Anda di halaman 1dari 16

STUDI KASUS KAPITA SELEKTA HEWAN

“KELAINAN PADA SISTEM GERAK PASIF:


OSTEOARTHRITIS”

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Kapita Selekta Hewan
Dosen Pengampu:

Prof. Dr. Ir. Priyantini Widyaningrum, M.S.


Dr. Lisdiana, M.Si

Disusun oleh:

Ma’rifatul Umamah

0402519002

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA KONSENTRASI


BIOLOGI
FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2019

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah Sbhanahu


wata’ala yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Kelainan Pada Sistem Alat Gerak
Pasif : Osteoarthritis” ini dengan baik.
Dalam penyusunan makalah ini, dengan kerja keras dan dukungan dari
berbagai pihak, kami telah berusaha untuk dapat memberikan yang terbaik dan
sesuai dengan harapan, walaupun dalam pembuatannya kami mengahadapi
kesulitan, karena keterbatasan ilmu pengetahuan dan keterampilam yang kami
miliki. Oleh Karen itu pada kesempatan ini, dengan segala hormat kami
sampaikan rasa terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada Prof. Dr. Ir. Priyantiti
Widyaningrum, M.S. dan Dr. Lisdiana, M.Si selaku dosen pengampu mata kuliah
Kapita Selekta Hewan.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini terdapat banyak
kekurangan, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat kami
butuhkan agar dapat menyempurnakannya di masa yang akan datang. Semoga apa
yang disajikan dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi teman-teman dan pihak
yang berkepentingan.
Semarang, 5 September 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... I


KATA PENGANTAR.................................................................................... Ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. Iii
BAB I. PENDAHULUAN ....................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................. 1
C. Tujuan................................................................................. 2
D. Manfaat .............................................................................. 2
BAB II. ISI................................................................................................. 3
A. Etiologi Osteoarthritis ........................................................ 3
B. Karakteristik Osteoarthritis ................................................ 5
C. Klasifikasi Osteoarthritis .................................................... 6
D. Mekanisme Osteoarhtritis .................................................. 6
E. Pencegahan dan Pengobatan Osteoartritis .......................... 8
F. Studi Kasus Osteoarthritis ..................................................
BAB III. PENUTUP ................................................................................... 10
A. Kesimpulan......................................................................... 10
B. Saran ................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Osteoarthritis merupakan penyakit sendi yang paling banyak ditemukan
di dunia, termasuk di Indonesia. Diketahui bahwa Osteoarthritis diderita oleh
151 juta jiwa di seluruh dunia dan mencapai 24 juta jiwa di kawasan Asia
Tenggara. Berdasarkan data dari Alomedika (2018) tercatat 12 % dari
populasi wanita di Indonesia berusia di atas 65 tahun menderita penyakit
tersebut, sedangkan 15 % laki-laki di atas usia 65 tahun mengalami hal
serupa. Prevalensi osteoarthritis di Indonesia menurut Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan (2013) sebanyak 178.415 orang. Menurut data
WHO, terdapat 9,6 % laki-laki dan 18 % wanita di atas usia 60 tahun
mengalami osteoarthritis simtimatik. Terdapat lebih dari 30 juta orang di
Amerika Serikat memiliki oateoarthritis. Sedangkan di Inggris terdapat
sekitar 8 juta orang yang mengalaminya.
Pasien dengan penderita obesitas sering mengeluh nyeri dibanding
dengan pasien non obesitas. Pasien dewasa dengan umur 45 tahun ke atas,
19% dari mereka mengeluhkan nyeri yang terpusat di sendi lutut. Beberapa
faktor lain juga dapat mempengaruhi nyeri sendi osteoarthritis. Umumnya
prevalensi osteoarthritis terus meningkat secara dramatis mengikuti
pertumbuhan usia penderita. Itulah mengapa didapati sebanyak 70% dari
penderita yang berusia lebih dari 65 tahun menderita osteoarthritis.
Diperkirakan sekitar satu sampai dua juta lanjut usia si Indonesia menjadi
cacat karena osteoarthritis (Arismunandar, 2015)
Beberapa studi dan penelitian mengenai penyakit osteoarthritis telah
banyak dilakukan. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas
mengenai etiologi, karakteristik, mekanisme, klasifikasi, dan pengobatan
osteoarthritis.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana etiologi osteoarthritis?
2. Apa saja karakteristik osteoarthritis?
3. Bagaimana klasifikasi osteoarthritis?
4. Bagaimana mekanisme osteoarthritis?
5. Bagaimana pencegahan dan pengobatan untuk osteoarthritis?

