Anda di halaman 1dari 80

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah sumber daya manusia masih menjadi sorotan dan

tumpuan bagi perusahaan untuk tetap dapat bertahan di era globalisasi.

Sumber daya manusia mempunyai peran utama dalam setiap kegiatan

perusahaan. Walaupun didukung dengan sarana dan prasarana serta

sumber dana yang berlebihan, tetapi tanpa dukungan sumber daya

manusia yang andal kegiatan perusahaan tidak akan terselesaikan

dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa sumber daya manusia

merupakan kunci pokok yang harus diperhatikan dengan segala

kebutuhannya.

Sebagai kunci pokok, sumber daya manusia akan menentukan

keberhasilan pelaksanaan kegiatan perusahaan. Tuntutan perusahaan

untuk memperoleh, mengembangkan dan mempertahankan sumber daya

manusia yang berkualitas semakin mendesak sesuai dengan dinamika

lingkungan yang selalu berubah. Perubahan perlu mendapat dukungan

manajemen puncak sebagai langkah pertama yang penting untuk

dilakukan bukan hanya sekedar lip service saja.

Pemimpin harus dapat memobilisasi sebuah tim, proses pekerjaan

harus dapat dikembangkan dan proses sumber daya manusia harus

menjadi fokus utama. Perubahan dan peningkatan peran fungsi sumber


2

daya manusia sangat esensial untuk mendukung keberhasilan organisasi.

Pengelolaan sumber daya manusia terkait dan mempengaruhi kinerja

organisasional dengan cara menciptakan nilai atau menggunakan

keahlian sumber daya manusia yang berkaitan dengan praktek

manajemen dan sasarannya cukup luas, tidak hanya terbatas karyawan

oiperasional semata, namun juga meliputi tingkatan manajerial.

Sumber daya manusia sebagai penggerak organisasi banyak

dipengaruhi oleh perilaku para pesertanya (partisipannya) atau aktornya.

Keikutsertaan sumber daya manusia dalam organisasi diatur dengan

adanya pemberian wewenang dan tanggung jawab. Merumuskan

wewenang dan tanggung jawab yang harus dicapai karyawan dengan

standar atau tolak ukur yang telah ditetapkan dan disepakati oleh

karyawan dan atasan. Karyawan bersama atasan masing-masing dapat

menetapkan sasaran kerja dan standar kinerja yang harus dicapai serta

menilai hasil-hasil yang sebenarnya dicapai pada akhir kurun waktu

tertentu. Peningkatan kinerja karyawan secara perorangan akan

mendorong kinerja sumbar daya manusia secara keseluruhan, yang

direkflesikan dalam kenaikan produktifitas.

Berdasarkan uraian di atas menunjukkan penilaian kinerja

merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dengan perusahaan.

Dukungan dari tiap manajemen yang berupa pengarahan, dukungan

sumber daya seperti, memberikan peralatan yang memadai sebagai

sarana untuk memudahkan pencapaian tujuan yang ingin dicapai dalam


3

pendampingan, bimbingan, pelatihan serta pengembangan akan lebih

mempermudah penilaian kinerja yang obyektif.

Faktor penilaian obyektif memfokuskan pada fakta yang bersifat

nyata dan hasilnya dapat diukur, misalnya kuantitas, kualitas, kehadiran

dan sebagainya. Sedangkan faktor-faktor subyektif cenderung berupa

opini seperti menyerupai sikap, kepribadian, penyesuaian diri dan

sebagainya. Faktor-faktor subyektif seperti pendapat dinilai dengan

meyakinkan bila didukung oleh kejadian-kejadian yang terdokumentasi.

Dengan pertimbangan faktor-faktor tersebut diatas maka dalam penilaian

kinerja harus benar-benar obyektif yaitu dengan mengukur kinerja

karyawan yang sesungguhnya atau mengevaluasi perilaku yang

mencerminkan keberhasilan pelaksanaan pekerjaan. Penilaian kinerja

yang obyektif akan memberikan feed back yang tepat terhadap perubahan

perilaku ke arah peningkatan produktivitas kinerja yang diharapkan.

Penilaian kinerja dengan berbagai bentuk seperti key

performance indicator atau key performance Index pada dasarnya

merupakan suatu sasaran dan proses sistimatis untuk mengumpulkan,

menganalisa dan menggunakan informasi untuk menentukan efisiensi dan

efektivitas tugas-tugas karyawan serta pencapaian sasaran. Menurut

Armstrong (1998), penilaian kinerja didasarkan pada pengertian

knowledge, Skill, expertise dan behavior yang diperlukan untuk

mengerjakan pekerjaan dengan baik dan analisa lebih luas terhadap

attributes dan perilaku individu. Dalam manajemen kinerja kompetensi


4

lebih berperan pada dimensi perilaku individu dalam menyesuaikan suatu

pekerjaan dengan baik. Attributes terdiri dari knowledge, skill dan

expertise.

Kompetensi kinerja dapat diartikan sebagai perilaku-perilaku

yang ditunjukkan mereka yang memiliki kinerja yang sempurna, lebih

konsisten dan efektif, dibandingkan dengan mereka yang memiliki kinerja

rata-rata. Menurut Mc.Clelland dalam Cira dan Benjamin (1998), dengan

mengevaluasi kompetensi-kompetensi yang dimiliki seseorang, kita akan

dapat memprediksikan kinerja orang tersebut. Kompetensi dapat

digunakan sebagai kriteria utama untuk menentukan kerja seseorang.

Misalnya, untuk fungsi profesional, manajerial atau senior manajer.

Karyawan-karyawan yang ditempatkan pada tugas-tugas tersebut akan

mengetahui kompetensi-kompetensi apa saja yang diperlukan, serta cara

apa yang harus ditempuh untuk mencapai promosi ke jenjang posisi

berikutnya.

Perusahaan sendiri hanya akan mempromosikan karyawan-

karyawan yang memenuhi kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan dan

dipersyaratkan oleh perusahaan. Setiap perusahaan tentu tidak terlepas

dari kondisi-kondisi di atas karena itu perusahaan perlu memperbaiki

kinerja karyawan. Perusahaan perlu mengembangkan model kompetensi

yang berintegrasi dengan tolok ukur penilaian kinerja yang dapat dijadikan

dasar pengembangan Sumber Daya Manusia.

Dalam lingkungan bisnis yang semakin kompetitif, maka


5

perusahaan dituntut untuk memberdayakan dan mengoptimalkan seluruh

sumber daya yang dimiliki, termasuk Sumber Daya Manusia. Mengelola

Sumber Daya Manusia di organisasi perusahaan dengan berbagai ragam

sifat, sikap dan kemampuan manusia agar mereka dapat bekerja menuju

satu tujuan yang direncanakan perusahaan. Sumber Daya Manusia

sebagai pelaku organisasi mempunyai perbedaan dalam sikap (attitude)

dan pengalaman (experimen). Perbedaan tersebut menyebabkan tiap

individu yang melakukan kegiatan dalam organisasi mempunyai

kemampuan kerja atau kinerja (performance) yang masing-masing

berbeda juga.

Zweig dalam Prawirosentono (1999), menyatakan bahwa

penilaian kinerja adalah proses penilaian hasil kerja yang akan digunakan

oleh pihak manajemen untuk memberi informasi kepada para karyawan

secara individual, tentang mutu hasil pekerjaannya dipandang dari sudut

kepentingan perusahaan. Dalam hal ini, seorang karyawan harus

diberitahu tentang hasil pekerjaannya, dalam arti baik, sedang atau

kurang. Karyawan akan terdorong untuk berperilaku baik atau

memperbaiki serta mengikis kinerja (prestasi) dibawah standart.

Sumber daya manusia yang berbakat, berkualitas, bermotivasi

tinggi dan mau bekerja sama dalam team akan menjadi kunci keberhasialn

organisasi. Karena itu pimpinan harus dapat menetapkan sasaran kerja

yang akan menghasilkan karyawan yang berkualitas tinggi, bermotivasi

tinggi dan produktif. Penetapan target-target spesifik dalam kurun waktu


6

tertentu tidak hanya bersifat kuantitatif tetapi juga bersifat kualitatif

misalnya, dengan pengembangan diri untuk menguasai pengetahuan dan

keahlian yang diperlukan untuk pekerjaan dengan tingkat kompetensi yang

makin baik.

Penilaian kinerja karyawan sebagai pelaku dalam organisasi

dengan membuat ukuran kinerja yang sesuai dengan tujuan organisasi.

Standar penilaian kinerja suatu organisasi harus dapat diproyeksikan

kedalam standar kinerja para karyawan sesuai dengan unit kerjanya.

Evaluasi kinerja harus dilakukan secara terus menerus agar tujuan

organisasi dapat tercapai secara efektif dan efisien.

Untuk itu perlu dilakukan kegiatan penilaian kinerja secara

periodik yang berorientasi pada masa lalu atau masa yang akan datang.

