Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

SEJARAH INDONESIA PRAAKSARA

“KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASA BERCOCOK TANAM”

Oleh:

Kelompok 3

Afdal zukri (19046001)

Al rasyid azim zaid (19046004)

Diani putri (19046162)

Dosen pembimbing:

Drs.Zul Asri,M.pd

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI PADANG


2019

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Sejarah indonesia pra aksara.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak yang telah tulus memberikan doa ,saran ,dan kritik sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu ,kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari bebagai
pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan perkembangan bagi dunia
pendidikan

Padang 07 November 2019

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar……………………………………………………......................…….i

Daftar Isi…………………………………………………………............…...........…..ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang…………………………………………….......................……….....1

1.2RumusanMasalah………………………………….........…………...........…...……1

1.3Tujuan……………………………………………………………......................…....2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 PolaMenetap (RevolusidalamKehidupanManusia)……................................…..........3

2.2ManusiaPendukung.......................................................................................................4

2.3KebudayaanBoscon –Hoabin………............................................................................5

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan………………………………………………..............……….............6

3.2 Saran……………………………………………………..............……………........6

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................…7


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang

Setelah zaman berburu dan mengumpulkan makanan perkembangan kehidupan manusia


pada saat itu menjadi lebih baik lagi,dengan berganti pada masa bercocok tanam . hal ini
disebabkan oleh kesadaran manusia pada saat itu akan keterbatasan sumber daya alam dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya .maka dengan itu manusia harus mengelola sumber daya alam
yang ada dan pada masa bercocok tanam ini manusia tidak lagi hidup secara berpindah –
pindah/nomaden,melaikan menetap dan membentuk masyarakat perkampungan.Zaman bercocok
tanam ini merupakan periode perkembangan dari zaman sebelumnya yang mana kondisi alam
yang stabil mempengaruhi perkembangan jumlah manusia yang hidup pada saat ini.keterbatasan
alam dalam menyediakan kebutuhan manusia akan bahan makanan menyebabkan terjadinya
perubahan besar dalam cara pemenuhan kebutuhan hidup manusia.yang mana pada awalnya
manusia itu cenderung food gathering berkembang menjadi food producing.

1.2Rumusan Masalah

1.Bagaimanapolakehidupanmanusiapada masa bercocoktanam?

2.Siapasajamanusiapendukungpada masa bercococktanam?

3. ApaitukebudayaanBacson-Hoabin?

1.3Tujuan Penulis

1.Untukmengetahibagaimanapolakehidupanmanusiapada masa bercocoktanam.

2.Untukmengetahuimanusiapendukungpada masa bercocoktanam.

3.UntukmengetahuiapaitukebudayaanBacson -Hoabin.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PolaMenetap

Zaman bercocok tanam merupakan periode perkembangan dari masa sebelumnya.


Kondisi alam yang stabil mempengaruhi perkembangan jumlah manusia yang hidup pada masa
ini.Keterbatasan alam menyediakan kebutuhan hidup dan semakin meningkatnya kebutuhan
manusia akan bahan makanan menyebabkan terjadinya perubahan besar dalam cara pemenuhan
kebutuhan hidup manusia. Manusia yang semula food gathering berkembang menjadi food
producing. Biji atau sisa-sisa tumbuh-tumbuhan yang telah dibawa ketempat tinggal ditanam
kembali disekitar tempat tinggal mereka secara sederhana. Demikian juga hewan-hewan buruan
yang masih kecil kemudian dipelihara di pekarangan rumah. Pergeseran ini menjadi tanda
dimulainya kehidupan ekonomi baru dengan cara bercocok tanam dan beternak. Pola hidup
seperti ini tidak memungkinkan lagi masyarakat untuk berpindah-pindah. Hal ini menyebabkan
masyarakat hidup menetap dan membentuk sistem yang mengatur hubungan antar manusia
sebagai akibat munculnya system keluarga (ayah,ibu,anak,saudara,dansebagainya).
Pada masa ini mulai ada tanda-tanda cara hidup menetap di suatu perkampungan yang
terdiri atas tempat tinggal yang sederhana yang didiami secara berkelompok oleh beberapa
keluarga. Populasi mulai meningkat dan kegiatan-kegiatan dalam kehidupan perkampungan yang
terutama ditujukan untuk mencukupi kehidupan bersama, mulai diatur dan dibagi antar anggota
masyarakat. Selain segi teknologi dalam menghasilkan berbeda-beda untuk keperluan sehari-
hari, sepertipakaian, gerabah, danalat-alat kerja mulai ditingkatkan, unsure kepercayaan dalam
kehidupan perkampungan ini mulai memainkan peran yang penting. Unsur-unsur kepercayaan
ini sangat erat berhubungan dengan keinginan untuk meningkatkan dan mempertahankan
kesejahteraan dalam hidup bersama.

