Anda di halaman 1dari 16

Pembahasan

A. TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH


PEMINJAM

1. HUBUNGAN DUA SUBYEK HUKUM ANTARA BANK DENGAN NASABAH


PEMINJAM

Dalam pelaksanaan kegiatan usaha di industri perbankan, terdapat hubungan

hukum antara Bank sebagai lembaga intermediasai dengan Nasabah sebagai pihak yang

menempatkan dananya di Bank dalam bentuk simpanan yang didasarkan oleh Perjanjian

antara Bank dengan Nasabah bersangkutan. Hubungan hukum yang terjadi antara 2 (dua)

subyek hukum tersebut tentu saja menimbulkan hak dan kewajiban di dalamnya. Hak dan

kewajiban yang timbul tersebut haruslah dilindungi oleh Hukum sehingga setiap orang

maupun badan hukum akan merasa aman dalam melakukan setiap tindakannya.

Perlindungan hukum diharpakan memberikan kepastian hukum serta rasa aman dan

keailan terhadap subyek hukum yang mengikatkan diri pada suatu hubungan hukum,

Hubungan hukum antara bank dengan nasabah dimaksud secara implisit dapat dilihat dari

ketentuan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Perbankan sebagaimana menyatakan :

“Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan
perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk Giro, Deposito, Sertifikat Deposito, Tabungan
dan/atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu”.

Sebagaimana dimaksud pada pasal tersebut di atas, perjanjian penyimpanan dana

merupakan dasar hubungan hukum antara bank dengan nasabah penyimpan. Menurut

Munir Fuady, Hubungan hukum antara bank dengan nasabah terdiri dari dua bentuk, yaitu:

1) hubungan kontraktual, dan

1
2) hubungan non kontraktual.1

Lebih lanjut Munir Fuady memberikan penjelasan hubungan hukum antara bank

dengan nasabah sebagai Hubungan hukum antara bank dengan nasabah yang bersumber

dari ketentuan-ketentuan buku III yang tertuang dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata

bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi

mereka yang membuatnya, sebagai aturan yang bersifat umum. Selain itu, didasarkan atas

aturan-aturan yang bersifat khusus mengenai pinjam pakai habis Pasal 1754 sampai dengan

Pasal 1769 KUH Perdata2. Ketentuan mengenai hubungan hukum yang demikian

menunjukkan bahwa hubungan antara bank dengan nasabah yang berdasarkan hubungan

kontraktual berlaku hampir terhadap semua jenis nasabah.

Sedangkan mengenai pengertian hubungan non kontraktual, Sulistyandari dalam

tulisannya mengemukakan bahwa yang dimaksud dari hubungan non kontraktual antara

bank dan nasabah penyimpan adalah suatu hubungan hukum yang muncul bukan karena

adanya kontrak/perjanjian, melainkan lahir karena adanya hukum tertulis/peraturan

perundang-undangan yang mengaturnya atau hukum tidak tertulis seperti hukum kebiasaan

dalam perbankan. 3

Dalam aturan hukum mengenai praktik perbankan di Indonesia, hubungan non

kontraktual ini dapat dilihat antara lain dalam Undang-Undang Perbankan No. 23 Tahun

1
Munir Fuady, 1999, Hukum Perbankan Modern (Berdasarkan UU Th 1998) Buku Kesatu, Bandung: PT Citra Aditya
Bakti, hlm.102
2
Ibid. hlm.
3
Sulistyandari, Aspek Hukum Pembobolan Uang Nasabah Bank (Bagian II), Senin, 11 April 2011, tersedia:
http://gagasanhukum.wordpress.com diakses tanggal 25 Agustus 2019.

2
1999 Tentang Bank Indonesia beserta perubahannya, Undang_Undang No.7 Tahun 1992

Tentang Perbankan beserta perubahannya, Undang-Undang No.24 tahun 2004 beserta

perubahannya dan segala peraturan pelaksanannya sebagai suatu hubungan kepercayaan,

hubungan kehati-hatian, hubungan kerahasiaan, hubungan menjamin dana simpanan,

hubungan kepedulian terhadap risiko nasabah dan hubungan kepedulian terhadap

pengaduan nasabah

Sebagaimana telah dijelaskan mengenai pengertian hubungan non kontraktual

tersebut dimaksud di atas, lebih lanjut Sulistyandari menguraikan lebh rinci terkait inti

tentang masing-masing hubungan non kontraktual antara bank dengan nasabah penyimpan,