Setiap organisasi termasuk badan usaha koperasi perlu mengetahui

berbagai kelemahan atau kelebihan para pengelolanya sebagai landasan

untuk memperbaiki kelemahan dan menguatkan kelebihan dalam rangka

meningkatkan produktivitas organisasi. Indikator penilaian kinerja di

koperasi ini meliputi empat kelompok yaitu hasil kerja yang berhubungan

dengan Sisa Hasil Usaha (SHU), kemampuan pengelola, pelayanan

pelanggan dan peningkatan wawasan. Penilaian kinerja yang sudah ada

perlu dilengkapi dengan kompetensi yang berhubungan dengan skill dan

knowledge yaitu, kemampuan komunikasi, kemampuan kerjasama,

kepemimpinan dan pengambilan keputusan secara analitis. Penambahan

kompetensi dalam penilaian kinerja diharapkan dapat memperbaiki proses


7

penilaian kinerja karyawan. Bagi perusahaan ini karyawan merupakan

pelaksana manajemen puncak yang mampu berinteraksi dengan worker

dan manajemen puncak. Oleh karena itu dirasa perlu untuk mengupas

lebih lanjut dalam suatu penelitian tentang “Pengaruh Kemampuan

Komunikasi, Kerjasama, Kepemimpinan, dan Kemampuan Pengambilan

Keputusan Terhadap Kinerja Pengelola Koperasi di Kabupaten Barru”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di

atas maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut :

1. Apakah kemampuan komunikasi, kerjasama, kepemimpinan, dan

kemampuan pengambilan keputusan berpengaruh terhadap kinerja

pengelola koperasi di Kabupaten Barru.

2. Faktor manakah yang paling dominan pengaruhnya terhadap kinerja

pengelola koperasi di Kabupaten Barru.

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini sebagai berikut :

1. Menganalisis pengaruh kemampuan komunikasi, kerjasama,

kepemimpinan, dan kemampuan pengambilan keputusan terhadap

kinerja pengelola koperasi di Kabupaten Barru.

2. Mengidentifikasi dan menganalisis variabel-variabel dominan yang

mempengaruhi kinerja.

D. Manfaat Penelitian
8

Manfaat yang diharapkan dari penelitian antara lain :

1. Bagi Kepentingan Akademis, sebagai sumbangan pengembangan

ilmu pengetahuan khususnya ilmu pengebangan sumber daya

manusia dan dapat menjadi dasar penelitian selanjutnya.

2. Bagi Kepentingan praktis, menjadi masukan informasi bagi

pengelola koperasi dan pemerintah daerah dalam meningkatkan

kompetensi sumber daya manusia dan kinerja.


9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Sebagai bahan perbandingan dalam penelitian Kompetensi

Kinerja pengembangan sumber daya manusia, diantaranya dikemukakan

Fitriyadi (2001) dengan judul Pengaruh Kompetensi Skill, Knowledge,

Ability dalam pengembangan sumber daya manusia terhadap Kinerja

Operator PD. BANGUN BANUA Propinsi Kalimantan Selatan. Hasil

penelitian menunjukkan Variabel Kompetensi Skill Teknis, kompetensi skill

non teknis, knowledge dan ability mempunyai pengaruh yang signifikan

terhadap peningkatan kinerja karyawan. Secara parsial variabel yang

paling besar memberikan pengaruh terhadap peningkatan kinerja

karyawan adalah variabel kompetensi knowledge.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Kartikawangi (2002) dalam

sebuah jurnal dengan judul Karakteristik Sumber Daya Manusia yang

Dibutuhkan Dunia Industri/Organisasi. Hasil dari penelitian ini

menunjukkan karakteristik dasar yang dibutuhkan oleh perusahaan

mencakup karakteristik umum (demografi) dan karakteristik khusus yang

mencakup Knowledge, Skill, Ability dan Others (KSAOs). Dalam seleksi,

karakteristik umum akan dilihat pertama kali, bila memenuhi persyaratan

awal tersebut calon karyawan selanjutnya akan mengikuti KSAOs.

Pemenuhan karakteristik umum oleh calon karyawan dapat dilihat dari sifat
10

lamaran dan daftar riwayat hidup dari pelamar. Karakteristik khusus

diprediksikan melalui rangkaian tes yang mencakup keempatnya.

Keempat karakteristik khusus dianggap penting oleh perusahaan dan

semakin menguat pada kepribadian (personality) calon karyawan.

Sedangkan menurut Parulian Hutapea (2001) dari PT. Best Orgz

solusi dalam jurnal yang berjudul Competencies Based Integrated HR

System. Menyimpulkan bahwa salah satu manfaat utama penggunaan

kompetensi dalam organisasi adalah menggerakkan Sumber Daya

Manusia ke arah target yang ingin dicapai perusahaan. Disamping itu

kompetensi akan mendorong karyawan untuk mendapatkan dan

menerapkan Skill dan Knowledge sesuai kebutuhan pekerjaan, karena hal

ini merupakan Instrumen bagi pencapaian targetnya. Untuk itu Sistem

pengembangan sumber daya manusia di perusahaan haruslah

berdasarkan kompetensi. Sistemnya harus terintegrasi mulai dari

rekrutmen, penempatan orang, performance appraisal, sistem

kompensasi, dan pengembangan karir.

Amran (2005) meneliti dengan judul “Pengaruh Faktor Individual

dan Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai Dinas Pendidikan dan

Pengajaran Kabupaten Takalar”. Variabel penelitian terdiri dari

kemampuan kerja individu, minat kerjasama, kedisiplinan, pengetahuan

konsepsional, dan kepemimpinan. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa

secara simultan faktor individual dan kepemimpinan berpengaruh


11

signifikan terhadap kinerja pegawai. Variabel yang dominan berpengaruh

adalah minat kerjasama.

Mulyadi (2003), meneliti dengan judul “Analisis Faktor-Faktor

Berpengaruh Terhadap Kinerja Aparatur Pemerintahan Kabupaten

Bantaeng”, bertujuan mengetahui pengaruh variabel-variabel penelitian

yang terdiri dari pendidikan dan latihan, kompensasi, suasana lingkungan

kerja, dan kepemimpinan terhadap kinerja. Teknik analisis yang digunakan

adalah analisis korelasi dengan regresi berganda, jumlah responden 50

orang pegawai, sementara instrumen penelitian yang digunakan adalah

kuisioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang positif

dan signifikan antara pendidikan dan latihan, kompensasi, suasana

lingkungan kerja, dan kepemimpinan dengan kinerja aparatur

pemerintahan.

Abdu Rahman Ismail (2003) yang melakukan penelitian dengan

judul “Analisis Kinerja Aparatur Dinas Pertanahan, Tata Ruang dan

Pemukiman Kabupaten Bulukumba dan Faktor-faktor yang

Mempengaruhinya”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari seluruh

variabel bebas yang menjadi kajian yaitu disiplin, pendidikan dan

pelatihan, kepemimpinan, kompensasi dan kondisi lingkungan kerja, maka

variabel yang paling tinggi pengaruhnya adalah variabel kompensasi

dengan Indeks Kuat Hubungan (IKH) sangat kuat (0,856), disusul variabel

pendidikan dan pelatihan dengan IKH kuat (0,627), kemudian variabel

kepemimpinan dengan IKH sedang ((0,431). Hal tersebut berarti bahwa


12

variabel kompensasi merupakan variabel yang paling signifikan kekuatan

hubungannya dengan variabel peningkatan kinerja aparatur.

B. Manajemen Kinerja

Manajemen kinerja (Performance Management) adalah suatu

upaya untuk memperoleh hasil terbaik dari organisasi, kelompok dan

individu melalui pemahaman dan penjelasan kinerja dalam suatu kerangka

kerja atas tujuan-tujuan terencana, standard dan persyaratan-persyaratan

atribut atau kompetensi yang disetujui bersama (Armstrong, 1998).

Manajemen kinerja bersifat menyeluruh dan menjamah semua elemen,

unsur atau input yang harus didayagunakan oleh organisasi untuk

meningkatkan kinerja organisasi. Menurut Mathis dan Jackson (2002),

sistem manajemen kinerja berusaha mengidentifikasikan, mendorong,

mengukur, mengevaluasi, meningkatkan dan memberi penghargaan

terhadap kinerja karyawan.

Bacal (2001) mengemukakan bahwa, manajemen kinerja meliputi

upaya membangun harapan yang jelas serta pemahaman tentang unsur-

unsur :

a. Fungsi kerja esensial yang diharapkan dari para karyawan.

b. Seberapa besar kontribusi pekerjaan karyawan bagi pencapaian

tujuan organisasi.

c. Apa arti konkretnya “melakukan pekerjaan yang baik“

d. Bagaimana karyawan dan penyedianya bekerja sama untuk

mempertahankan, memperbaiki, maupun mengembangkan


13

kinerja karyawan yang sudah ada sekarang.

e. Bagaimana prestasi kerja akan diukur.

f. Mengenali berbagai hambatan kinerja dan menyingkirkannya.