C. Tujuan
1. Mengetahui etiologi asal usul terjadinya osteoarthritis.
2. Menjelaskan karakteristik osteoarthritis.
3. Mengetahui klasifikasi osteoarthritis.
4. Menjelaskan mekanisme osteoarthritis.
5. Mengetahui pencegahan dan pengeobatan untuk osteoarthritis.

D. Manfaat
1. Mahasiswa mampu mengetahui etiologi asal usul terjadinya osteoarthritis.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan karakteristik osteoarthritis.
3. Mahasiswa mampu mengetahui klasifikasi osteoarthritis.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan mekanisme osteoarthritis.
5. Mahasiswa mampu mengetahui pencegahan dan pengeobatan untuk
osteoarthritis.

2
BAB II
ISI

A. Etiologi Osteoarthritis
Osteoarthritis merupakan suatu kelainan degeneratif sendi akibat pemecahan
biokimia articular (hialin) tulang rawan di sendi synovial lutut sehingga kartilago
sendi rusak (Marlina, 2015). Kelainan ini merupakan suatu proses degeneratif
pada sendi yang dapat mengenai satu atau lebih sendi (Pratiwi, 2015).
Osteoarthritis dikenal dengan perkapuran yang disebabkan karena pengikisan
pada struktur sendi (Halim & Seng, 2015). Kelainan ini terus berkembang
semakin parah seiring seseorang bertambah usia (Aryanti, dkk., 2019).
Terdapat beberapa teori tentang etiologi penyakit osteoarthritis, akan tetapi
masih tetap menjadi perdebatan. Menurut Ayanti dkk. (2019) dalam jurnalnya,
faktor penyebab osteoarthritis adalah obesitas, penuaan, trauma, dan
kecenderungan genetik, serta pekerjaan. Kekurangan kalsium juga dapat
menyebabkan penyakit ini. Sedangkan menurut DEPKES (2016) beberapa faktor
risiko yang berperan dalam kejadian Osteoarthritis diantaranya adalah kadar
estrogen rendah, kadar insulin-like growth factor 1 (IGF-1) rendah, usia, obesitas,
jenis kelamin wanita, ras, genetik, aktifitas fisik yang melibatkan sendi yang
bersangkutan, trauma, tindakan bedah orthopedik seperti menisektomi, kepadatan
massa tulang, merokok, endothelial cell stimulating factor dan diabetes.
Osteoarthritis terjadi dalam dua pola, yaitu osteoarthritis primer dan
osteoarthritis sekunder. Osteoarthritis primer biasanya terjadi pada laki-laki pada
usia pertengahan dan terjadi juga pada wanita yang biasanya dialami setelah usia
45 tahun. Pola ini menyerang secara perlahan namun progresif dan dapat
mengenai lebih dari satu persendian. Biasanya osteoarthritis primer menyerang
sendi pada berat badan seperti lutut, panggul, menyerang panggung, leher, serta
jari-jari. Sedangkan pada osteoarthritis sekunder terjadi pada setiap usia dan
abnormal sejak lahir (dialami sebelum usia 45 tahun), biasanya pola ini
disebabkan karena trauma yang menyebabkan luka pada sendi seperti patah tulang
atau permukaan sendi yang tidak sejajar, akibat sendi yang longgar dan
pembedahan pada sendi. Perubahan yang mencolok dari penyakit ini biasanya
terdapat di daerah tulang rawan yang mendapat beban pada stadium awal, tulang