Ciri-cirikehidupanpada masa bercocoktanam

1.Pada masa ini manusia sudah hidup menetap di suatu wilayah atau perkampungan secara
berkelompok.
2.Mulai adanya kerjasama antara individ untuk memenuhi kepentingan dan kesejahteraan
bersama ,seperti membangun rumah maupun mengolah lahan pertanian dilakukan dengan cara
gotongroyong.
3.Teknologi pembuatan alat bantu meningkat,yang terbuat dari batu dan tulang yang sudah di
asah.
4.Makanan didapatkan dengan cara bercocok tanam secara sederhana ,pada masa ini manusia
sudah mulai memelihara hewan hasil buruan untuk di kembangkan.
5.Adanya kepercayaan dan pemujaan terhadap roh nenek moyang atau disebut animism dan
dinamisme.
6.munculnya system perekonomianya itu dikenal dengan system pertukaran barang dengan
barang /barter

2.2 Manusia pendukung

Manusia pendukung masa bercocok tanam dikaitkan dengan nenek moyang bangsa
Indonesia dari jenis bangsa Austronesia yang semula menempati kawasan Asia Tenggara antara
Yunan dan Tonkin

Manusia yang hidup pada masa bercocok tanam terdiri dari jenis manusia
Austramelanosoid dan Mongoloid. Jenis manusia yang mendiami Nusantara kecuali di Sulawesi
Selatan adalah Austramelanosoid tetapi berdasarkan temuan rangka mulai Ban Kao (Muangthai),
goa Cha (Malaysia), Cacang (Bali) semua menunjukkan ciri Mongoloid. Sedangkan Indonesia
bagian timur (kecuali Sulawesi Selatan).

Ciri-ciri manusia pada masa bercocok tanam

Ciri manusia indonesia yang hidup dimasa bercocok tanam tidak banyak diketahui benar,
karena tidak ditemukan rangka-rangka yang cukup utuh pada masa ini. Karena kurangnya
pengetahuan tentang manusia pada periode ini, kita hanya bisa mencoba dengan memperhatikan
sisa manusia dari masa tersebut dari negeri-negeri tetangga, seperti Thailand, Vietnam, dan
Malaysia. Yang kita selidiki adalah perubahan-perubahan dari manusia berburu tingkat lanjut ke
manusia dimasa perundagian dan sedikit sisa rangka yang fragmentasi dari masa megalitik.
Di Thailand masa itu populasi sudah banyak memperlihatkan ciri-ciri mongoloid seperti
dibuktikan dengan temuan dari Ban Kuo. Ciri-ciri tersebut berupa bentuk kepala yang bundar,
muka lebar, dan gigi seri yang menembilang. Pada temuan Ban Kao juga tampak mutilasi gigi
dalam bentuk pengasahan permukaan bibir gigi seri. Temuan rangka di Indo-Cina juga
menunjukkan ciri-ciri mongoloid yang lebih dominan, meskipun ciri Austromelanesid masih
terdapat sedikit. Dibuktikan dengan temuan di Quynh Van, misalnya. Pembaruan komponen
Mongoloid dan Australomelanesid, dengan komponen pertama lebih dominan yang terlihat pada
temuan-temuan di Malaysia, misalnya rangka-rangka Gua Cha.