Mengelola kinerja sebaiknya dilakukan secara kolaboratif dan

koopertif antara karyawan, manager dan organisasi. Manajemen kinerja

merupakan cara mencegah kinerja buruk dan cara bekerja sama

meningkatkan kinerja. Yang lebih penting lagi, manajemen kinerja berarti

komunikasi dua arah yang berlangsung terus menerus antara pengelola

kinerja (penyelia atau manajer) dan anggota staf.

Armstrong (1998) berpendapat, manajemen kinerja dapat

dioperasionalkan dengan berbagai kunci sebagai berikut:

1) Sebuah kerangka kerja atas tujuan-tujuan yang terencana, standart,

dan persyaratan-persyaratan atribut atau kompetensi tertentu yang

disetujui bersama : dasar manajemen kinerja adalah persetujuan

antara manajer dan individual tentang sebuah harapan dalam

kaitannya dengan pencapaian target tertentu.

2) Sebuah proses : manajemen kinerja bukan hanya merupakan sistem

dan prosedur belaka, namun juga sebuah kegiatan atau proses dimana

setiap orang tersebut untuk mencapai hasil-hasil kerja maksimal dari

hari ke hari dan sedemikian rupa peningkatan kinerja masing-masing

dikelola secara obyektif.

3) Saling pengertian : untuk meningkatkan kinerja, setiap individu

memerlukan saling pengerttian tentang level tingi dari kinerja dan


14

kompetensi yang dibutuhkan dan apa saja yang harus dikerjakan.

4) Sebuah pendekatan untuk mengelola dan mengembangkan manusia.

Manajemen kinerja mempunyai tiga fokus. Pertama, bagaimana

manajer dan pimpinan kelompok dapat bekerja secara efektif dengan

siapa saja yang ada di sekitarnya. Kedua, bagaimana setiap individu

dapat bekerja dengan para manajer dan team kerjanya. Dan ketiga,

bagaimana setiap individu dapat dikembangkan untuk meningkatkan

pengetahuan, keterampilan dan keahlian serta tingkat kompetensi dan

kinerjanya.

5) Pencapaian : manajemen kinerja adalah pencapaian keberhasilan

kerja individual dikaitkan dengan kemampuan pekerja memanfaatkan

kemampuannya, kesadaran akan potensi yang dimilikinya dan

memaksimalkan kontribusi mereka terhadap keberhasilan organisasi.

Sistem manajemen kinerja yang efektif adalah sebuah proses

yang membantu organisasi untuk mencapai tujuan jangka panjang dan

jangka pendeknya, dengan membantu manajer dan karyawan melakukan

pekerjaannya dengan cara yang semakin baik. (Bacal, 2001). Manajemen

kinerja merupakan alat mencapai sukses, yang dibutuhkan oleh

organisasi, manajer dan karyawan untuk mencapai sukses.

Ruky (2001) mengemukakan bahwa, manfaat manajemen kinerja

ditinjau dari aspek pengembangan sumber daya manusia sebagai berikut

1. Penyesuaian program pelatihan dan pengembangan karyawan.


15

Dengan melaksanakan manajemen kinerja, dapat diketahui atau

diidentifikasi pelatihan tambahan apa saja yang masih harus diberikan

pada karyawan untuk membantu agar mampu mencapai standar

prestasi yang ditetapkan.

2. Penyusunan program seleksi dan kaderisasi.

Dengan melaksanakan manajemen kinerja selayaknya juga dapat

diidentifikasi siapa saja karyawan yang mempunyai potensi untuk

dikembangkan kariernya dengan dicalonkan untuk menduduki jabatan-

jabatan yang tanggung jawabnya lebih besar pada masa yang akan

datang.

3. Pembinaan karyawan.

Pelaksanaan manajeman kinerja juga dapat menjadi sarana untuk

meneliti hambatan karyawan untuk meningkatkan prestasinya.

Program manajemen kinerja adalah bagian dari sebuah “skenario

besar“ program sumber daya manusia dan pengembangan

manajemen dan tujuan akhir manajemen kinerja adalah untuk

meningkatkan kinerja sumber daya manusia dalam organisasi.

C. Konsep Kinerja

Setiap pegawai yang diterima, ditempatkan, diberikan tugas

(pekerjaan) atau kepercayaan untuk memimpin suatu unit organisasi

tertentu diharapkan mampu menunjukkan kinerja yang memuaskan

dan memberikan kontribusi yang maksimal terhadap pencapaian

tujuan organisasi.
16

Menurut Veithzal (2004: 309) Kinerja merupakan suatu fungsi

dari motivasi dan kemampuan. Kinerja juga merupakan perilaku nyata

yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan

oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Kinerja

karyawan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam upaya

perusahaan untuk mencapai tujuan.

Selanjutnya Menurut Simamora (1999: 328) bahwa kinerja

adalah aktivitas yang berkaitan dengan unsur-unsur yang terlibat

dalam suatu proses untuk menghasilkan suatu output. Sedangkan

kinerja karyawan adalah kemampuan mencapai persyaratan-

persyaratan pekerjaan. Lebih lanjut Soeprihanto (2000: 40)

menyatakan bahwa kinerja adalah hasil dari fungsi suatu pekerjaan

atau kegiatan tertentu selama suatu periode waktu tertentu. Kinerja

dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, tergantung pada tujuan

masing-masing organisasi (misalnya untuk profit atau untuk customer

satisfaction) dan juga tergantung pada bentuk organisasi itu sendiri

(misalnya organisasi publik, swasta, bisnis, sosial dan keagamaan).

Kinerja sering dihubungkan dengan tingkat produktivitas yang

menunjukkan rasio input dan output dalam organisasi, bahkan dapat

dilihat dari sudut performance dengan memberikan penekanan nilai

efisien yang dikaitkan dengan kualitas output yang dihasilkan oleh para

karyawan berdasarkan pads beberapa standar yang telah ditetapkan

sebelumnya oleh organisasi yang bersangkutan (Gomes, 1999: 150).


17

Anwar Prabu Mangkunegara (2005: 9) kinerja SDM adalah

prestasi kerja atau hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas yang

dicapai SDM persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas

kerjanya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya.

Untuk itu kinerja dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok dalam

suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab

masing-masing, dalam rangka upaya pencapaian tujuan organisasi

bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum serta sesuai moral

maupun etika (Suyadi, 1999: 2).

Menurut Veithzal (2005; 17) kinerja merupakan prestasi yang

dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya atau

pekerjaannya sesuai dengan standar dan kriteria yang ditetapkan

untuk pekerjaan itu. Dari pandangan tersebut kinerja mempunyai

empat aspek, yaitu; (1) kemampuan, (2) penerimaan tujuan

perusahaan, (3) tingkatan tujuan yang dicapai, (4) interaksi antara

tujuan dan kemampuan para karyawan dalam perusahaan, dimana

masing-masing elemen tersebut berpengaruh terhadap kinerja

seseorang. Meskipun pekerjaan itu dapat selesai dikerjakan, namun

tidak membuahkan hasil yang memuaskan.

Namun demikian untuk mengetahui bahwa kinerja karyawan

telah menghasilkan suatu tujuan, adanya standar kinerja adalah suatu

yang penting untuk menetapkan standar sebelum pekerjaan itu


18

dilakukan sehingga semua karyawan yang telah terlibat akan

memahami tingkat kinerja yang diharapkan dalam organisasi.

D. Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja adalah suatu hal yang penting untuk

mengetahui tingkat efektivitas karyawan dalam melakukan

pekerjaannya dalam usaha pencapaian tujuan organisasi. Penilaian

kinerja merupakan kajian sistematis tentang kondisi kerja karyawan

yang dilaksanakan secara forma! yang dikaitkan dengan standar kerja

yang telah ditentukan perusahaan.

Menurut Veithzal Rivai (2005: 19) evaluasi kinerja merupakan;

(1) alat yang paling baik untuk menentukan apakah karyawan telah

memberikan hasil kerja yang memadai dan melaksanakan aktivitas

kinerja sesuai dengan standar kinerja, (2) satu cara untuk penilaian

kinerja dengan melakukan penilaian mengenai kekuatan dan

kelemahan karyawan, (3) alat yang baik untuk menganalisis kinerja

karyawan dan membuat rekomendasi perbaikan.

Lebih lanjut Sjafri Mangkuprawira (2004: 223) menyatakan

bahwa penilaian kinerja merupakan proses yang dilakukan perusahaan

dalam mengevaluasi kinerja pekerjaan seseorang. Apabila hal itu

dikerjakan dengan benar, maka para karyawan, penyelia mereka,

departemen SDM dan akhirnya perusahaan akan menguntungkan

dengan jaminan bahwa upaya para individu karyawan mampu

mengkontribusi pada fokus strategik dari perusahaan.