3
rawan lebih tebal daripada normal. Tetapi seiring dengan perkembangan
osteoarthritis, permukaan sendi dapat menipis, melunak, integritas permukaan
terputus dan terbentuk celah vertikal (Halim dan Seng, 2015).
Osteoarthritis umumnya terjadi dua kali lipat pada wanita dibanding pria.
Wanita dengan usia 50 tahun ke atas dapat meningkatkan risiko terjadinya
osteoarthritis lutut. Hal tersebut dikarenakan pada usia 50-80 tahun wanita
mengalami pengurangan hormon estrogen yang signifikan. Hormon tersebut
berperan dalam hilangnya massa tulang yang berakibat pada timbulnya sensasi
nyeri pada lanjut usia (Taufandas, dkk., 2018). Bertambahnya usia maka terjadi
pengurangan volume/isi tulang rawan, proteoglikan, vaskularisasi dan perfusi
tulang rawan, penurunan kekuatan otot, kehilangan proprioseptif, perubahan
degeneratif pada meniskus dan ligamen sendi, serta pengapuran jaringan sendi.
Perubahan ini dapat mengakibatkan ruang sendi menyempit sehingga
menyebabkan gesekan antara ujung tulang pada lutut, hal inilah yang
menimbulkan nyeri (Marlina, 2015).
Berat badan yang berlebih atau biasa yang dikenal obesitas merupakan suatu
kondisi yang erat kaitannya dengan peningkatan risiko untuk timbulnya
osteoarthritis terutama pada sendi penopang tubuh seperti lutut. Obesitas akan
meningkatkan stress pada sendi penopang tubuh sehingga akan memberikan rasa
nyeri. Pada sesorang yang mengalami obesitas, resultan gaya berat badan yang
seharusnya jatuh pada bagian sentral sendi akan bergeser ke medial sehingga
beban yang diterima sendi lutut tidak seimbang dan menimbulkan perubahan
bentuk sendi sehingga menyebabkan osteoarthritis (Maulani, dkk.,2018). Dalam
penelitiannya yang dilakukan di RSUD H. Abdul Manap Kota Jambi Tahun 2018,
pasien yang memiliki indeks massa tubuh dengan obesitas mempunyai peluang
2,19 kali mengalami osteoarthritis dibandingkan pasien dengan berat badan
normal. Menurut Widhiyanto dkk. (2017) penelitian klinis pada hewan coba
menunjukkan bahwa beban abnormal pada persendian dapat memicu perubahan
pada komposisi, struktur, dan sifat mekanis dari kartilago persendian.
Riwayat peradangan pada sendi juga merupakan faktor risiko
berkembangnya penyakit osteoarthritis. Studi Framingan dalam Maulani, ddk
(2018) menyatakan bahwa seseorang yang memiliki riwayat trauma lutut memiliki

4
risiko 5 – 6 kali lipat lebih tinggi untuk osteoarthritis lutut. Hal tersebut biasanya
terjadi pada kelompok usia yang lebih muda serta dapat menyebabkan kecacatan
yang lama. Trauma lutut tersebut lama kelamaan akan terjadi peradangan sendi,
terutama sendi-sendi penopang berat tubuh seperti sendi lutut sehingga berisiko
lebih tinggi terkena osteoarthritis. Trauma lutut yang akut termasuk robekan
terhadap ligamentum krusiatum dan meniskus merupakan faktor timbulnya
osteoarthritis.
B. Karakteristik Osteoarthritis
Tanda awal osteoarthritis meliputi penurunan kecepatan dan ruang gerak
aktif sendi. Keterbatasan gerakan dapat muncul akibat rusaknya kartilago
artikularis, kontraktur ligamen & kapsul sendi, kontraktur & spasme otot, osteofit,
atau adanya fragmen kartilago, tulang, atau meniskus intraartikuler. Pada palpasi
dapat ditemukan krepitasi, efusi, dan nyeri sendi (Asmarani, dkk, 2011).
Biasanya diagnosis osteoarthritis didasarkan pada riwayat penyakit dan
pemeriksaan fisik. Gejala osteoarthritis dirasakan dengan adanya nyeri dan pada
foto rontgen ditemukan adanya gambaran osteofit, dilihat dari usia yang lebih dari
50 tahun, serta merasakan kaku sendi pada pagi hari kurang dari 30 menit dan
adanya krepitasi. Nyeri pada sendi tersebut merupakan keluhan utama yang
membuat penderita datang memeriksakan dirinya ke dokter. Nyeri biasanya
bertambah berat dengan gerakan dan berkurang dengan istirahat. Pada umumnya
penderita osteoarthritis mengatakan bahwa keluhannya sudah berlangsung lama
namun berkembang secara perlahan. Daerah predileksi osteoarthritis biasanya
mengenai sendi-sendi penyangga tubuh seperti pada lutut (Pratiwi, 2015).
Pada penderita, saat dilakukan pemeriksaan fisik biasanya terdengar adanya
krepitasi yang semakin jelas dengan bertambah parahnya penyakit. Gejala ini
disebabkan karena adanya pergesekan kedua permukaan tulang sendi pada saat
sendi digerakkan atau secara pasif dimanipulasi. Beberapa penderita mengeluh
nyeri dan kaku pada udara dingin dan atau pada waktu hujan. Hal ini mungkin
berhubungan dengan perubahan tekanan intra artikular sesuai dengan perubahan
tekanan atmosfir. (Pratiwi, 2015).

