Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN KASUS

GASTROENTERITIS AKUT DENGAN DEHIDRASI BERAT

DISUSUN OLEH

Yudha Satria
NIM 030.10.285

PEMBIMBING

dr. Tri Yanti Rahayuningsih, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RUMAH SAKIT UMUM KOTA BEKASI
PERIODE 16 MEI 2016 – 23 JULI 2016

LEMBAR PENGESAHAN

Nama mahasiswa : Yudha Satria


Bagian : Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi
Periode : Periode 16 Mei 2016 – 23 Juli 2016
Judul : Gastroenteritis Akut dengan Dehidrasi Berat
Pembimbing : dr. Tri Yanti Rahayuningsih, Sp.A

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal:

0
Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik
Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi

Jakarta, Mei 2016

dr. Tri Yanti Rahayuningsih, Sp.A

BAB I
PENDAHULUAN

Diare akut dengan dehidrasi masih merupakan penyebab kesakitan di dunia


dan pada beberapa negara berkembang kebiasaan buang air besar yang normal yakni
peningkatan volume (>10mL/kgbb/hari) pada bayi dan anak dan/atau penurunan
konsistensi feses (>3 kali dalam sehari). Diare akut pada umumnya terjadi kurang dari
7 hari dan tidak lebih dari 14 hari. Tingkat keparahannya dapat berhubungan dengan
usia anak, status nutrisi, dan penyebab yang mendasari terjadinya diare. Diare
merupakan mekanisme pertahanan tubuh, mengeliminasi organisme infeksius dengan
cepat, namun dapat menimbulkan komplikasi yang serius seperti dehidrasi, khususnya
pada anak malnutrisi atau keadaan imunosupresi.1
Diperkirakan 2 sampai 2,5 juta kematian yang berhubungan dengan diare
terjadi pada anak kurang dari 5 tahun, terkonsentrasi pada daerah miskin di dunia.
Penyebab diare akut umumnya infeksi gastrointestinal, dengan infeksi virus

1
merupakan penyebab tersering. Pada daerah maju, rotavirus dijumpai pada 25-40%
kasus.2 Patogenesis diare akut adalah multifaktorial dan dapat disebabkan oleh
patogen lain. Kenyataannya, lebih dari 20 virus, bakteri dan parasit enteropatogen
dapat menyebabkan diare.3 Penyebab lainnya yang telah diketahui adalah obat-obatan,
alegi makanan, gangguan absorbsi dan pencernaan, defisiensi vitamin atau tertelan
logam berat.2
Gejala tambahan yang berhubungan dengan diare akut yakni nyeri perut,
demam, dan muntah.2 Anak dengan gastroenteritis atau penyakit lain yang
menyebabkan muntah, diare, atau asupan makanan yang rendah berisiko mengalami
dehidrasi.3 Evaluasi klinis pada umumnya difokuskan pada penilaian keparahan
dehidrasi serta identifikasi penyebab berdasarkan riwayat dan temuan klinis. Standar
emas untuk mendiagnosis dehidrasi adalah dengan mengukur kehilangan berat badan
akut tetapi oleh karena berat badan sebelum sakit pada umumnya tidak diketahui,
maka perkiraan kehilangan cairan dilakukan berdasarkan penilaian klinis.3 Penilaian
klinis dehidrasi berbeda-beda. Penilaian menurut World Gastrointestinal Organization
(WGO) meliputi kesadaran, mata cekung, rasa haus, serta turgor kulit. 3 Kegagalan
menegakkan diagnosis dehidrasi mengakibatkan peningkatan morbiditas dan
mortalitas, sedangkan overdiagnosis menimbulkan penggunaan sumber kesehatan
yang berlebihan.
BAB II
LAPORAN KASUS

STATUS PASIEN LAPORAN KASUS


KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BEKASI

Nama : Yudha Satria Pembimbing : dr. Tri Yanti R, Sp.A


NIM : 030.10.285 Tanda Tangan :

IDENTITAS PASIEN
DATA PASIEN AYAH IBU
Nama An. J Tn. A Ny. A
Umur 1 tahun 9 hari 26 tahun 24 tahun
Jenis Kelamin Laki-laki Laki-laki Perempuan
Alamat Jl. Kemakmuran no 64 RT 01 RW 05
Agama Islam Islam Islam
Suku Bangsa Jawa Jawa Jawa
Pendidikan - SMA SMA
Pekerjaan - Pegawai -

2
Penghasilan - Rp 2.000.000,- -
Keterangan Hubungan orangtua dengan anak adalah anak kandung
Asuransi BPJS
No. RM 09705880

A. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis terhadap ibu kandung pasien
pada hari Jumat, 20 Mei 2016 di RSUD Kota Bekasi.
 Keluhan Utama
 BAB cair
 Keluhan tambahan
 Muntah, batuk

 Riwayat Penyakit Sekarang


Seorang anak laki – laki diantar oleh ibunya ke IGD RSUD Kota
Bekasi dengan keluhan BAB cair sejak 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit.
Sebelumnya sejak 3 hari SMRS pasien mengalami batuk pilek. Batuk
berdahak namun menurut orang tua dahak sulit dikeluarkan. Keluhan batuk
darah, suara mengi dan sesak napas disangkal ibu pasien. Ibu pasien tidak
memberikan pengobatan apapun untuk keluhan batuk tersebut. Keluhan batuk
tersebut disertai dengan demam. Demam tinggi, timbul tiba – tiba, terus
menerus namun demam menurun bila diberi obat penurun panas.
Empat jam sebelum masuk RS, pasien BAB cair sebanyak empat kali,
berwarna kuning dengan ampas dan lendir tanpa darah, jumlahnya setengah
gelas aqua, bau busuk atau bau asam pada BAB disangkal. Sebelumnya pasien
mengalami BAB cair dua kali sehari selama 3 hari dengan BAB berwarna
kuning tanpa darah dan jumlahnya tidak terlalu banyak. Selain BAB cair, sejak
empat jam SMRS ibu pasien mengaku anaknya muntah sebanyak 2 kali,
muntah setiap diberikan makanan, muntah berisi susu. Ibu mengaku keluhan
ini diperberat jika pasien mengonsumsi susu formula. Ibu pasien menyangkal
adanya muntah yang proyektil, muntah darah dan muntah berwarna hijau. Ibu
pasien juga menyangkal adanya kejang dan keluhan pada BAK.
Ibu pasien mengaku anaknya menjadi lebih diam, tampak sangat
lemas, tidak mau makan dan minum sama sekali, masih menangis namun tidak
keluar air mata dan tangisannya cepat mereda.

 Riwayat Penyakit Dahulu


 Pasien belum penah mengalami hal serupa dan tidak pernah dirawat di RS
 Riwayat alergi obat dan makanan disangkal

3
Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Kuning - Difteria - Jantung -
Alergi - Diare - Ginjal -
Cacingan - Kejang - Darah -
DBD - Maag - Radang paru -
Thypoid - Varicela - Tuberkulosis -
Parotis - Operasi - Morbili -
 Riwayat Penyakit Keluarga
Orang tua pasien mengaku tidak ada keluarga pasien yang memiliki
keluhan yang sama. Riwayat alergi makanan dan obat disangkal.

 Riwayat Lingkungan Perumahan


Tinggal dirumah sendiri. Terdapat dua kamar. Ventilasi baik, cahaya
matahari cukup, air minum dan air mandi berasal dari air tanah.
Kesan: Keadaan lingkungan rumah dan sanitasi baik, ventilasi dan
pencahayaan baik.

 Riwayat Sosial Ekonomi


Kedua orang tua pasien berprofesi sebagai pegawai, berpenghasilan
kurang lebih Rp 2.000.000,- per bulan. Penghasilan tersebut menanggung
hidup 3 orang, orang tua pasien dan anaknya.
Kesan: Riwayat sosial ekonomi cukup.

 Riwayat Kehamilan dan Pemeriksaan Prenatal


Ibu memeriksakan kehamilannya secara teratur di bidan sebulan sekali.
Mendapatkan suntikan TT 2x. Tidak pernah menderita penyakit selama
kehamilan, riwayat perdarahan selama kehamilan disangkal, riwayat trauma
selama kehamilan disangkal, riwayat minum obat tanpa resep dokter dan jamu
disangkal, riwayat demam selama kehamilan disangkal. Riwayat penyakit
jantung, asma, TB, perdarahan dan trauma disangkal. Selama hamil, ibu
makan 3 kali sehari, berupa nasi, lauk-pauk dengan variasi telur, tahu, tempe,
sayuran dan susu.
Kesan: Riwayat kehamilan dan perawatan prenatal baik.