19

Sedangkan Notoatmodjo (1998: 136) menjelaskan bahwa

penilaian harus memberikan gambaran yang akurat tentang yang

diukur, artinya penilaian harus benar-benar menilai prestasi

pekerjaannya dinilai. Dengan demikian, penilaian kinerja dapat

diintegrasikan dengan sasaran-sasaran bisnis strategis karena

berbagai alasan;

1. Kinerja dapat menambah deskripsi tindakan yang harus

diperlihatkan karyawan dari hasil-hasil yang harus mereka capai

agar suatu strategi bisa hidup.

2. Proses semacam ini menjadi sarana untuk mengukur kontribusi

masing-masing unit kerja dan masing-masing karyawan.

3. Evaluasi kinerja memberikan kontribusi kepada tindakan dan

keputusan-keputusan administrasi yang mempertinggi dan

mempermudah strategi, seperti nilai tingkat keterampilan karyawan

saat ini dan merencanakan bagaimana menyiapkan tenaga kerja

untuk waktu yang akan datang.

4. Mengaitkan penilaian dengan kebutuhan bisnis adalah potensinya

untuk mengidentifikasikan kebutuhan bagi strategi dan program

yang baru.

Lebih lanjut Dessler (1997: 3) menyebutkan bahwa penilaian

kinerja terdiri dari tiga langkah, yaitu :

a. Mendefinisikan pekerjaan berarti memastikan bahwa atasan dan

bawahan sepakat tentang tugas-tugasnya dan standar jabatannya.


20

b. Menilai kinerja berarti membandingkan kinerja aktual bawahan

dengan standar yang telah ditetapkan.

c. Penilaian kinerja biasanya menuntut satu atau lebih sisi umpan

balik.

E. Tujuan Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja digunakan untuk berbagai tujuan dalam

organisasi. Setiap organisasi menekankan pada tujuan yang berbeda-

beda dan organisasi lain dapat juga menekankan tujuan yang berbeda

dengan system penilaian yang sama. Keanekaragaman tujuan

penilaian sering menggambarkan variasi tujuan yang berbeda tentang

penilaian kinerja. Tujuan yang berbeda sering menimbulkan konflik.

Menurut Veithzal Rivai (2005: 51) Tujuan untuk mengevaluasi

kinerja adalah;

1. Penilaian memberikan informasi tentang dapat dilakukannya

promosi dan penetapan gaji.

2. Penilaian memberi suatu peluang bagi majer dan karyawan untuk

meninjau perilaku yang berhubungan dengan kerja bawahannya.

3. Memungkinkan atasan dengan bawahan bersama-sama

mengembangkan suatu rencana untuk memperbaiki kemerosotan

apa saja yang mungkin sudah digali oleh penilaian dan mendorong

hal-hal baik yang sudah dilakukan bawahannya.

4. Penilaian hendaknya berpusat pada proses perencanaan karier

perusahaan karena penilaian memberikan suatu peluang yang baik


21

untuk meninjau rencana karier karyawan itu dilihat dari kekuatan

dan kelemahan yang diperlihatkan.

Menurut Sjafri Mangkuprawira (2004; 224) Tujuan penilaian

kinerja adalah;

1. Perbaikan kinerja, umpan balik kinerja bermanfaat bagi karyawan,

manajer dan spesialis personalia dalam bentuk kegiatan yang tepat

untuk memperbaiki kinerja.

2. Penyusunan kompensasi, membantu pengambil keputusan siapa

seharusnya menerima peningkatan Dembayaran dalam bentuk

upah dan bonus.

3. Keputusan penempatan, promosi, transfer dan penurunan jabatan

biasanya didasarkan pad kinerja masa lalu dan antisipatif.

4. Kebutuhan pelatihan dan pengembangan, kinerja buruk

mengindikasikan sebuah kebutuhan untuk melakukan pelatihan

kembali.

5. Ketidak akuratan informasi, kinerja buruk dapat mengindikasikan

kesalahan dalam informasi analisis pekerjaan.

6. Tantangan eksternal, kadang-kadang kinerja dipengaruhi oleh

factor-faktor lingkungan pekerjaan, seperti keluarga, financial,

kesehatan atau masalah lainnya.

7. Umpan balik pada SDM, kinerja baik dan buruk diseluruh organisasi

mengindikasikan bagaimana baiknya fungsi departemen SDM

diterapkan.
22

Selanjutnya menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2005; 10)

Tujuan dari evaluasi kinerja adalah;

a. Meningkatkan saling pengertian antara karyawan tentang

persyaratan kinerja.

b. Mencatat dan mengakui hasil kerja seseorang karyawan sehingga

mereka termotivasi untuk berbuat yang lebih baik.

c. Memberikan peluang Kepada karyawan untuk mendiskusikan

keinginan dan aspirasinya.

d. Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa depan

sehingga karyawan termotivasi.

e. Memberikan rencana pelaksanaan dan pengembangan yang

sesuai dengan kebutuhan pelatihan.

Menurut Veithzal Rivai (2004; 311) Tujuan penilaian kinerja

didasarkan atas ;

a. Manajer memerlukan evaluasi yang obyektif terhadap kinerja

karyawan pada masa lalu yang digunakan untuk membuat

keputusan di bidang SDM dimasa yang akan datang.

b. Manajer memerlukan alat yang memungkinkan untuk membantu

karyawan memperbaiki kinerja, merencanakan pekerjaan,

mengembangkan kemampuan dan keterampilan untuk

perkembangan karier dan memperkuat kualitas hubungan antara

manajer yang bersangkutan dengan karyawan.


23

Bagi organisasi, hasil penilaian kinerja karyawan atau pegawai

sangat penting arti dan perannya dalam pengambilan keputusan

tentang berbagai hal, seperti identifikasi kebutuhan program

pendidikan dan pelatihan, rekruitmen, seleksi, program pengenalan,

penempatan, promosi, sistem kompensasi dan berbagai aspek dari

Keseluruhan proses manajemen sumber daya manusia secara efektif.

Untuk mengetahui hasil kinerja karyawan, format atau teknik penilaian,

adalah mengidentifikasi kriteria penilaian yang akurat.

F. Kompetensi Sumber Daya Manusia

Kompetensi adalah karakteristik dasar dari seseorang yang

memungkinkan mereka mengeluarkan kinerja superior dalam

pekerjaannya. (Boulter, Dalziel dan Hill, 1996 ).

Berdasarkan uraian di atas makna kompetensi mengandung

bagian kepribadian yang mendalam dan melekat pada seseorang dengan

perilaku yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan dan tugas

pekerjaan. Prediksi siapa yang berkinerja baik dan kurang baik dapat

diukur dari kriteria atau standar yang digunakan.

Analisis kompetensi disusun sebagian besar untuk

pengembangan karier, tetapi penentuan tingkat kompetensi dibutuhkan

untuk mengetahui efektivitas tingkat kinerja yang diharapkan. Menurut

Boulter et.al (1996) level kompetensi adalah sebagai berikut : Skill,

Knowledge, Self-concept, Self mage, Trait dan Motive.

 Skill adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas dengan


24

baik misalnya seorang progamer computer.

 Knowledge adalah informasi yang dimiliki seseorang untuk bidang

khusus (tertentu), misalnya bahasa komputer.

 Social role adalah sikap dan nilai-nilai yang dimiliki seseorang dan

ditonjolkan dalam masyarakat (ekspresi nilai-nilai diri), misalnya :

pemimpin.

 Self image adalah pandangan orang terhadap diri sendiri,

merekflesikan identitas, contoh : melihat diri sendiri sebagai

seorang ahli.

 Trait adalah karakteristik abadi dari seorang karakteristik yang

membuat orang untuk berperilaku, misalnya : percaya diri sendiri.

 Motive adalah sesuatu dorongan seseorang secara konsisten

berperilaku, sebab perilaku seperti hal tersebut sebagai sumber

kenyamanan, contoh : prestasi mengemudi.

Kompetensi Skill dan Knowledge cenderung lebih nyata (visible)

dan relatif berada di permukaan (ujung) sebagai karakteristik yang dimiliki

manusia. Social role dan self image cenderung sedikit visibel dan dapat

dikontrol perilaku dari luar. Sedangkan trait dan motive letaknya lebih

dalam pada titik sentral kepribadian.

Kompetensi pengetahuan dan keahlian relatif mudah untuk

dikembangkan, misalnya dengan program pelatihan untuk meningkatkan

tingkat kemampuan sumber daya manusia. Sedangkan motif kompetensi

dan trait berada pada kepribadian sesorang, sehingga cukup sulit dinilai
25

dan dikembangkan. Salah satu cara yang paling efektif adalah memilih

karakteristik tersebut dalam proses seleksi. Adapun konsep diri dan social

role terletak diantara keduanya dan dapat diubah melalui pelatihan,

psikoterapi sekalipun memerlukan waktu yang lebih lama dan sulit.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kompetensi

adalah kemampuan dan kemauan untuk melakukan sebuah tugas dengan

kinerja yang efektif. Kesimpulan ini sesuai dengan yang dikatakan Michael

Armstrong (1998), bahwa kompetensi adalah knowledge, skill dan kualitas

individu untuk mencapai kesuksesan pekerjaannya.

