Skripsi Batik Simbang PDF
Skripsi Batik Simbang PDF
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat
memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
dalam Ilmu Pendidikan Kimia
Oleh:
ROUDLOH MUNA LIA
NIM: 123711039
Kepada
Yth. Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
UIN Walisongo
di Semarang
Assalamu’alaikum wr. wb
Dengan ini diberitahukan bahwa saya telah melakukan bimbingan, arahan dan koreksi naskah
skripsi dengan:
Saya memandang bahwa naskah skripsi tersebut sudah dapat diajukan kepada Fakultas Sains dan
Teknologi UIN Walisongo Semarang untuk diujikan dalam sidang Munaqosyah.
Wasslamu’alaikum wr. wb
Pembimbing Materi,
iv
iv
NOTA DINAS
Semarang, Juni 2016
Kepada
Yth. Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
UIN Walisongo
di Semarang
Assalamu’alaikum wr. wb
ABSTRAK
Judul : Pengembangan Modul Pembelajaran Kimia Berorientasi Etnosains pada Materi Larutan
Elektrolit dan Non-Elektrolit Kelas X M.A. Salafiyah Simbang Kulon Pekalongan
Penulis : Roudloh Muna Lia
NIM : 123711039
Penelitian pengembangan ini didasarkan dengan karakteristik peserta didik yang lebih suka
belajar mandiri dan kurangnya pemahaman pelajar terhadap batik secara ilmiah.
Padahalkeberadaan batiktelah menjadi sumber penghidupan serta menyatu dalam masyarakat,
akan tetapi kurang diketahui oleh pelajar di Wilayah Pekalongan. Tujuan penelitian ini yaitu
untuk menghasilkan modul pembelajaran kimiaberorientasi etnosains pada materi larutan
elektrolit dan non-elektrolit. Komposisi modul pembelajarannya disesuaikan pada karakteristik
etnosains sehingga dihasilkan modul pembelajaran yang berkualitas. Subjek dari penelitian
iniadalah peserta didik kelas X M.A. Salafiyah Simbang Kulon Pekalongan yang berjumlah 9
anak dengan kriteria masing-masing 3 peserta didik dengan tingkat pemahaman atas, menengah,
dan bawah. Metode yang digunakan adalah Penelitian dan Pengembangan atau Research and
Development dengan model ADDIE. Model ini terdiri dari lima fase atau tahapan utama, yaitu
(A)nalysis, (D)esign, (D)evelopment, (I)mplementation, dan (E)valuation.Penelitian ini dibatasi
hanya sampai tahap implementasi kelompok kecil. Hasil uji kelayakan modul pembelajaran
kimia tahap I untuk keseluruhan nilai pakar sebesar 82.67% dengan kategori sangat valid. Hasil
rata-rata keseluruhan nilai pakar pada validasi tahap IImeningkat, yaitu sebesar 90% dan
dinyatakan sangat valid. Hasil uji keterbacaan teks mencapai nilai 100% yang menunjukkan
modul tersebut tidak perlu direvisi dalam hal pengemasan materinya. Presentase
respon/tanggapan peserta didik sebagai pengguna modul sebesar 90.91%. Berdasarkan hasil uji
kualitas modul etnosains, maka modul ini dinyatakan layak sebagai sarana belajar mandiri dan
bisa dilanjutkan ke tahap implementasi kelas besar.
vi
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk kedua orangtua saya, bapak Muhammad Alwi HA dan Ibu
Khanifah tercinta atas segala pengorbanan dan kasih sayangnya serta rangkaian doa tulusnya
yang tiada henti, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.
Kepada Baba dan Ibu Dr. K.H Fadlolan Musyafa, LC., MA dan Fenti Hidayah, S. Pd. I selaku
guru (syaikh) spiritual penulis yang selalu memberikan nasehat dan motivasi serta
memetamorfosa penulis menuju perubahan yang lebih baik.
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Alhamdulillah, puji dan syukur tercurahkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat,
hidayah, taufiq, serta inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini
dengan baik dan lancar. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada sang
inspirator sejati, Nabi Muhammad SAW.
Dengan selesainya penulisan skripsi ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada :
1. Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Walisongo Semarang, Dr. H. Ruswan, M.A
2. Ketua jurusan Pendidikan Kimia UIN Walisongo Semarang, R. Arizal Firmansyah, S. Pd,
M. Si
3. Dosen Pembimbing, Wirda Udaibah, S. Si, M. Si dan Mulyatun, S. Pd, M. Si yang telah
memberikan bimbingan dan arahan selama proses penulisan skripsi.
4. Tim validator media, R.Arizal Firmansyah, M. Si dan Ratih Rizqi Nirwana, M. Pd, serta
validator etnosains, Prof. Dr.Sudarmin, M. Si yang telah memberikan masukan maupun
saran pada produk penelitian skripsi penulis.
5. H. Alf Arslan Djunaid, SE, Walikota Pekalongan yang telah bersedia memberikan kata
pengantar dan memberi masukan pada produk penelitian skripsi penulis.
6. Kepala M.A. Salafiyah Simbang Kulon, Drs.K.H. Muslikh Khudlori, M. Si yang telah
memberikan izin untuk melakukan penelitian di Madrasah Aliyah Salafiyah Simbang
Kulon Pekalongan.
7. Guru pengampu bidang studi kimia, Ahsanul Wildan, S. Pd yang memberikan banyak
arahan dan informasi selama proses penelitian.
8. Segenap pengusaha batik, bapak H. Aminuddin, bapak Ahmad Sulazim, bapak H.Zainul
Ibad, dan bapak H. Faizal Amri yang telah meluangkan waktunya dalam wawancara
etnosains.
9. Ayahanda dan Ibunda Muhammad Alwi HA dan Khanifah tercinta atas segala
pengorbanan dan kasih sayangnya serta rangkaian doa tulusnya yang tiada henti sehingga
penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
viii
10. Segenap dosen Fakultas Sains dan Teknologi dan FITK yang telah membekali banyak
pengetahuan selama studi di UIN Walisongo. Semoga ilmu yang telah Bapak dan Ibu
berikan mendapat berkah dari Allah SWT.
11. Baba dan Ibu Dr. K.H Fadlolan Musyafa, LC., MA dan Fenti Hidayah, S. Pd.I selaku
pengasuh Ma’had Walisongo Semarang yang selalu memberikan nasehat dan motivasi
serta memetamorfosa penulis menuju perubahan yang lebih baik.
12. Keluarga besar Pondok Pesantren Ma’had Walisongo Semarang, khususnya Miss Sonia
dan my roommate dari semester 1 sampai semester 8.
13. Teman-teman pendidikan kimia 2012viii(TKFC) yang telah memberikan warna selama
menempuh perkuliahan, teman-teman PPL SMAN 5 Semarang dan teman-teman KKN
Posko 36 Desa Soneyan Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati , terima kasih atas
ix
kebersamaan, bantuan, motivasi dan dukungannya.
14. Semua pihak yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materiil yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis tidak dapat memberikan balasan apa-apa selain ucapan terima kasih dan iringan
do’a semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan mereka dengan sebaik-baik
balasan.
Akhirnya, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu kritik dan saran yang kostruktif sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semuanya. Amin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
ix
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................... ...................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................... 5
D. Spesifikasi Produk ........................................................................... 6
E. Asumsi Pengembangan ................................................................... 7
x
E. Teknik Analisis Data ......................................... .......... ...................... 34
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................... 65
B. Saran ............................................................................................... 65
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Perbandingan Daya Hantar Listrik antara Senyawa Ion dan Kovalen
Polar dalam Bentuk Fase Padatan, Lelehan, dan Larutan, 16
Tabel 3.1 Kriteria Kevalidan Modul, 35
Tabel 3.2 Pedoman Penilaian, 36
Tabel 3.3 Penilaian Hasil Uji Tes Isian Rumpang, 36
Tabel 4.1 Kriteria Ketuntasan Minimal dan % Nilai Tuntas dari 3 Sekolah, 37
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
xv
LAMPIRAN 27 Surat Pengantar Pra Riset
LAMPIRAN 28 Surat Permohonan Validasi
LAMPIRAN 29 Surat Permohonan Validasi Prof. Sudarmin
LAMPIRAN 30 Surat Pernyataan Validasi
LAMPIRAN 31 Surat Mohon Izin Riset
LAMPIRAN 32 Surat Keterangan Penelitian
xvi
DAFTAR SINGKATAN
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Abdul Majid & Chaerul Rochman, Pendekatan Ilmiah dalam Implementasi Kurikulum 2013, (Bandung :
PT Remaja Rosdakarya, 2014) hlm. 11-12
2
Sudarmin, “Model Pembelajaran Kimia Berorientasi Etnosains (MKBE) untuk Mengembangkan Literasi
Sains Peserta didik”, Prosiding, (Semarang : Program Studi IPA Program Pascasarjana UNNES, t.t) hlm. 24
1
science).3 Pengetahuan sains asli terdiri atas seluruh pengetahuan yang menyinggung
mengenai fakta masyarakat. Pola pengembangannya diturunkan secara terus menerus antar
generasi, tidak terstruktur dan sistematik dalam suatu kurikulum, bersifat tidak formal, dan
umumnya merupakan pengetahuan persepsi masyarakat terhadap suatu fenomena alam
tertentu. Battiste (2005) menyatakan ruang lingkup dari pengetahuan sains asli meliputi
bidang sains, pertanian, ekologi, obat-obatan dan tentang manfaat dari flora dan fauna. Untuk
memahami sains asli diperlukan pengetahuan sains ilmiah yang hanya dapat dipahami secara
ilmiah dan berorientasi pada kerja ilmiah, karena itu bersifat objektif, universal, dan dapat
dipertanggungjawabkan.4
Sains asli bisa digali pada budaya khas masing-masing daerah. Dalam penelitian ini
akan diangkat budaya khas yang ada di daerah Pekalongan. Diantara budaya khas daerah
Pekalongan adalah pembuatan batik. Batik Pekalongan merupakan salah satu penghasil
batik terkemuka yang sudah mengakar turun temurun antar generasi.5 6
Pengusaha batik di
Pekalongan, H. Muhammad Aminuddin menyatakan bahwa beliau mengetahui proses
pembuatan batik dari bertanya kepada pembatik yang sudah ahli. 7 Sujarwa (2010)
menyatakan bahwa proses pelestarian budaya ditransmisikan dengan cara belajar dari apa
yang telah tersusun dalam kehidupan di masyarakat, 8 jadi dapat dikatakan proses
perkembangannya bersifat turun temurun walaupun dalam masyarakat tersebut sudah terjadi
regenerasi yang silih berganti. Pengetahuan dalam proses pembuatan batik didapatkan
berdasar dari pengalaman. Ilmu yang dimiliki tentang membatik didapatkan melalui
pengalaman secara trial and error seperti yang dinyatakan oleh pekerja batik H. Abbas. 9
3
Sudarmin, “Model Pembelajaran Kimia Berorientasi Etnosains (MKBE)…hlm. 25
4
Marie Battiste, “Indigenous Knowledge: Foundations for First Nations”, WINHEC (Canada : University
of Saskatchewan, Saskatoon, SK Canada, 2005) hlm.4.
5
Ani Bambang Yudhoyono, Batikku Pengabdian Cinta Tak Berkata, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama, Tanpa Tahun) hlm. 43
6
Riyanto, Pekalongan Membatik Dunia, (Pekalongan : Bagian Humas dan Protokol Pemerintah Kota
Pekalongan, t.t) hlm. 55
7
Hasil wawancara dengan bapak H. Aminuddin, 13 Desember 2015
8
Sujarwa, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Manusia dan Fenomena Sosial Budaya, (Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 2010) hlm. 32
9
Hasil wawancara dengan karyawan H. Abbas Pekalongan, 25 Oktober 2015
2
Sudarmin (2015) menyatakan bahwa rujukan rekonstruksi dari pengetahuan sains asli
masyarakat adalah pengalaman konkrit suatu etnis masyarakat dalam memperlakukan alam
semesta menuju keseimbangan alam semestanya melalui pendekatan budaya, antropologi dan
sosial.
Sekolah yang berada di Wilayah Pekalongan perlu menerapkan pembelajaran
berorientasi etnosains dengan mengangkat budaya khas tempat peserta didik berada, yaitu
budaya batik. Hal itu bertujuan untuk memahami lebih dalam tentang budaya di Wilayah
Pekalongan, khususnya batik yang telah menjadi sumber penghidupan penting bagi
warganya.10 Namun keberadaan batik yang telah menjadi sumber penghidupan dan menyatu
dalam masyarakat kurang diketahui oleh pelajar di Wilayah Pekalongan. Permasalahan yang
juga penting adalah pelajar dan masyarakat kurang menyadari dampak limbah batik sehingga
ditemui sungai yang tercemar di daerah Pekalongan. Hasil observasi membuktikan sebanyak
56.88% pelajar M.A. Salafiyah Simbang Kulon dan M.A. K.H.Syafii Buaran tidak
mengetahui proses pembuatan batik dari awal sampai akhir. Sebanyak 62.03% dari pelajar
tersebut juga tidak mengetahui sisi ilmiah dari pembuatan batik. Berdasarkan hasil observasi
tersebut, maka model pembelajaran berorientasi etnosains penting bagi pelajar, sehingga
pelajar dapat memahami budaya khas yang terdapat di daerahnya serta bisa melakukan
transformasi pengetahuan sains asli masyarakat.
Pentingnya penelitian tentang transformasi pengetahuan sains asli masyarakat
menjadi sains ilmiah adalah untuk mengubah pengetahuan masyarakat yang bersifat turun
temurun menjadi pengetahuan terpercaya dan dapat dipertanggungjawabkan. Okebukola
(1989) dalam penelitiannya Olugemiro J. Jegede menyatakan pembelajaran yang memadukan
pengetahuan sains asli masyarakat dan sains ilmiah mampu meningkatkan pemahaman
peserta didik terhadap konsep-konsep sains ilmiah dan kegiatan pembelajaran lebih
bermakna.11 Salah satu kegiatan pembelajaran kimia yang bisa membuat lebih bermakna dan
bisa memadukan pengetahuan sains asli menjadi sains ilmiah adalah dengan metode
pembelajaran inkuiri, yaitu rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses
berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu
10
Ani Bambang Yudhoyono, Batikku... hlm. 43
11
Olugemiro J. Jegede, “Influence of Socio-Cultural Factors on Secondary School Students' Attitude
Towards Science”, Research in Science Education, (Vol. 19, Issue 1/ Desember, 1989) hlm.155
3
masalah yang dipertanyakan. 12 Dalam hal ini, pembelajaran inkuiri berorientasi etnosains
akan diterapkan pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit.
Larutan elektrolit dan non-elektrolit termasuk dalam materi bidang studi kimia kelas
X yang berifat abstrak dan menekankan konsep hingga ke tingkat mikroskopik dan simbolik.
Oleh karena pemahaman yang bersifat abstrak sehingga menyebabkan peserta didik sulit
memahaminya, termasuk dalam hal ini adalah peserta didik M.A. Salafiyah Simbang Kulon.
Hal ini bisa dilihat dari nilai Ulangan Tengah Semester, dimana peserta didik nilainya
di bawah nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan. Adapun nilai KKM
yang ditetapkan di M.A. Salafiyah Simbang Kulon adalah 66, sedangkan nilai rata-rata
Ulangan Tengah Semester kelas X M.A. tersebut ialah 66. Rendahnya nilai rata-rata peserta
didik disebabkan oleh materi kimia yang dianggap abstrak, dan rendahnya minat peserta
didik untuk belajar kimia di M.A. Salafiyah Simbang Kulon. Berdasarkan hasil angket
peserta didik kelas X dan XI di M.A. Salafiyah Simbang Kulon Pekalongan tahun ajaran
2015/2016 diperoleh presentase sebanyak 91,68% peserta didik di M.A. Salafiyah Simbang
Kulon yang menyatakan kurang suka pada pelajaran kimia. Sebanyak 97,96% peserta didik
di M.A. tersebut lebih suka belajar mandiri daripada mengikuti les/privat. Karakteristik
peserta didik yang lebih suka belajar mandiri tersebut seharusnya didukung dengan modul
atau bahan ajar yang sesuai dengan karakteristik peserta didik. Daryanto (2013) menyatakan
bahwa modul berfungsi sebagai sarana belajar bersifat mandiri yang sesuai dengan kecepatan
masing-masing.13 Kenyataannya, di M.A Salafiyah Simbang Kulon hanya terdapat buku
paket dan LKS, akan tetapi buku paket dan LKS tersebut belum sesuai dengan karakteristik
peserta didik dan budaya lokal atau etnosains. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu
diberikan solusi, berupa pengembangan modul berorientasi etnosains dengan materi pokok
larutan elektrolit dan non-elektrolit.
12
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Beroientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta : Kencana, 2007)
hlm. 196
13
Daryanto, Menyusun Modul Bahan Ajar untuk Persiapan Guru dalam Mengajar, (Yogyakarta : Gava
Media, 2013) hlm. 9
4
2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
1. Bagaimana komposisi modul pembelajaran kimia berorientasi etnosains pada materi
larutan elektrolit dan non-elektrolit?
2. Bagaimana kualitas modul pembelajaran berorientasi etnosains pada materi larutan
elektrolit dan non-elektrolit?
5
2) Meningkatkan kualitas hasil belajar peserta didik yang lebih bermakna dalam
pembelajaran kimia.
d. Bagi peneliti
1) Peneliti mengetahui prosedur pengembangan modul berorientasi etnosains pada
mata pelajaran kimia.
2) Peneliti memperoleh pengalaman yang menjadikan peneliti lebih siap untuk
menjadi pendidik yang paham akan kebutuhan peserta didik .
4. Spesifikasi Produk
Produk modul pembelajaran berorientasi etnosains merupakan produk yang
diharapkan dalam penelitian dan pengembangan ini dengan spesifikasi sebagai berikut :
1. Modul yang dikembangkan berorientasi etnosains yang berisi materi larutan elektrolit
dan non elektrolit sebagai modul pembelajaran mandiri bagi peserta didik di M.A.
Salafiyah Simbang Kulon Pekalongan.
2. Etnosains yang dimaksud dalam modul ini adalah budaya khas Pekalongan yang berisi
tentang budaya batik.
3. Modul pembelajaran tersebut terdiri dari :
a. Cover modul dan halaman sampul
b. Kata Pengantar
c. Bagian Pendahuluan, meliputi kompetensi dasar dan kompetensi inti, sejarah batik
Pekalongan, petunjuk menggunakan modul, mengamati kasus kaitan materi larutan
elektrolit dan non elektrolit.
d. Kontens (bagian 1) yang terdiri dari petunjuk kerja kunjungan batik dan pedoman
wawancara.
e. Kontens (bagian 2) yang terdiri dari kegiatan pembelajaran (konsep materi dan uji
kefahaman).
f. Berpikir kritis
g. Wawasan baru
h. Merenungkan
i. Merefleksi
j. Aktivitas etnosains
k. Ayo praktikum
6
l. Teka-teki kimia etnosains
m. Ayo berlatih
n. Rangkuman
o. Penutup (Daftar pustaka, glosarium)
4. Modul dicetak dengan ukuran kertas B5 dan berwarna.
5. Asumsi Pengembangan
1. Modul pembelajaran ini hanya berisi materi pokok larutan elektrolit dan non-elektrolit
didasarkan pada standar kurikulum 2013 yang menuntut tercapainya kompetensi tertentu
sehingga diperlukan prosedur yang benar untuk mencapai kompetensi tersebut.
