of the Prostate (TURP)

Yaitu reseksi endoskopik malalui uretra. Jaringan yang direseksi hampir


seluruhnya terdiri dari jaringan kelenjar sentralis. Jaringan perifer ditinggalkan
bersama kapsulnya. Metode ini cukup aman, efektif dan berhasil guna. Saat ini
tindakan TUR P merupakan tindakan operasi paling banyak dikerjakan di
seluruh dunia.
Reseksi kelenjar prostat dilakukan transuretra dengan mempergunakan cairan
irigasi (pembilas) agar daerah yang di reseksi tetap terang dan tidak tertutup
oleh darah. Cairan yang dipergunakan adalah cairan yang non ionic, yang
dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan yang
sering di pakai dan harganya cukup murah yaitu H2O steril (aquades).
Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga
cairan ini dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena
yang terbuka pada saat reseksi. Kelebihan H2O dapat menyebabkan terjadinya
hiponatremia relative atau gejala intoksikasi air yang dikenal dengan sindroma
TURP. Untuk mengurangi resiko timbulnya sindroma TURP operator harus
membatasi diri untuk tidak melakukan reseksi lebih dari 1 jam.
Komplikasi lain yang mugkin terjadi adalah perdarahan, perforasi,
inkontinensi, disfungsi ereksi, ejakulasi retrograde, dan striktura uretra.

Gambar 4. Trans Urethral Resection of the Prostate (TURP)

b. Trans Urethral Incision of Prostate (TUIP)

Metode ini di indikasikan untuk pasien dengan gejala obstruktif, tetapi ukuran
prostatnya mendekati normal. Pada hiperplasia prostat yang tidak begitu besar
dan pada pasien yang umurnya masih muda umumnya dilakukan metode
tersebut atau incisi leher buli-buli atau bladder neck incision (BNI) pada jam 5
dan 7. Terapi ini juga dilakukan secara endoskopik yaitu dengan menyayat
memakai alat seperti yangg dipakai pada TURP tetapi memakai alat pemotong
yang menyerupai alat penggaruk, sayatan dimulai dari dekat muara ureter
sampai dekat ke verumontanum dan harus cukup dalam sampai tampak kapsul
prostat. Kelebihan dari metode ini adalah lebih cepat daripada TURP dan
menurunnya kejadian ejakulasi retrograde dibandingkan dengan cara TURP.

c. Pembedahan dengan laser (Laser prostatectomy)


Oleh karena cara operatif (operasi terbuka atau TUR P) untuk mengangkat
prostat yang membesar merupakan operasi yang berdarah, sedang pengobatan
dengan TUMT dan TURF belum dapat memberikan hasil yang sebaik dengan
operasi maka dicoba cara operasi yang dapat dilakukan hampir tanpa perdarahan.

Waktu yang diperlukan untuk melaser prostat biasanya sekitar 2-4 menit untuk
masing-masing lobus prostat (lobus lateralis kanan, kiri dan medius). Pada waktu
ablasi akan ditemukan pop corn effect sehingga tampak melalui sistoskop terjadi
ablasi pada permukaan prostat, sehingga uretra pars prostatika akan segera akan
menjadi lebih lebar, yang kemudian masih akan diikuti efek ablasi ikutan yang
kan menyebabkan “laser nekrosis” lebih dalam setelah 4-24 minggu sehingga
hasil akhir nanti akan terjadi rongga didalam prostat menyerupai rongga yang
terjadi sehabis TURP.

4. Tindakan Invasif Minimal

a. Trans urethral microwave thermotherapy (TUMT)

b. Trans urethral ballon dilatation (TUBD)

c. Trans urethral needle ablation (TUNA)

d. Stent urethra dengan prostacath

Meskipun sudah banyak modalitas yang telah di temukan untuk mengobati pembesaran
prostat, sampai saat ini terapi yang memberikan hasil paling memuaskan adalah TUR
Prostat.5
2.11 PROGNOSIS
Lebih dari 90% pasien mengalami perbaikan sebagian atau perbaikan dari gejala yang
dialaminya. Sekitar 10 – 20% akan mengalami kekambuhan penyumbatan dalam 5 tahun.8
KESIMPULAN

Prostat adalah organ fibromuskular dan glandular yang terletak di sebelah inferior
buli-buli, di depan rectum dan membungkus uretra posterior. beratnya kurang lebih 20 gram
dengan ukuran 4 x 3 x 2.5 cm. Menurut klasifikasi Lowsley, prostat terdiri dari 5 lobus:
anterior, posterior, median,lateral kanan, dan lateral kiri. Menurut McNeal (1972), prostat
memiliki zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan zona
periuretra. Segmen uretra yang melintasi kelenjar prostat adalah uretra prostat

BPH merupakan penyakit pada pria tua dan jarang ditemukan pada usia sebelum 40
tahun. semua pria yang sehat diatas 40 tahun cenderung untuk menderita hipertrofi prostat,
10% dari mereka disertai dengan gangguan-gangguan miksi kelak dikemudian hari.
merupakan kelainan kedua tersering di klinik urologi setelah batu saluran kemih. Etiologi
dari BPH masih belum diketahui pasti karena melibatkan banyak faktor dan dikontrol oleh
system endokrin.

Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalani tindakan medik. Kadang-
kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi
apapun.
Tujuan terapi pada hiperplasia prostat adalah: (1) memperbaiki keluhan miksi, (2)
meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi infravesika, (4) mengembalikan
fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume residu urin, dan (6) mencegah
progresifitas penyakit. Hal ini dapat dicapai dengan cara medikamentosa, pembedahan, atau
tindakan endourologi yang kurang invasif. 2
DAFTAR PUSTAKA

1. Tanagho, Emil A ; McAninch, Jhon W. Benign Prostatic Hyperplasia ; at


Smith’s General Urology. 17 th edition. Mc Graw Hill : Lange ;
California.2011, p 348.
2. Purnomo, B. Basuki. Hiperplasia Prostat; Di dalam Dasar-Dasar Urologi.
Edisi 2. Penerbit Sagung Seto : Jakarta. 2009, p 69-85.
3. Scanlon, Valerie C. 2016. Essentials of Anatomy and Physiology 5th
Edition. Philadelphia: F. A. Davis Company.
4. Benign Prostate Hyperplasia, Available at
http://emedicine.medscape.com/article/437359-overview
5. Roehrborn CG and McConnell JD. Etiology, pathophysiology,
epidemiology, and natural history of benign prostatic hyperplasia. In : LR,
Novick AC, Partin AW , and Peters CA (editor). Campbell’s urology.
Phyladelphia: Saundes, 2014: 1297-1336.
6. Benign Prostatic Hyperplasia, Available at
http://en.wikipedia.org/wiki/Benign_prostatic_hyperplasia
7. Rahardjo, Djoko. PROSTAT Kelainan-kelainan Jinak, Diagnosis dan
Penanganan. Cetakan Pertama, Penerbit : Subbagian urologi Bagian Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.2011. 15-60.
8. Benign Prostatic Hyperplasia, Available at
http://www.urolog.nl/urolog/php/patients.php?doc=bph&lng=en
9. De Jong, Wim ; Sjamsuhidajat R. Prostat; di dalam Buku Ajar Ilmu
Bedah. Edisi 2. Penerbit EGC: Jakarta , 2004, p 782.

Anda mungkin juga menyukai