Bab I
Bab I
PENDAHULUAN
Sistem saraf merupakan sentral dari semua unit kegiatan yang dilakukan oleh mahluk
hidup. Gangguan dalam mekanisme kerja sistem saraf dapat mengakibatkan banyak
manifestasi klinis yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari. Penyakit saraf tidak saja
sebagai penyebab angka kematian yang utama, tetapi juga sebagai penyebab angka kesakitan,
mulai dari yang paling ringan sampai yang dapat menimbulkan kecacatan.
Salah satu fungsi sistem saraf adalah sebagai pengatur proses pergerakan, sehingga
jika hal ini terganggu dapat mengakibatkan kegagalan dalam mengkoordinasikan proses
pergerakan. Proses pergerakan diatur salah satunya oleh serebelum. Banyak penyakit yang
dapat mengganggu serebelum, salah satunya adalah jika terdapat massa di serebellum. Massa
tersebut dapat berupa tumor yang berkembang akibat mutasi gen ataupun penyebaran dari
tempat lain. Tumor ini juga dapat menyebar ke temapat lain dan menimbulkan manifestasi
klinis sesuai dengan tempat penyebarannya tersebut, salah satunya adalah jika mengenai saraf
kranialis VIII yang dapat menimbulkan manifestasi gangguan pendengaran.
Angka insidensi kasus ini di Indonesia masih tinggi, oleh karena itu, perlu dilakukan
upaya pencegahan untuk menurunkan insidensinya. Salah satu cara dalam mewujudkan
upaya pencegahan tersebut adalah dengan pembelajaran mengenai tumor otak dan apa saja
yang dapat mengakibatkannya serta beberapa aspek klinis lain yang terkait.
BAB II
PEMBAHASAN
Tumor CPA
a. Definisi
Pertumbuhan sel dalam otak, bisa kanker atau non-kanker, atau berasal dari
pembelahan sel secara abnormal, bisa berasal dari sel otak atau dari organ lain, dan
terletak diantara serebelum dan pons (Cerebello pontine angel).
b. Epidemiologi
Merupakan neoplasma tersering di fossa anterior (5%-10% intrakranial). Kebanyakan
tumor CPA merupakan tumor jinak. Sebagian besar tumor CPA merupakan acoustic
neuroma / vestibular schwanoma (90%). Sisanya meningioma (6%-7%), epidermoid
(2%-3%) dan sisanya adalah jenis tumor lainnya. Tumor CPA sering terjadi pada usia
35-60 tahun. 97,7% mengakibatkan kelumpuhan saraf fasialis.
c. Faktor Risiko
Genetik dan kongenital
Usia diatas 35 tahun
Penggunaan zat-zat karsinogenik
Infeksi sistem saraf pusat, toksin, radiasi
Beberapa tumor yang sering dijumpai pada daerah cerebello pontine angel antara lain:
Acoustic neuroma
Merupakan tumor jinak intrakranial primer akibat demielinisasi yang berasal dari
sel scwann pada nervus VIII. Sehingga acoustic neuroma disebut juga sebagai
vestibular schwanoma. Tumor jenis ini memiliki dua tipe, yaitu:
o Tipe I: secara sporadik terjadi demielinisasi nervus VIII, dapat mengenai
saraf kranial yang lain atau spinal rool ganglia. Biasanya terjadi pada orang
dewasa dan unilateral, jarang terjadi bilateral.
o Tipe II: biasanya terjadi bilateral dan pada usia kurang dari 21 tahun.
Oleh karena neuroma akustikus berasal dari sel Schwann yang berada didalam
serabut saraf vestibularis maka pertumbuhannya akan sangat lambat.
Setelah tumor tumbuh cukup besar , maka tumor akan tumbuh terus biasanya
menuju kearah medial (bagian tengah) dan bentuk tumor saat mencapai rongga ini
mengalami perubahan menjadi speris.
Saat tumor masih berada dalam rongga telinga bagian dalam, mungkin akan
menimbulkan gejala awal seperti gangguan pendengaran (merupakan gejala awal
yang paling sering oleh karena penekanan terhadap saraf pendengaran atau
terputusnya pembuluh darah) atau gangguan keseimbangan berupa vertigo oleh
karena penekanan saraf vestibular (keseimbangan). Gangguan pendengaran dapat
terjadi tiba-tiba (80%)atau fluktuasi (15%) namun demikian tidak ada hubungan
yang signifikan antara besarnya tumor dan beratnya tingkat gangguan
pendengaran.