2. Modul ini hanya diuji cobakan pada 9 peserta didik kelas X di M.A. Salafiyah Simbang
Kulon.
3. Penelitian ini akan menggunakan metode penelitian dan pengembangan ADDIE. Desain
pengembangan ini terdiri dari lima fase atau tahapan utama, yaitu (A)nalysis, (D)esign,
(D)evelopment, (I)mplementation, dan (E)valuation.14 Akan tetapi penelitian ini dibatasi
hanya sampai tahap implementasi kelompok kecil.
4. Dosen pembimbing mempunyai pemahaman yang sama tentang pengembangan modul,
memiliki pengetahuan tentang materi larutan elektrolit dan non-elektrolit, serta memiliki
pengetahuan tentang etnosains.
5. Validator materi dan media memiliki pengalaman dan kompeten dalam bidang etnosains
dan pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit, serta dalam bidang desain modul.
6. Validator Pengembangan model kegiatan pembelajaran etnosains adalah pakar etnosains.
7. Butir-butir penilaian dalam angket validasi menggambarkan penilaian yang menyeluruh
(komprehensif).
8. Validasi yang dilakukan mencerminkan keadaan sebenar-benarnya dan tanpa rekayasa,
paksaan atau pengaruh dari siapapun.
14
Robert Maribe Branch, Instructional Design : The ADDIE Approach, (London : Springer Science, 2009),
hlm. 20 .
7
BAB II
LANDASAN TEORI
1. Deskripsi Teori
1. Belajar dan Pembelajaran
Belajar merupakan aktivitas manusia yang penting dan dilakukan secara terus
menerus selama manusia tersebut masih hidup. 15 Belajar harus ditanamkan dalam jiwa
anak, karena hanya dengan belajarlah manusia akan memperoleh ilmu pengetahuan
sebagai tanda ketinggian derajat dan sesuatu yang utama untuk mencapai kesejahteraan
dan kemajuan hidup manusia. Orang yang memperoleh ilmu pengetahuan akan mencapai
derajat yang tinggi, bukan karena nilai ilmu yang disandangnya, tetapi juga pengamalan
ilmu kepada yang lain, baik secara lisan, atau tulisan, maupun dengan keteladanan.16Hal
ini dinyatakan dalam Al-Quran surat Al-Mujadalah ayat 11 sebagai berikut :
15
Muhammad Thobroni & Arif Mustofa, Belajar dan Pembelajaran Pengembangan Wacana dan Praktik
Pembelajaran dalam Pembangunan Nasional, (Yogyakarta : Ar-Ruz Media, 2011) hlm. 16.
16
M. Qurais Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Quran, (Jakarta : Lentera Hati,
2002) hlm. 491
17
Muhammad Thobroni & Arif Mustofa, Belajar.....hlm. 19
8
dinamakan sebagai pembelajaran. Pembelajaran membutuhkan sebuah proses yang
disadari yang cenderung mengubah perilaku yang sifatnya permanen. Pada proses
tersebut terjadi pengingatan informasi yang kemudian disimpan dalam memori dan
ketrampilan kognitif. Selanjutnya, ketrampilan tersebut diwujudkan secara praktis pada
keaktifan peserta didik dalam merespons terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi pada
diri peserta didik ataupun lingkungannya. 18
Pembelajaran diartikan sebagai kegiatan guru secara terpogram dalam desain
instruksional untuk membuat peserta didik belajar secara aktif, yang menekankan pada
penyediaan sumber belajar, atau bisa juga diartikan usaha peserta didik mempelajari
bahan pelajaran yang bersumber dari guru.19 Dari pengertian tersebut dapat diketahui
bahwa dalam pembelajaran harus terdapat kehadiran guru sebagai sumber belajar. Tanpa
kehadiran guru di dalam kelas, maka tidak mungkin ada proses pembelajaran.
Namun, dewasa ini, ketika ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat,
proses pembelajaran tidak lagi mengharuskan adanya kehadiran guru di dalam kelas.
Peserta didik bisa belajar apa saja sesuai dengan minat dan gaya belajar. Seorang desainer
pembelajaran dituntut untuk dapat merancang pembelajaran dengan memanfaatkan
berbagai jenis sumber belajar dan media yang sesuai agar proses pembelajaran
berlangsung secara efektif dan efisien.20
Gagne dan Briggs (1975) dalam Azhar Arsyad (2011) secara tersirat mengatakan
bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk
menyampaikan isi materi pengajaran yang terdiri dari buku, tape recorder, kaset, video
kamera, video recorder, film, slide (gambar bingkai), foto, gambar, grafik, televisi dan
komputer.21 Melalui media pembelajaran, hal yang bersifat abstrak bisa menjadi lebih
konkret.
18
Muhammad Thobroni & Arif Mustofa, Belajar....hlm. 19
19
Wina Sanjaya, Kajian Kurikulum dan Pembelajaran, (Bandung : Sekolah Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia, 2007), hlm. 274.
20
Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain SIstem Pembelajaran, (Jakarta : Kencana, 2010) hlm. 198
21
Azhar Arsyad, Media Pembelajaran, (Jakarta : Rajawali Press, 2010) hlm. 4
9
Menurut Kemp and Dayton (1985) dalam bukunya Wina Sanjaya (2010) media
memiliki peran yang penting terhadap proses pembelajaran. Diantara peran tersebut
menurut kedua ahli tersebut adalah sebagai berikut :
1. Penyampaian pesan pembelajaran dapat lebih terstandar.
2. Pembelajaran dapat lebih menarik.
3. Pembelajaran menjadi lebih interaktif.
4. Waktu pelaksanaan pembelajaran tidak membutuhkan waktu yang lama.
5. Kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan.
6. Proses pembelajaran dapat berlangsung kapan pun dan dimana pun diperlukan.
7. Peserta didik bisa menjadi lebih senang terhadap materi pembelajaran serta proses
pembelajaran dapat ditingkatkan.
8. Guru tidak berfungsi sebagai sebagai satu-satunya sumber belajar.
Salah satu contoh media pembelajaran adalah modul. Modul diklasifikasikan ke dalam
media cetak. Berdasarkan cara atau teknik pemakaiannya, media cetak termasuk media
yang tidak diproyeksikan atau tidak memerlukan alat proyeksi khusus,seperti film
projector. Media ini berfungsi untuk menyalurkan pesan dari pemberi ke penerima pesan
(dari guru kepada peserta didik). 22
2. Modul Pembelajaran
a. Pengertian modul
Modul merupakan seperangkat bahan ajar yang disajikan secara sistematis
sehingga pembacanya dapat belajar dengan atau tanpa seorang guru atau fasilitator.
Sebuah modul harus mampu menjelaskan sesuatu dengan bahasa yang mudah diterima
peserta didik sesuai dengan tingkat pengetahuan dan usianya. 23 Hal yang serupa juga
dikemukakan oleh Daryanto (2013), bahwa modul adalah salah satu bahan ajar yang
dikemas secara utuh dan sistematis, didalamnya memuat seperangkat pengalaman belajar
yang terencana dan didesain untuk membantu peserta didik menguasai tujuan belajar
yang spesifik. Modul minimal memuat tujuan pembelajaran, materi/substansi belajar, dan
22
Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain....hlm. 212
23
Imas Kurniasih dan Beny Sani, Panduan Membuat Bahan Ajar (Buku Teks Pelajaran) Sesuai dengan
Kurikulum 2013, (Surabaya : Kota Pena, 2014) hlm. 61
10
evaluasi.24 Berdasarkan pengertian yang dipaparkan oleh ahli di atas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa modul adalah suatu bahan ajar yang disusun sistematis dan berfungsi
sebagai sarana belajar mandiri.
b. Karakterisik modul
Pembelajaran dengan sistem modul memiliki karakteristik diantaranya adalah :
1) Setiap modul harus memberikan informasi dan memberikan petunjuk pelaksanaan
yang jelas tentang apa yang harus dilakukan oleh seorang peserta didik, bagaimana
melakukannya serta sumber belajar apa yang harus digunakan.
2) Modul merupakan pembelajaran individual, sehingga mengupayakan untuk
melibatkan sebanyak mungkin karakteristik peserta didik, yaitu:
a) Memungkinkan peserta didik mengalami kemajuan belajar sesuai dengan
kemampuannya.
b) Memungkikan peserta didik mengukur kemajuan belajar yang telah diperoleh.
c) Memfokuskan peserta didik pada tujuan pembelajaran yang spesifik dan dapat
diukur.
3) Pengalaman belajar dalam modul disediakan untuk membantu peserta didik mencapai
tujuan pembelajaran seefektif dan seefisien mungkin, serta memungkinkan peserta
didik melakukan pembelajaran secara aktif.
4) Materi pembelajaran disajikan secara logis dan sistematis, sehingga peserta didik
dapat mengetahui kapan peserta didik memulai, dan kapan mengakhiri suatu modul,
dan tidak menimbulkan pertanyaan mengenai apa yang harus dilakukan, atau
dipelajari.
5) Setiap modul memiliki mekanisme untuk mengukur pencapaian tujuan belajar peserta
didik, terutama untuk memberikan umpan balik bagi peserta didik dalam mencapai
ketuntasan belajar. Pengukuran ini juga merupakan suatu kriteria atau standar
kelengkapan modul.25
c. Langkah Penyusunan Modul
24
Daryanto, Menyusun Modul Bahan Ajar untuk Persiapan Guru dalam Mengajar, (Yogyakarta : Gava
Media, 2013) hlm. 9
25
E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi Kosep, Krakteristik, Implementasi, dan Inovasi, (Bandung :
Rosdakarya, 2008) hlm. 43
11
Langkah penting yang harus dilakukan dalam penyusunan bahan ajar berupa
modul yang sesuai dengan kurikulum 2013 diantaranya adalah :
1) Membaca dan Menganalisis KD.
2) Menganalisis materi yang telah disampaikan sehingga mengetahui seberapa tinggi
tingkat pemahaman peserta didik pada modul tersebut. Caranya dengan membuat
rangkaian KI dan KD.
3) Melakukan pemetaan dan kemudian menyusun urutan modul dengan sistematika
yang benar, seperti:
a) Pendahuluan.
b) Mengamati kasus perilaku materi tertentu.
c) Mendorong pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana.
d) Menggali informasi ( meminta peserta didik membaca pegetahuan tentang
materi tertentu.
e) Menalar atau mendiskusikan.
f) Menyajikan cerita
g) Merefleksi
h) Merenungkan
i) Mengomentari kasus
j) Ayo bertindak (mencoba berbuat)
k) Mempraktikkan perilaku (rencana aksi) di rumah, di sekolah, di masyarakat, di
negara.
l) Penutup
m) Merangkum atau membuat peta konsep
n) Penilaian pencapaian pengetahuan
o) Tugas membuat laporan tertulis.26
Pengembangan suatu desain modul dilakukan dengan tahapanyaitu menetapkan
strategi pembelajaran dan media, memproduksi modul, dan mengembangkan perangkat
penilaian. Dalam desain modul, materi atau isi modul harus sesuai dengan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah disusun oleh guru. Isi modul mencakup
26
Imas Kurniasih dan Beny Sani, Panduan Membuat Bahan Ajar...hlm. 155-156
12
substansi yang dibutuhkan untuk menguasai suatu kompetensi. Disarankan agar satu
kompetensi dapat dikembangkan menjadi satu modul. Selanjutnya, satu modul
disarankan terdiri dari 2-4 kegiatan pembelajaran.27
3. Materi Pokok Larutan Elektrolit dan Non-elektrolit
Larutan adalah campuran yang bersifat homogen (serba sama) dari dua atau lebih
zat. Zat yang jumlahnya lebih sedikit disebut zat terlarut, sedangkan zat yang jumlahnya
lebih banyak disebut pelarut. Sebagian besar reaksi kimia berlangsung pada fase larutan.
Larutan tersebut ada yang bisa menghantarkan arus listrik, namun juga ada yang tidak.
Suatu zat yang dapat menghantarkan arus listrikketika dilarutkan dalam air dinamakan
larutan elektrolit.28
Proses dari larutan bisa menghantarkan listrik atau menjadi konduktor listrik
adalah ketika zat larut dalam air, ion-ion yang awalnya terikat kuat dalam keadaan zat
padatnya akan lepas dan melayang-layang dalam larutan, bebas satu dengan yang lain.
Dengan kata lain, senyawa tersebut telah terdisosiasi atau melepaskan diri menghasilkan
ion-ion dan adanya ion-ion bebas inilah yang menyebabkan larutan bisa menghantarkan
listrik. Keterangan mengenai elektrolitpertama kali dijelaskan oleh Svante Arrhenius, ahli
kimia dari Swedia.29
Bila senyawa ion berdisosiasi dalam air, ion-ionnya tidak bebas, karena ion-ion
tersebut akan dihalangi oleh molekul-molekul air sehingga dikatakan akan terhidrasi. Hal
ini dinyatakan dengan tulisan (aq) di belakang rumus dari ion-ion tersebut. Misalnya
pada disosiasi Natrium Klorida yang terjadi bila zat padatnya dilarutkan dalam air dapat
dinyatakan dalam persamaan:
+
Larutan NaCl akan terdisosiasi secara sempurna (1 mol NaCl akan memberikan 1 mol
ion Na+ dan 1 mol ion Cl-), maka larutan NaCl ini tergolong sebagai elektrolit kuat.
Dalam percobaan penghantaran listrik melalui larutan, larutan elektrolit kuat ini
27
Daryanto, Menyusun Modul,…hlm...1
28
Raymond Chang., Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Edisi Ketiga Jilid I , (Jakarta : Erlangga, 2005)
hlm. 90
29
James E Brady, Kimia Universitas dan Struktur Jilid 1, (Jakarta : Bina Rupa Aksara, 1999) hlm. 169
13
menghasilkan lampu dengan nyala terang. 30Diantara zat-zat yang berbentuk molekul,
terdapat juga keadaan apabila dilarutkan dalam air sama sekali tidak mempunyai
kemampuan untuk terionisasi dalam air. Molekul-molekulnya hanya bercampur dengan
molekul-molekul air membentuk larutan yang homogen, akan tetapi zat terlarutnya tidak
menghasilkan ion dalam larutan, maka larutannya tidak bersifat menghantarkan listrik,
31
dan zat ini dinamakan non-elektrolit. Dalam percobaan penghantaran listrik melalui
larutan, larutan non-elektrolit ini menghasilkan lampu tidak menyala. 32
Diantara elektrolit kuat dan non-elektrolit, ada sejumlah senyawa yang disebut
elektrolit lemah. Senyawa-senyawa ini menghasilkan larutan yang menghantarkan listrik,
tetapi lemah sekali. Dalam percobaan penghantaran listrik melalui larutan, nyala lampu
pada larutan elektrolit lemah ini hanya redup saja. Contohnya larutan asam asetat. Dalam
larutan asam asetat, hanya sebagian kecil yang bisa terionisasi.
(aq )+ + (aq)
Misalnya, terdapat larutan CH3COOH 1 M, maka hanya kira-kira 0,42% saja yang
bereaksi. Sisanya masih tetap berbentuk molekul yang tak bermuatan. 33 Sebanyak 0,42%
larutan CH3COOH di atas menunjukkan nilai (derajat ionisasi). Jadi, derajat ionisasi
atau derajat disosiasi digunakan untuk menyatakan kuat atau lemahnya suatu larutan
elektrolit secara kuantitatif.34 Rumusnya adalah sebagai berikut :
Perbedaan antara larutan elektrolit kuat, elektrolit lemah, dan larutan non-elektrolit
dapat dilihat pada gambar 2.1
30
Petrucci, dkk, Kimia Dasar Prinsip-Prinsip dan Aplikasi Modern, (Jakarta : Erlangga, 2008) hlm. 141
31
James E Brady,, Kimia Universitas….hlm. 172
32
Petrucci, dkk, Kimia Dasar… hlm.140
33
James E Brady, Kimia Universitas….hlm. 172
34
AugustinusSubekti, Ensiklopedia Kimia 3, (Jakarta : PT Lenetera Abadi, 2013) hlm. 7
14
Gambar 2. 1 Rangkian percobaan untuk membedakan larutan non elektrolit elektrolit
kuat, dan lemah
Gambar 2.1 adalah suatu rangkaian alat untuk membedakan antara larutan elektrolit
dan non-elektrolit. Kemampuan larutan untuk menghantarkan arus listrik bergantung
pada jumlah ion yang dikandungnya. Larutan non-elektrolit pada gambar di atas tidak
mengandung ion, sehingga lampu tidak dapat menyala. Larutan elektrolit kuat
mengandung ion dalam jumlah besar, dan lampu terlihat menyala terang. Larutan
elektrolit lemahmengandung sedikit ion dan lampu menyala redup.
Asam dan basa juga merupakan elektrolit. Beberapa asam termasuk asam klorida
(HCl) dan asam nitrat (HNO3) termasuk dalam golongan elektrolit kuat. Asam-asam ini
mengalami ionisasi sempurna dalam air. Contoh, Hidrogen Klorida yang mempunyai
ikatan kovalen ketika terlarut dalam air akan terbentuk ion-ion hidronium (H3O)+ dan Cl-
+
Proses ionisasi terjadi karena HCl terhidrasi dalam air sehingga menghasilkan ion
dalam larutan, karena ketika dilarutkan dalam pelarut non-polar seperti heksana
kemudian diuji daya hantar listriknya maka larutan tidak bisa menghantarkan listrik,
menunjukkan tidak ada ion yang dihasilkan.35
Jenis ikatan dalam suatu senyawa juga akan mempengaruhi daya hantar listriknya.
Sebagai contoh adalah jenis ikatan ionik dan kovalen. Namun, tidak semua senyawa
kovalen polar dapat mengantarkan arus listrik, dan semua senyawa kovalen non polar
tidak dapat menghantarkan arus listrik. Berikut ini adalah perbandingan daya hantar
35
Morris Hein dan Susan Arena, Introduction to Chemistry, (Hoboken : Wiley Publishers, 2011) hlm. 359
15
listrik antara senyawa yang berikatan ionik dan kovalen dalam fase larutan, padatan, dan
lelehannya disajikan dalam tabel 2.1
Tabel 2.1 Perbandingan daya hantar listrik anatara senyawa ion dan kovalen polar dalam bentuk
fase padatan, lelehan, dan larutan. 36
Jenis senyawa Padatan Lelehan Larutan
Senyawa ion Tidak dapat Dapat menghantarkan Dapat menghantarkan
menghantarkan listrik karena dalam listrik karena dalam
listrik karena lelehan, ion-ionnya larutan ion-ionnya dapat
dalam fase padat dapat bergerak lebih bergerak bebas.
ion-ionnya tidak bebas dibandingkan ion-
dapat bergerak ion dalam fase padat
bebas.