 Riwayat Persalinan
o Tempat kelahiran : RS
o Penolong persalinan : Dokter Sp.OG
o Cara persalinan : Sectio caesaria a/i gawat janin
o Masa gestasi : aterm
o Air ketuban : Ibu tidak tahu
o Berat badan lahir : 2400 gram
o Panjang badan lahir : 47 cm

4
o Lingkar kepala : Ibu lupa
o Langsung menangis : Ya
o Nilai APGAR : Ibu tidak tahu
o Kelainan bawaan : Tidak ada
Kesan: Neonatus aterm, lahir perabdominal, bayi dalam keadaan bugar.
 Riwayat Pemeliharaan Postnatal
Pemeliharaan setelah kehamilan dilakukan di Puskesmas secara teratur
sebulan sekali dan anak dalam keadaan sehat.
Kesan: riwayat pemeliharaan postnatal baik

 Riwayat Keluarga Berencana


P1A0. Ibu pasien menggunakan KB suntik setiap 3 bulan.

 Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :


o Pertumbuhan gigi I : 6 bulan (normal: 5-9 bulan)
Psikomotor
o Tengkurap : 4 bulan (normal: 3-4 bulan)
o Duduk : 6 (normal: 6 bulan)
o Berdiri : 9 (normal: 9-12 bulan)
o Berjalan : 12 (normal: 13 bulan)
o Bicara : 9 bulan (normal: 9-12 bulan)
Kesan : Riwayat pertumbuhan dan perkembangan normal.

 Riwayat Makanan
Umur (bulan) ASI/PASI Buah/biskuit Bubur susu Nasi tim
0-2 + - - -
2-4 + - - -
4-6 + - - -
6-8 +/+ + + +
8-10 +/+ + + +
Kesan : Kebutuhan gizi pasien terpenuhi cukup baik.
 Riwayat Imunisasi :
Vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)
BCG 2 bln - - - - -
DPT 2 bln 4 bln - - - -
POLIO 1 bln 2 bln - - - -
CAMPAK - - - - - -
HEPATITIS B 1 bln - - - - -
Kesan : Imunisasi dasar tidak lengkap.

B. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Jumat, 20 Mei 2016 di Bangsal Anak
RSUD Kota Bekasi.

5
Kesan Umum : compos mentis, tampak sakit ringan, tampak gizi cukup, sesak
nafas (-), ptekie (-), perdarahan (-), sianosis (-)
Tanda Vital
 Nadi : 110 x/menit, reguler, isi cukup, kuat
 Laju nafas : 24 x/menit, reguler
 Suhu : 36,6˚C (aksila)
Data Antropometri
 Berat badan : 7 kg
 Tinggi badan : 67 cm
Status Generalis
 Kepala : mesocephali, LK : 45 cm
 Rambut : rambut warna hitam, penyebaran merata, tidak mudah dicabut.
 Mata : konjungtiva anemis(-/-), sklera ikterik(-/-), udem palpebra(-/-)
 Hidung : normosepti, sekret (-/-), napas cuping hidung (-/-)
 Telinga: normotia, bentuk dan ukuran normal, discharge (-/-)
 Mulut : bibir kering (-), bibir sianosis (-), stomatitis (-)
 Tenggorok : faring hiperemis (-), tonsil T1-T1 hiperemis (-), detritus (-)
 Leher : simetris, pembesaran KGB (-)
 Thorax :
 Paru
Depan Belakang
Kiri Simetris saat statis dan Simetris saat statis dan
dinamis dinamis
Inspeksi
Kanan Simetris saat statis dan Simetris saat statis dan
dinamis dinamis
Kiri Vocal fremitus (+) Vocal fremitus (+)
Palpasi
Kanan Vocal fremitus (+) Vocal fremitus (+)
Kiri Sonor di seluruh lapang paru
Perkusi
Kanan Sonor di seluruh lapang paru
Ka/ki Suara vesikuler +; Wheezing Suara vesikuler +; wheezing
Auskultasi
(-/-), Ronkhi (-/-) (-/-), Ronkhi (-/-)
 Cor :
Inspeksi Tidak terlihat pulsasi ictus cordis
Palpasi Teraba ictus cordis 1 cm medial linea midklavikula kiri sela iga V
Perkusi Tidak dilakukan
Auskultasi Bunyi jantung I & II reguler, Gallop (-), Murmur (-)
 Abdomen :
Inspeksi Datar, simetris
Auskultasi Bising usus (+) 3x/menit
Palpasi Dinding perut: Supel, NT (-) Turgor kulit : Baik
Hepatomegali(-), splenomegali(-)
Perkusi Timpani, shifting dullness (-)
 Genitalia : jenis kelamin laki-laki, tidak ada kelainan
 Anorektal : tidak ada kelainan, eritema natum (-)

6
 Ekstremitas :
Superior Inferior
Akral Dingin -/- -/-
Akral Sianosis -/- -/-
CRT <2” <2”
Oedem -/- -/-
Tonus Otot normotonus normotonus
Trofi Otot normotrofi normotrofi

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Darah Lengkap
Laboratorium Darah 16 Mei 2016 IGD RSUD Kota Bekasi
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Darah lengkap
Leukosit 26.1 103/ul 5 – 10
Hitung jenis
Basofil 0 % <1
Eusinofil 0 % 1–3
Batang 2 % 2–6
Segmen 74 % 52 – 70
Limfosit 19 % 20 – 40
Monosit 5 % 2–8
Eritrosit 3.24 106/ul 4–5
Hemoglobin 8.5 g/dl 11 – 14.5
Hematokrit 25.3 % 40 – 54
MCV 78.0 U 75 – 87
MCH 26.1 Pcg 24 – 30
MCHC 33.5 g/dL 31 – 367
Trombosit 430 103/ul 150 – 400
LED 8 mm 0 – 10
Kimia klinik
GDS 85 Mg/dL 60 – 110
Elektrolit
Natrium (Na) 136 Mmol/L 135 – 145
Kalium (K) 2.8 Mmol/L 3.5 – 5.0
Chlorida (Cl) 101 Mmol/L 94 – 111

Laboratorium Darah 17 Mei 2016 pukul 21.05 R.Melati RSUD Kota Bekasi
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Darah rutin
Leukosit 31.6 103/ul 5 – 10
Hemoglobin 9.0 g/dl 13 – 17.5
Hematokrit 27.0 % 40 – 54
Trombosit 457 103/ul 150 – 400

Laboratorium Darah 18 Mei 2016 pukul 17.52 R.Melati RSUD Kota Bekasi (post transfusi)

7
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Darah rutin
Leukosit 29.7 103/ul 5 – 10
Hemoglobin 13.4 g/dl 13 – 17.5
Hematokrit 37.6 % 40 – 54
Trombosit 316 103/ul 150 – 400
2. Gambaran darah tepi
Eritrosit : Normositik normokrom
Ret HE : 24 pg ( 26 – 37 pg)
Leukosit : Jumlah meningkat, hipersegmentasi +, granula toksik +,
vakuolisasi +, limfosit atipik +
Trombosit : Jumlah meningkat
Kesan : Anemia normositik normokrom dengan leukositosis, limfosit atipik dan
trombositosis reaktif akibat proses infeksi

3. Foto thorax
Kesan: Bronkopneumonia

D. PEMERIKSAAN KHUSUS
Data Antropometri Pemeriksaan Status Gizi
Anak laki – laki berusia 1 Pertumbuhan persentil anak menurut CDC adalah sebagai
tahun 9 hari berikut:
Berat badan 7 kg 1. BB/U= 7/7,4 x 100% = 94,5% (berat badan normal
Tinggi badan 67 cm
menurut umur)
Lingkar kepala 45 cm
2. TB/U = 67/66 x 100% = 101% (tinggi badan tinggi
menurut umur)
3. BB/TB = 7/7,6 x 100% = 92,1% (status gizi baik)
Kesan: Anak laki-laki 1 tahun 9 hari, status gizi baik.

8
E. RESUME
Anamnesis

9
Anak laki – laki, 1 tahun 9 hari, keluhan BAB cair sejak 2 hari SMRS, disertai
muntah, batuk dan demam yang memberat sejak empat jam SMRS. BAB cair
sebanyak dua kali, berwarna kuning dengan ampas dan lendir tanpa darah, jumlahnya
setengah gelas aqua. muntah setiap diberikan makanan, muntah berisi susu. Ibu
mengaku keluhan ini diperberat jika pasien mengonsumsi susu formula. Pasien
tampak menjadi lebih diam, sangat lemas, tidak mau makan dan minum sama sekali,
masih menangis namun tidak keluar air mata dan tangisannya cepat mereda.