Selain menekan saraf pendengaran, tumor juga menekan saraf wajah (nervus
kranialis VII) dengan gejala kelemahan (parese) wajah satu sisi (25% dari
penderita neuroma akustikus).
Saat tumor mencapai diameter 4 cm, seringkali tumor berkembang ke arah depan
(anterior) dan menekan saraf trigeminus yang dapat menimbulkan gejala nyeri
wajah satu sisi. Jika tumor berkembang ke bagian bawah (inferior), akan menekan
saraf kranialis IX, X dan XII, dengan berbagai macam gejala, seperti kesulitan
menelan.
Jika tumor tumbuh terus hingga mencapai diameter lebih dari 4 cm, maka tumor
akan menekan otak kecil (serebellum) dan secara tidak langsung akan
menyebabkan terjadinya hidrosefalus obstruktif. Terjadinya hidrosefalus akan
menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan dalam otak (intrakranial) dengan
gejala: nyeri kepala (50% penderita dengan diameter tumor lebih dari 3 cm), mata
kabur (35% dari penderita) disertai mual dan muntah yang tidak khas (15% dari
penderita.)
Meningioma
Merupakan tumor CPA tersering setelah acoustic neuroma. Sel-selnya berasal dari
“cap cells” dari vili arakhnoid di meninges. Tumor ini biasanya jinak, tetapi dapat
menajdi ganas, berkapsul dan tidak menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan menekan
struktur yang ada dibawahnya.
Kasus yang dijumpai kebanyakan memiliki riwayat keluarga dan orang yang
melakukan radiasi kepala. Terjadi akibat adanya mutasi neurofibtomatosis 2 gene
(merlin) pada kromososm 22q. Kemungkinan juga akibat mutasi lokus MN1,
PTEN, dan gen pada kromoson 1p13.
Jika ukuran tumor kurang adari 2 cm maka tidak akan tampak adanya simptom,
sedangkan jika lebih dari 2 cm akan memberikan gejala sesuai dengan ukuran dan
lokasinya. Jika menekan serebrum akan mengakibatkan kejang fokal, jika menekan
daerah parasagital frontoparietal menyebabkan spasme progresif pada tungkai
(gejala khas: hemiparese) dan inkontinensia urin, jika tumor cukup besar maka
akan terjadi peningkatan tekanan intrakranial dan dapat mengakibatkan afasia.
Tumor ini dapat menyebar ke permukaan lobus temporalis dan parietalis, sphenoid
ridge, sylvian region, falx cerebri, dan spinal cord.
Epidermoid
Merupakan tumor jinak kongenital yang berasal dari sel ektoderm yang mencapai
neural groove pada usia kehamilan 3-5 minggu. Walaupun merupakan tumor
kongenital, pasien biasanya asimptomatik samapai usai 20-40 tahun (akibat
pertumbuhannya yang lambat). Gambaran histopatologi epidermoid adalah
stratified squamous epithelium dengan kapsul putih fibrosa, yang kemudian
berkembang menjadi deskuamasi sel epitel, dengan pembentukan keratin dan
kristal kolesterol pada bagian tengah lesi.
e. Pemeriksaan Diagnostik
o Anamnesis: ditanyakan identitas pasien (usia menentukan), onset, riwayat
gejala klinis dan telaah, riwayat penyakit terdahulu, riwayat imunisasi, riwayat
perkembangan, riwayat keluarga, riwayat pengobatan ).
o Pemeriksaan Fisik
- Vital sign: frekuensi napas, denyut jantung, suhu tubuh, tekanan darah,
sensorium.
- Penilaian sluruh tubuh: dilakukan mulai kepala (apakah ada kelianan
bentuk, fungsi dll), wajah (apakah ada paralisis nervus kranialis), mata
(ptosis, myosis, dll), telinga (kemungkinan infeksi), mulut dan tenggorokan,
leher (kaku kuduk, pembesaran tiroid), toraks (nilai pernapasannya),
jantung (nilai fungsi jantungnya), abdomen (muscular rigidity, pembesaran
hepar dan lien), ekstremitas (ada atau tidaknya parese atau paralisis).