4. Etnosains
a. Definisi dan Ruang Lingkup Kajian Etnosains
Istilah etnhoscience berasal dari kata ethnos dari bahasa Yunani yang berarti bangsa
dan kata scientia dari bahasa latin yang berarti pengetahuan. Jadi, etnosains dapat diartikan
pengetahuan yang dimiliki oleh suatu bangsa atau lebih tepat lagi suatu suku bangsa atau
kelompok sosial tertentu. Okechukwu S. Abonyi et al(2014) menjelaskan etnosains sebagai
pengetahuan asli yang berasal dari budaya dan bahasa yang menggambarkan suatusistem
yang unik dari pengetahuan asli dan pengetahuan teknologi. 37 Pengertian etnosains juga
dikuatkan oleh beberapa pendapat ahli yang menyatakan bahwa etnosains merupakan
system of knowledge and cognition typical of a given culture atau sistem pengetahuan dan
36
AugustinusSubekti, Ensiklopedia Kimia 3, (Jakarta : PT Lenetera Abadi, 2013) hlm. 8
37
Okechukwu S. Abonyi, et all, “Innovations in Science...hlm. 52
16
gagasan atau pikiran khas untuk suatu budaya tertentu.38Penekanannya adalah pada sistem
atau perangkat pengetahuan, yang merupakan pengetahuan yang khas dari suatu
masyarakat (kearifan lokal), karena berbeda dengan pengetahuan masyarakat
lain.Pengetahuan khas dari suatu masyarakat tersebut dinamakan pengetahuan sains asli
yang bersifat belum terstuktur dalam kurikulum dan belum terformalkan.Bidang kajian
penelitian etnosains ada tiga jenis.39
1. Penelitian etnosains yang memusatkan perhatian pada kebudayaan yang didefinisikan
sebagai model untuk mengklasifikasi lingkungan atau situasi sosial yang dihadapi.
Pada penelitian etnosains ini bertujuan untuk mengetahui sains asli masyarakat
(indigenous science). Jika pengetahuan ini dapat diketahui, maka akan terungkap
“peta kognitif” dunia dari suatu masyarakat tertentu dan juga terungkap berbagai
prinsip yang digunakan untuk memahami lingkungan dan sosial yang dihadapi.
2. Penelitian etnosains yang menyangkut tentang pengembangan teknologi yang sudah
dimiliki masyarakat tertentu. Kajian ini berhubungan dengan adat istiadat, hukum,
aturan, norma-norma, nilai-nilai yang diyakini benar dan baik oleh masyarakat,
sehingga masyarakat melakukan atau mencegah untuk melakukan, misalnya cara
membuat rumah yang baik menurut orang Asmat di Papua, cara bersawah yang baik
dalam pandangan orang Jawa, dan cara membuat perahu yang benar menurut orang.
3. Penelitian yang memusatkan perhatian pada kebudayaan sebagai set of principles of
creating dramas, for writing scripts, and of course, for recruiting players and
audiences atau seperangkat prinsip-prinsip untuk menciptakan, membangun
peristiwa, untuk mengumpulkan individu atau orang banyak. Penelitian mengenai
prinsip-prinsip yang mendasari berbagai macam kegiatan dalam kehidupan sehari-
hari ini penting bagi upaya untuk memahami struktur-struktur tidak disadari yang
mempengaruhi perilaku sehari-hari, namun tidak diketahui fungsi ilmiah yang
sebenarnya.
Ruang lingkup dari pengetahuan sains asli meliputi bidang sains, pertanian,obat-
obatan dan tentang manfaat dari flora dan fauna, danekologi. Ekologi dari pengetahuan
38
Sudarmin, “Model Pembelajaran Kimia Berorientasi Etnosains ...hlm. 16
39
Sudarmin, “Pendidikan Karakter, Etnosains dan Kearifan Lokal (Konsep dan Penerapannya dalam
Penelitian danPembelajaran Sains)”(Semarang : Fakultas MIPA Universitas Negeri Semarang, 2015), hlm. 16
17
sains asli yang terkait kajian etnosains adalah bidang kimia, biologi, fisika, pertanian,
ekologi, kedokteran, agrikultural, matematika, botani, dan lain-lain. Untuk bidang
kesehatan dan obat-obatan, pengetahuan sains asli masyarakat nampak pada
pemanfaatan obat tradisional dan peracikan simplisia dari flora dan fauna untuk
penyembuhan penyakit. Sedang pada bidang pertanian tampak pada pengetahuan sains
asli masyarakat yang tampak pada pola perilaku masyarakat dalam bercocok tanam
sampai pengolahan pasca panen, juga tampak pada pemahaman masyarakat Sunda
tentang siklus fotosintesis dan respirasi pada tanaman. Untuk memahami sains asli
diperlukanpengetahuan sains ilmiah yang hanya dapat dipahami secara ilmiah dan
berorientasi pada kerja ilmiah, karena itu bersifatobjektif,universal,dan
dapatdipertanggungjawabkan.40
Pembelajaran yang memadukan pengetahuan sains asli masyarakat dan sains
ilmiah mampu meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap konsep-konsep sains
ilmiah. Penelitian terkait rekonstruksi pengetahuan sains asli masyarakat menuju sains
ilmiah merupakan penelitian menarik untuk mengembangkan grounded theory berupa
sains berbasis masyarakat yang produknya berupa fakta, konsep, prinsip, teori, dan
hukum. Apabila pengetahuan peserta didik meningkat, maka peserta didik tersebut
termasuk ulul albab, yaitu orang yang menggunakan pikiran, akal, dan nalar untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan, serta menggunakan hati untuk menggunakan dan
mengarahkan ilmu pengetahuan tersebut pada tujuan peningkatan aqidah, ketekunan
ibadah dan ketinggian akhlak yang mulia 41. Sebagaimana firman Allah SWT dalam.
surat az-Zumar ayat 9 :
“(apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang
beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada
40
Marie Battiste, “Indigenous Knowledge: Foundations for First Nations”, WINHEC (Canada : University
of Saskatchewan, Saskatoon, SK Canada, 2005) hlm.4.
41
Abuddin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan (Tafsir Al-Ayat Al-Tarbawiy, (Jakarta : Rajawali Pers, 2014)
hlm. 166
18
(azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama
orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?"
Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (Az-Zumar : 9)
Kalimat istifham (pertanyaan) dalam ayat ini menunjukkan bahwa yang pertama
(orang-orang yang mengetahui) akan dapat mencapai derajat kebaikan, sedangkan yang
kedua (orang-orang yang tidak mengetahui) akan mendapat kehinaan dan
keburukan).42Jadi, orang yang mengetahui ilmu etnosains ataupun ilmu-ilmu yang
lainnya akan dapat mencapai derajat kebaikan.
Penelitian pengembangan modul ini berfokus pada bidang kimia yang
mengangkat budaya khas Pekalongan yaitu batik. Menurut etimologi kata “batik”
berasal dari bahasa Jawa, dari kata “tik” berarti kecil dapat diartikan sebagai gambar
yang serba rumit.43 Menurut konsensus Nasional 12 Maret 1996, batik adalah karya seni
rupa pada kain, dengan pewarnaan rintang, yang menggunakan lilin batik sebagai
perintang warna.44Sedangkan menurut Sudarto(2012) batik adalah hasil kerajinan
masyarakat Jawa yang memiliki nilai estetik yang tinggi dan telah menjadi bagian dari
budaya bangsa Indonesia. Batik telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai warisan
kemanusiaan untuk budaya lisan dan non bendawi (Masterpieces of The Oral and
Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 Oktober 2009.45 Dari beberapa pendapat di
atas dapat disimpulkan bahwa batik adalah bagian dari budaya bangsa Indonesia yang
prosesnya menggunakan lilin batik sebagai perintang warna sehingga membuat batik
berbeda dengan tekstil pada umumnya.
Tinjauan kimia dari budaya batik yaitu dapat ditinjau dari penggunaan zat-zat
kimia yang terkandung dalam warna yaitu NaOH yang digunakan untuk melarutkan zat
42
Ahmad Mustafa al-Maragi, TerjemahTafsir al-Maraghi Juz XX3, (Semarang : Karya Toha Putra, 1993)
hlm. 278.
43
Riyanto, dkk, Katalog Batik Indonesia, (Yogyakarta : Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI,
1997) hlm. 4
44
Anindita Prasetiyo, Batik Karya Agung Warisan Budaya Dunia, (Jakarta : Putra Pustaka, 2010), hlm. 70
45
Sudarto, Makna Hakiki Aneka Motif Batik di Yogyakarta, (Semarang : DIPA IAIN Walisongo Semarang,
2012) hlm.1
19
warna naftol46, HCl untuk pembangkit warna indigosol, dan Natrium nitrit untuk
melarutkan zat warna indigosol.
46
European Union (EU-Switch Asia Programme), Pedoman Penanganan Zat-Zat Kimia Tindakan
Pencegahan dan Pertolongan Pertama, (Clean Batik Initiative, t.t.) hlm. 3
47
Sudarmin, Pendidikan Karakter, Etnosains....hlm. 46-47
20
Pengetahuan Kimia (Makroskopis, Mikroskopis, dan Simbolik)
2. Kajian Pustaka
Okechukwu S. Abonyi, et al telah memaparkan penemuan tentang inovasi baru dalam
pendidikan sains dan teknologi yaitu etnosains yang berbasis dalam kelas sains. Jurnal
tersebut mempresentasikan latar belakang, alasan, dan prosedur dalam mengintegrasikan
proses sains asli menjadi sains formal serta pengembangan instruksional modul.
21
Pengintegrasian modul tersebut akan memunculkan penyatuan sistem pengetahuan. 48Dengan
melihat prosedur pengintegrasian yang terdapat pada jurnal tersebut, peneliti dapat menyusun
modul berorientasi etnosains.
Wiwin Eka Rahayu dan Sudarmin telah melakukan penelitian tentang pengembangan
modul IPA berorientasi etnosains tema energi dalam kehidupan. Berdasarkan hasil analisis
hasil belajar dalam penelitian ini, hanya 4 peserta didik dari 34 peserta didik yang dinyatakan
tuntas dalam soal pretest, namun setelah menggunakan modul dan melakukan post test,
ketuntasannya meningkat menjadi 30 peserta didik dari 34 peserta didik dengan nilai gain
sebesar 0,58 dengan kriteria sedang. Hasil ini menunjukkan bahwa modul IPA terpadu yang
dikembangkan efektif untuk digunakan dalam pembelajaran IPA. 49
Penelitian serupa juga dilakukan oleh Kevin Mahendrani dan Sudarmin tentang
Pengembangan Booklet Etnosains Fotografi tema Ekosistem untuk Peserta Didik SMP.
Booklet hasil pengembangan mampu meningkatkan hasil belajar dengan N-gain sebesar 0,5
dengan tingkat pencapaian sedang.50Kedua penelitian yang telah disebutkan di atas telah diuji
cobakan untuk peserta didik SMP. Sedangkan penelitian ini diuji cobakan untuk peserta didik
M.A. dengan merujuk pada masalah yang dihadapi sesuai yang telah terurai pada latar
belakang belum pernah dilakukan. Etnosains yang akan diambil pun berbeda dengan
penelitian-penelitian sebelumnya. Pada penelitian ini akan digali etnosains berupa batik yang
merupakan budaya khas di daerah sekolah yang menjadi objek penelitian.
Pada penelitian selanjutnya oleh Anwari tentang pengembangan modul pembelajaran
biologi berorientasi kearifan lokal di taman nasional gunung merapi. Modul pembelajaran ini
layak digunakan. Hal ini didasarkan hasil penelitian reviewer dengan presentasi keidealan
94,87% (sangat baik), 1 ahli media dengan presentasi keidealan 93,95% (sangat baik), dan 3
48
Okechukwu S. Abonyi, et all, “Innovations in Science and Technology...hlm. 52
49
Wiwin Eka Rahayu dan Sudarmin, “Pengembangan Modul IPA Terpadu Berorientasi Etnosains Tema
Energi dalam Kehidupan untuk Menanamkan Jiwa Konservasi Peserta didik” Unnes Science Educational Journal ,
(Vol. IV, No.2, Juli/2015), hlm. 919
50
Kevin Mahendrani, “ Pengembangan Booklet Etnosains Fotografi Tema Ekosistem Untuk Meningkatkan
Hasil Belajar pada Peserta didik SMP” Unnes Science Educational Journal, (Vol. IV No.2, Juli/2015), hlm. 866
22
peer reviewer dengan presentasi keidealan 84,59% (baik).51 Penelitian ini hanya bertujuan
memberikan nilai lokal kepada peserta didik mengenal potensi dan budaya lokal yang ada di
sekitar mereka. Sedangkan pada penelitian ini, selain mengenal potensi dan budaya lokal,
juga melakukan penerjemahan sains asli menjadi sains ilmiah.
Berdasarkan hasil pada penelitian-penelitian di atas, peneliti akan melakukan
pengembangan modul pembelajaran M.A. berorientasi etnosains pada materi larutan
elektrolit dan non-elektrolit dengan mengangkat budaya batik di Pekalongan. Sejauh ini
belum terdapat kajian pengembangan modul berorientasi etnosains dengan mengangkat
budaya batik.Melalui pengembangan modul berorientasi etnosains ini diharapkan wawasan
kimia yang terdapat dalam batik menjadi meningkat. Modul dalam penelitian ini mempunyai
ciri khas, yaitu dalam modul ini dilengkapi dengan pedoman wawancara kunjungan ke proses
pembuatan batik dan dilengkapi dengan materi pendukung tentang batik dan kimia.
51
Anwari, “Pengembangan Modul Pembelajaran Biologi Berorientasi Kearifan Lokal di Taman Nasional
Gunung Merapi untuk SMA/MA Kelas X Materi Keanekaragaman Hayati”, Skripsi, (Yogyakarta : Program Studi
Pendidikan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015) hlm. 78
23
3. Kerangka Berpikir
24
BAB III
METODE PENELITIAN
Pada bab III metode penelitian akan dipaparkan mengenai model yang digunakan dalam
penelitian dan pengembangan, prosedur dalam pengembangannya, diseminasi dan sosialisasi
produk, subjek yang menjadi penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data dari
data yang diperoleh pada penelitian ini.
A. Model Pengembangan
Metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian dan pengembangan atau
yang biasa dikenal dengan metode Research and Development (R and D). R and D adalah
metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan suatu produk tertentu, dan menguji
keefektifan produk tersebut.50 Pada penelitian ini akan dikembangkan dan dihasilkan suatu
produk berupa modul pembelajaran berorientasi etnosains.Penelitian ini dirancang sebagai
penelitianResearch and Development (R&D) dengan desain pengembanganADDIE. ADDIE
ini terdiri dari 5 fase atau tahap utama, yaitu (A)ainalysis, (D)esain, (D)evelopment,
(I)mplementation, dan (E)valuation51 (gambar 3.1).ADDIE sebenarnya bukan model yang
khusus digunakan untuk mengembangkan modul, melainkan dapat digunakan dalam
berbagai aspek kehidupan.ADDIE dalam penelitian ini dijadikan sebagai model
pengembangan karena pertama, 5 fase dalam ADDIE bisa diterapkan untuk
mengembangkan modul pembelajaran. kedua, Tahap dalam ADDIE sederhana, tetapi
implementasinya sistematis.Ketiga, ADDIE memberikan kesempatanuntuk melakukan
evaluasi dan revisi scara terus menerus dalam setiap fase yang dilalui sehingga produk yang
dihasilkan menjadi produk yang valid dan reliable.52Konsep ADDIE dapat dilihat pada
gambar 3.1.
50
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. (Bandung :
Alfabeta , 2011), hlm. 297
51
Michael Molenda, “In Search of The Elosive ADDIE Model”, Performance Improvement, May/ June
(Indiana University, 2003) hlm. 1-3. Referensi asli ADDIE tidak ditemukan. ADDIE hanya istilah sehari-hari yang
digunakan untuk menggambarkan pendekatan sistematis pengembangan instruksional.ADDIE merupakan sebuah
“label” yang tidak memiliki penulis tunggal.
52
Robert Maribe Branch, Instructional Design......hlm. 5
25
Revision
Revision Analyze
Design
Implement Evaluate
Revision Revision
Develop
56
56
Robert Maribe Branch, Instructional Design......hlm. 2
57
Robert Maribe Branch, Instructional Design......hlm. 24 - 27
26
Salafiyah Simbang Pekalongan). Identifikasi kesenjangan kerja diperoleh melalui
wawancara dengan guru dan penyebaran angket kepada peserta didik. Wawancara
dengan guru bertujuan untuk mengetahui studi proses pembelajaran dan hasil belajar
Kimia M.A. Pertanyaan yang diajukan ketika melakukan wawancara kepada guru
berisi tentang : (1) Sumber belajar sebagai analisis kesenjangan sumber,
(2)Ketersediaan sumber belajar, (3) Nilai peserta didik sebelum dikembangkan modul
sebagai analisis kesenjangan pengetahuan, (4)Metode pembelajaran di kelas untuk
mengidentifikasi metode yang tepat untuk menerapkan modul.
Adapun penyebaran angket kepada peserta didik bertujuan untuk menganalisis
permasalahan-permasalahan yang terjadi ketika proses pembelajaran kimia.
Pertanyaanyang diberikan adalah sebagai berikut: (1) Menanyakan pelajaran yang
disukai, (2) Referensi yang dibuat pegangan pada saat pembelajaran, (3) Ketersediaan
modul, (4)Pembelajaran yang diterapkan guru, (5) Cara belajar peserta didik
denganmandiri atau bimbingan tutor/guru. Kisi-kisiwawancara guru dan penyebaran
angket pada peserta didik secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 2 dan 5.
b. Menentukan tujuan instruksional
Tujuan instruksional adalah terminal (tujuan akhir) yang harus dicapai peserta didik.58
c. Menkonfirmasi Intended Audience
Intended Audience adalah mengidentifikasi kemampuan, kesenangan, dan motivasi
peserta didik59. Dalam penelitian ini adalah menanyakan kepada peserta didik modul
bagaimana yang diinginkan oleh peserta didik.
d. Identifikasi Required Resources
Identifikasi yang dimaksud adalah identifikasi fasilitas. Tujuan identifikasi ini adalah
untuk menentukan lokasi penelitian karena pada lokasi tersebut terdapat suatu
masalah yang perlu dicari solusinya. Lokasi yang terdapat pada M.A Salafiyah
Simbang Kulon Pekalongan digunakan sebagai lokasi penelitian, dengan mencari
tahu masalah yang terjadi, dilihat dari fasilitasnya, apakah sudah memadai untuk
58
Robert Maribe Branch, Instructional Design......hlm. 34
59
Robert Maribe Branch, Instructional Design......hlm. 37
27
menunjang pembelajaran, dan apakah diperlukan pembelajaran yang dikaitkan
dengan budaya (etnosains) dalam pembelajaran.
e. Menentukan potensial delivery system
Potensi yang mungkin dikembangkan dalam modul ini adalah dilengkapi dengan
kunjungan kerja batik. Oleh karena itu, direncanakan kapan akan melakukan
kunjungan kerja dan siapa sasarannya.
f. Membuat Project Management Plan.