1. Komunikasi

Komunikasi merupakan bagian yang penting dalam kehidupan

kerja suatu organisasi. Hal ini dapat dipahami sebab komunikasi yang

tidak baik mempunyai dampak yang luas terhadap kehidupan

organisasi, misalnya konflik antar pegawai, dan sebaliknya komunikasi

yang baik dapat meningkatkan saling pengertian, kerja sama dan

kepuasan kerja. Oleh karena itu hubungan komunikasi yang terbuka

harus diciptakan dalam organisasi.

Komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan,

fakta, pikiran dan perasaan, dari satu orang ke orang lain. Dalam

kehidupan organisasi, komunikasi menjadi sesuatu yang sangat

penting karena komunikasi dapat meningkatkan saling pengertian

antara karyawan dan atasan, dan meningkatkan koordinasi dari

berbagai macam kegiatan/tugas yang berbeda.


26

Robbins (2002), mengemukakan konflik antar perseorangan

yang mungkin paling sering dikemukakan adalah buruknya

komunikasi, sebab kita menggunakan hampir 70% dari waktu aktif kita

untuk berkomunikasi, menulis ,membaca, berbicara, mendengar

sehingga beralasan untuk menyimpulkan bahwa satu dari kekuatan

yang paling menghalangi suksesnya pekerjaan kelompok adalah

kelangsungan komunikasi efektif.

Komunikasi diperlukan agar karyawan mengetahui kewajiban

dan tanggung jawabnya, hal ini berarti karyawan mengetahui

posisinya dalam organisasi. Jadi mekanisme komunikasi dapat

membuat keterpaduan perilaku setiap karyawan dalam kelompoknya,

agar mencapai satu tujuan.

Proses komunikasi yang ideal menurut Tjiptono (1997) memiliki

beberapa ciri, yaitu :

a. Bisa menghasilkan efektifitas yang lebih besar.

b. Dapat menempatkan orang-orang pada posisis yang

seharusnya (the right man on the right place).

c. Mampu meningkatkan keterlibatan, motivasi dan komitmen

setiap organisasi.

d. Dapat menghasilkan hubungan dan saling pengertian yang

lebih baik antara atasan dan bawahan, antar rekan kerja serta

natara orang-orang dalam organisasi dan diluar organisasi.

e. Mampu membantu setiap individu dalam organisasi untuk


27

memahami perlunya perubahan, yaitu berkenaan bagaimana

mengelola perubahan tersebut dan bagaimana mengurangi

penolakan terhadap perubahan.

Proses komunikasi sering kali dijumpai beberapa macam

hambatan, menurut Diana dan Tjiptono (2001) hambatan-hambatan

tersebut diantaranya berupa :

a. Filtering, dimana pengirim memodifikasi informasi yang akan

disampaikan, ia hanya akan menyampaikan informasi yang

sesuai dengan minat dan kehendak penerima.

b. Selective perception, yaitu penerima hanya mau mendengar

informasi yang ingin ia dengar. Penentuan informasi yang

diinginkan tergantung pada kebutuhan, sikap, minat dan

pengharapannya.

c. Perbedaan bahasa

d. Keadaan emosi pengirim dan penerima.

Keberadaan sistem informasi yang tepat merupakan alat

penting bagi komunikasi. Model komunikasi untuk meningkatkan mutu

dalam rangkah mencapai kepuasan pelanggan menurut Sunu (1999)

antara lain :

a. Penjelasan singkat tingkat manajemen.

Suatu informasi yang dikemas secara singkat dan sistimatis yang

ditujukan untuk konsumsi tingkat manajemen.

b. Pertemuan pertukaran informasi.


28

Pertemuan yang menjadi wahana pertukaran informasi sehingga

memperkaya informasi.

c. Informasi yang terdokumentasi.

Salah satu media komunikasi yang lebih monumental berupa

informasi yang terdokumentasi, seperti buku-buku standar, buku

ilmu pengetahuan dan teknologi.

d. Sarana tekonolgi informasi.

Perkembangan teknologi informasi, menambah kemudahan dalam

bidang komunikasi, sehingga lebih terjamin keakurasian dan

kecepatan.

Secara teoritis ada berbagai macam sistem komunikasi,

menurut Hariandja (2002), sistem komunikasi dapat dikatagorikan

menjadi tiga yaitu, komunikasi ke bawah (downward communication),

komunikasi ke atas (upward communication) dan komunikasi

kesamping (lateral communication).

Komunikasi ke bawah adalah penyampaian informasi informasi

atau gagasan dari atas atau pimpinan ke bawah. Informasi-informasi

yang disampaikan bisa meliputi banyak hal seperti tugas-tugas yang

harus dilakukan bawahan, kebijkan organisasi , tujuan-tujuan yang

ingin dicapai dan adanya perubahan-perubahan kebijakan.

Komunikasi ke atas adalah penyampaian informasi dari

pegawai keatasan atau perusahaan. Informasi ini bisa berupa laporan

pelaksanaan tugas, gagasan, keluhan dan lain-lain.


29

Komunikasi ke samping adalah komunikasi yang terjadi

diantara pegawai dengan tingkat yang sama dalam organisasi, tetapi

mereka mempunyai tugas yang berbeda.

2. Kerjasama Kelompok

Kerjasama kelompok merupakan salah satu unsur yang sangat

penting dalam perusahaan. Pemahaman mengenai kerjasama

kelompok tergantung beberapa aspek diantaranya aspek individual

yang mampu mempengaruhi kinerja tim dalam mencapai tujuan yang

telah ditetapkan secara efektif dan efisien bagi perusahaan. Sasaran

kerja kelompok, berupa sasaran yang harus dicapai dalam kurun waktu

tertentu, dan dibagi dalam tugas-tugas dan pekerjaan yang harus

dilakukan dengan tepat dan benar oleh semua orang. Keuntungan dari

cara ini adalah bahwa setiap karyawan akan saling mengingatkan untuk

bekerja dengan benar, karena keberhasilan pekerjaan atau pencapaian

unit kerja sangat tergantung pada semua karyawan dalam melakukan

tugas masing-masing. Cara ini sangat efektif untuk meningkatkan

semangat kerja team dan mengurangi friksi dan konflik yang terjadi.

Faktor-faktor yang mendasari perlunya dibentuk tim-tim khusus

dalam perusahaan menurut Tjiptono (1997) adalah:

a. Pemikiran dari dua orang atau lebih cenderung lebih baik dari pada

pemikiran satu orang saja.

b. Konsep sinergi (yang disimbolkan: 1+1 > 2), yaitu bahwa hasil

keseluruhan (tim), jauh lebih baik / besar dari pada jumlah


30

bagiannya (anggota individu)

c. Anggota tim dapat saling mengenal dan saling percaya, sehingga

mereka dapat saling membantu.

d. Kerjasama tim dapat menyebabkan komunikasi terbina dengan

baik.

Kerjasama kelompok selalu membahas proses dan hasil kerja

dalam tim, yang meliputi tentang bagaimana sekelompok orang yang

memiliki pendidikan, nilai dan kepribadian yang berbeda berinteraksi

dan bersama-sama menyelesaikan tugas yang diberikan perusahaan.

Robbins (2002) mengatkan, suatu tim kerja kan menghasilkan sinergi

yang positif melalui usaha yang terkoordinasi. Usaha-usaha individu

memberikan tingkat kinerja yang lebih besar dari pada juml;ah input

individu tersebut. Penggunaan tim yang ekstensif menciptkan potensi

bagi suatu organisasi untuk menhasilkan output yang lebih besar

dengan tidak ada peningkatan dalam input.

Orang-orang dalam suatu kelompok tidak secara otomatis dapat

bekerjasama, acapkali tim tidak dpat berjalan sebagaimana yang

diharapkan. Penyebab utamanya adalah faktor manusia. Beberpa

aspek diantaranya adalah (Tjiptono, 1997) :

a. Identitas pribadi anggota tim.

Sudah merupakan hal yang alamiah bila seseorang ingin tahu

apakah mereka cocok di organisasi tertentu, termasuk dalam tim

tertentu. Sebuah tim tidak dapat berjalan efektif bila anggotanya


31

belum merasa cocock dengan tim tersebut.

b. Hubungan antar anggota tim

Agar setiap anggota dapat bekerjasama, mereka harus saling

mengenal dan berhubungan. Untuk itu dibutuhkan waktu bagi

anggota yang berasal dari berbagai latar belakang tersebut supaya

dapat saling membantu dan bekerjasama.

c. Identitas tim dalam organisasi.

