Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam pernyataan Djoko Triyanto (2004) ia menyatakan bahwa “jasa


konstruksi sesungguhnya merupakan bagian penting dari terbentuknya produk
konstruksi, karena jasa konstruksi menjadi arena pertemuan antara penyedia jasa
dengan pengguna jasa”. Jasa Konstruksi merupakan kegiatan masyarakat dalam
mewujudkan bangunan yang berfungsi sebagai pendukung atau prasarana
aktivitas sosial ekonomi kemasyarakatan dan menunjang terwujudnya tujuan
pembangunan nasional.

Penyelenggaraan proyek Jasa Konstruksi telah diatur dalam Undang-


Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. Seiiring dengan
pertumbuhan sektor konstruksi di Indonesia maka Undang-Undang Nomor 18
Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi tersebut dilakukan evaluasi dan perbaikan
yang kemudian diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017
tentang Jasa Konstruksi.

Aspek penting dari pengembangan jasa konstruksi yang belum cukup


ditekankan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa
Konstruksi ini adalah keberadaan pengetahuan dan teknologi, sumber daya
manusia, dan penjaminan akuntabilitas publik karena produk konstruksi sebagian
besar terkait langsung dengan kepentingan publik.

Maka, dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa


Konstruksi ada beberapa penambahan pada Undang Nomor 18 Tahun 1999
tentang Jasa Konstruksi. Ada beberapa bab yang ditambahkan yang bertujuan
untuk melengkapi peraturan yang sebelumnya.

B. Rumusan Masalah
 Penambahan bab apa saja yang ada pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2017 terhadap Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999.
 Mengapa harus dilakukan penambahan bab dalam Undang-Undang Nomor
2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.
C. Tujuan
 Mengetahui penambahan bab apa saja yang ada pada Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2017 terhadap Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999.
 Mengetahui alasan penambahan bab dalam Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sistematika Undang-Undang Jasa Konstruksi

Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 terdapat 14 bab dan 106


pasal, sedangkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 hanya terdapat 12 bab
dan 46 pasal. Perbandingan Undang-Undang jasa konstruksi secara sistematis
dapat dilihat pada tabel berikut.

UU NO. 18 TAHUN 1999 UU NO. 2 TAHUN 2017


(terdiri dari 12 bab dan 46 pasal)
(terdiri dari 14 bab dan 106 pasal)
 BAB I. KETENTUAN UMUM  BAB I. KETENTUAN UMUM
 BAB II. ASAS DAN TUJUAN  BAB II. ASAS DAN TUJUAN
 BAB III. USAHA JASA  BAB III. TANGGUNG
KONSTRUKSI JAWAB DAN
 BAB IV. PENGIKATAN JASA KEWENANGAN
KONSTRUKSI  BAB IV. USAHA JASA
 BAB V. KONSTRUKSI
PENYELENGGARAAN JASA  BAB V.
KONSTRUKSI PENYELENGGARAAN JASA
 BAB VI. KEGAGALAN KONSTRUKSI
BANGUNAN  BAB VI. KEAMANAN,
 BAB VII. PERAN KESELAMATAN,
MASYARAKAT KESEHATAN DAN
 BAB VIII. PEMBINAAN KEBERLANJUTAN
 BAB IX. PENYELESAIAN KONSTRUKSI
SENGKETA  BAB VII. TENAGA KERJA
 BAB X. SANKSI KONSTRUKSI
 BAB XI. KETENTUAN  BAB VIII. PEMBINAAN
PERALIHAN  BAB IX. SISTEM
 BAB XII. KETENTUAN INFORMASI JASA
PENUTUP KONSTRUKSI
 BAB X. PARTISIPASI
MASYARAKAT
 BAB XI. PENYELESAIAN
SENGKETA
 BAB XII. SANKSI
ADMINISTRATIF
 BAB XIII. KETENTUAN
PERALIHAN
 BAB XIV. KETENTUAN
PENUTUP
TABEL 1.1 Perbedaan Undang-Undang Jasa Konstruksi Secara Sistematis

2
Dari tabel diatas, dapat kita ketahui adanya penambahan dalam Undang-
Undang jasa kosntruksi yang baru. Penambahan ini dilakukan karena dalam
peraturan yang lama ada bab-bab yang tidak diatur secara rinci. Contohnya bab
yang mengatur tentang tanggung jawab dan kewenangan, bab yang mengatur
tentang keamanan, kesehatan dan keberlanjutan konstruksi, bab yang mengatur
tentang tenaga kerja konstruksi dan bab yang mengatur tentang sistem informasi
jasa konstruksi.