5
C. Klasifikasi Osteoarthritis
Klasifikasi osteoarthritis yang dimaksud adalah tahap atau stadium. Menurut
Kellgrenn dan Lawrence (dalam Peterson, dll, 2014) osteoarthritis dalam
pemeriksaan medis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Grade 0 : Normal, tidak tampak adanya tanda-tanda osteoarthritis.
2. Grade 1 : ragu-ragu, dengan gambaran sendi normal, terdapat osteofit
minim.
3. Grade 2 : Ringan, osteofit sedikit pada tibia dan patella dan permukaan sendi
menyempit asimetris.
4. Grade 3 : Sedang, osteofit sedang pada beberapa tempat, permukaan sendi
menyempit, dan tampak sklerosis subkondral.
5. Grade 4 : Berat atau parah, osteofit besar, permukaan sendi menyempit
secara komplit, sclerosis subkondral berat, dan kerusakan pada permukaan
sendi.
American College of Rheumatology (1987) dalam Woolf& Pfleger (2003)
mendeskripsikan kesehatan sesorang berdasarkan derajat keparahan, yaitu sebagai
berikut:
1. Derajat 0 : tidak merasakan tanda dan gejala.
2. Derajat 1 : terbentuk taji kecil, nyeri dirasakan ketika beraktifitas cukup
berat, tetapi masih bisa dilokalisir dengan cara mengistirahatkan sendi yang
terkena osteoarthritis.
3. Derajat 2 : Osteofit yang pasti, mungkin terdapat celah antar sendi, nyeri
hampir selalu dirasakan, kaku sendi pada pagi hari, krepitus, membutuhkan
bantuan dalam menaiki tangga, tidak mampu berjalan jauh, memerlukan
tenaga asisten dalam menyelesaikan pekerjaan rumah.
4. Derajat 3-4: osteofit sedang-berat, terdapat celah antar sendi, kemungkinan
terjadi perubahan anatomis tulang, nyeri setiap hari, kaku sendi pada pagi
hari, krepitus pada gerakan aktif sendi, ketidakmampuan yang signifikan
dalam beraktivitas
D. Mekanisme Osteoarthritis
Osteoartritis terjadi akibat kondrosit (sel pembentuk proteoglikan dan
kolagen pada rawan sendi) gagal dalam memelihara keseimbangan antara