Hasil-hasil temuan tersebut dapat diperkirakan bahwa penduduk masa bercocok tanam di
Indonesia bagian Barat demikian pula keadaannya. Manusia dimasa perundagian, dapat
dibenarkan karena mereka memperlihatkan lebih banyak unsur Mongoloid ketika dibandingkan
dengan manusia dari masa berburu pasca-plestosen dibagian indonesia ini. Rangka manusia
megalitik dari cancang (Bali) menyokong pendapat ini karena giginya menunjukkan ciri-ciri
Mongoloid.

Di Indonesia bagian timur berlainan. Sampai sekarang daerah terutama bagian selatan
dan timur, lebih dipengaruhi oleh unsur-unsur Australomelanesid. Hanya masa yang belakangan
mikroevolusi sehingga ciri-ciri yang progresif lebih banyak terdapat. Sulawesi keadaannya khas,
karena dipengaruhi Mongoloid lebih lebih kuat dan lebih awal disini.

2.3 Kebudayaan Bac-son Hoa-Binh

Selain rangka manusia jenis Austramelanesoid pada lapisan kulit kerang dipantai Sumatra
Utara juga ditemukan artefak berupa kapak genggam (sumateralit) dan batu giling. Bahannya
terbuat dari batu keras (andesit) yang ditajamkan secara bergelombang. Bahan yang digunakan
serta teknik pembuatannya hampir sama dengan kapak batu yang terdapat di Hoa-Binh dan Bac
Son Vietnam. Mme Madeline Colani, seorang prasejarah Perancis memberi nama alat-alat
tersebut sebagai kebudayaan Bacson Hoa-Binh. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa Tonkin
merupakan pusat kebudayaan Asia Tenggara. Oleh karena itu alat-alat batu itu dinamakan
dengan alat budayaHoa-Bin dan Bacson.

Manusia pada masa ini juga sudah mengenal sistem penguburan sebagai akibat dari
kehidupan yang sudah mulai menetap. Di batu giling dan rangka manusia juga ditemukan bekas
warna merah, juga pada rangka manusia. Hal ini menunjukkan bahwa bahan warna merah telah
dibuat pada batu giling yang kemudian dioleskan atau ditaburkan pada rangka manusia sebagai
hematit. Di eropa penaburan oker merah (hematit) dilakukan terhadap mayat sebelum dikubur,
gunanya untuk memulihkan kembali warnanya seperti orang hidup. Sedangkan di Indonesia
dilakukan pada saat di penguburan. Penaburan hematit ini dilakukan dalam rangka manusia
setelah mati akan tetap hidup dalam alam ghaib. Dengan demikian telah muncul kepercayaan
hidup setelah mati atau kebudayaan rohani.

Awalnya masyarakat Bacson-Hoabin hanya menggunakan alat dari gerabah yang


sederhana berupa serpihan-serpihan batu tetapi tahun 600 SM dalam bentuk batu-batu yang
menyerupai kapak yang berfungsi sebagai alat pemotong. Bentuknya ada yang lonjong, segi
empat, segitiga, danada, yang bentuk berpinggang. Ditemukan juga alat-alat serpih seperti batu
giling berbagai ukuran alat-alat dari tulang dan sisa tulang belulang manusia yang dikuburkan
dalam posisi terlipat dan ditaburi zat berwarna merah. Ditemukan pada penggalian yang
dilakukan di bukit kapur di daerah Vietnam bagian Utara yaitu daerah Bacson pegunungan
Hoabinh.

Istilah Bacson Hoabinh ini digunakan sejak tahun 1920-an untuk menunjukkan tempat
pembuatan alat-alat batu yang dimemiliki ciri dipangkas pada satu atau dua sisi permukaannya.
Batu kali yang berukuran lebih kurang satu kepalan dan seringkali seluruh tepiannya menjadi
bagian yang tajam. Banyak ditemukan di kawasan Asia Tenggara, Myanmar (Burma) barat
sampai utara hingga propinsi-propinsi selatan antara 1800 dan 3000 tahun yang lalu. Di
Indonesia alat-alat dari Bacson Hoabinh dapat ditemukan di daerah Sumatra (Lhokseumawe
Aceh dan Medan), Jawa (lembah sungai bengawan Solo), Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi
sampai ke Papua (Irian Jaya). Dibandingkan dengan budaya Hoa Binh yang sesungguhnya,
pembuatan alat batu yang ditemukan di Sumatra teknologinya lebih sederhana. Biasanya terdapat
di bukit sampah kerang disekitar pantai.