Project Management Plan adalah sebuah rencana project akan dimulai, dan kapan
akan berakhir.60 Pengembangan modul direncanakan mulai bulan Desember 2015 dan
berakhir sebelum April 2016.
Hasil dari tahap analisis adalah analysis summary. Ringkasan analisis (analysis
summary) di sini berisi performance assessment, yaitu membuat daftar kinerja nyata
dan kinerja yang diinginkan.61 Setelah pengembangan modul diputuskan, selanjutnya
diputuskan modul seperti apa yang dibutuhkan oleh peserta didik. Performance
analysis pada penelitian ini diperoleh melalui angket yang diberikan oleh peserta
didik. Angket peserta didik berisi:
1. Analisis kriteria bahan ajar yang menarik untuk dipelajari.
2. Identifikasi pengetahuan peserta didik tentang batik dan sisi ilmiah batik.
Untuk mendukung dan menguatkan jawaban dari angket, peneliti juga melakukan
wawancara kepada beberapa peserta didik. Wawancara tersebut bertujuan untuk
mengetahui pengetahuan membatik dan sisi ilmiahnya pada peserta didik di M.A
Salafiyah Simbang Kulon. Pertanyaan konfirmasi yang diajukan adalah sebagai
berikut :
1.Pengetahuan peserta didik tentang proses pembuatan batik dari awal sampai akhir.
2.Pengetahuan peserta didik tentang sisi kimia dari perbatikan.
Kisi-kisi angket peserta didik dan transkrip wawancara secara lengkap dapat dilihat
pada lampiran 5 dan 10.
60
Robert Maribe Branch, Instructional Design......hlm. 52
61
Robert Maribe Branch, Instructional Design......hlm. 32
28
2. Pengembangan Prototipe.
Model pengembangan yang dipilih dalam penelitian ini adalah ADDIE.
Pengembangan prototipe pada ADDIE adalah sebagai berikut :
a. Desain
Desain merupakan langkah kedua ADDIE. Kegiatan ini meliputi mendesain objek
(modul) termasuk komponen-kompenen, tampilan komponen, dan kriteria komponen.62
. Pada penelitian ini, kriteria komponen modul yang dibutuhkan adalah
berorientasi etnosains karena sesuai dengan keberadaan peserta didik di Pekalongan yang
mempunyai budaya khas yaitu batik. Untuk mendukung tercapainya modul kimia
berorientasi etnosains, dilakukan “penelitian etnosains” berupa wawancara dan observasi
langsung ke proses pembuatan batik. Wawancara ke tempat proses pembuatan batik
bertujuan untuk mengetahui senyawa kimia yang digunakan dalam batik serta untuk
menerjemahkan sains asli menjadi sains ilmiah sebagai ciri khas etnosains. Objek yang
diamati dalam kegiatan observasi meliputi proses yang terjadi sepanjang proses
pembuatan batik berlangsung, yaitu dari tahap persiapan sampai pada tahap penjemuran
batik. Kisi-kisi wawancara dengan pengusaha batik secara lengkap dapat dilihat pada
lampiran 8.
Setelah melakukan penelitian, dilanjutkan validasi kepada pakar etnosains, yaitu
Prof. Dr. Sudarmin, M. Si (Guru Besar Universitas Negeri Semarang). Hasil validasi dan
masukan yang diberikan oleh pakar etnosains tersebut sebagai penyempurnaan hasil
penelitian etnosains dan sebagai syarat untuk melakukan desain modul. Desain
komponen modul pada tahap awal meliputi cover modul, salam etnosains, bagian
pendahuluan, kegiatan pembelajaran (konsep materi dan uji kefahaman), berpikir kritis,
wawasan baru, merenungkan, merefleksi, petunjuk kerja kunjungan batik, ayo praktikum,
teka-teki kimia etnosains, ayo berlatih, rangkuman dan penutup (daftar pustaka,
glosarium).
b. Pengembangan (Development)
Pada tahap pengembangan ini, modul draft awal telah selesai dibuat. Modul
berorientasi etnosains ini disesuaikan dengan silabus kurikulum 2013. Setelah itu,
dilanjutkan validasi produk dan uji kualitas .
62
Robert Maribe Branch, Instructional Design......hlm. 68
29
1) Validasi produk
Validasi modul bertujuan untuk menilai kelayakan rancangan produk. Aspek
validasi yang dinilai meliputi validasi kontens (isi modul) dan validasi media. Validasi
kontens terdiri dari kelayakan isi, kebahasaan, teknik penyajian dan orientasi etnosains.
Adapun validasi media terdiri dari penyajian modul, kelayakan kegrafikaan, dan kualitas
tampilan. Kisi-kisi instrument validasi dapat dilihat pada lampiran 15 – 17.
Validator produk pada pengembangan ini terdiri dari satu guru kimia M.A
Salafiyah Simbang Kulon (Ahsanul Wildan, S. Pd), dua orang dosen ahli materi dan
media (R. Arizal Firmansyah, S. Pd.,M. Si dan Ratih Rizqi Nirwana, S. Si., M. Pd) serta
validator pakar etnosains yaitu Prof. Sudarmin., M. Si (Guru besar Universitas Negeri
Semarang). Validasi produk dilaksanakan pada tanggal 23 Februari 2016. Sebelum
dilakukan validasi modul terlebih dahulu dilakukan validasi terhadap hasil penelitian
validasi etnosains dalam konteks batik Pekalongan oleh Prof. Sudarmin, M. Si (Pakar
Etnosains). Validasi etnosains bertujuan untuk menjamin kriteria kepercayaan terhadap
data yang diperoleh.63 Kolom lembar validasi berisi tentang fokus pertanyaan, kolom sains
asli dan sains ilmiah, serta komentar validator dan / kesesuaian dengan referensi. Lembar
validasi hasil penelitian etnosains secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 12.
2) Uji Kualitas
Uji kualitas ialah uji coba lapangan pada suatu kelompok kecil. Uji kualitas ini
dilakukan pada kelompok kecil (9 peserta didik yaitu 3 peserta didik denganpemahaman
tingkat tinggi, 3 peserta didik dengan pemahaman tingkatsedang, dan 3 peserta didik
dengan pemahaman tingkat rendah). Sembilan peserta didik tersebut mengikuti
pembelajaran dengan modul berorientasi etnosains selama 5 kali pertemuan serta diajak
observasi ke proses pembuatan batik. Setelah itu, peserta didik diminta untuk mengisi
angket (kuesioner) berkaitan dengan desain produk dan respon peserta didik terhadap
modul berorientasi etnosains. Angket tersebut meliputi aspek sebagai berikut :
1. Kemudahan dalam memahami modul
2. Kemandirian belajar
3. Keaktifan Belajar
4. Minat, penyajian, dan penggunaan modul.
63
Sudarmin, Pendidikan Karakter, Etnosains, dan Kearifan Lokal...hlm. 72
30
5. Aspek etnosains.
Selain peserta didik diminta untuk mengisi angket, juga diminta untuk mengisi
teks rumpang yang terdapat di dalam modul. Fungsi teks rumpang adalah untuk
mengetahui keterbacaan modul. Keterbacaan menjadi salah satu syarat sebuah buku dapat
digunakan dalam pembelajaran sekolah agar peserta didik dapat benar-benar menguasai
apa yang dipelajarinya dari buku tersebut.
3. Uji Lapangan
a. Implementasi
Uji lapangan dalam model pengembangan ADDIE dinamakan tahap implementasi.
Langkah ini mempunyai makna persiapan pada lingkungan pembelajaran dan mendorong
peserta didik64(untuk menggunakan modul yang dibuat). Implementasi produk pengembangan
modul pembelajaran ini dilakukan hanya pada kelas kecil dengan 9 peserta didik, yaitu
masing-masing 3 peserta didik denganpemahaman tingkat tinggi, tingkatsedang, dan tingkat
rendah.
b. Evaluasi
Evaluasi dilakukan sepanjang tahapan-tahap pada pengembangan ADDIE. Pada
tahap desain, evaluasi dilakukan oleh dosen pembimbing setelah draft kasar modul (desain
modul) selesai dibuat. Selanjutnya pada tahap pengembangan, evaluasi dilakukan oleh tim
validator. Sedangkan pada tahap implementasi, guru kimia dan peserta didik yang menjadi
objek penelitian diminta untuk mengevaluasi modul pembelajaran kimia berorientasi
etnosains.
4. Diseminasi dan Sosialisasi
Pada tahap ini peneliti tidak melakukannya, karena penelitian ini hanya dibatasi sampai tahap
implementasi kelas kecil.
C. Subjek Penelitian
Subjek dari penelitian ini adalah peserta didik kelas X M.A. Salafiyah Simbang Kulon
Pekalongan. Uji coba produk diterapkan pada skala kecil yaitu mengambil 9 peserta didik,
64
Robert Maribe Branch, Instructional Design......hlm. 133
31
yaitu 3 peserta didik denganpemahaman tingkat tinggi, 3 peserta didik dengan pemahaman
tingkatsedang, dan 3 peserta didik dengan tingkat pemahaman rendah.
65
Sambas Ali Muhidin dan Maman Abdurrahman, Analisis Korelasi, Regresi, dan Jalur dalam Penelitian,
(Bandung: Pustaka Setia, 2007), hlm. 19
66
Mohammad Ali, Memahami Riset Perilaku dan Sosial, (Bandung; Pustaka cendekia, 2011),hlm. 127-128.
32
a. Wawancara dengan guru kimia bertujuan untuk melakukan studi pendahuluan
mengetahui proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru kimia di sekolah tersebut
dan untuk menganalisis kebutuhan modul pembelajaran kimia.
b. Wawancara dengan peserta didik mempunyai tujuan untuk mengetahui karakterstik
peserta didik dan sebagai analisis kebutuhan modul berorientasi etnosains.
c. Wawancara kepada6 responden pengusaha batik bertujuan untuk menganalisis sains-
sains masyarakat yang muncul dalam proses pembuatan batik serta proses pewarnaan.
Sains-sains masyarakat tersebut kemudian diterjemahkan menjadi sains ilmiah.
3. Teknik Dokumentasi
Teknik dokumentasi dalam penelitian ini digunakan sebagai penunjang teknik
observasi dan wawancara. Dokumentasi yang dihasilkan berupa foto pada saat observasi dan
wawancara di tempat proses pembuatan batik, foto ketika peserta didik kelompok kecil
melakukan observasi kunjungan kerja batik, serta rekaman ketika melakukan wawancara.
4. Teknik Kuesioner
Kuesioner disebut juga sebagai angket, yaitu merupakan salah satu teknik
pengumpulan data dalam bentuk pengajuan pertanyaan tertulis melalui sebuah daftar
pertanyaan yang sudah dipersiapkan sebelumnya dan harus diisi oleh responden. 67Pengajuan
angket diberikan kepada peserta didik untuk studi pendahuluan (analisis kebutuhan modul)
dan tanggapan peserta didik terhadap produk modul pembelajaran serta kepada validator
sebagai uji kelayakan modul.
5.Teknik Tes
Tes dalam penelitian ini menggunakan teknik tes dalam bentuk “tes keterbacaan
modul”. Keterbacaan menjadi salah satu syarat sebuah buku dapat digunakan dalam
pembelajaran sekolah agar peserta didik dapat benar-benar menguasai apa yang dipelajarinya
dari buku tersebut.
67
Sambas Ali Muhidin dan Maman Abdurrahman, Analisis Korelasi,..hlm. 25
33
E. Teknik Analisis Data
Setelah data yang dikumpulkan telah diverifikasi dan diiktisarkan dalam tabel, maka
langkah selanjutnya adalah analisa terhadap hasil-hasil yang telah diperoleh. Teknik analisa
yang dipakai tergantung pada tujuan penelitian.68
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Uji Validitas Modul oleh Validator
Uji validitas modul diperlukan untuk menunjukkan kesesuaian antara teori
penyusunan dengan modul yang disusun, menentukan apakah modul yang telah dibuat itu
cukup valid (layak, baik) atau tidak. Apabila tidak atau kurang valid berdasarkan teori dan
masukan perbaikan validator, modul tersebut perlu diperbaiki. Valid atau tidaknya modul
ditentukan dari kecocokan hasil validasi empiris dengan kriteria validitas yang ditentukan.
Angket validasi menggunakan rating scale skala 5. Jumlah total skor validasi kemudian
dihitung presentasenya dengan rumus sebagai berikut :
Setelah itu, skor (%) yang sudah dihasilkan dikonversikan dalam bentuk tabel kriteria.
Tabel kriterianya disajikan pada tabel 3.1.
68
Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2001) hlm.156
34
Tabel 3.1. Kriteria kevalidan modul69
Skor (%) yang sudah dihasilkan dikonversikan dalam bentuk tabel kriteria. Tabel kriterianya
disajikan pada tabel 3.2.
69
Sa’dun Akbar, Instrumen Perangkat Pembelajaran, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2013) hlm. 40 -
41
35
Tabel 3.2 Pedoman Penilaian 70
No Rentang Skor Kategori
1 Sangat Baik
2 76 – 85% Baik
3 56 – 75% Cukup
4 55 – 59% Kurang
5 0 – 54% Kirang Sekali
c. Keterbacaan Media
Modul berorientasi etnosains yang telah dibuat, lalu divalidasi oleh tim pakar,
dimintakan tanggapan dari peserta didik kelas kecil kemudian diuji keterbacaannya. Uji
keterbacaan modul yaitu melalui uji tes isian rumpang oleh peserta didik. Uji tes isian rumpang
ini menggunakan prosedur klos menurut Mulyati dan Harjasujana sebagai alat ukur
keterbacaan. Kriteria penggunaan prosedur klos yang digunakan sebagai alat ajar adalah teks
materi (dalam modul) yang terdiri atas maksimal 150 kata dan jawaban boleh berupa sinonim
atau kata yang secara struktur dan makna dapat menggantikan kedudukan kata yang
dihilangkan.71Hasil penilaian dari lembar tes isian rumpang yang telah diisi oleh peserta didik
kemudian disajikan dalam persentase skor dan selanjutnya dideskripsikan. Adapun deskripsi
yang digunakan untuk menafsirkan presentase tersebut dapat dilihat pada tabel 3.3 berupa
penilaian hasil uji tes isian rumpang.
Tabel 3.3. Penilaian hasil uji tes isian rumpang72
Kategori Skor Penafsiran Keterangan
Independen/Bebas Tidak Perlu Direvisi
41% - 60% Instruksional Direvisi
Frustasi/Gagal Direvisi
70
Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung : Remaja Rosdakarya,
2002) hlm. 103
71
Binti Syarofah, “Perbandingan Tingkat Keterbacaan BSE dan Non BSE Bahasa Indonesia Untuk Kelas X
SMA Negeri Di Kota Yogyakarta”, Skripsi (Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta, 2012) hlm. 48
72
Binti Syarofah, “Perbandingan Tingkat Keterbacaan....hlm. 49
36
BAB IV
DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA
Dalam bagian ini akan diuraikan perkembangan penelitian yang dimulai dengan deskripsi
prototipe produk, hasil uji lapangan yaitu hasil uji lapangan terbatas. Selanjutnya diuraikan pula
analisis data dan prototipe hasil pengembangan dalam penelitian ini.
A. Deskripsi Prototipe Produk
Penelitian dan pengembangan ini menghasilkan sebuah produk berupa modul
pembelajaran kimia materi larutan elektrolit dan non-elektrolit berorientasi etnosains
sehingga peserta didik bisa belajar dua hal sekaligus yaitu belajar kimia dan budaya batik.
Modul pembelajaran kimia berorientasi etnosains dalam penelitian ini dikembangkan melalui
beberapa tahap sesuai dengan prosedur dari pengembangan ADDIE yaitu (A)nalysis,
(D)esain, (D)evelopment, (I)mplementation, dan (E)valuation). Adapun aplikasi ADDIE
dalam pengembangan produk ini sebagai berikut :
1. Analysis (Analisis)
Prosedur pengembangan pada ADDIE di tahap analisis terdiri dari beberapa
tahap.
a. Identifikasi kesenjangan kinerja
Identifikasi kesenjangan kinerja diperoleh melalui wawancara dengan guru kimia di
tiga sekolah. Hasil identifikasi kesenjangan kinerja dilihat dari sisi pengetahuan
disajikan pada tabel 4.1
Tabel 4.1 Kriteria Ketuntasan Minimal dan % nilai tuntas dari 3 sekolah
No Sekolah KKM % nilai tuntas
1 M.A. Uswatun Khasanah Semarang 72 88,46%
2 M.A. K.H. Syafii Buaran Pekalongan 70 67,86%
3 M.A. Salafiyah Simbang Kulon Pekalongan 66 33%
Berdasarkan tabel 4.1, Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) paling
rendah adalah M.A. Salafiyah Simbang Kulon, yaitu 66. KKM yang rendah tersebut
diikuti oleh presentase nilai tuntas terkecil, yaitu sebanyak 33%. Presentase jumlah
peserta didik yang dinyatakan tuntas dalam materi kimia pada M.A. K.H Syafii Buaran
Pekalongan juga tergolong kecil yaitu 67.86%.Namun, guru di M.A. K.H. Syafii
37
Buaran Pekalongan pernah membuatkan bahan ajar atau media belajar sendiri.
Sedangkan di M.A. Salafiyah Simbang Kulon berdasarkan wawancara dengan guru
kimia belum pernah membuatkan bahan ajar atau media belajar sendiri. Berdasarkan
hasil analisis kesenjangan kinerja di 3 sekolah di atas diperoleh kesimpulan bahwa
sekolah yang memerlukan perhatian khusus adalah M.A. Salafiyah Simbang Kulon,
sehingga objek penelitian ditetapkan di M.A. Salafiyah Simbang Kulon.
b. Menentukan tujuan instruksional.
Untuk mencapai tujuan akhir yang diinginkan, maka modul yang dibuat disesuaikan
dengan silabus kurikulum 2013.
c. Menkonfirmasi Intended Audience.
Berdasarkan penyebaran angket peserta didik, modul yangdiharapkan peserta didik
adalah dilengkapi gambar, disertai motivasi, dan dikaitkan budaya. Karena modul akan
diterapkan di sekolah yang berada di Pekalongan, maka “batik” menjadi budaya yang
dijadikan sumber belajar.
d. Mengidentifikasi Required Resources.