yang antara lain sebagai berikut :

a. Hubungan Menjamin Dana Simpanan


Hubungan ini diatur dalam Pasal 37 huruf B Undang-Undang Perbankan yang menyatakan

bahwa:4

(1) Setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank
yang bersangkutan;
(2) Untuk menjamin simpanan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan;
(3) Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
berbentuk badan hukum Indonesia;
(4) ketentuan mengenai penjaminan dana masyarakat dan Lembaga Penjamin
Simpanan, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

b. Hubungan Kepedulian Terhadap Risiko Nasabah

4
Ibid, hlm. 316

3
Hubungan ini diatur dalam Pasal 29 ayat (4) Undang-Undang Perbankan dan diatur

lebih lanjut dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 tentang

Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah,

tanggal 20 Januari 2005. Dalam Pasal 29 ayat (4) Undang-Undang Perbankan

tersebut mengatakan bahwa untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan

informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan

transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank.5

c. Hubungan Kepedulian Terhadap Pengaduan Nasabah,


Dalam Pasal 2 PBI Nomor 7/7/PBI/2005 dapat diketahui bahwa ada hubungan

hukum antara bank dengan nasabah penyimpan, di mana bank mempunyai

kewajiban menyelesaikan setiap pengaduan yang diajukan nasabah dan atau

perwakilan nasabah, sebaliknya nasabah mempunyai hak intuk penyelesaian dari

setiap pengaduannya kepada bank.6

2. PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERMASALAHAM HUKUM


NASABAH PEMINJAM PADA BANK MANDIRI KANTOR CABANG
PEMBANTU SIDRAP

Menurut Hermansyah dalam bukunya Hukum Perbankan Nasional Indonesia

menyatakan bahwa perlindungan hukum memiliki arti sebagai upaya atau tindakan yang

diberikan oleh hukum dalam arti peraturan perundang-undangan untuk melindungi subyek

hukum dari adanya pelanggaran atas hak dan kewajiban para pihak yang terdapat dalam

sebuah hubungan hukum. Perlindungan hukum nasabah penyimpan dana adalah

5
Ibid, hlm. 323
6
Ibid, hlm. 326

4
perlindungan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan atau hukum positif yang

berlaku bagi nasabah penyimpan dana. Perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan dana

bertujuan untuk melindungi kepentingan dari nasabah penyimpan dan simpanannya yang

disimpan di suatu bank tertentu terhadap suatu resiko kerugian.7

Berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap nasabah penyimpan dana terdapat

dua macam perindungan hukum, yaitu:

a. Perlindungan Hukum Tidak Langsung,


Suatu perlindungan hukum oleh dunia perbankan yang diberikan kepada nasabah

penyimpan dana terhadap segala risiko kerugian yang timbul dari suatu kebijaksanaan

atau timbul dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank.

b. Perlindungan Hukum Secara Langsung


Suatu perlindungan oleh dunia perbankan yang diberikan kepada nasabah penyimpan

dana secara langsung terhadap kemungkinan timbulnya risiko kerugian usaha yang

dilakukan oleh bank.8

Bahwa selain aturan-aturan hukum yang berkaitan langsung dengan Industri

Perbankan baik secara eksplisit maupun implist sebagimana telah disebutkan dalam Huruf

A angka 1 di atas, perlindungan hukum terhadap nasabah tidak dapat dipisahkan dengan

Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen maupun Peraturan

Otoritas jasa Keuangan Nomor 1/POJK 07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor

Jasa keuangan yang secara khusus melindungi hak-hak konsumen perbankan dalam hal ini

7
Hermansyah, 2006, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta: Kencana, hlm. 124
8
Hermansyah. Hukum Perbankan Nasional…, hlm 132.

5
salah satunya adalah Nasabah Penyimpan. Pada dasarnya, Undang-Undang Perlindunagn

Konsumen (UUPK) dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) inilah yang dijadikan

alas hak bagi perlindungan konsumen termasuk nasabah secara umum. Hal ini dikarenakan

dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan pada pokoknya hanyalah

bersifat pemberitahuan kepada nasabah tanpa memberikan akibat pertanggungjawaban

secara langsung terhadap bank, sehingga hal tersebut dirasakan kurang memberikan

perlindungan kepada nasabah sebagai pihak yang menempatkan dana di Bank. Muskipun

secara administrasi UU No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan memberikan Perlindungan

hukum kepada Nasabahnya. Maka, kehadiran Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen serta Peraturan Otoritas jasa Keuangan Nomor 1/POJK 07/2013

Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa keuangan dapat dikatakan sangat berkaitan

dengan aturan-aturan hukum yang terdapat dalam bidang praktik perbankan, khususnya

dalam hal perlindungan hukum bagi nasabah bank selaku konsumen.

