Latar Belakang Pada bagian ini dijelaskan bahwa setiap perusahaan industri harus
mengadakan persediaan bahan baku agar proses produksi tidak
terganggu guna memperoleh keuntungan. Kelebihan persediaan
akan merugikan perusahaan karena berdampak pada banyaknya
biaya yang timbul akibat persediaan tersebut, sedangkan
kekurangan persediaan akan menghambat proses produksi.
Sampai saat ini Pabrik Gula Pandji PT. Perkebunan Nusantara XI
belum melakukan analisis perhitungan dan penggunaan metode
pembelian yang memadai. Bahan baku tebu merupakan tanaman
semusim yang hanya berproduksi satu tahun sekali dan
perusahaan harus melakukan kegiatan produksi secara kontinyu,
agar mesin-mesin dapat beroperasi secara efisien.
Tujuan Penelitian 1. Mengetahui proses produksi gula kristal putih pada Pabrik
Gula Pandji PT. Perkebunan Nusantara XI.
2. Menganalisis persediaan bahan baku di Pabrik Gula Pandji PT.
Perkebunan Nusantara XI, yang terdiri dari jumlah pemesanan
ekonomis, persediaan penyelamat, titik pemesanan kembali,
jumlah persediaan maksimal.
3. Menganalisis efisiensi biaya persediaan bahan baku di Pabrik
Gula Pandji PT. Perkebunan Nusantara XI dengan
membandingkan total biaya biaya persediaan sesungguhnya
dan total biaya persediaan menggunakan pengawasan
persediaan bahan baku yang efektif.
Metode 1. Melakukan jumlah pembelian yang ekonomis (EOQ)
EOQ= √
2 RS
PI
R = permintaan dalam satu periode (ton); S = biaya pemesanan
(Rp); P = harga pembelian/unit (Rp); I = biaya penyimpanan
dan pemeliharaan di gudang (%)
2. Menentukan persediaan pengaman
Safety Stock (SS) = Rata-rata keterlambatan bahan baku per
hari x kebutuhan bahan baku per hari
3. Menentukan titik pemesanan kembali
Reorder point = SS + kebutuhan bahan selama lead time
4. Menentukan persediaan maksimal
Maximum Inventory (MI) = SS + EOQ
5. Menentukan besarnya biaya persediaan
c×T ×q R×o
TIC= +
2 q
TIC = Total Inventory Cost; R = jumlah kebutuhan bahan baku
selama setahun; o = biaya pemesanan; c = biaya penyimpanan;
T = periode penyimpanan (1 hari); q = jumlah pemesanan
6. Efisiensi biaya
Efisiensi = TIC sebelum EOQ – TIC setelah EOQ
Hasil Penelitian Secara keseluruhan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
pengadaan bahan baku dengan menggunakan metode EOQ dapat
mengakibatkan efisiensi terhadap biaya persediaan. Dengan
metode EOQ, kuantitas pembelian bahan baku yang ekonomis
adalah 3.315,62 ton tebu sehingga selama periode giling (150
hari) dilakukan pembelian bahan baku sebanyak 71 kali dalam
setahun dengan jumlah total persediaan 235.409,18 ton. Hal ini
mengakibatkan penghematan sebesar 1.325,81 ton atau 0,56%
dari sistem pembelian bahan baku yang diterapkan perusahaan
yang melakukan pembelian bahan baku sebanyak 75 kali dengan
jumlah total rata-rata persediaan bahan baku sebanyak 236.735
ton.
Lalu berdasarkan perhitungan, safety stock yang sebaiknya
diterapkan adalah sebanyak 1.578,23 ton, dibanding dengan rata-
rata persediaan minimum yang dimiliki perusahaan yang
sebanyak 1.740,69 ton, sehingga akan diperoleh penghematan
sebesar 162,47 ton atau 9,33%. Pabrik Gula Pandji PTPN XI
melakukan pemesanan kembali pada saat persediaan bahan baku
tebu sebanyak 3.481,39 ton dalam sekali proses pemesanan.
Sedangkan dengan melaksanakan analisis persediaan bahan baku
yang efisien, perusahaan harus mengadakan pemesanan kembali
pada saat persediaan bahan baku tebu sebanyak 3.156,47 ton
dalam sekali proses pemesanan, sehingga terjadi penghematan
(efisiensi) pada reorder point sebanyak 324,93 ton atau
penghematan sebesar 9,33%.
Setelah melakukan perhitungan pada persediaan maksimum
(maximum inventory) diperoleh hasil bahwa persediaan
maksimum yang sebaiknya dipertahankan oleh perusahaan setiap
2 hari sekali adalah sebesar 4.893,86 ton sehinggan dapat
diperoleh penghematan sebesar 0,06%. Begitu pula pada dengan
analisis biaya persediaan bahan baku yang efisien, diperoleh total
biaya persediaan bahan baku yang harus ditanggung sebesar Rp
2.399.473.609,66 yang menunjukkan adanya penurunan biaya
sebesar 0,12% dari jumlah biaya persediaan bahan baku tebu yang
dikeluarkan oleh perusahaan. Bedasarkan hasil analisis efisiensi
biaya persediaan bahan baku di atas, Pabrik Gula Pandji PT.