Pemeriksaan fisik
Kesan Umum : compos mentis, tampak sakit ringan, tampak gizi cukup
Tanda Vital
 Nadi : 110 x/menit, reguler, isi cukup, kuat
 Laju nafas : 24 x/menit, reguler
 Suhu : 36,6˚C (aksila)
Data Antropometri
 Status gizi cukup/baik
Status Generalis (Hari perawatan ke 5)
 Dalam batas normal

Pemeriksaan penunjang
Laboratorium : leukositosis, shift to the left
Foto thorax : bronkopneumonia

F. DIAGNOSIS KERJA
 Gastroenteritis Akut dengan Dehidrasi Berat perbaikan
 Bronkopneumonia

G. PENATALAKSANAAN
Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien ini, adalah:
1. Asupan cairan
a. IVFD Tridex 27A  700 cc/ hari
2. Medikamentosa:
a. Cefotaxime 2 x 600 mg
b. L-Bio 2 x 1 sach
c. L-Zink 2 x 5 ml
d. Ranitidin 2 x 10 mg
e. Dexamethasone 3 x 1 mg
3. Edukasi ibu pasien

H. PROGNOSIS
Ad vitam : Ad Bonam
Ad functionam : Dubia Ad Bonam
Ad sanationam : Dubia Ad Bonam

10
I. FOLLOW – UP
Tanggal 16 Mei 2016 di Melati (H1) 17 Mei 2016 di Melati (H2)
S BAB cair (+) hari ke 3, lemas (+) BAB cair (+) hari ke 4, lemas (+)
batuk (+), sesak (+), abdominal batuk (+), sesak (+), abdominal
discomfort (+) mual (+) muntah (-), discomfort (+) mual (+) muntah (-),
makan(↓), minum(↓) , BAK (+) makan(↓), minum(↓) , BAK (+)
O TD : tidak dilakukan, S: 36,30 C TD : tidak dilakukan
KU: TSB/somnolen, sesak (+) HR: 150x/m, RR: 28x/m, S: 370 C
Mata : CA (+/+), SI (-/-) KU: TSB/somnolen, sesak (+)
Paru : SN Vesikular, Rh(+/+), Wh(-/-) Mata : CA (+/+), SI (-/-)
Jantung : S1/S2 regular, M (-), G (-) Paru : SN Vesikular, Rh(+/+), Wh(-/-)
Abdomen: cekung, supel, BU(+), Jantung : S1/S2 regular, M (-), G (-)
turgor lambat Abdomen: cekung, supel, BU(+), turgor
Ekstremitas: oedem ekstremitas (-), baik
akral dingin (+), CRT>2s Ekstremitas: oedem ekstremitas (-), akral
dingin (-), CRT<2s
A GEA dengan dehidrasi berat GEA dengan dehidrasi berat
Syok hipovolemia Syok hipovolemia
ISPA ISPA
P Medikamentosa: Pro PICU
 O2 3-4 lpm Medikamentosa:
 RL 40 tpm  O2 3-4 lpm
 Inj. Cefotaxime 2 x 200 mg  RL 600 cc / hari
 Inj. Dexamethasone 3 x 1 mg  Inj. Cefotaxime 2 x 300 mg
 Inj. Paracetamol 70 mg (k/p)  Inj. Dexamethasone 3 x 1 mg
 Inj. Ranitidine 2 x 10 mg  Inj. Paracetamol 70 mg (k/p)
 Po. Lacto – B 2 x ½ cth  Inj. Ranitidine 2 x 10 mg

11
 Po. Paracetamol 3 x 1 cth  Po. Lacto – B 2 x 1 cth
 Po. Zinc 1 x 1 cth  Po. Zinc 2 x 5 mg
Non-medikamentosa: Non-medikamentosa:
 Tirah Baring  Tirah Baring
 Edukasi pasien  Edukasi pasien
 Banyak minum  Observasi KU dan tanda vital
 Diet lunak Pemeriksaan
 Observasi KU dan tanda vital  Darah lengkap, GDS, elektrolit
Pemeriksaan  Ro thorax
 Darah lengkap
Instruksi:
 IVFD Tridex 27A  700cc/hr
 Pasang NGT  untuk diet

Tanggal 18 Mei 2016 di Melati (H3) 19 Mei 2016 di Melati (H4)


S BAB cair (-), lemas (+) batuk (+), BAB cair (-), lemas (+) batuk (↓), sesak
sesak (-), mual (-) muntah (-), (-), mual (-) muntah (-), makan(+),
makan(↓), minum(+) , BAK (+) minum(+) , BAK (+)
O TD : tidak dilakukan TD : tidak dilakukan
HR: 100x/m, RR: 24x/m, S: 370 C HR: 100x/m, RR: 24x/m, S: 36,70 C
KU: TSS/apatis, sesak (↓) KU: TSS/CM, sesak (-)
Mata : CA (+/+), SI (-/-) Mata : CA (+/+), SI (-/-)
Paru : SN Vesikular, Rh(+/+), Wh(-/-) Paru : SN Vesikular, Rh(+/+), Wh(-/-)
Jantung : S1/S2 regular, M (-), G (-) Jantung : S1/S2 regular, M (-), G (-)
Abdomen: cekung, supel, BU(+), Abdomen: cekung, supel, BU(+), turgor
turgor baik baik
Ekstremitas: oedem ekstremitas (-), Ekstremitas: oedem ekstremitas (-), akral
akral dingin (-), CRT<2s dingin (-), CRT<2s
A GEA dengan dehidrasi berat perbaikan GEA dengan dehidrasi berat perbaikan
Bronkopneumonia Bronkopneumonia
P Medikamentosa: Medikamentosa:
 O2 3-4 lpm  IVFD Tridex 27A 700 cc/hr
 IVFD Tridex 27A 700 cc/hr  Inj. Cefotaxime 2 x 600 mg
 Inj. Cefotaxime 2 x 300 mg  Inj. Dexamethasone 3 x 1 mg
 Inj. Dexamethasone 3 x 1 mg  Inj. Paracetamol 70 mg (k/p)
 Inj. Paracetamol 70 mg (k/p)  Inj. Ranitidine 2 x 10 mg
 Inj. Ranitidine 2 x 10 mg  Po. Lacto – B 2 x 1 cth
 Po. Lacto – B 2 x 1 cth  Po. Zinc 2 x 5 mg
 Po. Zinc 2 x 5 mg Non-medikamentosa:
Non-medikamentosa:  Tirah Baring
 Tirah Baring  Edukasi pasien
 Edukasi pasien  Observasi KU dan tanda vital
 Observasi KU dan tanda vital

12
Instruksi:
 Transfusi PRC 75 cc dengan
pemberian diuretic (inj.
Furosemide 7 mg iv)
 Inj. Cefotaxime 2 x 600 mg

Tanggal 20 Mei 2016 di Melati (H5)


S BAB cair (-), lemas (-), rewel, batuk (↓), sesak (-), mual (-) muntah (-),
makan(+), minum(+) , BAK (+)
O TD : tidak dilakukan
HR: 110x/m, RR: 24x/m, S: 370 C
KU: TSS/CM, sesak (-)
Mata : CA (-/-), SI (-/-)
Paru : SN Vesikular, Rh(-/-), Wh(-/-)
Jantung : S1/S2 regular, M (-), G (-)
Abdomen: datar, supel, BU(+), turgor baik
Ekstremitas: oedem ekstremitas (-), akral dingin (-), CRT<2s
A GEA dengan dehidrasi berat perbaikan
Bronkopneumonia
P Medikamentosa:
 IVFD Tridex 27A 700 cc/hr
 Inj. Cefotaxime 2 x 600 mg
 Inj. Dexamethasone 3 x 1 mg
 Inj. Paracetamol 70 mg (k/p)
 Inj. Ranitidine 2 x 10 mg
 Po. Lacto – B 2 x 1 cth
 Po. Zinc 2 x 5 mg
Non-medikamentosa:
 Tirah Baring
 Edukasi pasien
 Observasi KU dan tanda vital