B. Tanggung Jawab dan Kewenangan

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah


menjelaskan tentang urusan pemerintahan dibagi menjadi urusan pemerintahan
absolut, urusan pemerintah konkuren dan urusan pemerintahan umum. Urusan
pemerintahan absolut adalah urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi
kewenangan Pemerintah Pusat. Urusan pemerintahan konkuren sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah urusan pemerintahan yang dibagi antara
Pemerintah Pusat dan Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota. Urusan
pemerintahan konkuren yang diserahkan ke Daerah menjadi dasar pelaksanaan
Otonomi Daerah.

Pada Undang-Undang Jasa Konstruksi No.18 tahun 1999 belum mengatur


mengenai tanggung jawab dan kewenangan yang dimiliki Pemerintah
Pusat ,Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
Pada Undang-Undang Jasa Konstruksi terbaru bab III pasal 4 s.d pasal 10
tanggung jawab dan kewenangan terbagi atas tanggung jawab pemerintah pusat
dan kewengangan kepala daerah selaras dengan UU No.23 tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah untuk Sub urusan Jasa Konstruksi

C. Keamanan, Keselamatan, Kesehatan dan Keberlanjutan

Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999, keamanan, keselamatan,


kesehatan dan keberlanjutan tidak diatur secara terperinci. Sehingga dalam
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 memperjelas dan merinci mengenai
Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan dan Keberlanjutan sebagai berikut:

1. Dalam setiap penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Pengguna Jasa dan


Penyedia Jasa wajib memenuhi Standar Keamanan, Keselamatan, dan
Kesehatan. Dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Penyedia Jasa
dan/atau Pengguna Jasa dapat memberikan pengesahan atau persetujuan
atas:
a. hasil pengkajian, perencanaan dan/atau perancangan;

3
b. rencana teknis proses pembangunan, pemeliharaan, penghancuran,
dan/atau pembuatan kembali;
c. dilaksanakannya suatu proses pembangunan, pemeliharaan,
penghancuran, dan/atau pembuatan kembali;
d. penggunaan material dan/atau peralatan; dan/atau
e. diterimanya hasil layanan Jasa Konstruksi.
2. Standar Keamanan, Keselamatan, dan Kesehatan paling sedikit meliputi:
a. Standar mutu bahan;
b. Standar mutu peralatan;
c. Standar prosedur keamanan, keselamatan, dan kesehatan kerja;
d. Standar prosedur pelaksanaan pekerjaan konstruksi;
e. Standar mutu hasil pekerjaan konstruksi;
f. Standar operasi dan pemeliharaan;
g. Spedoman perlindungan sosial tenaga kerja dalam pelaksanaan
pekerjaan konstruksi sesuai dengan peraturan perundang-
undangan;
h. Standar pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
3. Standar Keamanan, Keselamatan, dan Kesehatan untuk setiap produk
konstruksi diatur oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri teknis
terkait.

D. Tenaga Kerja Konstruksi

Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tenaga kerja konstruksi


tidak diatur secara jelas. Oleh karena itu, dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2017 memperjelas mengenai tenaga kerja konstruksi. Hal yang diatur antara lain
sebagai berikut:

1. Tenaga kerja konstruksi mempunyai mempunyai klasifikasi arsitektur;


sipil; mekanikal; elektrikal; tata lingkungan; dan manajemen pelaksanaan
dan jenjang kualifikasi, yaitu operator; teknisi/analis; dan ahli
2. Setiap tenaga konstruksi, yaitu tenaga yang melakukan pekerjaan dibidang
konstruksi, harus bersertifikat kompetensi kerja.
3. pengembangan produktivitas tenaga kerja indonesia, dilakukan melalui
pelatihan sesuai standar kompetensi kerja yang diselenggarakan oleh
lembaga pendidikan dan pelatihan kerja yang diregistrasi Menteri.
Registrasi merupakan proses pencatatan untuk pangkalan data lembaga
pendidikan dan pelatihan kerja dalam rangka pengembangan tenaga kerja
konstruksi.