Sebagaimana telah disebutkan di atas, terlepas dari aturan-aturan hukum yang telah

dibuat guna melindungi hak dan kewajiban nasabah sebagai konsumen bank, pada

prinsipnya bank adalah lembaga yang seharusnya diharapkan paling bertanggungjawab

atas keamanan dana nasabahnya. Hal ini dikarenakan bank sebagai lembaga keuangan yang

melakukan kegiatan usaha dengan menarik dana langsung dari masyarakat dalam

melaksanakan aktivitasnya wajib hukumnya melaksanakan prinsip-prinsip yang lahir

dalam aktifitas pengelolaan bank. Prinsip-prinsip tersebut harus diterapkan secara

bertanggungjawab dan bank harus memiliki komitmen yang tinggi untuk

mengimplementasikan prinsip kepercayaan, prinsip kehati-hatian, prinsip kerahasiaan, dan

prinsip mengenal nasabah.

6
Mengenai kasus hukum yang dialami oleh berberapa nasabah Bank Mandiri pada

Kantor Cabang Pembantu Sidrap di Sulawesi Selatan, sekilas dapat diambil kesimpulan

jika permasalahan yang dialami oleh sebagian nasabah tersebut terjadi dikarenakan

mengikuti program Promo Mandiri yang ditawarkan oleh Bank. Kasus tersebut dapat

ditinjau dari aspek hukum Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 Tentang

Transparasi Informasi Produk Bank dan Pengguna Data Pribadi Nasabah yang mengatur

ketentuan terkait kewajiban bank untuk selalu memberikan informasi yang cukup dan jelas

kepada nasabah maupun calon nasabah mengenai produk-produk yang ditawarkan Bank.

Produk-produk dimaksud termasuk didalamnya yang diterbitkan oleh bank yang

bersangkutan maupun produk lembaga keuangan lain yang dipasarkan melalui bank.

Peraturan Bank Indonesia (PBI) sebagaimana dimaksud di atas mempersyaratkan

bahwa informasi yang disediakan untuk nasabah haruslah memenuhi kriteria-kriteria yang

ditetapkan, antara lain mengungkapkan secara berimbang terkait manfaat, risiko, maupun

biaya-biaya yang melekat pada suatu produk. Selain itu, dalam Peraturan Bank Indonesia

diatur pula bahwa penyampaian informasi harus dilakukan dengan memenuhi standar

tertentu, antara lain harus dapat dibaca secara jelas, tidak menyesatkan, dan mudah

dimengerti. Hal-hal yang mengatur terkait Produk Bank dapat ditemukan di berberapa

pasal dalam PBI yakni sebagai berikut:

- Pasal 2 PBI Nomor 7/6/PBI/2005 menjelaskan tentang :


(1) Bank wajib menerapkan transparansi informasi mengenai Produk Bank dan
penggunaan Data Pribadi Nasabah;
(2) Dalam menerapkan transparansi informasi mengenai Produk Bank dan
penggunaan Data Pribadi Nasabah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank
wajib menetapkan kebijakan dan memiliki prosedur tertulis yang meliputi: a.

7
transparansi informasi mengenai Produk Bank; dan b. transparansi penggunaan
Data Pribadi Nasabah;
(3) Kebijakan dan prosedur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib diberlakukan
di seluruh Kantor Bank.

- Pasal 4 PBI Nomor 7/6/PBI/2005 menjelaskan tentang :


(1) Bank wajib menyediakan informasi tertulis dalam bahasa Indonesia secara
lengkap dan jelas mengenai karakteristik setiap Produk Bank;
(2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan kepada
Nasabah secara tertulis dan atau lisan;
(3) Dalam memberikan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
Bank dilarang memberikan informasi yang menyesatkan (mislead) dan atau tidak
etis (misconduct).