KEJANG DEMAM
Konsep Dasar
Pengertian
kenaikan suhu tubuh. “Kejang demam ialah bangkitan kejang yg terjadi pada
kenaikan suhu tubuh (suhu rektal 38C) yang disebabkan oleh suatu proses
diantaranya adalah : “Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak,
biasanya terjadi pada umur 3 bulan sampai 5 tahun, berhubungan dengan demam
tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak
yang pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak
termasuk. Kejang demam harus dapat dibedakan dengan epilepsi, yaitu ditandai
Etiologi
Penyebab Febrile Convulsion hingga kini belum diketahui dengan Pasti, demam
sering disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia,
gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu tinbul pada suhu yang
tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang
(Mansjoer, 2000).
Kejang dapat terjadi pada setiap orang yang mengalami hipoksemia (penurunan oksigen
dalam darah) berat, hipoglikemia, asodemia, alkalemia, dehidrasi, intoksikasi air, atau
demam tinggi. Kejang yang disebabkan oleh gangguan metabolik bersifat reversibel
Sel neuron dikelilingi oleh suatu membran. Dalam keadaan normal membran sel
neuron dapat dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium dan sangat sulit dilalui oleh
ion natrium dan ion lain, kecuali ion clorida. Akibatnya konsentrasi natrium menurun
sedangkan di luar sel neuron terjadi keadaan sebaliknya.
Dengan perbedaan jenis konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat
perbedaan potensial yang disebut potensial membran dan ini dapat dirubah dengan
adanya :
Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik
dari sekitarnya
Pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari
membran dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion
natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas
muatan listrik ini demikian besarnya sehingga meluas ke seluruh sel maupun ke
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda, tergantung dari tinggi
rendahnya ambang kejang tersebut. Pada anak dengan ambang kejang rendah, kejang
dapat terjadi pada suhu 38 C, sedang pada ambang kejang tinggi baru terjadi pada
suhu 40 C atau lebih. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada bagan di bawah ini
Kejang demam
Inflamasi
Infeksi
Kejang
Sembuh Apnea
O2 menurun
Kebutuhan O2 meningkat
Hiperkapnia
Hipoxemia
Hipotensi arterial
Hipoxia
Permeabilitas meningkat
Edema otak
Epilepsi
Tanda dan Gejala
Secara teoritis pada klien dengan Kejang Demam didapatkan data-data antara lain
klien kurang selera makan (anoreksia), klien tampak gelisah, badan klien panas dan
Komplikasi
Pada penderita kejang demam yang mengalami kejang lama biasanya terjadi
hemiparesis. Kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal yang terjadi. Mula – mula
Ada beberapa komplikasi yang mungkin terjadi pada klien dengan kejang
demam :
a. Pneumonia aspirasi
b. Asfiksia
c. Retardasi mental
Penatalaksanaan / Pengobatan
Bila penderita datang dalam keadaan status convulsion, obat pilihan utama
Pengobatan Penunjang
Semua pakaian yang ketat dibuka. Posisi kepala sebaiknya miring untuk
mencegah aspirasi isi lambung, usahakan jalan nafas bebas agar oksigen terjamin,
oksigen. Tanda – tanda vital diobservasi secara ketat, cairan intravena diberikan
dengan monitoring.
Pengobatan di rumah
Profilaksis intermitten
campuran anti konvulsan dan anti piretik yang harus diberikan pada anak bila
kemudian hari.
diprovokasi oleh demam, biasanya infeksi traktus respiratorius bagian atas dan
Mekanisme Cidera
Pada suatu objek bergerak membentur kepala dengan cukup kuat, dapat
mengakibatkan fraktur tengkorak. Fraktur tersebut dapat/tidak dapat menekan
jaringan otak. Kontusio adalah cidera kepala ringan atau sedang sampai dengan berat,
dimana terjadi edema dan perdarahan. Coup adalah perdarahan dan edema langsung
dibawah tempat trauma sebagai akibat dari percepatan. Contracoup adalah adanya dua
letak luka yang berlawanan dari letak trauma,disebabkan oleh percepatan-perlambatan
atau trauma perputaran.
Respon terhadap Cidera
Respon terhadap cidera meliputi :
a) Kerusakan Jaringan. Kontusio akibat benturan dapat mencpiderai
sel-sel saraf dan serabut-serabut yang dapat menyebabkan
perdarahan kecil yang mana akan merusak jaringan yang
berdekatan.
b) Edema Serebral. Edema terjadi akibat beberapa daerah dari otak
tidak adekuat perfusi jaringannya, sehingga timbul hiperkapnia
yang mengakibatkan asidosis local dan vasodilatasi pembuluh
darah. Tidak adekuatnya suplai oksigen dan glukosa lebih lanjut
dapat mengakibatkan herniasi otak dan kematian.
c) Perdarahan dan hematoma. Kerusakan pada jaringan dapat
menyebabkan perdarahan dan hematoma. Keduanya dapat
meningkatkan tekanan intracranial. Respon lain adalah iskemik.