6
degradasi dan sintesis matriks ekstraseluler, sehingga terjadi perubahan diameter
dan orientasi serat kolagen yang mengubah biomekanik dari tulang rawan, yang
menjadikan tulang rawan sendi kehilangan sifat kompresibilitasnya yang unik.
Selain kondrosit, sinoviosit juga berperan pada patogenesis osteoarthritis,
terutama setelah terjadi sinovitis, yang menyebabkan nyeri dan perasaan tidak
nyaman. Sinoviosit yang mengalami peradangan akan menghasilkan Matrix
Metalloproteinases (MMPs) dan berbagai sitokin yang akan dilepaskan ke dalam
rongga sendi dan merusak matriks rawan sendi serta mengaktifkan kondrosit.
Pada akhirnya tulang subkondral juga akan ikut berperan, dimana osteoblas akan
terangsang dan menghasilkan enzim proteolitik (Pratiwi, 2015).
Menurut Sudoyo, dkk (2007) terdapat empat fase penting dalam proses
pembentukan osteoarthritis:
1. Fase inisiasi : Terjadi degradasi kartilago pada sendi. Pada fase ini, tubuh
masih mampu untuk memperbaikinya dengan bantuan fakto-faktor yang
merangsang kondrosit untuk menghasilkan proteoglikan dan kolagen. Faktor
tersebut seperti Insulin-like growth factor (IGF-1), growth hormon,
transforming growth factor b (TGF-b) dan coloni stimulating factors
(CSFs). Faktor-faktor ini menginduksi khondrosit untuk mensintesis asam
deoksiribo nukleat (DNA) dan protein seperti kolagen dan proteoglikan.
IGF-1 memegang peran penting dalam perbaikan rawan sendi.
2. Fase inflamasi : Pada fase inflamasi sel mengalami penurunan sensitifitas
terhadap IGF-1, akibatknya proinflamasi mempengaruhi sendi, yang
mengaktivasi enzim degradasi yang menyebabkan kerusakan pada sendi
terutama kartilago sendi.
3. Fase nyeri : Pada fase ini terjadi proses peningkatan aktivitas fibrinogenik
dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Akibatnya terjadi penumpukan trombus
dan komplek lipid pada pembuluh darah subkondral sehingga menyebabkan
terjadinya iskemik dan nekrosis jaringan. Hal ini mengakibatkan lepasnya
prostaglandin dan interleukin yang dapat menghantarkan rasa nyeri. Rasa
nyeri juga berupa akibat lepasnya mediator kimia seperti kinin yang dapat
menyebabkan peregangan tendo, ligamen serta spasme otot-otot.

7
4. Fase degradasi : IL-1 mempunyai efek multipel pada sel cairan sendi yaitu
meningkatkan sintesis enzim yang mendegradasi rawan sendi. Pada fase ini
terjadi kerusakan pada kartilago tanpa tubuh mampu melakukan proses
perbaikan pada sendi.
E. Pencegahan dan Pengobatan Osteoarthritis
Agar terhindar dari osteoarthritis maka perlu menghindari olahraga yang
bisa menyebabkan sendi terluka, mengontrol berat badan, dan minum obat untuk
mencegahnya. Jika sudah terkena osteoarthritis lalu dapat dilakukan pengobatan
atau terapi. Tujuan pengobatan pada pasien osteoarthritis adalah untuk
mengurangi gejala dan mencegah terjadinya kontraktur atau atrofi otot. Terapi
osteoarthritis pada umumnya simptomatik, misalnya dengan pengendalian faktor-
faktor resiko, latihan intervensi fisioterapi dan terapi farmakologis. Pada fase
lanjut sering diperlukan pembedahan (Pratiwi, 2015). Terapi non obat dilakukan
melalui edukasi.
Walaupun osteoarthritis tidak dapat disembuhkan, namun kualitas hidup
penderita osteoarthritis dapat ditingkatkan. Edukasi yang diberikan dapat berupa
bagaimana dapat hidup dengan sehat, menjaga pola dan jenis makanan yang sehat,
serta menyarankan penderita untuk melakukan penurunan berat badan bagi
penderita yang mengalami obesitas atau berat badan yang berlebih, dan
menyarankan untuk melakukan olahraga yang tidak terlalu berat. Selanjutnya
pemberian informasi kepada penderita untuk terapi yang sesuai baik farmakologis
maupun non-farmakologis. Sehingga hal-hal tersebut dapat mencegah terjadinya
keparahan osteoartritis lebih lanjut. Diharapkan edukasi dan informasi tersebut
disampaikan dengan jelas dan tepat sehingga dapat dipahami dan diaplikasikan
oleh penderita sehingga dapat memberikan hasil yang optimal dan bisa mencegah
terjadinya progresivitas dan keparahan osteoarthritis (Maulani, dll., 2018).
Menurut Anggraini dkk. (2014) terapi yang tepat yang berhubungan dengan
kebiasaan aktivitas fisik dengan osteoarthritis adalah dengan terapi fisik terdiri
dari berbagai modalitas, seperti pendinginan, pemanasan, latihan atau penggunaan
alat bantu. Menurut Pratiwi (2015) bagi penderita yang sudah parah, maka operasi
merupakan tindakan yang efektif. Operasi yang dapat dilakukan antara lain
arthroscopic debridement, joint debridement, dekompresi tulang, osteotomi dan