Identifikasi yang dimaksud adalah identifikasi fasilitas. Wawancara yang dilakukan
dengan guru kimia di tiga sekolah menginformasikan bahwa M.A. K.H. Syafii Buaran
Pekalongan sudah pernah memanfaatkan budaya lokal untuk digunakan sebagai
pembelajaran. Sekolah di M.A. Uswatun Khasanah belum pernah menerapkan
pembelajaran dengan memanfaatkan budaya lokal, akan tetapi di M.A. Uswatun
Khasanah kurang cocok dijadikan objek penelitian. Sebagian besar peserta didiknya
berdomisili di pondok sehingga sulit untuk dilaksanakan kunjungan kerja.
Penyebabnya adalah padatnya jadwal pondok. Kunjungan kerja disini menjadi bahan
pertimbangan untuk menentukan lokasi penelitian karena salah satu kegiatan dalam
pembelajaran menggunakan modul berorientasi etnosains adalah kunjungan kerja dan
observasi. Dilihat dari sisi fasilitas, laboratorium kimia di M.A. Uswatun Khasanah
juga masih terbatas, sehingga akan terkendala jika penelitian dilaksanakan di M.A.
Uswatun Khasanah mengingat rencana isi (kontens) dalam modul akan disertai
kolom “ayo praktikum”. Berbeda dengan sekolah di M.A. Salafiyah Simbang Kulon.
Berdasarkan studi pendahuluan, pembelajaran di M.A. Salafiyah Simbang Kulon
lebih diprioritaskan pada rumus dan pemahaman konsep. Pembelajarannya masih
38
sering menggunakan ceramah, dan belum pernah menerapkan pembelajaran
berorientasi budaya. Mengenai fasilitas, lab kimia di M.A. Salafiyah Simbang Kulon
sudah memadai untuk dilaksanakan praktikum.
e. Menentukan potensial delivery system.
Potensi yang mungkin dikembangkan dalam modul ini adalah dilengkapi dengan
kunjungan kerja batik. Kunjungan kerja batik dilakukan 2 sesi. Kunjungan pertama
oleh peneliti, dan kedua oleh peserta didik. Sasaran kunjungan kerja ditujukan pada
pengusaha batik yang terdiri dari 6 pengusaha batik pada kunjungan pertama, dan 3
pengusaha batik pada kunjungan kedua.
f. (Implementasi) Project Management Plan.
Project pengembangan modul dimulai pada 20 Desember 2015, dan divalidasikan ke
tim validator pada tanggal 23 Februari 2015. Modul diimplementasikan pada peserta
didik kelas kecil pada tanggal 30 Maret 2016 sampai 7 April 2016.
Berdasarkan hasil analisis di atas, diperoleh analisis summary bahwa M.A.
Salafiyah Simbang Kulon adalah sekolah yang perlu meningkatkan kualitas proses
pembelajaran. Selanjutnya dilakukan performance assessment melalui wawancara guru di
M.A. Salafiyah Simbang Kulonserta dengan penyebaran angket peserta didik. Poin
penting hasil performance assessment disajikan pada tabel 4.2
Tabel 4.2 Hasil Performance assessment
Kinerja Nyata Kinerja yang diinginkan
Peserta didik lebih suka belajar mandiri. Terdapat modul atau bahan ajar untuk
belajar mandiri.
Pembelajaran kimia diprioritaskan pada rumus Dikaitkan dengan kearifan budaya lokal
dan pemahaman konsep sebagai sumber belajar
Hasil performance assessment secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 6.
Merujuk pada hasil performance assessment pada tabel 4.2, peserta didik diM.A.
Salafiyah Simbang Kulon lebih suka belajar mandiri daripada mengikuti les/privat.
Karakteristik peserta didik yang lebih suka belajar mandiri tersebut seharusnya didukung
dengan modul atau bahan ajar yang sesuai dengan karakteristik peserta didik.
Kenyataannya, di M.A. Salafiyah Simbang Kulon hanya terdapat buku paket dan LKS,
akan tetapi buku paket dan LKS tersebut belum sesuai dengan karakteristik peserta didik
39
dan budaya lokal atau etnosains. Karakter peserta didik lebih suka belajar mandiri
daripada mengikuti les/privat kimia yaitu sebanyak 97.96% sehingga keberadaan modul
dibutuhkan untuk menunjang karakteristik peserta didik di dalam belajar.
Mengacu pada wawancara dengan guru kimia di Madrasah Aliyah (M.A.)
Salafiyah Simbang Kulon Pekalongan pada tanggal 25 Oktober 2015 menyatakan bahwa
pembelajaran kimia yang diterapkan lebih diprioritaskan pada rumus dan pemahaman
konsep, artinya dalam pembelajaran kimia tidak dikaitkan dengan kearifan budaya lokal
sebagai sumber belajar. Kearifan budaya lokal perlu ditingkatkan karena sebanyak 56.88%
pelajar di M.A. Salafiyah Simbang Kulondan M.A. K.H Syafii Buaran Pekalongan tidak
mengetahui proses pembuatan batik dari awal sampai akhir. Sebanyak 62.03% dari pelajar
tersebut juga tidak mengetahui sisi ilmiah dari pembuatan batik. Hasil tersebut diperoleh
melalui penyebaran angket dan uji petik wawancara. Hasil lengkap bisa dilihat pada
lampiran 7dan lampiran 10.
Berdasarkan hasil analisis yang telah dipaparkan di atas, diperoleh kesimpulan bahwa
yang memerlukan pengembangan modul berorientasi etnosains adalah M.A. Salafiyah Simbang
Kulon. Adapun kriteria modul yang diharapkan oleh peserta didik di sekolah tersebut adalah
dilengkapi gambar, dilengkapi motivasi, dan dikaitkan budaya.
2. Desain dan Pengembangan
Tahap awal perancangan desain modul pembelajaran kimia berorientasi etnosains dimulai
dengan penelitian etnosains pada budaya batik di Pekalongan yang dilakukan pada tanggal 26
Oktober 2015 sampai 19 Januari 2016. Penelitian etnosains mengikuti bidang kajian etnosains
yang pertama. Penelitian dilakukan dengan cara wawancara kepada 6 responden pengusaha batik
(dengan kriteria masing-masing 2 pengusaha besar, sedang, dan kecil) serta observasi proses
pembuatan batik. Tujuan observasi dan wawancara tersebut adalah untuk mengetahui sisi kimia
dalam pembuatan batik serta untuk menerjemahkan sains asli menjadi sains ilmiah. Sains asli
adalah pengetahuan khas dari suatu masyarakat yangbelum terstuktur dalam kurikulum dan tidak
formal. Untuk memahami sains asli diperlukanpengetahuan sains ilmiah yang hanya dapat
dipahami secara ilmiah dan berorientasi pada kerja ilmiah, karena itu bersifat objektif, universal,
dan dapat dipertanggungjawabkan.
40
Wawancara dilakukan dengan berpedoman pada 6 fokus pertanyaan dan deskripsi
hasilnya terdapat pada lampiran 11. Setelah kegiatan observasi dan wawancara dilakukan,
langkah selanjutnya adalah menerjemahkan sains asli melalui literatur buku-buku dan internet.
Setelah itu dilakukan validasi oleh pakar etnosains, Prof. Dr. Sudarmin, M.Si (Hasil validasi
dapat dilihat pada lampiran 13). Hasil observasi penerjemahan sains asli menjadi sains ilmiah
tersebut dihasilkan 28 istilah sains asli dan berhasil diterjemahkan menjadi 45 istilah sains
ilmiah. Hasil penerjemahan ini menjadi langkah awal dalam pengembangan dan implementasi
modul pembelajaran kimia berorientasi etnosains. (Contoh transkrip wawancara dan lembar
validasi hasil penelitian etnosains secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 10 dan lampiran
12).
Tahap kedua dilanjutkan desain modul pembelajaran kimia berorientasi etnosains.
Langkah desain harus memperhatikan cara penyajian materi dalam modul. Penyajian materi
dalam modul berorientasi etnosains ini bersifat menstimulus peserta didik untuk membangun
konsep. (Penyajian materi secara detail dapat dilihat pada lampiran 23). Uraian materi diawali
dengan pertanyaan dengan tujuan untuk mengarahkan peserta didik supaya dapat menyimpulkan
materi yang dipelajarinya. Setelah dirangsang dengan pertanyaan, diikuti dengan penyajian
konsep yang sifatnya dapat diamati oleh panca indra. Setelah itu, peserta didik dituntun untuk
membangun konsep dan terakhir peserta didik diminta menyimpulkan konsep yang sudah
dibangun sendiri melalui pengisian teks rumpang ataupun teks berupa kesimpulan. Menurut
Nana Hanafiah (2012) dalam bukunya konsep strategi pembelajaran, strategi seperti yang
diterapkan pada modul ini adalah strategi dengan metode inkuiri terbimbing yaitu pelaksanaan
inkuiri dilakukan atas petunjuk dari guru.
41
74
Tahap ketiga yaitu membuat pengembangan modul yang dilakukan mulai tanggal 30
Januari 2016. Modul yang dikembangkan berorientasi etnosains dengan mengangkat budaya
khas Pekalongan (yang menjadi objek penelitian) yaitu batik. Rancangan awal modul sebelum
dikonsultasikan kepada ahli adalah sebagai berikut :
1. Cover dan Halaman Judul
2. Salam Etnosains
3. Daftar Isi, Tabel, dan Gambar
4. Pendahuluan
5. Petunjuk Penggunaan Modul Kimia Larutan Elektrolit dan Non-Elektrolit.
6. Sejarah Batik Pekalongan
7. Peta Kontens
8. Tujuan Akhir
9. Peta Konsep
10. Materi
11. Uji Kefahaman
12. Petunjuk Kerja Kunjungan Batik
13. Pedoman Wawancara
14. Hasil Observasi Kunjungan Batik
15. Kolom Refleksi
16. Ayo Berlatih
17. Kunci Jawaban Ayo Berlatih
Selain berisi pembuka dan materi inti dalam modul ini juga terdapat materi pendukung yaitu
berpikir kritis, motivasi dan teka-teki kimia etnosains.
74
Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana, Konsep Strategi Pembelajaran (Bandung : PT Refika Aditama,
2012) hlm. 77
42
seorang ahli yang memvalidasi dalam modul ini adalah R. Arizal Firmansyah, M. Si, Ratih
Rizqi Nirwana M. Si (bidang materi dan media pembelajaran) , Ahsanul Wildan, S. Pd
(guru kimia) serta pakar etnosains yaitu Prof. Dr. Sudarmin, M. Si.Tahap validasi I
dilakukan pada tanggal 23 Februari 2016. Hasil uji validasi dapat dilihat pada tabel 4.3
Tabel 4. 3 Hasil uji validasi tahap I
No Komponen V. 1 V. 2 V. 3 V. 4
KELAYAKAN ISI
1 Kesesuaian dengan KI, KD 5 4 4 5
2 Keakuratan materi 5 3 3 5
3 Kemutakhiran materi 5 3 4 5
5 Bahasa 3 3 5 5
6 Teknik Penyajian 5 4 2 5
7 Pendukun Penyajian 5 4 5 5
8 Penyajian Pembelajaran 4 3 3 5
ORIENTASI ETNOSAINS
9 Prinsip Etnosains 5 - 5 5
10 Komponen Etnosains 5 - 5 5
VALIDASI MEDIA
11 Kelayakan Kegrafikaan 5 3 3 5
12 Kualitas Tampilan 5 2 4 5
Jumlah 57 32 43 60
43
No Komponen V. 1 V. 2 V. 3 V. 4
Presentase (%) 95 64 71.67 100
Sangat Kurang Cukup Sangat
Kriteria
Valid Valid Valid Valid
Keterangan V. 1(Validator 1): Ahsanul Wildan, S.pd
V. 2(Validator 2): Ratih Rizqi Nirwana, S. Si., M. Pd
V. 3(Validator 3): R. Arizal Firmansyah, S. Pd., M. Si
V. 4(Validator 4): Prof. Dr. Sudarmin, M. Si.
Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa hasil analisis validasi pada tahap I,
presentase skor adalah 95% oleh validator 1. Mengacu pada tabel konversi pada tabel 3.1
bahwa penilaian validator 1 terhadap modul berorentasi etnosains dikategorikan sangat valid
sehingga tidak perlu direvisi. Akan tetapi pada penilaian validator 2 hanya mencapai 64% dan
dikategorikan kurang valid. Validator 2 memberi revisi pada modul sebagai berikut :
1. Modul hendaknya disesuaikan dengan tahapan “scientific skill”
Tampilan pertama modul, tersaji peta konsep dan materi. Peta konsep dan materi termasuk
tahapan pengumpulan data dalam scientific skill. Seharusnya tahapan scientific skill yang
runtut diawali dengan mengamati, menanya, baru dilanjutkan pengumpulan data. Tahapan
mengamati bisa diperoleh dari pengamatan (observasi) ke tempat proses pembuatan batik.
Oleh karena itu, kolom “Petunjuk Kerja Kunjungan Batik” yang sebelumnya berada di
halaman 21, dipindah di halaman 9.
2. Modul hendaknya ditambahkan ruang untuk mengerjakan uji kepahaman. Tampilan
modul sebelum dan sesudah revisi dapat dlihat pada gambar 4.1.
(a)
(b)
Gambar 4.1 (a) Tampilan uji kefahaman sebelum dikonsultasikan
ahli, (b) Tampilan uji kefahaman setelah revisi
44
3. Tampilan wawasan baru diperbesar. Tampilan modul sebelum dan sesudah revisi dapat
dlihat pada gambar 4.2.
(a) (b)
4. Setiap sub bab harus diorientasikan dengan etnosains. Tampilan modul sebelum dan
sesudah revisi dapat dlihat pada gambar 4.3.
(a)
45
(b)
Gambar 4.3 (a) Tampilan sub bab sebelum dikonsultasikan ahli, (b)
Tampilan sub bab setelah revisi
(a)
46
(b)
Gambar 4.4 (a) Tulisan modul berparadigma behaviorisme,
(b) Tulisan modul berparadigma konstruksivisme
47
Kenyataannya gambar 7 bukan reaksi kimia. Setelah direvisi, tulisan pada modul menjadi
“Apabila HCl dilarutkan dalam air, molekul HCl tersebut dapat terurai karena terlarut
dalam air yang juga bersifat polar sehingga membentuk ion-ion H+ dan Cl-. (gambar 14)”
Hasil analisis pada penilaian validator 4 mendapatkan presentasi 100% yang berdasarkan
tabel 3.1 dikategorikan sangat valid sehingga tidak perlu direvisi, namun validator 4 hanya
memberikan sedikit masukan yaitu aktivitas etnosains sebaiknya digabung dan membaur dengan
materi, artinya penerjemahan sains asli menjadi sains ilmiah tidak terpisah dengan materi.
Tampilan modul sebelum dan sesudah revisi dapat dilihat pada gambar 4.6
(a)
(b)
48
Gambar4.6 (a) Tampilan aktivitas etnosains sebelum dikonsultasikan kepada ahli
(b) Tampilan aktivitas etnosains setelah direvisi
Hasil uji kelayakan modul pembelajaran kimia tahap I untuk keseluruhan nilai pakar
sebesar 82.67%. Mengacu pada hasil presentase rata-rata nilai pakar dan tabel konversi yaitu
tabel 3.1 maka modul tersebut dinyatakan cukup valid, artinya dapat digunakan namun perlu
direvisi kecil. Setelah dilakukan validasi tahap I, dilanjutkan dengan validasi tahap II. Adapun
tabel hasil penilaian validator pada tahap II disajikan pada tabel 4.4
Tabel 4.4 Hasil uji validasi tahap II
Komponen V. 1 V. 2 V. 3 V. 4
No
KELAYAKAN ISI
1 Kesesuaian dengan KI, KD 5 5 4 5
2 Keakuratan materi 5 5 3 5
3 Kemutakhiran materi 5 5 4 5
5 Bahasa 3 4 5 5
49
Komponen V. 1 V. 2 V. 3 V. 4
No
6 Teknik Penyajian 5 5 2 5
7 Pendukun Penyajian 5 5 5 5
8 Penyajian Pembelajaran 4 5 3 5
ORIENTASI ETNOSAINS
9 Prinsip Etnosains 5 5 5 5
10 Komponen Etnosains 5 5 5 5
VALIDASI MEDIA
11 Kelayakan Kegrafikaan 5 3 3 5
12 Kualitas Tampilan 5 5 4 5
Jumlah 57 56 43 60
Presentase (%) 95 93.33 71.67 100
Sangat Sangat
Valid
Kriteria Sangat Valid Valid Valid
Keterangan : V. 1(Validator 1): Ahsanul Wildan, S.pd
V. 2 (Validator 2): Ratih Rizqi Nirwana, S. Si., M. Pd
V. 3(Validator 3): R. Arizal Firmansyah, S. Pd., M. Si
V. 4(Validator 4): Prof. Dr. Sudarmin, M. Si
Berdasarkan tabel 4.2 dan tabel 4.3, validasi tahap I untuk validator 2 mendapatkan
presentase 64%, sedangkan validasi tahap II mendapatkan presentase 93.33%. Hasil tersebut
menginformasikan terjadi peningkatan nilai oleh validator 2, yaitu sebesar 29.33%.. Untuk
validator 1 dan 4 pada validasi tahap I dikategorikan sangat valid, jadi tidak dilakukan revisi,
hanya pengubahan tata letak “aktivitas etnosains” yang didekatkan dengan materi. Sedangkan
pada validator 3, perolehan kriteria valid diperoleh setelah modul direvisi berdasarkan masukan
dari validator 3.Hasil rata-rata keseluruhan nilai pakar pada validasi tahap II sebesar 90% dan
dinyatakan sangat valid berdasarkan tabel 3.1 (kriteria kevalidan modul).
50
2. Uji Lapangan (Implementasi)
Pembelajaran pada kelompok kecil dilaksanakan dengan 5 kali pertemuan. Pertemuan
pertama kegiatannya adalah memperkenalkan modul kepada peserta didik dan kunjungan kerja
ke proses pembuatan batik. Pertemuan kedua diisi presentasi hasil kunjungan ke proses
pembuatan batik (aktivitas etnosains 1) dan penyampaian materi larutan serta larutan elektrolit
dan non-elektrolit. Pertemuan ketiga membahas aktivitas etnosains 2 dan 3 serta melanjutkan
materi. Pertemuan keempat yakni praktikum dari larutan yang digunakan dalam proses
pembuatan batik. Tujuan praktikum tersebut adalah untuk menyelidiki dan menyimpulkan sifat
larutan berdasarkan daya hantar listrik melalui larutan-larutan yang digunakan dalam proses
membatik. Alat praktikum meliputi gelas beker, baterai 6 volt, kabel listrik, lampu listrik, dan
elektroda karbon. Bahan praktikum diambilkan dari sampel larutan yang terdapat dalam proses
pembatikan, diantaranya adalah larutan Natrium Hidroksida dan larutan Natrium Nitrit (pewarna
batik), serta limbah batik yang belum dan sudah ditreatment. Peserta didik terlihat antusias
mengikuti praktikum larutan elektrolit dan non-elektrolit yang bahannya diambilkan dari hasil
pewarnaan batik. Pengujian daya hantar listrik pada limbah batik menghasilkan hasil lampu yang
tidak menyala. Keantusiasan peserta didik terlihat ketika mereka langsung terjun ke lapangan
untuk membuktikan apakah sebenarnya limbah batik menghasilkan nyala lampu atau tidak
dengan cara menguji daya hantar listrik limbah hasil pewarnaan batik. Selanjutnya pertemuan
kelima, peserta didik mengumpulkan laporan praktikum, membahas soal-soal “ayo berlatih”
yang terdapat dalam modul serta meminta tanggapan dari peserta didik kelas kecil.