Faktor ini terdiri dari dua aspek. Pertama, kesesuaian atau

kecocokan tim dalam organisasi. Aspek ini menyangkut misi dan

dukungan dari manjemen puncak terhadap tim. Kedua, pengaruh

keanggotaan dalam tim tertentu terhadap hubungan dengan

anggota diluar tim. Aspek ini terutama sangat penting dalam gugus

tugas dan tim proyek, dimana anggota tim tersebut berusha

mempertahankan hubungan yang telah terbina dengan rekan kerja

yang bukan anggota tim.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kerjasama

kelompok yang terkoordinasi akan memberikan dampak yang positif

terhadap kinerja karyawan, dengan mengutamankan kepentingan

bersama / organisasi.

3. Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah kemampuan seorang untuk

memobilisasi, menyelaraskan, memimpin kelompok, kemampuan

menjelaskan gagasan sehingga dapat diterima orang lain. Pemimpin


32

penting dalam mempengaruhi perubahan. Pemimpin bertanggung

jawab untuk menggerakkan setiap usaha dan hambatan untuk

menjamin kejelasan visi. Pemimpin harus dapat menciptakan iklim

organisasi dimana karyawan merasa bebas tapi penuh tanggung

jawab.

Riyono dan Zulaifah (2001) mengatakan bahwa kepemimpinan

berkaitan dengan kemampuan untuk memotivasi dan mempengaruhi

bawahan. Seorang pemimpin sukses karena mampu bertindak sebagai

pengarah dan pendorong yang kuat serta berorientasi pada tujuan yang

ditetapkan.

Menurut Diana dan Tjiptono (2001) pemimpin yang baik harus

memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut :

a. Tanggung jawab yang seimbang.

Keseimbangan di sini adalah antara tanggung jawab terhadap

pekerjaan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang yang

harus melaksanakan pekerjaan tersebut.

b. Model peranan yang positif.

Peranan adalah tanggung jawab, perilaku atau prestasi yang

diharapkan dari seseorang yang memiliki posisi khusus tertentu.

Oleh karena itu pemimpin yang baik harus dapat dijadikan panutan

dan contoh bawahannya.

c. Memiliki ketrampilan komunikasi yang baik.

Pemimpin yang baik harus dapat menyampaikan ide-idenya secara


33

ringkas dan jelas, serta dengan cara yang tepat.

d. Memiliki pengaruh positif.

Pemimpin yang baik memiliki pengaruh yang baik terhadap

karyawannya dan menggunakan pengaruh tersebut untuk hal-hal

yang positif. Pengaruh adalah seni menggunakan kekhususan

untuk menggerakkan atau mengubah pandangan orang lain ke arah

suatu tujuan atau sudut pandang tertentu.

e. Mempunyai kemampuan untuk menyakinkan orang lain.

Pemimpin yang sukses adalah pemimpin yang dapat menggunakan

ketrampilan komunikasi dan pengaruhnya untuk menyakinkan

orang lain akan sudut pandangnya serta mengarhakan mereka

pada tanggung jawab, tidak terhadap sudut pandang tersebut.

Lucky (2000) mengatakan bahwa kepemimpinan di masa yang

akan datang cenderung mengarah pada teaching organization, yang

dapat mengantisipasi perubahan dan keaneka ragaman knowledge,

skill dan ability sumber daya manusia, sehingga meningkatkan kinerja

perusahaan. Kesuksesan perusahaan di kompetensi global ditentukan

oleh kecepatan perusahaan untuk berubah sesuai dengan lingkungan

bisnisnya.

Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian di atas adalah

kepemimpinan mempunyai efek yang penting terhadap upaya

organisasi mendapatkan daya saing dan keuntungan di era globalisasi.

Pemimpin bertanggungjawab untuk mengerakkan setiap usaha dan


34

hambatan untuk menjamin kejelasan visi. Pemimpin harus dapat

menciptakan iklim organisasi dimana karyawan merasa bebas tapi

penuh tanggungjawab.

4. Pengambilan Keputusan Secara Analisis

Pengambilan keputusan secara analitis merupakan salah satu

aspek fundamental dalam organisasi. Pengambilan keputusan bukan

menjadi wewenang tunggal pimpinan atau manager. Karyawan juga

membuat keputusan yang berkaitan dengan pekerjaan mereka dan

organisasi tempat mereka bekerja. Jadi semua individu dalam

organisasi terlibat dalam pengambilan keputusan, yaitu menentukan

pilihan antara dua atau lebih alternatif.

Tjiptono (1997) mengatakan bahwa kualitas keputusan yang

diambil manjer sangat penting peranannya dalam dua hal yaitu :

a. Kualitas keputusan manajer secara langsung mempengaruhi

peluang karir, penghargaan (reward) dan kepuasan kerja.

b. Keputusan manajerial memiliki kontribusi terhadap keberhasilan

atau kegagalan sebuah organisasi. Oleh karena itu, setiap manajer

harus selalu siap menghadapi evaluasi dan kritik terhadap

keputusan-keputusan yang dibuatnya.

Suatu keputusan yang diambil dapat dilakukan evaluasi untuk

mengukur, apakah hasil pengambilan keputusan baik atau jelek.

Adapun evalusinya antara lain (Sunu, 1999) :

1) Mengevaluasi hasil keputusan, apakah pengaruh dari hasil


35

keputusan mengarah pada pencapaian tujuan organisasi yang

ditentukan.

2) Mengevaluasi proses yang dilakukan dalam pengambilan

keputusan dalam jangka panjang, proses yang salah cenderung

berpotensi untuk memberikan hasil yang negatif.

Pengambilan keputusan merupakan suatu proses untuk memilih

suatu rangkaian tindakan dari dua atau lebih alternatif yang mencakup

penentuan pilihan dan pemecahan masalah. Pengambilan keputusan

yang mengoptimalkan proses dan hasil dalam membuat suatu keputusan

adalah rasional, yaitu dia membuat pilihan-pilihan yang konsisten dan

memaksimalkan nilai dalam batasan tertentu. Pilihan-pilihan tersebut

mengikuti model enam langkah (Robbins, 2002) yaitu :

1) Mendefinisikan masalah.

2) Mengidentifikasi kriteria keputusan

3) Menimbang kriteria

4) Menghasilkan alternatif

5) Menilai semua alternatif pada masing-masing kriteria.

6) Menghitung keputusan optimal

Pengambilan keputusan rasional memerlukan kreativitas yaitu,

kemampuan untuk mengkombinasikan ide dengan cara yang unik atau

membuat gabungan yang tidak umum dari beberapa ide. Kreativitas

memungkinkan pengambil keputusan untuk lebih sepenuhnya menilai dan

memahami masalah, termasuk melihat masalah yang tidak dilihat orang


36

lain. Manfaat lain dari kreativitas adalah membantu pengambilan

keputusan untuk mengidentifikasi semua alternatif yang baik (Robbins,

2002). Melalui pengalaman yang perlu diperhatikan bahwa tak ada satu

model yang dapat menjamin bahwa pimpinan selalu membuat keputusan

yang benar. Meskipun demikian, pimpinan yang menggunakan model

yang rasional, intelektual dan sistimatik lebih berpeluang untuk berhasil

dibandingkan dengan pimpinan yang menggunakan pendekatan model

yang bersifat informal. Kombinasi dari keduanya dapat digunakan sebagai

alternatif yang dapat dipilih oleh pimpinan. Setiap pimpinan dapat memilih

berbagai pendekatan yang dianggap paling sesuai dengan situasi dan

kondisi yang dihadapi (Sunu, 1999).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa

pengambilan keputusan yang optimal melalui analisa yang menyeluruh

terhadap suatu masalah berdasarkan data dan informasi secara akurat

sangat penting keberadaannya bagi karyawan dalam mengelolah suatu

pekerjaan. Keterlambatan dan kecerobohan dalam pengambilan

keputusan yang tidak tepat akan menyebabkan terganggunya kinerja

organisasi secara keseluruhan.

G. Hubungan Kompetensi Sumber Daya Manusia Dengan Kinerja

Kompetensi sering digunakan sebagai kriteria utama untuk

menentukan kerja karyawan seperti profesional, manajerial atau senior

manajer. Perusahaan akan mempromosikan karyawan yang memenuhi

kriteria kompetensi yang dibutuhkan dan dipersyaratkan untuk ke jenjang


37

yang lebih tinggi. Karena kompetensi merupakan suatu kecakapan dan

kemampuan individu dalam mengembangkan dan menggunakan potensi-

potensi dirinya dalam merespon perubahan-perubahan yang terjadi pada

lingkungan organisasi atau tuntutan dari pekerjaan yang menggambarkan

satu kinerja.

Kompetensi dapat juga digunakan sebagai kriteria untuk

menentukan penempatan kerja karyawan. Karyawan yang ditempatkan

pada tugas tertentu akan mengetahui kompetensi apa yang diperlukan,

serta jalan yang harus ditempuh untuk mencapainya dengan

mengevaluasi kompetensi-kompetensi yang sesuai dengan tolok ukur

penilaian kinerja. Sehingga sistem pengelolaan sumber daya manusia

lebih terarah, karyawan dapat dikembangkan untuk meningkatkan

pengetahuan, ketrampilan, keahlian, tingkat kompetensi dan kinerjanya.