Instruksi:
- Acc pulang
- Kontrol ke poli Anak

13
BAB III
PEMBAHASAN

Pasien datang dengan keluhan mencret yang dialami pasien sejak ± 2 hari
sebelum masuk rumah sakit, frekuensi 2-3 x/hari, air > ampas, Demam dijumpai
dialami dalam 2 hari ini, terus menerus. Muntah 3-4 x/hari. Isi apa yang dimakan dan
diminum. Gejala klinis tersebut sesuai dengan sesuai dengan kriteria diare cair akut,
pada anak yaitu buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dengan konsistensi
cair dan berlangsung kurang dari 1 minggu. Infeksi bakteri atau virus menginvasi
dan berkembang biak dalam vili epitel usus halus sehingga terjadi kerusakan sel
epitel dan pemendekan vili, vili digantikan sementara oleh epitel bentuk kripte yang
belum matang, fungsi absorbsi hilang sehingga terjadi malabsorbsi, sekresi air dan
elektrolit oleh sel kripta dan defek transport akibat efek toxin protein patogen.
Pasien tampak menjadi lebih diam, sangat lemas, tidak mau makan dan minum
sama sekali, masih menangis namun tidak keluar air mata dan tangisannya cepat
mereda. menandakan pasien mengalami dehidrasi berat atau sudah kehilangan cairan
lebih dari 10% berat badan. Didukung oleh temuan pemeriksaan fisik saat pasien
dibawa ke RS yaitu kesadaran somnolen, nadi cepat, turgor kulit lambat, akral dingin
dan CRT > 2 detik, pasien dalam keadaan dehidrasi berat dan masuk ke dalam fase
syok hipovolemik. Dehidrasi berat yang dialami anak berawal dari mencret yang
sering tetapi tidak disertai dengan asupan minuman/cairan pengganti. Kondisi yang
berlarut-larut dapat menyebabkan gangguan keseimbangan cairan maupun elektrolit,
terjadi ketidakseimbangan elektrolit menyebabkan anak menderita encepalopati
ditandai dengan penurunan kesadaran. Pada pasien sudah dilakukan penanganan awal
berupa pemberian oksigen, pemberian cairan termasuk transfuse darah yang adekuat
sesuai perhitungan cairan, pemberian antibiotic dan antipiretik. Setelah pemantauan
ketat hingga pasien stabil dan keadaan membaik hingga perawatan hari kelima.

14
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair
atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari
biasanya, lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam. Menurut WHO (1980),
diare adalah buang air besar encer lebih dari 3x sehari baik disertai lendir dan
darah maupun tidak.1
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali
per hari, disertai dengan perubahan konsitensi tinja menjadi cair dengan atau
tanpa lender dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu.1
B. Cara Penularan dan Faktor Resiko
Cara penularan diare umumnya melalui cara fekal – oral yaitu melalui
makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak
langsung tangan dengan penderita atau barabg – barang yang telah tercemar
tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat. (melalui 4 F = finger, flies,
fluid, field).
Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antra
lain: tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4 – 6 bulan pertama
kehidupan bayi, tidak memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh
tinja, kurangnya sarana keberihan (MCK), kebersihan lingkungan dan pribadi
yang buruk, penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis dan
cara penyapihan yang tidak baik. Selain hal- hal tersebut, beberapa factor pada
penderita dapat meningkatkan kecenderungan untuk terjangkit diare antara
lain: gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung,
menurunnya motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu terakhir dan
factor genetik.
1. Faktor umur
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.
Insideen tetinggi terjadi pada kelompok umur 6 – 11 bulan pada saat
diberikan makanan pendamping ASI. Pola ini menggambarakan kombinasi
efek penurunan kadar antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi,

15
pengenalan makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak
langsung dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi mulai
merangkak. Kebanyakan enteropatogen merangsang paling tidak sebagian
kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang berulang, yang membantu
menjelaskan menurunnya insiden penyakit pada anak yang lebih besar dan
pada orang dewasa.
2. Infeksi asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi asimtomatik
ini meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunisasi
aktif. Pada infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung pada beberapa
hari atau minggu, tinja penderita mengandung virus, bakteri atau kista
protozoa yang infeksius. Orang dengan infeksi asimtomatik berparan
penting dalam peyebaran banyak enteropaogen terutama bila mereka tidak
menyadari adanya infeksi, tidak menjaga kebersihan, dan berpindah –
pindah dari satu tempat ke tempat lain.
3. Faktor musim
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. Di daerah
sub tropik diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas,
sedangkan diare karena virus terutama rotavirus puncaknya terjadi pada
musim dingin. Di daerah tropik ( termasuk Indonesia ), diare yang
disebabkan oleh rotavirus dapat terjadi sepanjang tahun dengan peningkatn
sepanjang musim kemarau, sedangkan diare karena bakteri cenderung
meningkat pada musim hujan.
4. Epidemi dan pandemic
Vibrio cholera 0.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat menyababkan epidemic
dan pandemic yang mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kematian
pada semua golongan usia. Sejak tahun 1961, kolera yang disebabkan
vibrio cholera 0.1 biotipe Eltor telah menyebar ke Negara – Negara di
Afrika, Amerika latin, Asia, Timur Tengah, dan di beberapa daerah di
amerika Utara dan Eropa. Dalam kurun waktu yang sama Shigella
dysentriae tipe 1 menjadi penyebab wabah yang besar di Amerika Tengah
dan terakhir di Afrika tengah dan Asia Selatan. Pada akhir tahun 1992,
dikenal strain baru Vibrio cholera 0139 yang menyababkan pandemic di
Asia dan lebih dari 1 negara mengalami wabah.
C. Etiologi

16
Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan
virus, bakteri dan parasit. Dua tipe dasar dari diare akut karena infeksi
adalah non inflammatory dan inflammatory.

GOLONGAN BAKTERI GOLONGAN VIRUS GOLONGAN PARASIT


Aeromonas Astrovirus Balantidiom coli
Bacillus cereus Calcivirus (Norovirus, Sapovirus) Blastocystis homonis
Canpilobacter jejuni Enteric adenovirus Crytosporidium parvum
Clostridium perfringens Corona virus Entamoeba histolytica
Clostridium defficile Rotavirus Giardia lamblia
Eschercia coli Norwalk virus Isospora belli
Plesiomonas shigeloides Herpes simplek virus Strongyloides stercoralis
Salmonella Cytomegalovirus Trichuris trichiura
Shigella
Staphylococcus aureus
Vibrio cholera
Vibrio parahaemolyticus
Yersinia enterocolitica

Tabel 2. Frekuensi Enteropatogen penyebab diare pada anak usia <5 tahun

Tabel 3. Tabel Enteropatogen pathogen penyebab diare yang tersering berdasarkan


umur7

17
Di samping itu penyebab diare nonifeksi yang dapat menimbulkan diare pada anak
antara lain:
Kesulitan makanan Neoplasma
 Neuroblastoma
 Phaeochromocytoma
 Sindroma Zollinger Ellison

Defek anatomis Lain-lain:


 Malrotasi  Infeksi non gastrointestinal
 Penyakit Hirchsprung  Alergi susu sapi
 Short Bowel Syndrome  Penyakit Crohn
 Atrofi mikrovilli  Defisiensi imun
 Stricture  Colitis ulserosa
 Ganguan motilitas usus
 Pellagra
Malabsorbsi Keracunan makanan
 Defesiensi disakaridase  logam berat
 Malabsorbsi glukosa dan  Mushrooms
galaktosa
 Cystic fibrosis
 Cholestosis
 Penyakit celiac
Endokrinopati
 Thyrotoksikosis
 Penyakit Addison
 Sindroma Androgenital

D. Patofisiologi
Ada 2 prinsip meaknisme terjadinya diare cair, yaitu sekeretorik dan
osmotik. Meskipun dapat melalui kedua mekanisme tersebut, diare sekretorik
lebih sering ditemukan pada infeksi saluran cerna. begitu pula kedua
mekanisme tersebut dapat terjadi bersamaan pada satu anak.1,8
1. Diare osmotik
Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilalui oleh air
dan elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara
lumen usus dengan cairan ekstrasel. Adanya bahan yang tidak diserap,
menyebabkan bahan intraluminal pada usus halus bagian proksimal tersebut
bersifat hipertoni dan menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat perbedaan
tekanan osmose antara lumen usus dan darah maka pada segmen usus
jejunum yang bersifat permeable, air akan mengalir kea rah jejunum,
sehingga akan banyak terkumpul air dalam lumen usus. Na akan mengikuti
masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan terkumpul cairan