Peserta didik memberikan tanggapan melalui angket yang dibagikan setelah selesai
pembelajaran menggunakan modul berorientasi etnosains. Hasil angket peserta didik kelas kecil
dapat dilihat pada tabel 4.5
Tabel 4.5 Hasil angket peserta didik kelas kecil
Jumlah
No Aspek % Kategori
indikator
51
3 Minat Modul 2 100 Sangat baik
Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa presentase kemandirian belajar dan keaktifan
belajar masih tergolong cukup (66.67%). Kedua aspek ini berbeda dengan aspek-aspek lainnya
yang mendapat kategori sangat baik. Hal itu disebabkan peserta didik merasa malas dalam
mengerjakan latihan soal. Aspek yang lain, seperti kemudahan dalam memahami modul, minat,
penyajian, dan penggunaan modul serta aspek etnosains yang dikategorikan sangat baik
berdasarkan tabel konversi 3.4. Jika dihitung secara keseluruhan, presentase tanggapan mencapai
90.91% dan dikategorikan sangat baik. Setelah mengisi angket, peserta didik diminta menuliskan
tanggapan terhadap modul secara tertulis. Tanggapan dan saran dari peserta didik tersebut
disajikan dalam tabel 4.6.
Tabel4.6 Komentar / Masukan / Pendapat/ Saran terhadap Modul
No Responden Komentar / Masukan / Pendapat/ Saran
2 UC – 2 1. Soal-soal yang terdapat dalam modul ini jelas dan mudah saya fahami.
2. Bahasa yang digunakan mudah difahami dan sederhana.
3. Saya bisa mendapatkan pengajaran tentang budaya batik pada modul ini
4. Terdapat gambar yang dapat menarik saya untuk membaca.
3 UC – 3 1. Modul ini sangat membantu saya dalam belajar, karena mudah untuk
difahami, tidak terlalu cepat dalam penyampaian materi dan tidak bertele-
tele
2. Modul ini jelas, lengkap, dan juga menarik karena disajikan dengan
gambar-gambar yang berwarna
3. Modul ini sangat lengkap dengan soal-soal sehingga membantu menambah
wawasan pengetahuan dan menjadi lebih giat mengerjakan.
4. Menjadi lebih memahami tentang sejarah batik Pekalongan, proses
pembuatan batik cap, serta memahami dampak positif dan negatif dari
pembatikan.
5. Modul sangat baik dan kreatif karena banyak terdapat kamut sebagai
motivasi belajar dan disediakan kunci jawaban yang membantu dalam
berlatih soal tanpa harus mencari jawaban yang pasti.
52
No Responden Komentar / Masukan / Pendapat/ Saran
4 UC – 4 1. Modul ini sudah bagus, mudah difahami, ragam warnanya, banyak contoh
yang terdapat di modulnya, namun bahasanya kurang baku
5 UC – 5 1. Modul ini menggunakan bahasa yang sangat sederhana sehingga mudah
difahami.
2. Akan lebih baik lagi jika modul ini disusun dengan penataan halaman yang
tepat.
3. Modul ini terkadang membuat bingung karena isinya berselang-seling
antara materi dan tabel etnosains
6 UC – 6 1. Modul ini sangat bagus, karena saya dapat memperoleh 2 pelajaran
sekaligus yakni belajar kimia dan budaya yang ada di Pekalongan.
2. Banyak contoh yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari
7 UC – 7 1.Modul ini sangat mudah difahami karena bahasanya sederhana dan tidak
terlalu rumit
2.Modul ini menjadikan saya memahami kimia dengan budaya batik.
3.Sebaiknya modul ini diperluas dengan adanya cerita-cerita yang
menyenangkan.
4.Modul ini sangat menyenangkan dan menambah wawasan baru
8 UC – 8 1. Bahasa yang digunakan pada modul ini mudah difahami.
2. Disertai gambar-gambar.
3. Banyak disertai soal-soal tapi saya tidak kiyeng mengerjakannya
9 UC – 9 1. Modul ini simple tetapi materinya mencakup banyak.
2. Materi diperjelas dengan gambar.
3. Setiap selesai 1 materi, terdapat soal latihan yang membantu daya ingat
UC - 1, salah satu peserta didik dari uji kelas kecil menyatakan dengan modul
berorientasi etnosains ini belajar kimia menjadi lebih mudah serta menurut UC - 6,modul ini
sangat bagus karenadapat memperoleh 2 pelajaran sekaligus yakni belajar kimia dan budaya
yang ada di Pekalongan.Namun terdapat sedikit masukan untuk menyusun modul dengan
penataan halaman yang tepat serta penggunaan bahasa yang lebih baku. Masukan tersebut
dijadikan untuk merevisi modul supaya menjadi lebih baik lagi.
Kemudian untuk menguji keterbacaan modul berorientasi etnosains, dilakukan penilaian
uji tes isian rumpang, Hasil uji tes isian rumpang pada modul ini dapat dilihat pada tabel 4.6.
53
Tabel 4.7 Hasil uji tes isian rumpang
54
(D)evelopment (pengembangan), (I)mplementation (pelaksanaan) dan (E)valuation (penilaian).
Berdasarkan hasil analisis pada studi pendahuluan, diperlukan modul berorientasi etnosains.
Budaya yang diangkat adalah batik Pekalongan. Sekolah yang berada di wilayah Pekalongan
perlu menerapkan pembelajaran berorientasi etnosains dengan mengangkat budaya khas tempat
peserta didik berada. Hal itu bertujuan untuk memahami dan melestarikan tentang budaya di
wilayah Pekalongan, khususnya batik yang telah menjadi sumber penghidupan penting bagi
warganya.68 Materi yang dipilih adalah larutan elektrolit dan non-elektrolit karena mengingat
jumlah peserta didik yang tuntas di M.A Salafiyah Simbang Kulon yang menjadi objek
penelitian hanya34%.Alasan lain yang menjadi pertimbangan dalam penentuan materi dalam
modul yaitu konteks budaya lokal yang diangkat. Budaya yang diangkat dalam penelitian ini
adalah batik, maka materi yang paling sesuai adalah larutan elektrolit dan non-elektrolit. Proses
pewarnaan batik erat kaitannya dengan larutan.Hal itu juga sesuai dengan prinsip pendidikan
sains dalam konteks budaya lokal, yaitu :
1. Budaya batik erat kaitannya dengan materi larutan elektrolit dan non-elektrolit, karena di
dalamnya terdapat proses pewarnaan yang menggunakan larutan yang berasal dari senyawa
kimia, seperti larutan NaOH dan NaNO2. Larutan tersebut bisa diuji coba daya hantarnya
apakah termasuk larutan elektrolit ataukah non-elektrolit.
2. Sains asli masyarakat yang dimaksud dalam hal ini adalah pengetahuan asli masyarakat
tentang proses pembuatan batik yang pola pengembangannya diturunkan secara terus
menerus antar generasi. Pengetahuan tentang batik ini bermanfaat bagi pelajar, khusunya di
daerah Pekalongan supaya kelestarian batik tetap terus terjaga.
3. Metodologi yang mendukung pembuatan modul berorientasi etnosains ini adalah penelitian
etnosains dengan mewawancarai 6 responden pengusaha batik sebelum diuji cobakan ke
peserta didik. Setelah wawancara, dilanjutkan dengan penerjemahan sains asli masyarakat
menjadi sains ilmiah yang diperoleh melalui text book tentang batik yang berhubungan
dengan kimia, serta melalui sumber dari internet.
Langkah selanjutnya setelah dilakukan analisis dan penelitian etnosains adalah desain modul
yang divalidasi oleh 4 validator. Hasil uji terhadap rancangan awal modul pembelajaran kimia
yang terdapat dalam tabel 4.3 mendapatkan masukan dan saran dari tim validator meliputi :
68
Ani Bambang Yudhoyono, Batikku... hlm. 43
55
1. Tulisan modul masih berparadigma behaviorisme (tidak menstimulasi peserta didik untuk
membangun konsep).
2. Masih dijumpai salah konsep.
3. Kurang runtut dengan indikator pada silabus.
4. Urutan penyajian modul harus disesuaikan dengan scientific skill.
5. Setiap sub bab harus diorientasikan dengan etnosains.
6. Supaya ditambahkan ruang untuk mengerjakan uji kepahaman
7. Aktivitas etnosains sebaiknya digabung dan membaur dengan materi, artinya penerjemahan
sains asli menjadi sains ilmiah tidak terpisah dengan materi.
Adanya masukan dan saran dari tim validasi ahli dilakukan perbaikan dan penyempurnaan
pada modul pembelajaran kimia ini. Adapun grafik penilaian tim validator tahap 1 dan 2
disajikan pada gambar 4.7
95,00% 100%
93,33%
100,00%
80,00% 71,67%
64,00%
Presentase
60,00%
40,00%
Validasi
20,00% tahap I
0,00% Validasi
tahap II
Validator
Berdasarkan gambar 4.7, angka presentase pada validator 1, 3 dan 4 (validasi tahap I dan
II) tidak terjadi peningkatan, karena penilaian hanya dilakukan satu kali setelah modul
berorientasi etnosains mendapat masukan dari validator. Sedangkan pada validator 2, dilakukan
penilaian 2 kali, validasi tahap I mendapatkan presentase64%, dan validasi tahap II
mendapatkan presentase 93.33%. Masukan dari validator 2 berupa pengubahan tata letak
glosarium yang sebelumnya di tengah menjadi di bagian belakang. Berdasarkan validasi tahap
II modul dalam penelitian ini layak untuk diiuji cobakan pada pengguna yang sebenarnya, yaitu
56
peserta didik kelas X kelas kecil. Sembilan peserta didik dalam uji kelas kecil diajak observasi
ke proses pembuatan batik dengan pedoman wawancara yang terdapat dalam modul, serta
dilakukan pembelajaran menggunakan modul.Hari terakhir pembelajaran, peserta didik diminta
untuk menyampaikan tanggapan. Presentase hasil tanggapan disajikan pada gambar 4.8.
Etnosains
Kemudahan dalam
Penyajian Modul
Kemandirian Belajar
Minat Modul
Penggunaan Modul
Keaktifan Belajar
memahami
1 2 3 4 5 6 7
Aspek Penilaian
Dari hasil tanggapan yang berupa grafik gambar 4.8, maka didapatkan bahwa presentase
tanggapan peserta didik terhadap modul berorientasi etnosains adalah sebagai berikut : aspek
kemudahan dalam memahami sebesar 94.44%, kemandirian dan keaktifan belajar sebesar
66.67%. Hal itu dikarenakan minat modul, menyajikan modul, dan penggunaan modul
mendapatkan presentase sebesar 100%, serta presentase etnosains sebesar 93.83%. Presentase
terkecil dari tanggapan tersebut adalah aspek kemandirian dan keaktifan belajar. Oleh karena itu
perlu ditambah soal-soal penugasan yang sifatnya tidak membosankan, misalnya soal Teka Teki
Silang supaya peserta didik tertarik untuk belajar modul secara mandiri tanpa bantuan orang lain.
57
1. Cover Modul dan Halaman Sampul
Hasil desain cover modul dapat dilihat pada gambar 4.9
3.Salam Etnosains
Salam etnosains merupakan kata pengantar dari penulis. Dinamakan etnosains karena
setiap awal pembelajaran menggunakan modul diawali dengan salam etnosains, yaitu seorang
59
guru mengucapkan kata “Salam
Etnosains...!!!”, kemudian peserta didik
mengucapkan kata “Kenali Batikku
dengan Kimia”. Hasil tampilan salam
etnosains dapat dilihat pada gambar 4.11
60
Gambar 4.12 Tampilan kolom sejarah batik Pekalongan
6. Tampilan Materi
Gambar 4.13 Tampilan petunjuk kerja kunjungan batik
61
Penyajian materi dapat dilihat pada lampiran 26. Penyajian materi pada modul ini tidak
disajikan secara langsung, melainkan peserta didik dibiarkan membangun sendiri konsep
materi. Penyajiannya disusun secara induktif, artinya pokok materi diletakkan pada bagian
akhir atau peserta didik disuruh menyimpulkan konsep materi yang diberikan.
7. Tampilan Pendukung
62
(e) Kolom aktivitas etnosains (f) Kolom teka-teki kimia etnosains
8. Tes Sumatif
63
Tes Sumatif pada modul ini diberi judul “ayo berlatih”. Beberapa soal-soal yang
terdapat dalam “ayo berlatih” dikaitkan dengan budaya batik. Kisi-kisi soal yang terdapat
dalam modul dapat dilihat pada lampiran 21. Di akhir modul juga dilengkapi dengan kunci
jawaban supaya peserta didik dapat belajar secara mandiri tanpa bantuan dari orang lain.
Kunci jawaban uji kepahaman tidak disertakan, karena jawaban sudah terdapat dalam
modul. Kunci jawaban uji kepahaman bisa dilihat pada lampiran 22.
Modul pembelajaran kimia ini disajikan dengan full colour sehingga merangsang peserta
didik tertarik untuk belajar. Selain itu, terdapat kunjungan dan observasi ke proses pembuatan
batik. Hal itu menjadikan pembelajaran semakin bermakna, karena peserta didik terjun langsung
dan belajar kimia dalam pembuatan batik. Kolom sejarah batik Pekalongan, ajakan untuk
melestarikan budaya batik juga mewarnai modul pembelajaran etnosains. Dalam penyajian
materi, peserta didik diajak untuk membangun konsep sehingga materi akan terekam lebih lama
dalam otak.
Diantara kelebihan-kelebihan yang telah disebutkan di atas, modul berorientasi etnosains
juga mempunyai kekurangan, yaitu implementasi pengembangan ini hanya sampai pada
kelompok kelas kecil, tidak dilanjutkan sampai kelompok kelas besar. Pengguna modul masih
dikhususkan pelajar yang ada di Pekalongan. Selain itu, budaya yang diangkat hanya fokus pada
batik (tidak mengangkat etno/ budaya yang lain).
64
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Komposisi modul pembelajaran kimia berorientasi etnosains pada materi larutan
elektrolit dan non-elektrolit meliputi :
a. Cover Modul dan Halaman Sampul.
b. Kata Pengantar
c. Salam Etnosains
d. Sejarah Batik Pekalongan
e. Petunjuk Kerja Kunjungan Batik
f. Tampilan Materi
g. Tampilan Pendukung yang terdiri atas kolom renungan, motivasi, wawasan baru,
berpikir kritis, aktivitas etnosains, dan kolom teka-teki kimia etnosains.
h. Tes Sumatif.
2. Kualitas modul pembelajaran berorientasi etnosains pada materi larutan elektrolit dan
non-elektrolit dilihat berdasarkan uji kelayakan oleh ahli/pakar, uji keterbacaan, dan
respon peserta didik terhadap modul. Setelah melalui uji kelayakan tahap I dan tahap II
diperoleh nilai pakar sebesar 90%. Hasil tersebut dinyatakan sangat valid. Hasil uji
keterbacaan teks adalah 100% yang menunjukkan modul tersebut tidak perlu direvisi
dalam hal pengemasan materinya. Presentase respon peserta didik sebagai pengguna
modul sebesar 90.91% . Presentase respon peserta didik tersebut dikategorikan sangat
baik. Berdasarkan hasil uji kualitas modul etnosains, maka modul ini dinyatakan layak
sebagai sarana belajar mandiri dan bisa dilanjutkan ke tahap implementasi kelas besar.
B. Saran
Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan modul sebagai sarana belajar
mandiri.Sehubungan dengan pengembangan modul, maka perlu dilakukan tindak lanjut
untuk memperoleh modul pembelajaran kimia berorientasi etnosains yang lebih baik dan
berkualitas. Oleh karena itu, penulis menyarankan :
1. Modul ini bisa diterapkan di sekolah (di kelas besar), karena telah dinilai kualitasnya
oleh tim pakar.
65
2. Pengembangan materi kimia lainnya yang dibuat modul berorientasi etnosains perlu
dilakukan, untuk menambah khazanah penelitian.
3. Pengembangan budaya etnosains perlu diperluas (tidak hanya budaya batik) dan
ditingkatkan (tidak hanya di daerah Pekalongan) supaya bisa diterapkan di seluruh
Indonesia dan semua keragaman budaya di Indonesia bisa dikembangkan sebagai
sumber belajar.
4. Perancangan desain modul perlu ditingkatkan, terutama dalam hal kemandirian
modul. Misalnya dengan ditambah soal-soal penugasan yang sifatnya tidak
membosankan, seperti soal Teka Teki Silang, supaya peserta didik tertarik untuk
belajar modul secara mandiri tanpa bantuan orang lain.
66
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mohammad, Memahami Riset Perilaku dan Sosial, Bandung; Pustaka cendekia, 2011.
Al-Maragi, Ahmad Mustafa, Terjemah Tafsir al-Maraghi Juz XX3, Semarang : Karya Toha
Putra, 1993.
Arlitasari, Oni, dkk, “Pengembangan Bahan Ajar IPA Terpadu Berbasis Saling Temas dengan
Tema Biomassa Sumber Energi Alternatif Terbarukan”, Jurnal Pendidikan Fisika, (Vol.1
No.1, April/2013).
Battiste, Marie, “Indigenous Knowledge: Foundations for First Nations”, WINHEC, Canada :
University of Saskatchewan, Saskatoon, SK Canada, 2005.
Brady, James E , Kimia Universitas dan Struktur Jilid 1, Jakarta : Bina Rupa Aksara, 1999.
Branch, Robert Maribe, Instructional Design : The ADDIE Approach, London : Springer
Science, 2009.
Chang, Raymond, Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Edisi Ketiga Jilid I , Jakarta : Erlangga,
2005.
Daryanto, Menyusun Modul Bahan Ajar untuk Persiapan Guru dalam Mengajar, Yogyakarta :
Gava Media, 2013.
European Union (EU-Switch Asia Programme), Pedoman Penanganan Zat-Zat Kimia Tindakan
Pencegahan dan Pertolongan Pertama, Clean Batik Initiative, t.t.
Hanafiah, Nanang dan Cucu Suhana, Konsep Strategi Pembelajaran Bandung : PT Refika
Aditama, 2012.
Hein, Morris, dan Susan Arena, Introduction to Chemistry,Hoboken : Wiley Publishers, 2011.