4
4. Sertifikat kompetensi kerja diperoleh melalui uji kompetensi oleh lembaga
sertifikasi profesi dan diregistrasi oleh Menteri. Tenaga kerja konstruksi
berhak atas imbalan yang layak atas layanan jasa yang diberikan sesuai
standar remunerasi minimum yang ditetapkan oleh menteri.
5. Lembaga sertifikasi profesi dibentuk oleh Asosiasi Profesi Terakreditasi
dan lembaga pendidikan dan pelatihan yang memenuhi syarat.
6. Lembaga Sertifikasi Profesi diberikan lisensi sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan setelah mendapat rekomendasi Menteri.
7. Tata cara akreditasi asosiasi profesi dan tata cara Menteri melakukan
sertifikasi kompetensi kerja akan diatur dalam Peraturan Menteri.

E. Sistem Informasi Jasa Konstruksi

Dalam jasa konstruksi dibutuhkan informasi yang akurat dan terintegrasi


untuk memuat data dan informasi yang berkaitan dengan tugas pembinaan di
bidang Jasa Konstruksi. Pengelolaan informasi ini dilakukan Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah dan tugas sertifikasi dan registrasi di bidang Jasa
Konstruksi. Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tidak terdapat bab
yang mengatur tentang hal ini. Sehingga pada Undang-Undang No.2 tahun 2017,
terdapat bab tambahan yang mengatur tentang sistem informasi jasa konstruksi.
untuk menyediakan data dan informasi yang akurat dan terintegrasi dalam
penyelenggaraan.

Gambar 1.1 Bagan alur sistem informasi jasa konstruksi

Sumber : Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR (2017)

5
Sistem informasi jasa konstruksi tersebut dikelola oleh Pemerintah Pusat
bekerja sama dengan BSRJK. Untuk pembiayaan yang diperlukan dalam
pengembangan dan pemeliharaan sistem informasi dibebankan kepada anggaran
pendapatan dan belanja negara, sehingga menghasilkan pembiayaan yang tepat
sasaran dan mengoptimalkan anggaran tersebut menjadi suatu konstruksi yang
bermutu.

6
BAB III

KESIMPULAN

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 adalah Undang-Undang pengganti


Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang jasa konstruksi. Undang-Undang
tentang jasa konstruksi yang baru memiliki 14 bab dan 106 pasal. Telah terjadi
penambahan pada Undang-Undang jasa konstruksi karena dalam Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 1999 terdapat hal-hal yang belum terperinci. Terdapat bab-bab
baru dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 untuk melengkapi Undang-
Undang yang lama.

Dalam bab III pasal 4 s.d pasal 10 semua pasalnya telah selaras dengan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Isi dari
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah adalah
pembagian urusan pemerintahan absolut urusan pemerintah konkuren dan urusan
pemerintahan umum. Pada Undang-Undang Jasa Konstruksi No.18 tahun 1999
tidak terdapat aturan yang membagi tanggung jawab dan wewenang yang dimiliki
Pemerintahan.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 memperjelas dan merinci mengenai


Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan dan Keberlanjutan. Sedangkan
keamanan, keselamatan, kesehatan dan keberlanjutan dalam Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 1999 tidak diatur secara terperinci. Standar Keamanan,
Keselamatan, dan Kesehatan untuk setiap produk konstruksi diatur oleh Menteri.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 juga tidak mengatur secara jelas


tentang tanaga kerja konstruksi. Oleh karena itu, dalam Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2017 memperjelas mengenai tenaga kerja konstruksi. Setiap tenaga
konstruksi harus memiliki sertifikat kompetensi kerja. Sertifikat ini diperoleh
melalui uji kompetensi oleh lembaga sertifikasi profesi dan diregistrasi oleh
Menteri.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 menambahkan bab yang mengatur


tentang pengelolaan sistem informasi jasa konstruksi. Karena informasi yang
akurat dan terintegrasi sangat dibutuhkan dalam jasa konstruksi. Informasi ini
dikelola oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan tugas sertifikasi dan
registrasi di bidang Jasa Konstruksi. Hal ini tidak terdapat dalam Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 1999.

7
DAFTAR PUSTAKA

1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi;


2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah;
3. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi;
4. http://www.dpr.go.id/doksileg/proses1/RJ1-20150921-113904-7848.pdf
5. https://www.scribd.com/document/348837133/Perbedaan-Dan-Persamaan-
UUJK-terbaru-dan-lama

Anda mungkin juga menyukai