18
intraluminal yang besar dengan kadar Na normal. Sebagian kecil cairan ini
akan dibawa kembali, akan tetapi lainya akan tetap tinggal di lumen oleh
karena ada bahan yang tidak dapat diserap seperti Mg, glukosa, sucrose,
lactose, maltose di segmen ileum dan melebihi kemampuan absorbs kolon,
sehinga terjadi diare. Bahan-bahan seperti karbohidrat dan jus buah, atau
bahan yang mengandung sorbitol dalam jumlah berlabihan akan
memberikan dampak yang sama.1
2. Diare Sekretorik
Diare sektorik disebabkan oleh sekresi air dan elektrolit ke dalam usus
halus yang terjadi akibat gangguan absorbs natrium oleh vilus saluran
cerna, sedangkan sekresi klorida tetap berlangsung atau meningkat.
Keadaan ini menyebabkan air dan elektrolit keluar dari tubuh sebagai tinja
cair. Diare sekretorik ditemukan diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri
akbat rangsangan pada mukosa usus halus oleh toksin E.coli atau V.
cholera.01.7
Osmolaritas tinja diare sekretorik isoosmolar terhadap plasma. beda
osmotik dapat dihitung dengan mengukur kadar elektrolit tinja. Karena
Natrium ( Na+) dan kalium (K+) merupakan kation utama dalam tinja,
osmolalitas diperkirakan dengan mengalikan jumlah kadar Na + dan K+
dalam tinja dengan angka 2. Jika diasumsikan osmolalitas tinja konstan 290
mOsm/L pada tinja diare, maka perbedaan osmotic 290-2 (Na++K+). Pada
diare osmotik, tinja mempunyai kadar Na+ rendah (<50 mEq/L)dan beda
osmotiknya bertambah besar (>160 mOsm/L). Pada diare sekretorik tinja
diare mempunyai kadar Na tinggi (>90 mEq/L), dan perbedaan osmotiknua
kuran dari 20 mOsm/L.6
Tabel 4. Penyebab diare nonifeksi pada anak
Osmotik Sekretorik
Volume tinja <200 ml/hari >200 ml/hari
Puasa Diare berhenti Diare berlanjut
Na+ tinja <70 mEq/L >70 mEq/L
Reduksi (+) (-)
pH tinja <5 >6

Dikenal bahan-bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu


enterotoksin bakteri dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti
laksansia, garam empedu bentuk dihidroxy, serta asam lemak rantai

19
panjang. Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara
meningkatkan konsentrasi intrasel cAMP, cGMP, atau Ca++ yang
selanjutnya akan mengaktifasi protein kinasi. Pengaktifan protein
kinase akan menyebabkan fosforilase membrane protein sehingga
megakibatkan perubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl- di kripta
keluar. Disisi lain terjadi peningkatan pompa natrium , dan natrium
masuk ke dalam lumen usus bersama Cl-.1
3. Diare dapat juga dikaitkan dengan gangguan motilitas.
Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorbsi,
teatpi perubahan motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorbs. Baik
peningkatan ataupun penurunan motilitas keduanya dapat menyebabkan
diare. Penurunan motilitas dapat mengakibatkan bakteri tumbuh lampau
yang menyebabkan diare. Perlambatan transit obat-obatan atau nutrisi akan
meningkatkan absorbsi, Kegagalan motilitas usus yang berat menyebabkan
statis intestinal bearkibat inflamasi, dekonjugasi garam empedu dan
malabsorbsi. Diare akibat hiperperistaltik pada anak jarang terjadi. Watery
diare dapat disebabkan karena hipermotilitas pada kasus kolon irritable
pada bayi. Gangguan motilitas mungkin merupakan penyebab diare pada
Thyrotoksikosis, malabsorbsi asam empedu, dan berbagai peyakit lain.1
4. Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebakan diare pada beberapa
keadaan.
Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan
hidrostatik dalam pembuluh darah dan limfatik menyebabkan air,
elektrolit, mucus, protein dan seringkali sel darah merah dan sel darah
putih menumpuk dalam lumen. Biasanya diare akibat inflamasi ini
berhubungan dengan tipe diare laina seprti diare osmotik dan
sekretorik.1,9
E. Manifestasi klinis
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala
lainya bila terjadi komplikasi ekstraintestinal termasuk manifestasi neurologic.
Gejala gastrointestinal bias berupa diare, kram perut, dan munth. Sedangkan
manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.1

Tabel 5. Gejala klinis diare akut oleh berbagai penyebab


Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera
Gejala klinis :

20
Masa Tunas 17-72 jam 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 48-72
Panas + ++ ++ - ++ jam
Mual, Sering Jarang Sering + - -
muntah Tenesmus Tenesmus, Tenesmus,kolik - Tenesmus, Sering
Nyeri perut - kramp + - kramp Kramp
Nyeri kepala 5-7 hari + 3-7 hari 2-3 hari - -
lamanya >7hari variasi 3 hari
sakit
Sifat tinja:
Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak
Frekuensi 5-10x/hari >10x/hari Sering Sering Sering Terus
Konsistensi Cair Lembek Lembek Cair Lembek menerus
Darah - + Kadang - + Cair
Bau Langu - Busuk - - -
Warna Kuning Merah- Kehijauan Tak Merah- Amis
Leukosit hijau hijau + berwarna hijau khas
Lain-lain - + Sepsis + - - Seperti
anorexia Kejang+ Meteorismus Infeksi air
sistemik+ cucuian
beras
-
-

F. Diagnosis
1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut : lama diare,
frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir dan darah.
Bila disertai muntah volume dan frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang,
jarang atau tidak kencing dalam 6-8jam terakhir. Makanan dan minuman
yang diberikan selama diare. Adakahh panas atau penyakit lain yang
menyertai seperti: batuk, pilek, otitis media, campak. Tindakan yang telah
dilakukan ibu selama anak diare: member oralit, memabwa berobat ke
puskesmas atau ke rumah sakit dan obat-obatan yang diberikan serta
riwayat imunisasinya.1
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa : berat badan, suhu tubuh,
frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya
perlu dicari tanda-tanda tambahan lainya:ubun-ubun besar cekung atau
tidak, mata: cowong atau tidak, ada atau tidak adanya air mata, bibir,
mukosa mulut dan lidah kering atau basah.1
Pernpasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asiodosis metabolic.
Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemia.

21
Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat
menentukan derjat dehidrasi yang terjadi. Penilaian beratnya atau derajat
dehidrasi dapat ditentukan dengan cara: objektif yaitu dengan
membandingkan berat badan sebelum dan sesudah diare. Subjektif dengan
menggunakan criteria WHO dan MMWR.1
Symptom Minimal atau tanpa Dehidrasi ringan Dehidrasi berat,
dehidrasi, sedang, kehilangan kehilangan BB>10%
kehilangan BB<5% BB 5%-10%
Kesadaran Baik Normal, lelah, Apatis, letargi, idak
gelisah, irritable sadar
Denyut Normal Normal meningkat Takikardi, bradikardi,
jantung (kasus berat)
Kualitas nadi Normal Normal melemah Lemah, kecil tidak
teraba
Pernapasan Normal Normal-cepat Dalam
Mata Normal Sedikit cowong Sangat cowong
Air mata Ada Berkurang Tidak ada
Mulut dan Basah Kering Sangat kering
lidah
Cubitan kulit Segera kembali Kembali<2 detik Kembali>2detik
Cappilary Normal Memanjang Memanjang, minimal
refill
Ekstremitas Hangat Dingin Dingin,mottled,
sianotik
Kencing Normal Berkurang Minimal

Tabel.6 Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 2003 Skor Dehidrasi WHO
1 2 3
Keadaan umum Baik Lesu / haus Gelisah, lemas, ngantuk
Mata Tidak cekung Agak cekung Sangat cekung
Mulut Biasa Kering Sangat kering
Pernapasan <30x / menit 30-40x / menit >40x / menit
Turgor Baik Kurang Jelek
Nadi < 120x / menit 120-140x / menit >140x / menit
Penilaian :
<6 : Tidak dehidrasi
7-12 : Dehidrasi ringan sampai sedang
>13 : Dehidrasi berat
Menurut tonisistas darah, dehidrasi dapat dibagi menjadi:3
 dehidrasi isotonik, bila kadar Na+ dalam plasma antara 131-150 mEq/L
 dehidrasi hipotonik, bila kadar Na+<131 mEq/L
 dehidrasi hipertonik, bila kadar Na+>150 mEq/L

Tabel 8. Gejala dehidrasi menurut tonisitas


Gejala Hipotonik Isotonik Hipertonik

22
Rasa haus - + +
Berat badan Menurun sekali Menurun Menurun
Turgor kulit Menurun sekali Menurun Tidak jelas
Kulit/ selaput Basah Kering Kering sekali
lender
Gejala SSP Apatis Koma Irritable, apatis,
hiperfleksi
Sirkulasi Jelek sekali Jelek Relatif masih baik
Nadi Sangat lemah Cepat dan lemah Cepat, dan keras
Tekanan darah Sangat rendah Rendah Rendah
Banyaknya kasus 20-30% 70% 10-20%
3. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya
tidak diperkukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan
misalnya penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain
selain diare akut atau pada penderita dengan dehidrasi berat. Contoh:
pemeriksaan darah lengkap, kultur urine dan tinja pada sepsis atau infeksi
saluran kemih. Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan
pada diare akut:1
 darah : darah lengkap, serum elketrolit, analisa gas darah, glukosa darah,
kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika
 urine: urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika
 tinja:
a. Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita
dengan diare meskipun pemeriksaan labotarium tidak dilakukan.
Tinja yang watery dan tanpa mucus atau darah biasanya disebabkan
oleh enteroksin virus, prontozoa, atau disebabkan oleh infeksi diluar
saluran gastrointestinal. Tinja yanga mengandung darah atau mucus
bias disebabkan infeksi bakteri yang menghasilkan sitotoksin bakteri
enteronvasif yang menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus
seperti : E. hystolitica, B.coli , T.trichiura. Apabila terdapat darah
biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan
E.hystolitica darah sering terdapat pada permukaan tinja dan pada
infeksi dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan
Strongyloides.
Pemeriksaan makroskopik mencakup warna tinja, konsistesi tinja, bau
tinja, adanya lendir, adanya darah, adanya busa. Warna tinja tidak
terlalu banyak berkolerasi dengan penyebab diare. Warna hijau tua