Olugemiro J. Jegede, “Influence of Socio-Cultural Factors on Secondary School Students'
Attitude Towards Science”, Research in Science Education, (Vol. 19, Issue 1/ Desember,
1989)
Kurniasih, Imas dan Beny Sani, Panduan Membuat Bahan Ajar (Buku Teks Pelajaran) Sesuai
dengan Kurikulum 2013, Surabaya : Kota Pena, 2014.
Majid, Abdul & Chaerul Rochman, Pendekatan Ilmiah dalam Implementasi Kurikulum 2013,
Bandung : PT Remaja Rosdakara, 2014.
Molenda, Michael, “In Search of The Elosive ADDIE Model”, Performance Improvement, May/
June, Indiana University, 2003.
Muhidin, Sambas Ali dan Maman Abdurrahman, Analisis Korelasi, Regresi, dan Jalur dalam
Penelitian,Bandung: Pustaka Setia, 2007.
Mulyasa, E., Kurikulum Berbasis Kompetensi Kosep, Krakteristik, Implementasi, dan Inovasi,
Bandung : Rosdakarya, 2008.
Narbuko, Cholid dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, Jakarta : PT Bumi Aksara, 2001.
Nata, Abuddin, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan (Tafsir Al-Ayat Al-Tarbawiy, Jakarta : Rajawali
Pers, 2014.
Petrucci, dkk, Kimia Dasar Prinsip-Prinsip dan Aplikasi Modern,Jakarta : Erlangga, 2008.
Prasetiyo, Anindita, Batik Karya Agung Warisan Budaya Dunia, Jakarta : Putra Pustaka, 2010.
Rahayu, Wiwin Eka dan Sudarmin, “Pengembangan Modul IPA Terpadu Berorientasi Etnosains
Tema Energi dalam Kehidupan untuk Menanamkan Jiwa Konservasi Peserta didik” Unnes
Science Educational Journal , (Vol. IV, No.2, Juli/2015)
Riyanto, Pekalongan Membatik Dunia, Pekalongan : Bagian Humas dan Protokol Pemerintah
Kota Pekalongan, t.t.
Sanjaya, Wina, Kajian Kurikulum dan Pembelajaran, Bandung : Sekolah Pascasarjana
Universitas Pendidikan Indonesia, 2007.
Shihab, M. Qurais, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Quran, Jakarta : Lentera
Hati, 2002.
Sudarmin, “Pendidikan Karakter, Etnosains dan Kearifan Lokal (Konsep dan Penerapannya
dalam Penelitian dan Pembelajaran Sains)”, Semarang : Fakultas MIPA Universitas
Negeri Semarang, 2015.
Sudarto, Makna Hakiki Aneka Motif Batik di Yogyakarta, Semarang : DIPA IAIN Walisongo
Semarang, 2012.
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung
: Alfabeta , 2011.
Sujarwa, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Manusia dan Fenomena Sosial Budaya, Yogyakarta :
Pustaka Pelajar, 2010.
Syarofah, Binti, “Perbandingan Tingkat Keterbacaan BSE dan Non BSE Bahasa Indonesia
Untuk Kelas X SMA Negeri Di Kota Yogyakarta”, Skripsi, Yogyakarta : Universitas
Negeri Yogyakarta, 2012.
Thobroni, Muhammad & Arif Mustofa, Belajar dan Pembelajaran Pengembangan Wacana dan
Praktik Pembelajaran dalam Pembangunan Nasional, Yogyakarta : Ar-Ruz Media, 2011.
.
LAMPIRAN 1
LAMPIRAN 2
KISI-KISI WAWANCARA DENGAN GURU
Untuk Mengetahui Studi Proses Pembelajaran dan Hasil Belajar Kimia M.A.
1. Mengetahui sumber belajar sebagai analisis 1. Sumber belajar apa saja yang Bapak/Ibu
kebutuhan modul. gunakan dalam kelas?
Jawab :
2. Mengetahui ketersediaan sumber belajar yang 2. Bagaimana ketersediaan sumber belajar yang
digunakan di sekolah untuk mengetahui digunakan di sekolah yang mendukung
perlunya pengembangan modul. pembelajaran kimia?
3. Mengetahui ketersediaan sumber belajar yang 3. Apakah sudah sesuai dengan proporsi jumlah
digunakan di sekolah untuk mengetahui peserta didik di sekolah Bapak/Ibu?
perlunya pengembangan modul.
4. Mengetahui kualitas kontens sumber belajar 4. Menurut Bapak/Ibu, apakah sumber belajar
yang digunakan. yang digunakan sudah mampu memberikan
wawasan dan pembelajaran bermakna kepada
peserta didik?
5. Meminta tanggapan guru, kriteria sumber 5. Menurut Bapak/Ibu, bagaimana kriteria sumber
belajar yang baik. belajar yang baik?
6. Menanyakan eksistensi bahan ajar atau media 6. Apakah Bapak/Ibu membuat bahan ajar atau
belajar sebagai analisis kebutuhan modul. media belajar sendiri ?
7. Mengetahui nilai peserta didik sebelum 7. Apakah semua nilai peserta didik sudah tuntas?
dikembangkan modul.
8. Mengetahui metode pembelajaran di kelas 8. Metode pembelajaran Kimia yang paling sering
untuk mengidentifikasi metode yang tepat Bapak/Ibu gunakan di kelas?
untuk menerapkan modul.
9. Menanyakan ketepatan modul berbasis 9. Apakah bapak/ibu pernah mengajar dengan
etnosains yang sesuai dengan pembelajaran pembelajaran kontekstual?
kontekstual.
LAMPIRAN 3
Untuk Mengetahui Studi Proses Pembelajaran dan Hasil Belajar Kimia M.A Salafiyah Simbang Kulon
Pekalongan
Pertanyaan Jawaban
1. Sumber belajar apa saja yang Bapak/Ibu gunakan dalam Buku Teks Pelajaran :
kelas? LKS
Bahan ajar/Modul
(jawaban boleh lebih dari satu)
Jawab :
4. Menurut Bapak/Ibu, apakah sumber belajar yang digunakan 4.Kurang, jumlah buku kurang,buku
sudah mampu memberikan wawasan dan pembelajaran sudah terlalu kuno,buku yang bagus
bermakna kepada peserta didik? jumlahnya sedikit.
5. Menurut Bapak/Ibu, bagaimana kriteria sumber belajar 5.Buku sistematis,alat bahan praktek
yang baik? lengkap, dikaitkan sehari-hari.
sendiri ?
7. Apakah semua nilai peserta didik sudah tuntas? 7.sebanyak 25% tuntas tanpa remidi
(KKM= 66)
9. Apakah bapak/ibu pernah mengajar dengan pembelajaran 9.tidak terlalu, yang penting bagaimana
kontekstual? cara siswa paham konsep
LAMPIRAN 4
Hasil Wawancara dengan Guru untuk Mengetahui Studi Proses Pembelajaran dan Hasil Belajar Kimia
M.A K.H. Syafii Buaran Pekalongan
1. Sumber belajar apa saja yang Bapak/Ibu gunakan Buku Teks Pelajaran :
dalam kelas? LKS
Alat bahan praktek
(jawaban boleh lebih dari satu)
Jawab :
4. Menurut Bapak/Ibu, apakah sumber belajar yang 4. Harapan iya, pelaksanaan tergantung
digunakan sudah mampu memberikan wawasan dan kondisi dan tergantung input
pembelajaran bermakna kepada peserta didik?
7. Apakah semua nilai peserta didik sudah tuntas? 7. Tuntas, tetapi dengan remidi, yang remidi
Pertanyaan Jawaban
8. Metode pembelajaran Kimia yang paling sering 8. Ceramah, Diskusi, dan demonstrasi
Bapak/Ibu gunakan di kelas.
2. Mengetahui referensi yang dibuat 2. Apa buku pegangan yang dibuat referensi untuk
pegangan pada saat pembelajaran. pembelajaran?
5. Mengetahui cara belajar peserta didik 5. Apakah Anda mengikuti les /privat kimia ?
dengan mandiri atau bimbingan
tutor/guru.
6. Menganalisis kriteria bahan ajar yang 6. Bagaimana kriteria bahan ajar yang menarik
menarik untuk dipelajari. untuk dipelajari?
1. Mengetahui pengetahuan peserta didik akan 1. Sebagai pelajar yang hidup di lingkungan dunia
sisi ilmiah pembuatan batik perbatikan, Apakah Anda tahu sisi ilmiah dari
pembuatan batik?
2. Mengetahui pengetahuan peserta didik pada 2. Apakah anda tahu proses pembuatan batik dari
proses pembuatan batik awal sampai akhir?
3. Mengetahui materi kimia yang ada di dalam 3. Apakah Anda tahu bahwa di dalam proses
proses pembuatan batik pembuatan batik ada materi kimia nya?
LAMPIRAN 6
HASIL ANGKET TERBUKA PESERTA DIDIK M.A. SALAFIYAH SIMBANG-KULON
INDIKATOR
NO DAN PERTANYAAN JAWABAN PRESENTASE
TUJUAN
Kimia 8.32 %
Selain pelajaran
kimia
Mengetahui (Matematika,
Pelajaran apa yang Fisika, Agama,
1 pelajaran yang
Anda sukai ? PKn, Bahasa
disukai 91.68 %
Arab, Biologi,
Mulok (Faroidl,
Balaghoh,Alfiyah,
Bahasa Inggris,
Seni budaya)
Mengetahui
Buku Paket 96.55%
referensi yang Apa buku pegangan
2 dibuat pegangan yang dibuat referensi
pada saat untuk pembelajaran?
Tidak ada buku 3.45%
pembelajaran
1
Hasil angket analisis karakteristik peserta didik 24 Oktober 2015
INDIKATOR
NO DAN PERTANYAAN JAWABAN PRESENTASE
TUJUAN
Pembelajaran apa Ceramah 70.40%
Mengetahui yang diterapkan oleh
5 pembelajaran yang guru ketika
diterapkan guru pembelajaran? Diskusi 40.64%
Ceramah /Diskusi ?
Mengetahui cara
belajar peserta Ya 2.04%
Apakah Anda
didik dengan
6 mengikuti les / privat
mandiri atau
kimia ?
bimbingan Tidak 97.96%
tutor/guru
Agama 27.03 %
Olahraga 16.22 %
Biologi 10.81 %
Mulok (Faroidl,
Balaghoh,Alfiy 16.22 %
ah)
INDIKATO PERTANYAA PRESENTAS
NO R DAN JAWABAN
N E
TUJUAN
Bahasa Inggris 8.11 %
Bahasa
2.70 %
Indonesia
(HASIL PENYEBARAN ANGKET PELAJAR M.A. SALAFIYAH SIMBANG KULON DAN M.A.
K.H. SYAFII PEKALONGAN)
7. Mengetahui lamanya menjadi pengusaha batik 1. Sejak kapan bapak menjadi pengusaha batik?
9. Mengidentifikasi etnosains pada materi tata 3. Dalam pewarnaan, bapak menggunakan warna
nama senyawa dan persamaan reaksi jenis apa ?
10. Mengidentifikasi kesadaran masyarakat akan 4. Apakah bapak tahu bahaya dari zat warna
bahaya zat warna panda pembuatan batik tersebut?
4. Mengetahui proses pewarnaan batik 5. Mengapa batik yang ada bisa berwarna warni?
6. Apa yang menyebabkan warna merah dalam batik?
Kisi-kisi dan Tujuan Pertanyaan
5. Mengetahui bahaya limbah 12. Setelah tahap pewarnaan, air yang tersisa dibuang
kemana?
13. Bagaimana menurut ibu/bapak tentang limbah
batik?
14. Batik yang baru saja dikenai warna mengapa
berbau? Bau tersebut disebabkan apa?
LAMPIRAN 9
RESPONDEN 1
Nama : M.Burhanuddin
3. Dalam pewarnaan, bapak menggunakan warna jenis apa ? Prosion, Naftol, Base
RESPONDEN 2
Nama : H. Abbas
5. Mengidentifikasi kesadaran masyarakat akan bahaya zat warna Karyawan H.Abbas tahu bahaya zat
panda pembuatan batik kimia dalam pewarnaan batik, tetapi
tidak tahu penyebab nya secara
ilmiah, itu termasuk percampuran
apa dengan apa
Artinya :
Peneliti: Pak, niki lia pak nderek wawancara kaleh bapak ngge skripsi (sambil menyerahkan surat riset)
Pak, ini lia mau ikut wawancara sama bapak untuk skripsi
Responden : Oh..nggih monggo. Oh..ya silakan.
Peneliti Jawaban Responden
Nama batik e nopo pak? Batik e wong ndamel biasanan yo mboten wonten
namane. (batiknya buat biasa ya ndak ada
( Nama batiknya apa pak?) namanya)
Nek usiane pinten pak? (kalau usianya berapa Kulo nopo? Yo sekitare 51. (Saya? Ya sekitarnya
pak?) 51)
Niki pertanyaan pertama, menurut pak Sulazim Batik iku seni, kesenian, seni budaya po..
batik niku npo?( ini pertanyaan pertama, menurut
pak Sulazim batik itu apa?)
Bahan-bahan yang digunakan untuk membatik ? Katun, Rayon (Santung), Dobbie , Katun prima
primis, canting tembaga (untuk batik cap).
Terus nek pun dicairke pripun pak? Enten nganune, kadut, kadut/serak, opo si arane..?
Peneliti Jawaban Responden
Selanjutnya setelah dicairke gimana pak? yo nek serak ki bahasane kene..oh yo arane serak
ngge menyerap lilin, biar apa yang ditujukan ki
men metu sing sak asline.., celupke wajan terus
ditempelke, ngko kan dedine nyetak.
Tahap tahap membatik? Setelah dicap nopo pak? Setelah dicap diwarnai
(nopo = apa)
Mriki nek modifikasi warna pripun? Mangke biasane dasare warna sing terang, ngko
nek wis 2x dicetak lagi, ditutup.
(Sini kalau modifikasi warna gimana?)
Nggih 2 kali..sing 2 kali..nek sing ping setunggal yo
Berarti ngecap e 2 kali pak? (ngecap = membuat dicap langsung diwarnai selesai. (nanti biasanya
batik cap) dasarnya warna terang, nanti kalu sudah 2 kali
dicetak lagi, ditutup.
Tapi biasane nek ngecap sing pertama ki coklat Enten sing didasare coklat, nek sing didasari coklat
pak? mangke dicabut warnane, berarti benten-benten,
Mangke dianu warnane maleh sing diinginkan nggih wonten sing merah, merah muda, ngko
nopo?(nanti dilakukan warnanya lagi yang dicabut pake sulfit atau kaporit. Sulfit kan lebih
diinginkan ya? ) cepat tapi cepet rusak,mudah sobek. nek sulfit kan
semalam gak papa, tapi cuman gak cepet..
Terus carane mewarnai niku pake sintetis nopo O…pake sintetis..nek biasane warnane pake kostik,
alami pak? (cara mewarnai pake sintetis apa alami awale..(iku sing 2 warna)..terus sing keduane pake
Peneliti Jawaban Responden
Niku ki bentuke bubuk nggih pak? Nggih..kostik bubuk, air keras cair.
(bentuknya bubuk pak?) Air keras campurke sulfit, Delehke nang ember,
kasih obat + nitrit, terus dikasih air, terus
dilarutke nek wis dikasih air keras.
Terus nek semisal warna sing primer-primer tok, Biasane pake warna prosion , prosion ki biasane
nek pingin warna sing modifikasi carane pripun campurane soda kue .(campurane = campurannya).
pak? (selanjutnya kalau warna primer, ingin Soda kue ki biasane cok nang nggon makanan kae
dimodifikasi caranya gimana pak?) si oow..niku ngge penguat, tapi harus diinepkan
satu malam,(Soda kue itu biasanya kadang di
makanan itu ya..itu buat penguat, tapi harus
diinapkan 1 malam)
Nggih. (Ya)
Biasane nek menakar zat warna antara kostik Nganggo tutup drigen, sak sloge.
ngagem nopo? (biasanya kalau menakar zat warna
kostik pake apa?) Memakai tutup drigen, satu “sloge”
Biasane katah bahan kimia? Niku ngagem Nganggo pelindung sarung tangan,
pelindeng mboten? (biasanya banyak bahan kimia?
Itu make pelindung gak?) (nganggo = memakai)
Tapi asline tau bahaya ne ndak pak? (tapi aslinya Yo tau aa.. (ya tau..)
tau bahayanya ndak pak?)
Sing paling keras ki air keras..air keras ki begitu
Oo. Nek air keras bahaya? candak langsung koyo kerbakar, tapi air keras poo
ono werno loro..sing air keras jos ki kadare luwih
tinggi. Dadi sing air keras biasa kenang kulit ra
kaiki..tapi nek sing tinggi koyo kebakar langsung,
,makane wong nek kenang air keras yo langsung ,
koyo kebakar. .mung tapi nek pun dilarutke ten
obat kan kadare pun rendah. Neng tangan mboten
Terus setelah pewarnaa, air sing tersisa dibuang yo dibuang ke saluran air.
kemana pak? (sing = yang)
Limbah sing ten sungai menurut pak Sulazim nek batik ki rodo ra berbahaya..cuman kan
berbahaya mboten pak?(limbah yang di sungai pewarna tetep..sing berbahaya ki bongsone jins,
menurut pak Sulazim, berbahaya ndak pak?) kadare ki keras..(kalau batik agak tidak berbahaya,
tapi kalau pewarna ya tetep, yang berbahaya itu
sebangsa jins, kadarnya keras)
TRANSKRIP WAWANCARA
Mengetahui Pengetahuan Membatik dan Sains Ilmiah yang Terdapat dalam Batik pada Peserta Didik di
MA Salafiyah Simbang Kulon
(14 Desember 2015)
Dek, permisi..saya mbak lia dari UIN Walisongo, mau nanya ni dek..
Peneliti Jawaban Responden
( 13 Desember 2015)
Pertanyaan Jawaban
Apa bahan-bahan yang digunakan untuk membuat Katun, Rayon (Santung), Dobbie, Katun prima
batik? primis, canting tembaga (untuk batik cap).
Bagaimana penggunaan lilin (malam) yang akan Penggunaan lilin: dipanaskan biar cair pake ender
digunakan untuk membatik? (wajan) terbuat dari tembaga, pake seak
(menyerap lilin) biar keluar sesuai yang
diinginkan, terus ditempelke.
Bagaimana tahap-tahap membatik dari awal sampai Dicap, diwarnai, dikerek, dicelup
akhir?
Mengapa batik yang ada bisa berwarna warni? Dasar warna terang 2x,
Apa yang menyebabkan warna merah dalam batik? Mengerok dengan sulfit (H2SO3 (cepat rusak,
mudah sobek), kaporit (awet, tapi lama)
Untuk menjadi batik dengan warna sesuai yang
diinginkan, bagaimana caranya? Menggunakan 2 warna. Sintetis (kostik (NaOH), air
keras, nitrit) air keras dicampur sulfit
Bagimana cara menakar zat warna?