8
artroplasti. Walaupun tindakan operatif dapat menghilangkan nyeri pada sendi
OA, tetapi kadang-kadang fungsi sendi tersebut tidak dapat diperbaiki secara
adekuat, sehingga terapi fisik pre dan pasca operasi harus dipersiapkan dengan
baik.
F. Studi Kasus Osteoarthritis
1. Judul Jurnal
Efektivitas Latihan Lutut Terhadap Penuruan Intensitas Nyeri Pasien
Ostearthritis Lutut di Yogyakarta.
2. Oleh: Theresia Titin Marlina
3. Tahun: 2015
4. Latar Belakang: Latihan lulut sebelumnya telah dilakukan di lokasi
penelitian, namun belum optimal. Tidak semua pasien mengikuti anjuran
latihan lutut, belum ada leaflet yang dapat memperjelas informasi latihan
lutut sehingga pasien datang periksa lagi dengan keluhan yang sama yaitu
nyeri lutut. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi efektivitas latihan lutut
terhadap penurunan intensitas nyeri pasien osteoarthritis lutut.
5. Metode Penelitian : Penelitian menggunakan desain penelitian quasi
eksperimen dengan desain randominazed pretest-posttest control. Dengan
populasinya adalah semua penderita osteoarthritis lutut yang diperiksa di unit
rawat jalan RS swasta Yogyakarta dengan kriteria usia lebih dari 40 tahun,
menderita osteoarthritis derajat 1-2 sesuai hasil rontgen, bersedia menjalani
responden, tidak memiliki penyakit yang semakin parah dengan melakukan
latihan seperti gagal jantung, kardiomiopati, hipertensi yang tidak terkontrol,
gangguan pernapasan. Sampel sebesar 80 pasien dibagi menjadi dua
kelompok yaitu kelompok intervensi 75% (60 pasien) dan kelompok kontrol
25% (20 pasien). Cara pengambilan sampel dengan simple random sampling.
Instrumen yang digunakan adalah kuisioner, lembar observasi dan catatan
harian. Penelitian ini dilaksanakan di Unit Rawat Jalan Orthopaedi Rumah
Sakit di Yogyakarta.
6. Hasil dan Pembahasan: Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan
melakukan latihan lutut dapat menurunkan intensitas nyeri. Berdasarkan hasil
penelitian, terdapat peningkatan jumlah responden yang memiliki intensitas

9
nyeri ringan dan intensitas nyeri berat. Latihan lutut yang dilakukan berupa
fleksi ekstensi dan strengthening. Latihan lutut jika dilakukan secara teratur
akan meningkatkan peredaran darah sehingga metabolisme meningkat dan
terjadi peningkatan difusi cairan sendi melalui matriks tulang. Pemenuhan
kebutuhan nutrisi tulang rawan sangat tergantung pada kondisi cairan sendi,
jadi jika cairan sendi baik maka suplai nutrisi untuk tulang rawan menjadi
adekuat. Adanya kontraksi otot quadriceps dan hamstring yang kuat akibat
latihan lutut akan mempermudah mekanisme pumping action (memompa
kembali cairan untuk bersirkulasi) sehingga proses metabolisme dan sirkulasi
lokal dapat berlangsung dengan baik karena vasodilatasi dan relaksasi setelah
kontraksi maksimal dari otot tersebut. Dengan demikian maka pengangkutan
sisa-sisa metabolisme (substansi P) dan asetabolic yang diproduksi melalui
proses inflamasi dapat berjalan dengan lancar sehingga rasa nyeri dapat
berkurang.