23
berhubungan dengan adnya warna empedu akibat garam empedu
yang dikonjugasi oleh bakteri anaerob pada keadaan bacterial
overgrowth. Warna merah akibat adanya darah dalam tinja atau obat
yang dapat menyebabkan warna merah dalam tinja seperti rifampisin.
Konsistensi tinja dapat cair, lembek, padat. Tinja yag berbusa
menunjukan adanya gas dalam tinja kaibat fermentasi bakteri. Tinja
yang berminyak, lengket, dan berkilat menunjukan adanya lemak
dalam tinja. Lendir dalam tinja menggambarkan kelainan di kolon ,
khususnya akibat infeksi bakteri. Tinja yang sangatberbau
menggambarkan adanya fermentasi oleh bakteri anaerob dikolon.
Pemeriksaan pH tinja menggunakan kertas lakmus dapat dilakukan
untuk menentukan adanya asam dalam tinja. Asam dalam tinja
tersebut adalah asam lemak rantai pendek yang dihasilkan karena
fermentasi laktosa yang tidak diserap di usus halus sehingga masuk
ke usus besar yang banyak mengandung bakteri komensial. Bila pH
tinja<6 dapat dainggap sebagai malabsorbsi laktosa.8
Pada diare akut sering terjadi defisiensi enzim lactose sekunder akibat
rusaknya mikrofili mukosa usus halus yang banyak mengandung
enzim lactase. Enzim laktsae merupakan enzim yang bekerja
memecahkan laktosa menjadi glukosa dan galaktosa, yangs
elanjutnya diserap di mukosa usus halus, Salah satu cara menentukan
malabsorbsi laktosa adalah pemeriksaan clinitest dikombinasi dengan
pemeriksaan pH tinja. Pemeriksaan clinitest dilakukan dengan
prinsip melihat perubahan reaksi warna yang terjadi antara tinja yang
diperiksa dengan tablet clinitest. Prinsipnya adalah terdapatnya
reduktor dalam tinja yang mengubah cupri sulfat menjadi cupri
oksida. Pemeriksaan dilakukan dengan cara mengambil bagian cair
dari tinja segar (sebaiknya tidak lebih dari 1 jam). Sepuluh tetes air
dan 5 tetes bagian cair dari tinja diteteskan kedalam gelas tabung,
kemudian ditambah 1 tablet clinitest. Setelah 60 detik maka
perubahan warna yang terjadi dicocokan dengan warna standart. Biru
berarti negative, kuning tua berarti positif kuat (++++=2%), antara
kuning dan biru terdapat variasi warna hijau kekuningan (+=1/2%),

24
(++=3/4%), (+++=1%). Sedangkan terdapatnya lemak dalam tinja
lebih dari 5 gram sehari disebut sebagai steatore.8
b. Pemeriksaan mikroskopik
Infeksi bakteri invasive ditandai dengan ditemukannya sejumlah
besar leukosit dalam tinja yang menunjukan adanya proses inflamasi.
Pemeriksaan leukosit tinja dengan cara mengambil bagian tinja yang
berlendir seujung lidi dan diberi ½ tetes eosin atau Nacl lalu dilihat
dengan mikroskop cahaya:5
Adanya lemak dapat diperiksa dengan cara perwanaan tinja dengan
sudan III yang mengandung alcohol untuk mengeluarkan lemak agar
dapat diwarnai secara mikroskopis dengan pembesarn 40 kali dicari
butiran lemak dengan warna kuning atau jingga. Penilaian
berdasarkan 3 kriteria:8
Pemeriksaan parasit paling baik dilakukan pada tinja segar. Dengan
memakai batang lidi atau tusuk gigi, ambilah sedikit tinja dan
emulsikan delam tetesan NaCl fisiologis, demikian juga dilakukan
dengan larutan Yodium. Pengambilan tinja cukup sedikit saja agar
kaca penutup tidak mengapung tetapi menutupi sediaan sehingga
tidak terdapat gelembung udara. Periksalah dahulu sediaan tak
berwarna (NaCL fisiologis), karena telur cacing dan bentuk trofozoid
dan protozoa akan lebih mudah dilihat. Bentuk kista lebih mudah
dilihat dengan perwanaan yodium. Pemeriksaan dimulai dengan
pembesaran objekstif 10x, lalu 40x untuk menentukan spesiesnya.

G. Tata laksana
Terdapat lima pilar penting dalam tatalaksana diare yaitu rehidrasi, dukungan
nutrisi, pemberian zinc, antibiotik dan edukasi pada orang tua. Tujuan
pengobatan:8
 Mencegah dehidrasi
 Mengatasi dehidrasi yang telah ada
 Antibiotik selektif
 Mencegah kekurangan nutrisi dengan memberikan makanan selama dan
setelah diare
 Mengurangi lama dan beratnya diare, serta berulangnya episode diare,
dengan memberikan suplemen zinc
 Edukasi

25
Tujuan pengobatan diatas dapat dicapai dengan cara mengikuti rencana terapi
yang sesuai, seperti yang tertera dibawah ini:10
1. Pengobatan Diare tanpa dehidrasi
TRO ( Terapi Rehidrasi Oral )
Penderita diare tanpa dehidrasi harus segera diberi cairan rumah
tangga untuk mencegah dehidrasi seperti larutan gula garam, kuah sayr-
sayuran dan sebagainya. Pengobatan dapat dilakukan di rumah oleh
keluarga penderita. Jumlah cairan yang diberikan adalah 10 ml/kgBB
atau untuk anak usia <1 tahun 50-100 ml, 1-5 tahun dalah 100-200 ml,
5-12 tahun adalah 200-300 ml dan dewasa adalah 300-400 ml setiap
BAB.
Untuk anak dibawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan
sendok setiap 1-2 menit. Anak yang lebih besar dapat minum langsung
dengan gelas dengan tegukan yang sering. Bila terjadi muntah hentikan
dulu selama 10 menit kemudian mulai lagi perlahan – lahan misalnya 1
sendok setia 2-3 menit. Pemberian cairan dilanjutka sampai diare
berhenti. Selain cairan rumah tangga ASI dan makanan yang biasa tetap
harus diberikan. Makanan diberikan sedikit-sedikit tapi sering ( lebih
kurang 6 kali sehari ) serta rendah serat.
2. Pengobatan Diare dehidrasi Ringan-sedang
TRO ( Terapi Rehidrasi Oral )
Penderita diare degan dehidrasi ringan-sedang harus dirawat di
sarana kesehatan dan segera diberikan terapi rehidrasi oral dengan oralit.
Jumlah oralit yang diberikan 3 jam pertama 75 cc/kgBB.
Apabila oleh karena satu hal pemberian oralit tidak dapat
diberikan per oral, oralit dapat diberikan nelalui nsogasterik deng an
volume yang sama dengan kecepatan 20ml/kgBB/jam. Setelah 3 jam
keadaan penderita dievaluasi, apakah membaik, tetap atau memburuk.
Bila keadaan membaikdan dehidrasi teratasi pengobatan dapat
dilanjutkan di rumah dengan memberikan oralit dan makanan dengan
cara seperti pada pengobatan diare tanpa dehidrasi.
3. Pengobatan diare dehidrasi berat
TRP ( Terap Rehidrasi Parenteral )
Pasien yang masih dapat minum meskipun sedikit harus diberi
oralit sampai cairan infus terpasang. Selain itu semua anak harus diberi
oralit selama pemberian cairan intravena ( 5 ml/kgBB/jam), apbila anak
dapat minum dengan baik biasanya dalam 3-4 jam ( untuk bayi ) atau 1-