Ditinjau dari berberapa pasal dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) yang

memberikan pedoman pada Bank dalam kaitanya menawarkan produk pada nasabahnya,

bisa diartikan bahwa Bank Mandiri Kantor Cabang Pembantu sidrap tidak

mengimplementasikan aturan tersebut secara sungguh-sungguh sehinga timbulah

permasalahan yang dialami oleh berberapa nasabahnya. Seandainya jika benar

permasalahan tersebut muncul dikarenakan ada unsur kesengajaan maupun kelalaian dari

pihak internal Bank Mandiri tersebut, maka hal ini mengindikasikan jika Bank Mandiri

telah lalai dalam menerapkan prinsip kehati-hatian yang seharusnya dilaksanakan dengan

penuh tanggungjawab oleh Bank Mandiri Kantor Cabang Pembantu Sidrap.

Otoritas Jasa Keuangan mempunyai peranan penting dalam melindungi nasabah

(konsumen) atas kelalaian bank dikarenakan Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga

pengawas keuangan bank yang mana dalam kegiatan bank tersebut selalu diawasi oleh

Otoritas Jasa Keuangan. Sehingga dalam hal kasus tersebut terbukti merupakan kelalaian

8
yang dilakukan oleh Bank Mandiri Kantor Cabang Pembantu Sidrap , maka selaku pelaku

usaha jasa keuangan yang memiliki tanggung jawab terhadap simpanan dana nasabahnya

secara otomatis menimbulkan akibat hukum berupa mengganti kerugian atas hilangnya

dana nasabah penyimpan sebagaimana telah diatur dalam pasal 25 Peraturan Otoritas

jasa Keuangan Nomor 1/POJK 07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa

keuangan yang menyatakan sebagai berikut:

Pasal 25
“Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib menjaga keamanan simpanan, dana, atau
aset Konsumen yang berada dalam tanggung jawab Pelaku Usaha Jasa
Keuangan”

Kelalaian yang diduga dilakukan oleh oknum pegawai Bank Mandiri Kantor

Cabang Pembantu Sidrap juga bertentangan dengan amanat dari Peraturan Otoritas jasa

Keuangan Nomor 1/POJK 07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa

keuangan yang mewajibkan untuk menjamin profesionalitas kinerja para pegawainya

sebgaimana isi pasal 30 yang menyatakan sebagai berikut:

Pasal 30

(1) Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib mencegah pengurus, pengawas, dan
pegawainya dari perilaku:
a. memperkaya atau menguntungkan diri sendiri atau pihak lain,
b. menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya
karena jabatan atau kedudukannya, yang dapat merugikan Konsumen.
(2) Pengurus dan pegawai Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib mentaati kode etik
dalam melayani Konsumen, yang telah ditetapkan oleh masing-masing Pelaku
Usaha Jasa Keuangan.

9
(3) Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib bertanggung jawab kepada Konsumen
atas tindakan yang dilakukan oleh pihak ketiga yang bertindak untuk
kepentingan Pelaku Usaha Jasa Keuangan.

Jikalau pelaku jasa keuangan dalam hal ini Bank Mandiri Kantor Cabang Sidrap
menolak untuk mengganti kerugian atas hilangnya dana simpanan berberapa nasabahnya,
maka selalin beresiko mendapatkan gugatan Perdata maupun tuntutan Pidana yang
dilakukan oleh nasabah yang merasa dirugikan, Bank Mandiri juga harus menanggung
sanksi OJK karena tidak melaksankan amanat POJK yang dituangkan dalam Pasal 53 ayat
1 berbunyi:

Pasal 53

(1) Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan/atau pihak yang melanggar ketentuan
dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini dikenakan sanksi
administratif, antara lain berupa:
a. Peringatan tertulis;
b. Denda yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu;
c. Pembatasan kegiatan usaha;
d. Pembekuan kegiatan usaha; dan
e. Pencabutan izin kegiatan usaha.

Sebagaimana segala penjelasan tentang perlindungan hukum yang telah diuraikan

di atas berdasarkan pendapat-pendapat hukum maupun aturan hukum yang berlaku, posisi

hukum nasabah penyimpan pada kasus yang terjadi di Bank Mandiri Kantor Cabang

Pembantu Sidrap adalah nasabah penyimpan memiliki hak berupa perlindungan terhadap

dananya yang hilang tersebut. Peranan Pemerintah sangat diperlukan guna mewujudkan

implementasi aturan-aturan yang ada sehingga masyrakat mendapatkan keadilan dan

merasa aman untuk melakukan penyimpanan dana di Bank

10
B. PERTANGGUNGJAWABAN BANK MANDIRI TERHADAP HILANGNYA
DANA NASABAH PADA KANTOR CABANG PEMBANTU SIDRAP

Berbicara mengenai konsep pertanggungjawaban, Menurut W.J.S.