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Etiologi osteoarthritis berasal dari kadar estrogen rendah, kadar
insulin-like growth factor 1 (IGF-1) rendah, usia, obesitas, jenis
kelamin wanita, ras, genetik, aktifitas fisik yang melibatkan sendi yang
bersangkutan, trauma, tindakan bedah orthopedik seperti menisektomi,
kepadatan massa tulang, merokok, endothelial cell stimulating factor
dan diabetes mellitus.
2. Karakteristik osteoarthritis ditandai penurunan kecepatan dan ruang
gerak aktif sendi dan penderit merasakan nyeri pada sendi.
3. Klasifikasi osteoarthritis adalah tahap atau stadium. Klasifikasi
penyakit ini dari grade 0 hingga 4.
4. Osteoartritis terjadi akibat kondrosit (sel pembentuk proteoglikan dan
kolagen pada rawan sendi) gagal dalam memelihara keseimbangan
antara degradasi dan sintesis matriks ekstraseluler.
5. Pencegahan dan pengobatan osteoarthritis dilakukan dengan
melakukan kebiasaan hidup sehat.
B. Saran
Osteoarthritis merupakan penyakit yang banyak didrita baik oleh
perempuan maupun oleh laki-laki. Oleh karena itu, sebaiknya biasakan
hidup sehat.

11
DAFTAR PUSTAKA

Arismunandar, Roby. 2015. The Relations Between Obesity and Osteoarthritis


Knee in Elderly Patients. J Majority. 4 (5) : 110 – 116
Aryanti, Putu Indraswari., Joni Haryanto, dan Elida Ulfiana. 2019. Pengaruh Jahe
Merah (Zingiber officinale Var. rubrum) terhadap Nyeri pada Lansia
dengan Osteoarthritis. Jurnal. 10 (1): 68-77. ISSN: 2443-0900
Asmarani, I Made Cristian, dan Rustam. 2011. Modul “Nyeri Sendi”. Kendari:
Universitas Haluoleo
Departemen Kesehatan. 2006. Pharmaceutical Care untuk Pasien Penyakit
Arthtritis Rematik.
Halim, Stephani dan Seng Hansun. 2015. Penerapan Metode Certainty Factor
dalam SIstem Pakar Pendeteksi Resiko Osteoporosis dan Osteoarthritis.
Jurnal Optima Computing. 7 (2): 59-69. ISSN: 2355-3286
Marlina, Theresia Titin. 2015. Efektivitas Latihan Lutut Terhadap Penurunan
Intensitas Nyeri Pasien Osteoarthritis Lutut di Yogyakarta. Jurnal
Keperawatan Sriwijaya. 2 (1) : 44-56. ISSN : 2355-5459
Maulani, Rian Maylina Sari, dan Teti Isfruensi. 2018. Hubungan Indeks Massa
Tubuh dan Riwayat Peradangan Sendi dengan Kejadian Osteoarthritis.
Jurnal. 7 (2) : 122-128
Mutiwara, Endang., Najirman, dan Afriwardi. 2016. Hubungan Indeks Massa
Tubuh dengan Derajat Kerusakan Sendi pada Pasien Osteoarthritis Lutut
di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan andalas. 5 (2) : 376-
380
Pratiwi, Anisa Ika. 2015. Diagnosis And Treatment Osteoarthritis. Jurnal
Majority. 4 (4) : 10 - 17
Taufandas, Maruli., Elsye Maria Rosa, dan Moh Afandi. 2018. Pengaruh Range
Of Motion Untuk Menurunkan Nyeri Sendi Pada lansia Dengan
Osteoartritis di Wilayah Puskesmas Godean I Sleman Yogyakarta. Jurnal
Care. 6(1) : 36-45

12
Widhiyanto, Lukas., Andre Triadi Desnantyo, Lilik Djuari, dan Maynura
Kharismansha. 2017. Correlation Between Knee Osteoarthritis (OA)
Grade and Body Mass Index (BMI) in Outpatients of Orthopaedic and
Traumatology Departement RSUD Dr. Soetomo. Journal Orthopaedi and
Traumatology. 6 (2) : 24-32. ISSN : 2460-8742
Woolf A. D., Pfleger B., 2003. Burden of major musculoskeletal conditions.
Buletin of the World Organization. 81 (9)

13

Anda mungkin juga menyukai