26
2 jam (untuk anak yang lebih besar ). Untuk rehidrasi parenteral
digunakan cairan Ringer Laktat dengan dosis 100ml/kgBB. Cara
pemberiannya untuk <1tahun 1 jam pertama 30cc/kgBB, dilanjutkan 5
jam berikutnya 70 cc/kgBB. Di atas 1 tahun ½ jam pertama 30cc/kgBB
dilanjutkan 2 ½ jam berikutnya 70 cc/kgBB.
Lakukan evaluasi tiap jam. Bila hidrasi tidak membaik, tetesan
IV dapat dipercepat. Setelah 6 jam pada bayi atau 3 jam pada anak lebih
besar, lakukan evaluasi, pilih pengobatan selanjutnya yaitu : pengobatan
diare dengan dehidrasi ringan-sedang atau pengobatan diare tanpa
dehidrasi
4. Seng ( Zinc )
Seng merupakan mikronutrien komponen berbagai enzim dalam
tubuh yang penting antara lain untuk sinreis DNA. Sejak tahun 2004,
WHO dan UNICEF telah merekomendasikan penggunaan seng pada
anak dengan diare dengan dosis 20 mg per hari selama 10-14 hari, dan
pada bayi<6 bulan dengan dosis 10 mg per hari selama 10-14 hari
5. Pemberian makanan selama dan setelah diare
Pemberian makanan harus diteruskan selama diare dan
ditingkatkan setelah sembuh. Tujuannya adalah memberikan makanan
kaya nutrien sebanyak anak mampu menerima. Meneruskan pemberian
makanan aan mempercepat kembalinya fungsi usus yang normal
termasuk kemampuan menerima dan mengabsorbsi berbagai nutrien,
sehingga memburuknya status gizi dapat dicegah atau paling tidak
dikurangi. Bayi yang minum ASI harus diteruskan sesering mungkin dan
selama anak mau. Bayi yang tidak mium ASI harus diberi susu yang
biasa diminum paling tidak setiap 3 jam.
Bila anak umur 4 bulan atau lebih dan sudah mendapatkan
makanan lunak atau padat, makanan ini harus diteruskan. Diberikan
dalam porsi kecil atau sering ( 6 kali ataulebih ).
6. Terapi Medikamentosa
a. Antibiotika
Antibiotika pada umumnya tidak diperlukan pada semua diare
akut oleh karen sebagian besra diare infeksi adalah rotavirus yang
sifatnya self limited dan tidak dapat dibunuh dengan antibiotika.
Antibiotika pilihan pada diare antara lain erythromycin 12,5
mg/kgBB 4x sehari selama 3 hari, ciprofloxacin 15 mg/kgBB 2x

27
sehari selama 3hari. Metronidazole 10 mg/kgBB 3x sehari selama 5
hari.
b. Obat Antidiare
Obat-obat ini meskipun sering digunakan tidak mempunyai
keuntungan praktis dan tidak diindikasikan untuk mengobati diare
akut pad anak, beberapa dianteranya:
 Adsorben, Contoh : kaolin, attapulgite. Obat-oat ini
dipromosikan untuk mengikat dan menginaktivasi toksin
bakteri atau bahan lain yang menyebabkan diare serta dikatakan
mempunyai kemampuan melindungi mukosa usus.
 Antimotilitas, Contoh : loperamide hydrochloride. Obat ini
dapat mengurangi frekuensi diare pada orang dewasa akan
tetapi tidak mengurangi volume tinja pada anak.
7. Probiotik dan Prebiotik
a. Probiotik
Probiotik merupakan mikroorganisme hidup dalam makanan yang
difermentasi yang menunjang kesehatan melalui terciptanya
keseimbangan mikroflora intestinal yang lebih baik. Mekanisme efek
probiotik melalui perubahan lingkungan mikro lumen usus (pH , O2),
produksi bahan anti mikroba terhadap beberapa patogen
usus,kompetisi nutrien, mencegah adhesi kuman patogen pada
enterosit, modifikasi toksin/ reeptor toksin efek trofik terhadap
mukosa usus melalui penyediaan nutrien dan imunomodulator.
Contohnya : Lacto B.
b. Prebiotik
Prebiotik bukan merupakan mikroorganisme, tetapi bahan makanan
umumnya komplks karbohidrat yang bila dikonsumsi dapat
merangsang pertumbuhan flora intestinal yng menguntungkan
kesehatan. Oligosakarida di ASI merupakan prototipe prebiotik
karena dapat merangsang lactobacilli dan Bifidobacteria di colon bayi
yang minum ASI.
Penyebab Antibiotik pilihan Alternatif
Kolera Tetracycline 12,5 Erythromycin 12,5
mg/kgBB mg/kgBB
4x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 3 hari
Shigella Disentri Ciprofloxacin 15 mg/kgBB Pivmecillinam 20 mg/kg
2x sehari selama 3 hari BB
4x sehari selama 3 hari
Ceftriaxone 50-100

28
mg/kgBB
1x sehari IM selama 2-5
hari
Amoebiasis Metronidazole 10
mg/kgBB
3xs ehari selama 5 hari (10
hari pada kasus berat)
Giadiasis Metronidazole 5mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari

H. Komplikasi1,3
1. Gangguan elektrolit

Hipernatremia, Penderita diare dengan natrium plasma>150 mmol/L
memerlukan pemantauan berkala yang ketat. Tujuanya adalah
menurunkan kadar natrium secara perlahan-lahan. Penurunan kadar
natrium plasma yang cepat sangat berbahaya oleh karena dapat
menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau nasogastrik
menggunakan oralit adalah cara terbaik dan paling aman. Koreksi
dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan cairan
0,45% saline-5% dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhan cairan
menggunakan berat badan tanpa koreksi. Periksa kadar natrium
plasma setelah 8jam. Bila normal lanjutkan dengan rumatan, bila
sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi dan periksa kembali natrium plasma
setelah 8 jam. Untuk rumatan gunakan 0,18% saline-5% dekstrose,
perhitungkan untuk 24 jam. Tambahkan 10 mmol KCl pada setiap
500 ml cairan infuse setelah pasien dapat kencing. Selanjutnya
pemberian diet normal dapat mulai diberikan. lanjutkan pemberian
oralit 10ml/kgBB/setiap BAB, sampai diare berhenti.1

Hiponatremia, Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau
cairan yang hanya mengandung sedikit garam, dapat terjadai
hiponatremia ( Na<130 mmol/L). Hiponatremia sering terjadi pada
anak dengan Shigellosis dan pada anak malnutrisi berat dengan
odema. Oralit aman dan efekstif untuk terapi dari hamper semua anak
dengan hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi Na dilakukan
bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu : memakai ringer
laktat atau normal saline. Kadar Na koreksi (mEq/L)=125- kadar Na
serum yang diperiksa dikalikan 0,6 dan dikalikan berat badan.

29
Separuh diberikan dalam 8 jam, sisanya diberikan dalam 16 jam.
Peningkatan serum Na tidak boleh melebihi 2 mEq/L/jam.1

Hiperkalemia, disebut hiperkalemia jika K>5 mEq/L, koreksi
dilakukan dengan pemberian kalsium glukonas 10% 0,5-1 ml/kgBB
i.v pelan-pelan dalam 5-10 menit dengan monitor detak jantung.1

Hipokalemia, dikatakan hipokalemia bila K<3,5 mEq/L, koreksi
dilakukan menuurut kadar K: jika kalium 2,5-3,5 mEq/L diberikan
peroral 75 mcg/kgBB/hr dibagi 3 dosis. Bila <2,5 mEq/L maka
diberikan secara intravena drip (tidak boleh bolus) diberikan dalam 4
jam. Dosisnya: (3,5-kadar K terukurx BBx0,4 +2 mEq/kgBB/24 jam)
diberikan dalam 4 jam lemudian 20 jam berikutnya adalah (3,5-kadar
K terukurx BBx 0,4+1/6x2 mEqxBB). Hipokalemia dapat
menyebakan kelemahan otot, paralitik usus, gangguan fungsi ginjal
dan aritmia jantung. Hipokalemia dapat dicegah dan kekurangan
kalium dapat dikoreksi dengan menggunakan makanan yang kaya
kalium selama diare dan sesudah diare berhenti1
2. Demam
Demam sering terjadi pada infeksi shigella disentriae dan rotavirus. Pada
umunya demam akan timbul jika penyebab diare mengadakan invasi ke
dalam sel epitel usus. Demam juga dapat terjadi karena dehidrasi. Demam
yang timbul akibat dehidrasi pada umunya tidak tinggi dan akan menurun
setelah mendapat hidrasi yang cukup. Demam yang tinggi mungkin diikuti
kejang demam. Pengobatan: kompres dan/ antipiretika. Antibiotika jika
ada infeksi.3
3. Edema/overhidrasi
Terjadi bila penderita mendapat cairan terlalu banyak. Tanda dan gejala
yang tampak biasnya edema kelopak mata, kejang-kejang dapat terjadi
bila ada edema otak. Edema paru-paru dapat terjadi pada penderita
dehidrasi berat yang diberi larutan garan faali. Pengobatan dengan
pemberian cairan intravena dan atau oral dihentikan, kortikosteroid jika
kejang.3
4. Asidosis metabolic
Asidosis metabolik ditandai dengan bertambahnya asam atau hilangnay
basa cairan ekstraseluler. Sebagai kompensasi terjadi alkalosis
respiratorik, yang ditandai dengan pernafasan yang dalam dan cepat