Infark dan nekrosis jaringan otak,serta kerusakan terhadap saraf
cranial dan struktur lainnya.
b) Cidera Serebral
Cidera Serebral dapat meliputi :
Komosio serebri adalah suatu keadaan kerusakan sementarfungsi
neurologi yang disebabkan olehh benturan pada kepala. Biasanya
tidak merusak struktur tetapi menyebabkan ilangnya ingatan sebelum
dan sesudah cidera, lesu, mual, dan muntah. Biasanya dapat kembali
pada fungsi yang normal. Setelah komosio akan timbul sindroma
betupa sakit kepala, pusing, ketidakmampuan untuk konsentrasi
beberapa minggu setelah kejadian.
Kontusio serebri. Benturan dapat menyebabkan perubahan dari
struktur dari permukaan otak yang mengakibatkan perdarahan dan
kematian jaringan dengan /tanpa edema. Kontusio dapat berupa coup
atau contracoup injury. Deficit neurologis serius dapat terjadi.
Hematoma Epidural adalah perdarahan yang menuju ke ruang antara
tengkorak dan duramater. Kondisi ini terjadi karena laserasi dari arteri
meningen media. Gambaran klinik yang terlihhat berupa : hilang
kesadaran diikuti dengan periode flaccid,tingkat kesadaran dengan
cepat menurun menuju confusion sampai dengan koma. Jika tidak
ditangani akan menyebabkan kematian.
Hematoma Subdural adalah perdarahan arteri atau vena duramater
dan arachnoid. Hematoma subdural akut dapat timbul dalam waktu 48
jam,dengan gejal-gejala berupa sakit kepala mengantuk, agitasi,
dilatasi, dan fiksasi pupil ipsilateral.
Hematoma Intracerebral perdarahan yang menuju ke jaringan
serebral. Biasanya terjadi akibat cidera langsung dan sering didapat
pada lobus frontal atau temporal. Gejalanya meliputi : sakit kepala,
menurunnya kesadaran, hemiplegia kontralateral dan dilatasi pupil
ipsilateral.
Hematoma Subaracnoid adalah hematoma yang terjadi akibat trauma,
meskipun pembentukan hematoma jarang. Tanda dan gejalanya
meliputi : kaku kuduk, sakit kepala, menurunnya tingkat kesadaran,
hemiparesis. Dan ipsilateral dilatasi pupil.
Penatalaksanaan Medis
Penatlaksanaan klien dengan cidera kepala meliputi :
a) Non Pembedahan
Glukokotikoid (dexamethazone) untuk mengurangi edema.
Diuretic Osmotic (manitol) diberikan melalui jarum dengan filter
untuk mengeluarkan Kristal – Kristal mikroskopis.
Diuretik loop (misalnya furosemide) untuk mengatasi
peningkatan tekanan intracranial.
Obat paralitik (pancuronium) digunakan jika klien dengan
ventilasi mekanik untuk mengontrol kegelisahan atau agitasi
yang dapat meningkatkan resiko peningkatan tekanan
intracranial.
b) Pembedahan
Kraniotomi di indikasikan untuk :
Mengatasi subdural atau epidural hematoma
Mengatasi peningkatan tekanan cranial yang tidak terkontrol.
Mengobati Hidrosefalus.
Asuhan Keperawatan
Pengkajian
Riwayat keperawatan : riwayat medis dan pembedahan yang lalu,penyebab dari
cidera,pemakaian obat-obatan, alcohol, penggunaan alat-alat pengaman,misalnya
helm, sabuk pengaman.
Pemeriksaan fisik : tingkat kesadaran,pupil, fungsi neurologi, merembesnya cairan
serebrospinal, perdarahan pada hidung,telinga,fraktur kepala, status pernapasan, sakit
kepala, muntah, amnesia,afasia, disfasia.
Perkembangan dan psikososial : usia, kepribadian, gaya hidup, peranan dalam
keluarga, reaksi emosional keluarga terhadap cidera.
Pengetahuan klien dan keluarga : tingkat pengetahuan, pemahaman mengenai kondisi,
pengobatan, prognosa, tujuan yang diharapkan.
Pemeriksaan diagnostic : foto x-ray tengkorak kepala, Echoencefalogram, brain scan
dan CAT scan.
Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan
intracranial.
2. Pola bernapas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial,
perubahan dalam tingkat kesadaran.
3. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan tekanan
intracranial, perubahan tingkat kesadaran.
4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan meningkatnya tekanan intracranial,
perubahan tingkat kesadaran.
5. Risiko cedera berhubungan dengan kejang, perubahan tingkat kesadaran.
6. Risiko infeksi berhubungan dengan gangguan integritas cranium.
7. Berlebihan volume cairan berhubungan dengan terapi steroid, SI-ADH.
8. Kurang volume cairan berhubungan dengan terapi diuretik, pembatasan cairan,
diabetes inspisidus, menurunnya pemasukan cairan.
9. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deficit fungsi motorik/sensorik,
menurunya kesadaran.
10. Koping individu yang tidak efektif berhubungan dengan kehilangan dan bersedih.
11. Takut berhubungan dengan keadaan mendatang yang tidak menentu.
12. Kurang pengetahuan mengenai terapi,prognosa dan tujuan yang diharapkan.
Perencanaan
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan
intracranial.
Tujuan
Klien akan memperlihatkan perfusi jaringan serebral secara adekuat.
Kriteria Evaluasi
Klien :
Tekanan intracranial 0 – 15 mmHg
Tekanan perfusi serebral lebih besar dari 50 mmHg
Mempertahankan status neurologi.
Intervensi :
Kaji tingkat kesadaran klien, tingkah laku, fungsi sensorik dan motorik (simetris,
pergerakan spontan/dengan perintah/dengan rangsangan nyeri), tanda-tanda pupil
(simetris, ukuran, reaksi terhadap cahaya) setiap 1- 2 jam sekali.
Monitor-monitor tanda-tanda vital setiap 15 menit sampai dengna 1 jam sekali
atau sesuai kebutuhan.
Monitor gas darah arteri untuk ketidaknormalan asam basa dan menurunnya
saturasi oksigen, dimana hiperkapnia akan menyebabkan vasodilatasi pembuluh
darah serebral, yang akan meningkatkan edema serebral.
Hiperventilasi sebelum suction : batasi suction selama 10-15 detik untuk kadar
karbon dioksida,meningkatkan oksigenasi.
Jika menggunakan alat untuk memonitor tekanan intracranial, maka monitor
tekanan intracranial setiap 15 menit sampai 1 jam sekali sesuai kebutuhan.
Pertahankan aliran darah balik dari otak dengna meninggikan bagian atas tempat
tidur dan mempertahankan sikap kepala dan leher.
Monitor pemasukan dan pengeluaran, elektrolit, berat jenis urin sebagaimana
instruksi untuk menetapkan kemungkinan adanya ketidakseimbangan cairan yang
mana dapat menyebabkan edema serebral.
Batasi pemberian cairan (biasanya 1400 cc/24 jam) untuk mencegah edema.
Instruksikan klien untuk menghindari aktivitas yangn dapat meningkatkan tekanan
intratoraks atau intraabdomen, misalnya latihan isometrik, fleksi panggul, batuk,
meniup ,melalui hidung.
Kaji tingkat kenyamanan klien (misalnya sakit kepala, tanda- tanda peningkatan
tekanan intracranial.
Berikan obat-obatan sebagaimana instruksi (pelunak feses,antiemetic, analgesic),
evaluasi hasil.
Berikan steroid sebagaimana instruksi untuk mencegah edema serebral.
Organisir tindakan keperawatan untuk memberikan waktu istrahat klien secara
optimal.
Lakukan teknik aseptic dan antiaseptik secara optimal untuk tindakan penggantian
selang dan balutan.
Laporkan ke dokter segera jika terjadi tanda-tanda perubahan vital atau status
neurologi.
2. Pola bernapas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial,
perubahan dalam tingkat kesadaran.
3. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan tekanan
intracranial, perubahan tingkat kesadaran.
4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan meningkatnya tekanan intracranial,
perubahan tingkat kesadaran.
Tujuan :
Klien akan memperlihatkan pertukaran gas yang efektif.
Kriteria Evaluasi
Klien :
Gas darah dalam batas normal
Mempertahankan kecepatan pernapasan secra teratur 12-24 x/menit
Mempertahankan suara pernapasan bersih pada auskultasi.
Intervensi :
Kaji tingkat kesadaran, kemampuan untuk mempertahankan jalan napas.