Poerwodarminto, tanggung jawab adalah sesuatu yang menjadi kewajiban

(keharusan) untuk dilaksanakan, dibalas dan sebagainya. Dengan demikian kalau

terjadi sesuatu maka seseorang yang dibebani tanggung jawab wajib menanggung

segala sesuatunya. Dengan kata lain, tanggung jawab adalah kesadaran manusia

akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja.

Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan

kewajibannya.

Dalam kamus hukum terdapat 2 (dua) istilah tentang pertanngungjawaban

yaitu liability dan responsibility. Liability merupakan istilah hukum yang luas yang

menunjuk hampir semua karakter risiko atau tanggung jawab, yang pasti, yang

bergantung atau yang mungkin meliputi semua karakter hak dan kewajiban secara

aktual atau potensial seperti kerugian, ancaman, kejahatan, biaya atau kondisi yang

menciptakan tugas untuk melaksanakan undang-undang. Responsibility berarti hal

yang dapat dipertanggungjawabkan atas suatu kewajiban, dan termasuk putusan,

ketrampilan, kemampuan dan kecakapan meliputi juga kewajiban bertanggung

jawab atas undang-undang yang dilaksanakan. Dalam pengertian dan penggunaan

praktis, istilah liability menunjuk pada pertanggungjawaban hukum, yaitu tanggung

gugat akibat kesalahan yang dilakukan oleh subyek hukum, sedangkan istilah

responsibility menunjuk pada pertanggungjawaban politik. 9

9
Ridwan H.R., Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm. 335-337.

11
Pada dasarnya segala praktik kegiatan bidang udaha Perbankan di Indonesia

dalam menjalankan fungsinya harus menerapkan prinsip kehati-hatian. Suatu bank

yang tidak melaksanakan prinsip kehati-hatian dan menyebabkan kerugian bagi

nasabah penyimpan baik karena sengaja atau karena kelalaian adalah suatu bank

yang tidak melaksanakan fungsi kepatuhan sebagaimana yang diatur oleh bank

Indonesia dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/2/PBI/2011 tentang

pelaksanaan fungsi kepatuhan bank umum.

Prinsip kehati-hatian (Prudential Principle) adalah suatu asas yang

menyatakan bahwa bank selaku lembaga intermediasi dalam menjalankan fungsi

dan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi wajib melindungi dana

masyarakat yang ditempatkan padanya dengan menggunakan asas kehati-hatian.

Hal ini sebagaimana telah tercermin dalam Pasal 2 dan Pasal 29 Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 1998 perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

tentang Perbankan. Tujuan diberlakukannya prinsip kehati-hatian tidak lain adalah

agar bank selalu dalam keadaan sehat dan menjamin kemamanan dana para

nasabahnya. Sehingga masyarakat merasa aman dan percaya untuk menempatkan

dana simpanannya pada bank. Dalam prinsip kehati-hatian terhadap 5C of Credit

yang meliputi character (watak), capacity (kemampuan), capital (modal), collateral

(agunan), condition of economi (prospek usaha dari kreditur)10

10
Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perbankan pada Bank, Alfabeta, Bandung. 2003,hlm.89

12
Kerugian nasabah penyimpan yang terjadi didalam dunia perbankan

dikarenakan bank melakukan kelalaian dengan tidak menerapkan prinsip kehati-

hatian bisa dikualifikasikan dengan tindakan sebagai berikut:11

a. Bank tidak melakukan pencatatan didalam buku tabungan nasabah

penyimpan ketika nasabah ingin memasukkan uangnya ke buku tabungan.

b. Bank telah melakukan kesalahan yang mana kesalahan tersebut membuat

nasabah rugi yaitu adanya salah transfer uang ke rekening lain.

c. Kehilangan dana simpanan milik nasabah dalam hal penggunaan ATM

nasabah yang mana nasabah melakukan transaksi tetapi transaksi tersebut

tidak berhasil tetapi di bank telah mengurangi saldo tabungan nasabah.

d. Nasabah melakukan transfer dana ke rekening ke pihak kedua tetapi malah

masuk ke pihak ketiga yang mengakibatkan kerugian terhadap nasabah.