Hasil kebudayaan Bacson-Hoabinh

1. Kapak Genggam
Kapak Genggam yang ditemukan di dalam bukit kerang tersebut dinamakan dengan
pebble atau kapak Sumatra (Sumatralith) sesuai dengan lokasi penemuannya yaitu di pulau
Sumatera.

2. kapak dari Tulang dan Tanduk

Disekitar daerah Nganding dan Sidorejo dekat Ngawi, Madiun (Jawa Timur) ditemukan
kapak genggam dan alat-alat dari tulang dan tanduk. Alat-alat dari tulang tersebut bentuknya ada
yang seperti belati dan ujung tombak yang bergerigi pada sisinya. Adapun fungsi dari alat-alat
tersebut adalah untuk mengorek ubi dan keladi dari dalam tanah.

3. Flakes

Flakes berupa alat-alat kecil terbuat dari batu yang disebut dengan flakes atau alat serpih.
Flakes selain terbuat dari batu biasa juga ada yang dibuat dari batu-batu indah berwarna seperti
calsedon.

Flakes mempunyai fungsi sebagai alat untuk menguliti hewan buruannya, mengiris
daging atau memotong umbi-umbian. Jadi fungsinya seperti pisau pada masa sekarang. Selain
ditemukan di Sangiran, flakes ditemukan didaerah-daerah lain seperti Pacitan, Gombong, Parigi,
Jampang, Kulon, Ngandong (jawa), Lahat (Sumatra), Baturing (Sumbawa), Cabbenge
(Sulawesi), Wangka, Soa, Mangeruda.
BAB lll

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pada masa bercocok tanam ini yang mana kondisi alam sudah stabil sehingga mempengaruhi
jumlah perkembangan manusia pada saat ini.keterbatasan alam dalam dalam menyediakan
kebutuhan hidup manusia sehingga semakin meningkatnya kebutuhan manusia akan bahan
makanan ini menyebabkan terjadinya perubahan besar dalam memenuhi kebutuhan manusia
pada saat itu,yang mana pada awalnya manusia cenderung food gathering berubah menjadi good
producing.

Pada masa bercocok tanam ini manusia sudah mulai hidup menetap di suatu wilayah
perkampungan ,sudah ada munculnya sistem kekeluargaan ,dan telah adanya unsur kepercayaan.

Manusia pendukung pada masa bercocok tanam ini di kaitan dengan nenek moyang bangsa
Indonesia dari jenis bangsa Austronesia yang semula menepati kawasan asia tenggara antara
Yunan dan tonkin.manusia yang hidup pada masa bercocok tanam ini terdiri dari manusia
Austramelanosoid dan Mongoloid .

Kebudayaan Bacson hoabinh ,kebudayaan bacson hoabinh terletak di lembah sungai Mekong
,bacson adalah daerah pegunungan dan hoabinh adalah daerah dataran ,keduanya terletak tidak
jauh dari teluk tonkin.ras Papua melanesoid merupakan manusia pendukung kebudayaan bacson
hoabinh ,hasil kebudayaan bacson hoabin berupa kapak genggam,kapak dari tulang dan tanduk
dan flakes.

3.2 Saran

Demikian makalah ini kami buat ,kami sebagai pemateri menyadari banyak kesalahan dan jauh
dari kata sempurna ,Mak dari itu kami mengharapkan kritik dan saran mengenai makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

AB Theodorus .Tahap Perkembangan Kehidupan Masyarakat Praaksara di Indonesia.

Sartono Kartodirjo :2008.Sejarah Nasional Indonesia I .Jakarta :Balai Pustaka.

Hubert Forestier ,Ribuan Gunung ,Ribuan alat bantu ,Prasejarah Sang Keplek ,Gunung Sewu
,Jawa Timur .Jakarta :Perpustakaan Populer Gramedia.2007.Hal 43-44.

Anda mungkin juga menyukai