Perkebunan Nusantara XI dapat melakukan efisiensi terhadap
biaya persediaan sehingga perusahaan dapat mengalokasikan
anggaran persediaan yang berlebih untuk keperluan lainnya yang
lebih menguntungkan.
RESUME JURNAL
Latar Belakang Penelitian ini dilatarbelakangi oleh perikanan air tawar yang
semakin berkembang di Kabupaten Boyolali yaitu komoditas ikan
lele yang menjadi bahan baku dari industri Abon Lele Karmina.
Pengolahan ikan lele menjadi abon lele sering menemui kendala
terkait persediaan ikan lele sebagai bahan baku, di mana
pengolahan ikan lele ini memerlukan perlakuan baik dalam
pemesanan sampai penyimpanannya. Oleh karena itu diperlukan
perencanaan persediaan bahan baku yang baik untuk
meminimalkan biaya yang terkait dengan bahan baku.
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui:
1. Jumlah persediaan ikan lele di Industri Abon Lele Karmina.
2. Lead time di Industri Abon Lele Karmina.
3. Total biaya persediaan ikan lele di Industri Abon Lele
Karmina.
4. Jumlah pemesanan dan biaya persediaan ikan lele di Industri
Abon Lele Karmina menurut metode EOQ.
5. Jumlah safety stock dan reorder point yang dibutuhkan Industri
Abon Lele Karmina.
6. Tingkat efisiensi persediaan ikan lele di Industri Abon Lele
Karmina.
Metode 1. Jumlah persediaan bahan baku ikan lele sesusai dengan
Economic Order Quantity (EOQ)
Q∗¿ √
2 RS
C
R = permintaan tahunan (Kg); S = biaya pemesanan per
pemesanan (Rp); C = biaya penyimpanan per Kg per tahun.
2. Frekuensi pembelian bahan baku
R
I=
Q∗¿
¿
I = frekuensi pemesanan optimal; R = permintaan tahunan
(Kg); Q* = jumlah optimal per pemesanan (Kg).
3. Total biaya persediaan bahan baku (TIC)
Q∗¿ R
×C )+( ×S )
2 Q∗¿
TIC =( ¿
¿
Q* = jumlah optimal per pemesanan (Kg); R = permintaan
tahunan (Kg); S = biaya pemesanan per pemesanan (Rp); C =
biaya penyimpanan per Kg per tahun.
4. Safety stock (SS)
SS = Z x SL
Z = faktor pengganda pada tingkat pelayanan yang diinginkan
dikalikan dengan penyimpangan 5% (dilihat pada tabel Z
kurva normal); SL = standar penyimpangan permintaan
keadaan selama waktu tunggu
5. Reorder point (ROP)
ROP = SS + (LT x AU)
LT = lead time; AU = pemakaian rata-rata ikan lele dalam 1
tahun; SS = safety stock
6. Analisis tingkat efisiensi persediaan bahan baku perusahaan
Dilihat dari apabila total biaya persediaan bahan baku menurut
analisis EOQ > total biaya persediaan menurut kebijaksanaan
perusahaan = efisien.
Hasil Berdasarkan perhitungan menurut metode EOQ, kuantitas
pemesanan optimal periode 2008, 2009, 2010, dan 2011 secara
berturut-turut adalah 230,11 kg; 355,18 kg; 488,630 kg; dan 595
kg dengan frekuensi pemesanan 8 kali untuk tahun 2008 dan 2009
serta 11 kali pemesanan untuk tahun 2010 dan 2011. Sangat jauh
berbeda dengan frekunsi pemesanan yang dilakukan Industri
Abon Lele Karmina yang mencapai 44 kali pemesanan pada
tahun 2008 bahkan mencapai 110 kali pemesanan pada tahun
2011. Adapun jumlah persediaan bahan baku yang dibutuhkan
perusahaan (safety stock) adalah 12,42 kg pada periode produksi
2012 dengan titik pemesanan kembali sebesar 173,49 kg.
Berdasarkan data tersebut, kemudian dilakukan perbandingan
total biaya persediaan bahan baku antara kebijakan yang
diterapkan Industri Abon Lele Karmina dengan perhitungan
metode EOQ sebagai berikut
Periode Total biaya Industri Abon Total biaya menurut
Lele Karmina (Rp) metode EOQ (Rp)
2008 6.870.000 663.400,33
2009 8.075.000 709.929,57
2010 14.155.000 934.344,69
2011 15.620.000 979.948,98
Berdasarkan tabel di atas, total biaya persediaan bahan baku ikan
lele menurut kebijakan Industri Abon Lele Karmina jauh lebih
besar daripada total biaya persediaan bahan baku ikan lele
menurut metode EOQ. Selisih biaya persediaan biaya bahan baku
berturut-turut dari tahun 2008 sampai tahun 2011 adalah Rp
6.206.599, Rp 7.365.070, Rp 13.220.655, dan Rp 14.640.051.
Besarnya selisih biaya ini disebabkan oleh besarnya biaya
pemesanan ikan lele akibat terlalu seringnya dilakukan
pemesanan bahan baku ikan lele dalam setahun. Hal ini
menunjukkan bahwa kebijakan Industri Abon Lele Karmina
dalam mengelola persediaan bahan baku ikan lele selama periode
produksi 2008 – 2011 masih belum efisien.