Dalam kasus yang terjadi pada Bank Mandiri Kantor Cabang Pembantu Sidrap,

dengan dikaitkan berdasarkan faktor-faktor diatas maka kerugian yang dialami oleh

nasabah penyimpanatas kelalaian maupun kesalahan yang dilakukan pegawai internal

bank Mandiri tersebut dapat mengajukan upaya hukum ke Pengadilan dengan mengajukan

gugatan atas dasar Perbuatan Melawan Hukum sebagaimana telah diatur dalam Pasal 1365

KUH Perdata. Dalam Pasal 1365 KUH Perdata dirumuskan bahwa:

“Tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti
kerugian tersebut”.

11
N.H.T Siahaan, pencucian uang dan kejahatan perbankan, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan), 2005, halaman 158

13
Berdasarkan rumusan pasal di atas, terdapat unsur-unsur hukum yang harus dipenuhi guna

menuntukan apakah Bank Mandiri dapat dikualifikasikan memenuhi unsur-unsur melakukan

perbuatan melanggar hukum sesuai dengan pasal dalam 1365 BW sebgaimana jikad irumuskan

secara kasuistis sebagai berikut:

a) Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku. Artinya, adanya suatu perbuatan yang

dilakukan oleh Bank Mandiri yang bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-undang

perbankan dan perbuatan tersebut tidak terdapat unsur pembenar.

b) Bertentangan dengan hak subyektif orang lain. Artinya, Perbuatan yang dilakukan oleh

Bank Mandiri bertentangan dengan hak nasabah untuk mendapatkan jaminan keamanan

atas dana yang ditempatkan pada Bank mandiri

c) Perbuatan bank Mandiri telah nyata menimbulkan kerugian bagi nasabah penyimpan.

d) Adanya hubungan kausal antara perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh Bank

Mandiri dengan kerugian yang diderita oleh nasabah penyimpan.

Dalam Hal Bank mandiri terbukti memenuhi unsur-unsur rumusan pasal 1365 BW diatas,

maka Bank Mandiri wajib bertanggung jawab atas kesalahannya secara Perdata karena terbukti

melakukan perbuatan melawan hukum dengan tidak menerpakan prinsip kehati-hatian dan

melanggar aturan-aturan hukum yang ada pada kegiatan Perbankan. Namun, muskipun nasabah di

kabupaten Sidrap yag dananya hilang tidak melakukan upaya hukum ke Pengadilan, seharusnya

Bank Mandiri tetap wajib bertanggungjawab untuk mengganti kerugian dana nasabah berikut

sebagaimana diatur dalam Pasal 29 Peraturan Otoritas jasa Keuangan Nomor 1/POJK 07/2013

Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa keuangan yang menyatakan :

14
“Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib bertanggung jawab atas kerugian Konsumen
yang timbul akibat kesalahan dan/atau kelalaian, pengurus, pegawai Pelaku
Usaha Jasa Keuangan dan/atau pihak ketiga yang bekerja untuk kepentingan
Pelaku Usaha Jasa Keuangan.”

Melihat uraian kasus yang terjadi pada berberapa nasabah Bank Mandiri di

kabupaten Sidrap, hal tersebut terjadi dikarenakan nasabah mengikuti program promo

yang ditawarkan oleh Bank Mandiri. Hal ini yang demikian dapat dikaitkan dengan terori

tentang bentuk-bentuk pertanggungjawaban bank sebagai pelaku usaha sebagaimana

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yang salah satunya

adalah Product Liability.

Product liability adalah pertanggungjawaban perdata terhadap produk secara

langsung dari pelaku usaha atas kerugian yang dialami konsumen akibat menggunakan

produk yang dihasilkan. Pertanggung jawaban produk tersebut didasarkan pada Perbuatan

Melawan Hukum (tortius liability). Unsur-unsur dalam tortius liability antara lain adalah

unsur perbuatan melawan hukum, kesalahan, kerugian dan hubungan kasualitas antara

perbuatan melawan hukum dengan kerugian yang timbul. Sehingga product liability dalam

hal tidak terdapat hubungan perjanjian (no privity of contract) antara pelaku usaha dengan

konsumen, tanggungjawab pelaku usaha didasarkan pada product liability atau

pertanggung jawaban produk. Ketentuan ini terdapat dalam Pasal 19 Undang-Undang

Perlindungan Konsumen yang menyatakan pelaku usaha bertanggung jawab memberikan

15
ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan/ataukerugian konsumen akibat mengkonsumsi

barang yang dihasilkan atau diperdagangkan.12

12
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta:Grasindo,2006), hal 80

16

Anda mungkin juga menyukai