Kompetensi karyawan untuk berkomunikasi efektif dengan

pelanggan adalah cukup penting sehingga keinginan dan kebutuhannya

dapat terpenuhi dengan baik. Dengan adanya komunikasi yang baik suatu

organisasi dapat berjalan lancar dan berhasil begitu juga sebaliknya

kekurangan atau tidak adanya komunikasi dapat membuat kemacetan

atau berantakan. Oleh karena itu karyawan dalam organisasi perlu

memahami dan menyempurnakan komunikasi mereka sehingga akan

mempunyai pengaruh yang positif terhadap kinerjanya.

Kerjasama kelompok merupakan sebuah group yang terdiri dari

atas kelompok orang untuk berkumpul untuk menggabungkan


38

kemampuan dan ketrampilan mereka dan bersama-sama untuk mencapai

tujuan. Keeratan hubungan team sekerja sangat besar artinya untuk

rangkaian pekerjaan yang memerlukan kerjasama team yang tinggi.

Tingkat keeratan hubungan mempunyai pengaruh terhadap mutu dan

intensitas interaksi yang terjadi dalam suatu kelompok. Hubungan kerja

sama diantara para karyawan dalam melakukan pekerjaan baik secara

individu maupun kelompok untuk mencapai tujuan bersama mempunyai

dampak positif terhadap kinerja individu maupun organisasi dalam

mencapai tujuan.

Kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi perilaku

orang lain untuk bekerja secara baik, bersedia bekerjasama dan

mempunyai disiplin kerja yang tinggi. Kepemimpinan yang efektif sangat

penting untuk kelangsungan hidup dan keberhasilan perusahaan.

Pemimpin harus mampu menumbuhkan, memelihara, dan

mengembangkan usaha yang kooperatif dalam kehidupan organisasi.

Selain itu pemimpiun dapat memberikan rangsangan agar karyawan

menyukai pekerjaanya dan bisa menumbuhkan atau mendorong kinerja

karyawan.

Pengambilan keputusan secara analitis dapat dilakukan efektif

dan efisien dengan menggunakan langkah-langkah yang baik sesuai

dengan hasil audit yang berupa informasi atau data bagi manajemen untuk

mengambil keputusan atau permasalahan yang ada. Keterlambatan dan

kecerobohan dalam pengambilan keputusan yang tidak tepat akan


39

menyebabkan terganggunya kinerja individu dan organisasi.

Peranan sumber daya manusia dalam organisasi perusahaan

sangat menentukan arah kehidupan perusahaan. Manusia sebagai

individu mempunyai perilaku (behavior) dan sikap (attitude) yang berbeda

satu dengan yang lain. Perilaku dapat mempengaruhi kinerja organisasi.

Penentuan tingkat kompetensi dibutuhkan untuk merekflesikan efisiensi

dan efektifitas kinerja karyawan. Kecenderungan organisasi

menggunakan beberapa kompetensi seperti, komunikasi, kerjasama

kelompok, kepemimpinan, dan pemutusan keputusan secara analitis

dalam pekerjaan sebagai refleksi efisiensi dan efektifitas individu dalam

menggunakan knowledge dan skill. Sejumlah kompetensi dapat dianggap

menentukan kesuksesan seorang karyawan. Pendekatan kompetensi

sedikit visibel dan dapat dikontrol dan diarahkan secara luas dengan

perilaku. Penentuan tingkat kompetensi dibutuhkan untuk mengetahui

efektifitas tingkat kinerja yang diharapkan. Prediksi siapa yang berkinerja

baik dan kurang baik dapat diukur dari kriteria atau standar yang

digunakan (tolok ukur penilaian kinerja).

Penentuan ambang kompetensi yang dibutuhkan tentunya dapat

dijadikan dasar proses seleksi, perencanaan, evaluasi kinerja karyawan

dan pengembangan sumber daya manusia. Mengacu pada pengertian

kompetensi yang terdiri atas kemampuan teknis, ketrampilan dalam

menganalisa dan mengambil keputusan, kemampuan berkomunikasi,

kemampuan bekerja mandiri dan kelompok sampai pada aspek


40

kepemimpinan dan menejerial, maka melalui suatu kompetensi tertentu

seorang karyawan akan bekerja secara baik dan berkualitas dalam

bidangnya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan kompetensi

sumber daya manusia dapat digunakan untuk mengarahkan karakteristik

individu dalam menyeleksi pekerjaan yang diembannya. Kompetensi

komunikasi, kerjasama kelompok, kepemimpinan dan pengambilan

keputusan secara analitis merupakan faktor yang penting untuk

meningkatkan kinerja karyawan.


41

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konseptual

Organisasi koperasi adalah suatu cara atau sistem hubungan

kerja sama antara orang-orang yang mempunyai kepentingan yang sama

antara orang-orang yang mempunyai kepentingan yang sama dan

bermaksud mencapai tujuan yang ditetapkan bersama-sama dalam suatu

wadah koperasi. Sebagai organisasi koperasi mempunyai tujuan

organisasi yang merupakan kumpulan dari tujuan-tujuan individu dari

anggotanya, jadi tujuan koperasi sedapat mungkin harus mengacu dan

memperjuangkan pemuasan tujuan individu anggotanya, dalam

operasionalnya harus sinkron.

Kompetensi sumber daya manusia yang terdiri dari komunikasi,

kerjasama kelompok, kepemimpinan dan pemutusan pendapat secara

analitis dapat mempengaruhi kinerja. Tingkat ompetensi dalam penelitian

ini dapat diartikan sebagai kemampuan individu untuk bekerja secara

berkualitas dan efektif dalam bidangnya, dimana untuk menjadi kompeten

seorang karyawan membutuhkan potensi-potensi (skill, knowledge, ability)

yang berkualitas dan diaktualisasikan secara baik dalam suatu kinerjanya.

Komponen kompetensi terdiri dari potensi-potensi yang mengacu pada

pada kecakapan tertentu, diantaranya adalah komunikasi, kerjasama

kelompok, kepemimpinan dan pemutusan pendapat secara analitis.


42

Melalui kompetensi tertentu seorang karyawan akan mampu bekerja

secara berkualitas, agar tujuan organisasi dapat dicapai secara efisien dan

efektif. Dalam bentuk bagan, kerangka konseptual penelitian ditunjukkan

berikut ini.

Gambar 1. Kerangka Konseptual

Komunikasi
(X1)

Kemampuan Kerjasama
(X2)
Kinerja
(Y)
Kepemimpinan
(X3)

Pengambilan
Keputusan Secara
Analisis
(X4)

B. Hipotesis

1. Ada pengaruh yang signifikan kemampuan komunikasi, kerjasama,

kepemimpinan, dan kemampuan pengambilan keputusan dengan

kinerja pengelola koperasi di Kabupaten Barru.

2. Kemampuan pengambilan keputusan adalah variabel yang

dominan pengaruhnya terhadap kinerja pengelola koperasi di

Kabupaten Barru.
43

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Barru Propinsi

Sulawesi Selatan. Objek penelitian adalah pengelola koperasi di

daerah tersebut. Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu

bulan Januari sampai dengan Pebruari 2010.

B. Metode Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian

ini, maka penulis menggunakan beberapa teknik yaitu :

1. Kuesioner yaitu teknik pengumpulan data melalui daftar pertanyaan

secara tertulis yang demikian kepada responden dengan maksud

untuk memperoleh data yang akurat dan valid.

2. Observasi yaitu pengumpulan data dengan cara melakukan

pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti.

3. Wawancara yaitu cara pengumpulan data melalui diolah secara

langsung untuk memperoleh informasi dari responden yang terpilih.

4. Dokumentasi yaitu cara pengumpulan data dengan data tertulis

berupa dokumen yang tersedia di Kantor Dinas Koperasi, Dewan

Koperasi, dan pada koperasi-koperasi yang ada di Kabuapten

Barru.

C. Jenis dan Sumber Data


44

Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung melalui

wawancara dengan responden dan pejabat lainnya yang

berhubungan dengan masalah yang diteliti.

2. Data sekunder adalah data berupa dokumen-dokumen dan laporan

tertulis seperti struktur organisasi, jumlah pegawai dan informasi

lainnya yang ada hubungannya dengan masalah penelitian ini.

D. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah pengelola koperasi yang

ada di Kabupaten Barru. Jumlah badan usaha koperasi yang ada

sebanyak 82 buah. Total populasi, yaitu seluruh pengurus koperasi

sebanyak 281orang. Pengambilan sampel dilakukan secara acak

(random sampling) dengan terlebih dahulu memilih koperasi yang

masih aktif dilihat dari data yang ada di Dinas Koperasi Kabupaten

Barru. Jumlah sampel ditetapkan sebanyak 75 orang.

E. Teknik Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis pengaruh

kompetensi sumber daya manusia terhadap kinerja pengelola

koperasi di Kabupaten Barru.