Pertahankan patensi jalan napas dengan memberikan posisi yang benar, penghisapan
sekresi, penggunaan gudel.
Auskultasi suara pernapasan setiap 2-4 jam
Kaji status sirkulasi (denyut nadi, tekanan darah, warna kulit setiap jam untuk
menetapkan adanya hipoksia.
Monitor nilai gas darah arteri untuk mengetahui adanya ketidaknormalan asam-basa
dan menurunnya saturasi oksigen.
Berikan oksigen sebagaimana instruksi.
Anjurkan napas dalam dan batasi batuk setiap 1-2 jam.
Kaji warna,jumlah,konsistensi sekresi paru untuk menetapkan kebutuhan kultur
sputum dan pengobatan.
TRAUMA MEDULA SPINALIS
Pengertian
Cidera medulla spinalis adalah buatan kerusakan tulang dan sumsum yang
mengakibatkan gangguan sistem persyarafan didalam tubuh manusia yang
diklasifikasikan sebagai :
Mekanisme Cedera
a) Kecelakaan otomobil,terjatuh,olahraga,kecelakaan industry,tertembak peluru,luka
tusuk dapat meneybabkan cedera medulla spinalis. Sebagian besar pada medulla
spinalis servikal bawah (C4 – C7, T1), dan sambunga torakolumbal (T11 – T12, L1).
Medula spinalis torakal jarang terkena.
b) Faktor- factor yang membedakan cedera medulla spinalis dari cedera kranioserebral
adalah :
Konsentrasi yang tinggi dari traktus dan pusat saraf yang penting dalam
suatu struktur yang diameternya relative kecil.
Posisi medulla spinalis dalam columna vertebralis
Adanya osteofit
Variasi suplai pembuluh darah
c) Efek pada jaringan saraf paling penting pada cedera medulla spinalis. Ada 4
mekanisme yang mendasari :
Kompresi tulang, ligamen, benda asing, dan hematoma. Kerusakan paling
berat disebabkan oleh kompresi tulang,kompresi dari fragmen korpus
vertebra yang tergeser ke belakang dan cedera hiperekstensi.
Tarika/renggangan jaringan : rengangan yang berlebihan yangn
menyebabkan gangguan jaringan biasanya setelah hiperfleksi. Toleransi
rengangan pada medul spinalis menurun sesuai usia yang meningkat.
Edema medulla spinalis yang timbul segera menimbulkan gangguan
sirkulasi kapiler lebih lanjut serta aliran balik vena, yang menyertai cedera
primer.
Gangguan sirkulasi merupakan hasil kompresi oleh tulang atau struktur
lain pada system arteri spinalis posterior atau anterior.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaaan neurologis lengkap secara teliti segera setelah pasien tiba
dirumah sakit pemeriksaan tulamg belakang : deformitas, pembengkakan, nyeri tekan,
gangguan gerakan (terutama leher). Jangan banyak menipulasi tulang belakang.
Pemeriksaan Radiologis : foto polos vertebra AP dan lateral. Pada servikal
diperlukan proyeksi khusus mulutu trbuka (odontoid). Bila hasil meragukan,lakukan
CT scan. Bila terdapat deficit neurologis,harus dilakukan MRI atau CT mielografi.
Penatalaksanaan
Lakukan tindakan segera pada cedera medula spinalis. Tujuannya adalah
mencegah kerusakan lebih lanjut pada medulla spinalis. Sebagian cedera medula
spinalis oleh penanganan yang kurang tepat, efek hipotensi atau hipoksia pada
jaringan saraf yang sudah terganggu.
Letakkan pasien pada alas yang keras dan datar untuk pemindahan.
Beri bantal,guling, atau bantal pasir pada sisi pasien untuk mencegah
pergeseran
Tutupi dengan selimut untuk menghindari kehilangan hawa panas
badan
Pindahkan pasien ke rumah sakit yang memiliki fasilitas penanganan
kasus cedera nedula spinalis.
Perawatan khusus
Komosio medulla spinalis : fraktur atau dislokasi tidak stabil harus
disingkirkan. Jika pemulihan sempurna pengobatan tidak diperlukan.
Kontusio/transeksi/kompresi medulla spinalis
- Metil Prednisolon 30mg /kg bb bolus intravena selama 15 menit
dilanjutkandengan 5,4 mg/kg bb/jam ,45menit .setelah
bolus,selama 23jam .hasil optimal bila pemberian dilakukan 8jam
onset.
- Tambahkan profilaksis sters ulkus ;antacid/antagonis h2