Ember obat nitrat air panas dilarutke
Apakah menggunakan hitungan?
Prosion, sodakue (penguat), MS dinepke 1 malam.
Apa warna yang ibu/bapak gunakan?
Nakar pake drigen
Bapak memakai pewarnaan alam dan sintetis?apa
bedanya? Air keras murni lebih pekat.
Setelah tahap pewarnaan, air yang tersisa dibuang Air sisa di andongan, biar ke sungai
Pertanyaan Jawaban
Bagaimana menurut ibu/bapak tentang limbah Batik tidak berbahaya, yang berbahaya limbah dari
batik? kain jins
Pertanyaan Jawaban
5. dikeringkan
6. dibatik wedok
10. dijemur
Mengapa batik yang ada bisa berwarna warni? Kamu pengennya warna apa dulu?
Apa yang menyebabkan warna merah dalam batik? Ada warna ijo, kuning, coklat, orange itu
membutuhkan komposisi yang berbeda-beda.
Untuk menjadi batik dengan warna sesuai yang
diinginkan, bagaimana caranya? Warna muda (noman) 1 OL kustik sisik
(membentuk warna muda), garem (diazo) untuk
Bagimana cara menakar zat warna? menjadi berwarna. Campurannya RC + air keras +
Apakah menggunakan hitungan? Nitrit supaya menjadi berwarna.
Apa warna yang ibu/bapak gunakan? Caranya noman dijur berapa dan mau
menggunakan kadar berapa? Misalnya ½ ons
Bapak memakai pewarnaan alam dan sintetis?apa untuk berapa potong, ada yang ½ ons
bedanya? disamaratakan, ada yang berbeda-beda kadarnya.
Setelah tahap pewarnaan, air yang tersisa dibuang Air yang tersisa dibuang ke selokan, kan
kemana? selokannya dalem, jadi nanti mendek, kalau udah
mendek gak bahaya. Yang terbuang ke sungai itu
Bagaimana menurut ibu/bapak tentang limbah air biasa.
batik?
Limbah batik itu tidak bahaya, yang bahaya limbah
Batik yang baru saja dikenai warna mengapa kain jins
berbau? Bau tersebut disebabkan apa?
NaOH : pH 9
Air + tepol : 10
HASIL OBSERVASI KE PEMBUATAN BATIK
Pertanyaan Jawaban
Bagaimana tahap-tahap membatik dari awal sampai 1. Menyiapkan klise yang sudah ada pola nya.
akhir?
Kalau batik itu membutuhkan 3 warna, maka
ada 3 klise. Klise pertama, kembang kuning
misalnya, klise ke 2 hijau, nanti klise ketiga
memakai minyak tanah atau kauprin dicampur
soda. Tujuannya pake minyak supaya masih
utuh, karena kalau pake obat saja, antara satu
dan obat lainnya nanti nyampur dan rusak
warnanya.
2. dibatik printing
3. dikeringkan di atas
Mengapa batik yang ada bisa berwarna warni? Caranya obat batik manotek dijur pake air dan
dicampur soda kue.
Apa yang menyebabkan warna merah dalam batik?
Sablon itu ada macem-macem,ada sablon base, ada
Untuk menjadi batik dengan warna sesuai yang sablon frosyien. Sablon base itu dengan campuran
diinginkan, bagaimana caranya? soda kustik. Yang warnanya muda-muda itu pake
Bagimana cara menakar zat warna? nya sol. Kalau yang base ada kustik + air keras.
Untuk dengan campuran air keras pake air panas
nanti langsung jadi. Kalau gak pake air keras
Pertanyaan Jawaban
Setelah tahap pewarnaan, air yang tersisa dibuang Sablon sedikit limbah. Aslinya limbahnya
kemana? berbahaya. Tapi kalau tidak dibuang ke sungai
berarti artinya pekerjaan batik sepi, kalau sepi nanti
Bagaimana menurut ibu/bapak tentang limbah jadinya pengangguran.
batik?
Air limbah pH 8
Pertanyaan Jawaban
Menurut ibu/bapak, apakah batik itu? Seni kerajinan manusia yang dituangkan di kain
untuk membentuk motif-motif tertentu
Apa bahan-bahan yang digunakan untuk membuat Lilin (malam), obat batik, canting
batik?
Mengapa batik yang ada bisa berwarna warni? Obat merah 3 B/ 8B (obat procion) untuk base.
Apa yang menyebabkan warna merah dalam batik? BS + kostik (noman), MBC + Nitrit (garem).
Untuk menjadi batik dengan warna sesuai yang procion biru B2R
diinginkan, bagaimana caranya?
Base naftol AS, base pembangkit warna BRBC
Bagimana cara menakar zat warna?
Ditimbang dengan presentase (feeling sendiri2).
Apakah menggunakan hitungan?
Perbedaan alami dan sintetis, alami lebih rumit.
Apa warna yang ibu/bapak gunakan?
1.procion 100 gr + Soda kue 30% dilarutkan +
Bapak memakai pewarnaan alam dan sintetis?apa garam.
bedanya?
2. Base a.Noman : base kostik sisik 30%.
Warna
b. Garem : Nitrit 1: 1
Setelah tahap pewarnaan, air yang tersisa dibuang Limbah dibuang ke selokan.
kemana?
Limbah perlu diolah, namun produsen belum ada
Bagaimana menurut ibu/bapak tentang limbah penyuluhan dari pemerintah untuk mentreatment
batik? limbah., dan sumber dana nya juga belum ada.
23 Januari 2016
Peneliti Jawaban
Menurut ibu/bapak, apakah batik itu? Batik berasal dari amba dan titik, yaitu suatu proses
karya seni yang menggunakan lilin sebagai
perintang warna/suatu proses pembuatan motif
yang menggunakan lilin yang memunculkan warna
Pengetahuan batik Cumin lulisan smp, belajar dari kakak yang mnjadi
karyawan batik 10 th, setelah itu ditarik kerja di
museum 8 th.
Bagaimana tahap-tahap membatik dari awal sampai 1. nyungging : proses pembuatan pola
akhir?
2. njaplak : proses memindahkan motif dari kertas
ke kain
klowongan
Mengapa batik yang ada bisa berwarna warni? Karena komposisi warnanya berbeda
Apa yang menyebabkan warna merah dalam batik? 1 potong 40 x 40, 10 naftol merah (AS BO), 5 gr
kostik sisik + garam diazo (pembangkit warna).
Untuk menjadi batik dengan warna sesuai yang
diinginkan, bagaimana caranya? Naftol dibagi 2 yang memakai garam diazoium
(walaupun di bawah terik matahari lebih tahan
Bagimana cara menakar zat warna? lama dan lebih kuat) dan memakai asm base.
Apakah menggunakan hitungan? Perbedaan naftol dan base
Apa warna yang ibu/bapak gunakan? Naftol : penamaan : MB
Bapak memakai pewarnaan alam dan sintetis?apa Base : (ditambah C) : contoh : MBC
bedanya?
Cara pelarutan :
Warna
1. basa : AS (kostik sisik) dilarutkan pake air
mendidih, zat fiksasinya adalah nitrit.
Batik yang baru saja dikenai warna mengapa Malam, tapi kalau malam bisa didaur ulang, namun
berbau? Bau tersebut disebabkan apa? kadar warna dalam sungai mudah terurai /hilang
Fokus Komentar
N
Pertanya Sains Asli Sains Ilmiah (kesesuaian dengan
o
an referensi)
Gambar 2. Penambahan alkali dan karbon disulfida
pada selulosa menghasilkan viskosa atau sutra buatan
(https://id.wikipedia.org/wiki/Rayon)
+ NaNO 2 + 2 HX
+ NaX + 2H2O
Fokus Komentar
N
Pertanya Sains Asli Sains Ilmiah (kesesuaian dengan
o
an referensi)
Sumber : Chemsketch
elektrolit kuat.
5. Mori dijemur
dicampur
soda kue
DAFTAR PUSTAKA
Ani Bambang Yudhoyono, Batikku Pengabdian Cinta Tak Berkata, Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama, tanpa tahun.
Hasil wawancara dengan H.Aminuddin pengusaha batik Pekalongan (13 Desember 2015)
Herlina, Sri dan Dwi Yuniasari Palupi, PewarnaanTekstil 1 untuk Sekolah Menengah Kejuruan,
Jakarta : Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah
Kejuruan, 2013.
Mratihatani, Anandriyo Suryo, “Menuju Pengelolaan Sungai Bersih di Kawasan Industri Batik
yang Padat Limbah Cair”, Skripsi, Semarang : Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas
Diponegoro.
Pemerintah Propinsi Jawa Tengah, Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah No. 10 Tahun 2004
tentang Baku Mutu Air Limbah,http://pplp dinciptakaru.jatengprov.go.id/file/495701478-
Perda%20Jateng%20No.%2010%20th%202004.pdf (diakses 17 Januari 2016)
Rinehart, Holt and Winston, Illinois Chemistry, America : Holt McDougal, 2009.
Sasongko, Dwi P., Identifikasi Unsur dan Kadar Logam Berat pada Limbah Pewarna Batik
dengan Metode Analisis Pengaktifan Neutron , Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Telaah, vol. 27/Mei/2010.
Sudarto, Makna Hakiki Aneka Motif Batik di Yogyakarta, Semarang : DIPA IAIN Walisongo
Semarang, 2012.
Sujarwa, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Manusia dan Fenomena Sosial Budaya,), Yogyakarta :
Pustaka Pelajar, 2010.
ORIENTASI ETNOSAINS
1 Prinsip Etnosains 1. Untuk melihat prinsip (1) Ada keterkaitan antara
etnosains dalam modul budaya dan sains yang
dijadikan objek penelitian.
(2) pengetahuan sains asli
masyarakat (budaya batik)
yang akan dipelajari
merupakan sains yang
bermakna dan berguna
dalam kehidupan sehari-
hari
(3) Pengetahuan sains asli
masyarakat memiliki
tempat dalam konteks
pendidikan sains.
(4) Terdapat perintah untuk
menerjemahkan sains asli
masyarakat menjadi sains
ilmiah.
2 Komponen Etnosains 2. Untuk melihat komponen (1) Terdapat sains asli (istilah
etnosains dalam modul asli yang digunakan
masyarakat setempat
tentang batik
(2) Terdapat sains ilmiah
(penjelasan ilmiah dari
rangkaian proses
membatik)
(3) Memuat informasi batik
yang dikaitkan dengan
kimia.
(4) Memuat sejarah budaya
etnosains yang diangkat
(sejarah batik Pekalongan)
INSTRUMEN VALIDASI
1. INSTRUMEN VALIDASI KONTENS (ISI MODUL) (Menurut BSNP dan Sudarmin, 2015)
Petunjuk pengisian
Berilah tanda check (v) pada kolom yang paling sesuai dengan penilaian Bapak/Ibu.
No Komponen 1 2 3 4 5
KELAYAKAN ISI
1 Kesesuaian dengan KI, KD
2 Kesesuaian dengan kebutuhan peserta didik
3 Keakuratan materi
4 Kemutakhiran materi
5 Manfaat untuk penambahan wawasan pengetahuan
KEBAHASAAN
1 Kejelasan informasi
2 Aspek Kelayakan Penyajian
TEKNIK PENYAJIAN
1 Pendukung Penyajian
2 Penyajian Pembelajaran
ORIENTASI ETNOSAINS
1 Prinsip Etnosains
2 Komponen Etnosains
Bagian yang salah Jenis kesalahan Saran untuk perbaikan
KEBAHASAAN
No Komponen Skor Deskripsi
1 Kejelasan informasi 5 (1) Bahasa yang digunakan jelas dan sesuai perkembangan
peserta didik.
(2) Tulisan jelas dan mudah dibaca
(3) Menggunakan tanda baca yang benar dan konsisten
(4) Kalimat yang digunakan sederhana dan langsung ke
sasaran
(5) Bahasa yang disampaikan membangkitkan rasa senang
ketika peserta didik membacanya dan mendorong untuk
mempelajari modul tersebut sampai tuntas
4 Empat point yang disebutkan di atas terpenuhi
3 Tiga point yang disebutkan di atas terpenuhi
2 Dua point yang disebutkan di atas terpenuhi
1 Salah satu dari point yang disebutkan di atas terpenuhi
ORIENTASI ETNOSAINS
Petunjuk pengisian
Berilah tanda check (v) pada kolom yang paling sesuai dengan penilaian Anda.
No Komponen 1 2 3 4 5
1 Penyajian Modul
2 Kelayakan Kegrafikaan
3 Kualitas Tampilan
No
No Indikator Pernyataan
Item
2 Kemandirian Belajar ( ) Modul ini memudahkan saya uintuk belajar sesuai kemampuan 3
saya
5 Penyajian Modul ( ) Bacaan dan tulisan yang terdapat dalam modul jelas dan mudah
9
saya fahami
7 Etnosains ( ) Modul ini membuat saya lebih faham tentang batik sebagai
14
budaya di Pekalongan
Keterangan Penilaian :
1. Apabila responden menjawab “ya” pada pernyataan positif, maka mendapat skor 1.
2. Apabila responden menjawab “ya” pada pernyataan negatif, maka mendapat skor 0.
3. Apabila responden menjawab “tidak” pada pernyataan positif, maka mendapat skor 0
4. Apabila responden menjawab “tidak” pada pernyataan negatif, maka mendapat skor 1.
5. Semua item dihitung total skor nya, dan dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :
LAMPIRAN 18
Modul Pembelajaran Kimia Materi Larutan Elektrolit dan Non-Elektrolit Berorientasi Etnosains“
(sumber : Pratiwi, 2015)
Nama / Kelas :
Modul ini ditujukan bagi kalian peserta didik M.A. kelas X. Untuk itu kami memerlukan
tanggapan kalian tentang modul ini. Isilah angket sesuai pendapat kalian. Sebelum mengisi
bacalah terlebih dahulu petunjuk pengisian.
Petunjuk Pengisian :
1. Bacalah baik-baik setiap item dan alternatif jawaban
2. Berilah tanda check ( ) pada kolom “ ya“ atau ”tidak“
3. Isilah semua item dengan jujur, karena ini tidak akan mempengaruhi nilai kalian.
4. Kriteria penilaian adalah sebagai berikut
Skor
No Aspek Kriteria
Ya Tidak
1.
2.
3.
4.
5.
LAMPIRAN 19
= 95%
= 64%.
3. Hasil uji kelayakan modul pembelajaran kimia tahap I untuk keseluruhan nilai pakar sebesar 82.67%.
Hasil tersebut diperoleh dari jumlah keseluruhan presentase tim validator dibagi 4.
∑
4. Validator 3 memberikan penilaian terhadap modul berorientasi etnosains dengan presentase 73.85%.
Perhitungan presentase tersebut adalah sebagai berikut :
= 71.67%
Perhitungan nilai validator 1, 3, dan 4 sama dengan perhitungan validasi tahap 1. Untuk perhitungan
validator 2 adalah sebagai berikut :
= 93.33%
LAMPIRAN 20
Jumlah 180
22
total
Keterangan :
= = 94.44%
2. Kemandirian belajar
= = 66.67%
3. Keaktifan Belajar
= 66.67%
4. Minat Modul
= = 100%
5. Penyajian Modul
= = 100%
6. Penggunaan Modul
= 100%
7. Etnosains
= = 93.83%
LAMPIRAN 21
C1 C2 C3 C4 Soal
7 Jumlah Soal 1 12 9 3 25
Bentuk : Uraian
Jenjang Jumlah
No. Tujuan pembelajaran
C1 C2 C3 C4 Soal
6 Jumlah Soal 2 1 2 5
R G H P C K M Z A F Q N R M L I
O S K X E L E K T R O L I T A R
E I O P W Q B G E I T Y U B Z A
Z N S K O M A S I M K U L V N L
A T T U C L E M A H B G M I V O
R E I A D Y I S K R E I P P S P
S T K T Z X C M U K S R O R A N
T I S K N I V E E S D L R I S O
D S I Y O F B N M R A O Z O D N
Y A S A T V F A A R D U A F F Z
F L I K A H A L L M H O L Q G H
U F K N H S I L W U H A B M I L
G I H J O K P L E A N L I Y T Q
D E R A J A T I O N I S A S I W
Uji Kefahaman A
1. Apakah yang dimaksud dengan larutan? Larutan adalah campuran yang bersifat homogeny (serba
sama) dari dua atau lebih zat
2. Apa yang dimaksud larutan elektrolit dan larutan non-elektrolit?
Elektrolit adalah suatu zat yang ketika dilarutkan dalam air akan menghasilkan larutan yang dapat
menghantarkan arus listrik.
Non-elektrolit adalah Suatu zat yang tidak menghantarkan arus listrik ketika dilarutkan dalam air.
Uji Kefahaman B
1.Sebutkan seyawa apa saja yang termasuk senyawa kovalen polar dan senyawa ion! Senyawa kovalen
polar : HCl ion : NaCl
2. Tulis reaksi ionisasi dari senyawa-senyawa berikut!
a. Na2CO3 2 Na+ + CO3 2-
b. (NH4)2SO4 = 2 NH4+ + SO42-
c. KCl = K+ + Cl-
Uji Kefahaman C
1. Berapa jumlah ion dari K2SO4 ? ,jumlah ion 2 + 1 = 3
2. Berapa derajat ionisasi dari 0,1 mol asam cuka yang telah terurai 0,005 mol ?
Uji kefahaman D
Pada saat elektroda yang terhubung dengan rangkaian listrik dicelupkan ke dalam larutan elektrolit,
ion positif akan bergerak ke arah katode (elektroda positif) dan ion negatif bergerak ke arah anoda
(elektroda negatif), dan suatu larutan dapat menghantarkan listrik bila larutan tersebut mengandung
ion yang bergerak bebas.
Uji kefahaman E
1. Beberapa sampel air sungai yang telah tercemar limbah batik di daerah Pekalongan dilakukan uji daya
hantar listrik dan dihasilkan data seperti di bawah ini. Tugas kalian coba kelompokkan hasil tersebut ke
dalam larutan elektrolit kuat, lemah, dan non-elektrolit.
Sumber Sungai Nyala lampu Gelembung gas Jenis larutan elektrolit
A. Identitas Diri
1. Nama Lengkap : Roudloh Muna Lia
2. Tempat & Tgl. Lahir : Pekalongan, 29 Juli 1994
3. Alamat Rumah : Banyurip No. 94 Pekalongan
Hp : 085725156669
E-mail : roudlohmuna@gmail.com
B. Riwayat Pendidikan
1. Pendidikan Formal
a. MII Banyurip Ageng 01 Lulus Tahun 2006
b. MTs. IN Banyurip Ageng Lulus Tahun 2009
c. MA. Salafiyah Simbang Kulon Lulus Tahun 2012
d. Mahasiswa UIN Walisongo Semarang Angkatan 2012
Demikian riwayat hidup ini dibuat dengan sebenar-benarnya.