30
(kuszmaull). pemberian oralit yang cukup mengadung bikarbonas atau
sitras dapat memperbaiki asidosis.
5. Ileus paralitik
Komplikasi yang penting dan sering fatal, terutama terjadi pada anak kecil
sebagai akibat penggunaan obat antimotilitas. Tanda dan gejala berupa
perut kembung, muntah, peristaltic usu berkurang atau tidak ada.
Pengobatan dengan cairan per oral dihentikan, beri cairan parenteral yang
mengandung banyak K.3
6. Kejang3
Hipoglikemia: terjadi kalau anak dipuasakan terlalu lama. Bila
penderita dalam keadaan koma, glukosa 20% harus diberika iv, dengan
dosis 2,5 mg/kgBB, diberikan dalam waktu 5 menit. Jika koma
tersebut disebabkan oleh hipoglikemia dengan pemberian glukosa
intravena, kesadaran akan cepat pulih kembali.
 kejang demam
 Hipernatremia dan hiponatremia
 penyakit pada susunan saraf pusat, yang tidak ada hubungannya
dengan diare, seperti meningitis, ensefalitis atau epilepsy.
7. Malbasorbsi dan intoleransi laktosa
Pada penderita malabsorbsi atau intoleransi laktosa, pemberian susu
formula selama diare dapat menyebabkan:3
 Volume tinja bertambah
 berat badan tidak bertambah atau gejala/tanda dehidrasi memburuk
 dalam tinja terdapat reduksi dalam jumlah cukup banyak
8. Malabsorbsi glukosa
Jarang terjadi. Dapat terjadi penderita diare yang disebabkan oleh
infeksi, atau penderita dengan gizi buruk. Tindakan: pemberian oralit
dihentikan, berikan cairan intravena3
9. Muntah
Muntah dapat disebabkan oleh dehidrasi, iritasi usus atau gastritis yang
menyebabkan gangguan fungsi usus atau mual yang berhubungan
dengan infeksi sistemik. Muntah dapat juga disebabkan karena
pemberian cairan oral terlalu cepat. Tindakan: berikan oralit sedikit-
sedikit tetapi sering (1 sendok makan tiap 2-3 menit), antiemetic
sebaiknya tidak diberikan karena sering menyebabkan penurunan
kesadaran.3
I. Pencegahan
1. Mencegah penyebaran kuman pathogen penyebab diare

31
Kuman-kuman patoggen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal
oral. Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada
cara penyebaran ini. Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif
meliputi:
a. Pemberian ASI yang benar
b. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping
ASI
c. Menggunakan air bersih yang cukup
d. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis
buang air besar dan sebelum makan
e. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota
keluarga
f. Membuang tinja bayi yang benar
2. Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh
anak dan dapat juga mengurangi resiko diare antara lain:
a. Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun
b. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan member makan
dalam jumlah yang cukup untuk memperbaiki status , gizi anak.
c. Imunisasi campak. Pada balita 1-7% kejadian diare behrunbungan
dengan campak, dan diare yang etrjadi umunya lebih berat dan lebih
lama (susah diobati, cenderung menjadi kronis) karena adanya
kelainan pada epitel usus. Diperkirakan imunisasi campak yang
mencakup 45-90% bayi berumur 9-11 bulan dapat mencegah 40-60%
kasus campak, 0,6-3,8% kejadian diare dan 6-25% kematian karena
diare pada balita.1,3
d. Vaksin rotavirus, diberikan untuk meniru respon tubuh seperti infeksi
alamiah, tetapi infeksi pertama oleh vaksin tidak menimbulkan,
manifestasi diare. Di dunialah beredar 2 vaksin rotavirus oral yang
diberikan sebelum usia 6 bulan dalam 2-3 kali pemberiian dengan
interval 4-6 minggu. 1,8,16,17,18

J. Prognosis
Bila kita menatalaksanakan diare sesuai dengan 4 pilar diare, sebagian besar
(90%) kasus diare pada anak akan sembuh dalam waktu kurang dari 7 hari,
sebagian kecil (5%) akan melanjut dan sembuh dalam kurang dari 7 hari, sebagian
kecil (5%( akan menjadi diare persisten.8

32
BAB V
KESIMPULAN

Pada laporan kasus ini, berdasarkan anamnesis, hasil pemeriksaan fisik,


pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang, kami mendiagnosis pasien ini
mengalami Diare akut dengan dehidrasi berat perbaikan. Dehidrasi berat yang dialami
pasien berawal dari buang air besar cair yang sering tetapi tidak disertai dengan
asupan minuman atau cairan pengganti. Kondisi yang berlarut-larut dapat
menyebabkan gangguan keseimbangan cairan maupun elektrolit, terjadi
ketidakseimbangan elektrolit dapat menyebabkan pasien menderita encepalopati
ditandai dengan penurunan kesadaran. Penatalaksanaan pada pasien ini harus tepat
dan benar, terutama pada penatalaksanaan awal ditujukan untuk rehidrasi cairan untuk
mencegah syok berulang atau berkepanjangan dan penatalaksanaan lanjutan berupa
penatalaksanaan infeksi, diet dan edukasi pada pasien, sesuai dengan lima pilar
penting dalam tatalaksana diare yaitu rehidrasi, dukungan nutrisi, pemberian zinc,
antibiotik dan edukasi pada orang tua. Monitoring dilakukan pada pasien ini meliputi
tanda vital, keluhan dan keseimbangan cairan serta elektrolit.

DAFTAR PUSTAKA

1. Subagyo B dan Santoso NB. Diare akut dalam Buku Ajar Gastroenterologi-
Hepatologi Jilid 1, Edisi 1. Jakarta: Badan penerbit UKK Gastroenterologi-
Hepatologi IDAI. 2010:87-110

33
2. Nager AL, Wang VJ. Comparison of nasogastric and intravenous methods of
rehydration in pediatric patients with acute dehydration. Pediatrics
2002;102:566-72.
3. Vafaee A, Moradi A, Khabazkhoob M. Case-control study of acute diarrhea in
children. J Res Health Sci. 2008;8:25-32.
4. Soenarto et al. Burden of Severe Rotavirus Diarrhea In Indonesia. The Journal
of Infectious disease 2008: S188-94, 2009.
5. Suraatmaja Sudaryat. Masalah Rehidrasi Oral dalam Kapita Selekta
Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:44-53
6. Pickering LK. Gastroenteritis in Nelson textbook of pediatrics 19 th edition.
United Stated of Amrica, Lippincot wiliams.
7. Gaurino et al. European Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology
and Nutrition/European Society for Paediatric Infectious disease Evidenced
Based Guidelines for Management of Acute Gastroenteritis in Children in
Europe. Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition 46: S81-
184.2008.
8. Firmansyah A dkk. Modul pelatihan Tata laksana diare pada anak. Jakarta:
Badan Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia.2005.
9. Berkes et al. Intestinal Epithelial responses to enteric pathogens: effect on the
tight junction barrier, ion transport and inflammation. Dalam
http:www.glut.bmj.com.[diunuduh tanggal 17 Mei 2016].
10. WHO. Diare dalam Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit
Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten Kota.
Jakarta: WHO Indonesia.2009.
11. UNICEF. Oral Rehydration Salt (ORS) A New Reduced Osmolality
Formulation. Http:www// rehydrate/ors/oral rehydration salt.htm.2002.
[diunduh tanggal 17 Mei 2016].
12. Suandi IKG. Manajemen nutrisi pada gastroenteritis dalam Kapita Selekta
Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:84-100.
13. Aggarwal et al. Role of Zinc Administration in Prevention of Childhood
Diarrhea and respiratory illness. A merk analisis. Pediatric 2007 ;119:1120.
14. Isolaun E. Probiotics : A role in the treatment of intestinal infection and
inflammation. Gut.2002,50 (Supple III):III:54-1159.
15. Arimbawa dkk. Peranan probiotik pada keseimbangan flora normal usus
dalam Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:100-
11
16. Comitte Infection Disease. Prevention of Rotavirus Diseases: Upadated
Guidelines for use of Rotavirus Vaccine. Pediatrics 123,1412,2009.

34
17. Boom et al. Effectiveness of Pentavalent Rotavirus Vaccine in a large Urban
population in The United States. Pediatrics:125e,e199,2010.
18. Purniti dkk. Imunisasi penyakit Enteral dalam Kapita Selekta Gastroenterologi
Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:122-31

35

Anda mungkin juga menyukai