2. Analisis Regresi berganda yaitu metode yang digunakan untuk

menjawab hubungan antara setiap variabel bebas dengan variabel


45

terikat. Model yang digunakan seperti dikemukakan oleh Sugiono

(2003; 251) sebagai berikut :

Y = b0 + biXi + b2X2 + b3X3 + b4X4 + i

Dimana :

Y = Kinerja pengelola koperasi

X1 = Kemampuan komunikasi

X2 = Kemampuan kerjasama

X3 = Kepemimpinan

X4 = Pengambilan keputusan secara analisis

E = Faktor kesalahan

b0 = Konstanta

bi-b4 = Koefisien regresi untuk variabel bebas

Selanjutnya setelah koefisien regresi diperoleh dilakukan

pengujian untuk mengetahui variabel bebas terhadap variabel terikat

secara bersama-sama dengan menggunakan uji Fisher, uji t dan

koefisien determinasi secara simultan (R2) dan secara parsial (r2).

Semua proses perhitungan akan menggunakan program SPSS. Uji

tersebut dilakukan dengan melihat nilai signifikansi p >  = 0,05 berarti

secara parsial variabel X tidak berpengaruh dan tidak signifikan

terhadap variabel Y dan jika nilai signifikansi p <  = 0,05 maka secara

parsial variabel X berpengaruh dan signifikan terhadap variabel Y

F. Definisi Operasional
46

1. Komunikasi (X1) adalah kemampuan mengekspresikan dengan

tepat apa yang disampaikan, mendengarkan, dan memahami

pendapat orang lain, serta membuat kesepakatan bersama melalui

pendekatan persuasif. Indikatornya adalah melakukan komunikasi

dengan seluruh stakeholders, mampu memahami keinginan dan

target-target kinerja yang ditetapkan rapat anggota melalui

komunikasi bisnis yang efektif, dan komunikasi untuk peningkatan

SHU. Instrumen yang digunakan adalah kuisioner dan

pengukurannya menggunakan skala likert 5 poin.

2. Kemampuan kerjasama (X2) adalah kemampuan dalam

membangun kepercayaan untuk kepentingan pengembangan

koperasi. Indikatornya adalah kerjasama dengan sesama

pengurus, kemampuan melakukan komunikasi dengan seluruh

stakeholders, kemampuan bekerja sebagai satu tim. Instrumen

yang digunakan adalah kuisioner dan pengukurannya

menggunakan skala likert 5 poin.

3. Kepemimpinan (X3) adalah kemampuan dalam mengemukakan

dan mewujudkan visi organisasi melalui rencana menghadapi suatu

perubahan, menciptakan anggota pengelola koperasi yang mandiri,

serta mengerti hak dan tanggung jawabnya. Indikatornya adalah

kemampuan menciptakan kondisi kerja yang kondusif, kemampuan

menumbuhkan rasa tanggung jawab, kemampuan memberikan

nasihat-nasihat teknis, kemampuan memberikan pengetahuan-


47

pengetahuan teknis, dan kemampuan meningkatkan kesejahteraan

anggota. Instrumen yang digunakan adalah kuisioner dan

pengukurannya menggunakan skala likert 5 poin.

4. Pengambilan keputusan secara analisis (X4) adalah kemampuan

dalam proses pengambilan keputusan secara optimal melalui

analisa secara menyeluruh berdasarkan data dan informasi yang

tersedia. Indikatornya adalah pengambilan keputusan dalam

pekerjaan, kemampuan memprioritaskan pekerjaan, penngambilan

keputusan dengan analitis, dan pelibatan anggota dalam keputusan

strategis. Instrumen yang digunakan adalah kuisioner dan

pengukurannya menggunakan skala likert 5 poin.

5. Kinerja (Y) adalah hasil kerja atau prestasi kerja yang dicapai oleh

pengelola koperasi dalam melaksanakan tugas dan

tanggunjawabnya sebagai pengelola koperasi. Indikator kinerja

dapat diukur dari: (1) kemampuan kerja, (2) kecepatan

menyelesaikan tugas pekerjaan, (3) kreatifitas membaharui metode

kerja, dan (4) kemampuan menganalisis masalah. Skor atas

penilaiannya apabila sangat tinggi diberi skor 5 dan apabila sangat

rendah diberi skor 1.


48

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Identitas Responden

Penelitian dilakukan terhadap 75 orang responden yang

semuanya merupakan pengelola koperasi di Kabupaten Barru. Pengelola

dimaksud terdiri dari badan pengawas, pengurus, dan manajer koperasi.

Berdasarkan penyebaran kuisioner kepada 75 orang responden yang

dipilih secara random tersebut, terdapat 10 kuisioner yang tidak kembali,

sehingga yang dapat diolah lebih lanjut untuk analisis hasil penelitian

hanya 65 buah kuisioner. Dengan demikian total sampel dalam penelitian

ini hanya 65 orang. Penelitian bertujuan untuk mengungkapkan pengaruh

kompetensi sumber daya manusia terhadap kinerja pengelola koperasi di

Kabupaten Barru. Objek utama penelitian adalah mengukur pengaruh

variabel-variabel bebas yang terdiri dari Kemampuan komunikasi (X1),

Kemampuan kerjasama (X2), Kepemimpinan (X3), dan Pengambilan

Keputusan Secara Analitis (X4). Berikut ini akan dideskripsikan identitas

responden meliputi jenis kelamin dan tingkat pendidikan. Pengungkapan

identitas responden semata dimaksudkan untuk menggambarkan

berbagai karakteristik responden yang sempat terjaring dalam penelitian

ini.
49

1. Jenis Kelamin

Tabel 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jumlah Persentase
No Klasifikasi
(Orang) (%)
1. Laki-Laki 42 64,62
2. Perempuan 23 35,38

Total 65 100.00
Sumber : Data primer setelah diolah, 2010

Berdasarkan jenis kelamin dapat digambarkan bahwa responden

yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 42 orang atau 64,62 % dan

sisanya adalah perempuan sebanyak 23 orang atau 35,38 %. Dengan

demikian tampak bahwa ada perimbangan antara laki-laki dan perempuan

dalam pengelolaan koperasi, yang berarti pula bahwa tidak ada

permasalahan dengan gender, malah yang ditemui di lapangan posisi

pengurus dan manajer koperasi banyak juga diisi oleh perempuan.

2. Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan responden merupakan salah satu unsur yang

menentukan kemampuan (capabilities), sikap (attitudes), nilai-nilai (value),

dan kebutuhan-kebutuhan (needs). Secara logis diharapkan tingginya

tingkat pendidikan pengelola koperasi akan memberikan dampak positif

terhadap kinerja pengelola, sebab semakin tinggi tingkat pendidikan

semakin besar pula potensi seseorang untuk dapat memahami konsep

tata kelola koperasi yang baik. Hasil penelitian mengenai tingkat

pendidikan responden ditunjukkan pada tabel 5.2 berikut ini.


50

Tabel 5.2. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Formal

Jumlah Persentase
No. Jenjang Pendidikan
(Orang) (%)
1. Sarjana S-1 14 21,54

2. Diploma 8 12,31

3. SLTA 33 50,77

4. SLTP 10 15,38

Jumlah 65 100,00

Sumber : Data primer diolah, 2010

Data yang ditunjukkan pada tabel 5.2 tersebut di atas menunjukkan

bahwa umumnya pengelola koperasi di Kabupaten Barru yang menjadi

responden penelitian ini memiliki jenjang pendidikan SLTA yaitu sebanyak

33 orang responden atau 50,77 %, kemudian sarjana S-1 sebanyak 14

orang atau 21,54 %, yang berpendidikan diploma sebanyak 8 orang atau

12,31 %, dan yang berpendidikan SLTP sebanyak 10 orang atau 15,38 %.

B. Distribusi Jawaban Responden Terhadap Variabel Penelitian

Variabel yang diteliti terdiri dari 4 (empat) variabel independen dan

satu variabel dependen. Guna mengungkapkan hasil penelitian

berdasarkan variabel-variabel yang diperhatikan, maka penulis akan

menggambarkan data-data hasil penelitian untuk tiap variabel yang terdiri

dari Kemampuan komunikasi (X1), Kemampuan kerjasama (X2),

Kepemimpinan (X3), dan Pengambilan Keputusan Secara Analitis (X4)


51

sebagai variabel independent sementara variabel bebas (dependent

variable) adalah kinerja pengelola koperasi (Y).

1. Kemampuan komunikasi

Kemampuan komunikasi merupakan salah satu unsur dalam

kematangan berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan yang

diperoleh dari pendidikan, latihan dan pengalaman. Dalam konteks

kualitas sumber daya manusia, kemampuan para pengelola koperasi

sangat diperlukan agar pengelolaan koperasi berjalan optimal sesuai

dengan konsep manajemen modern sehingga koperasi yang dikelola

dapat menghasilkan laba maksimal untuk kepentingan kesejahteraan

anggota koperasi. Berdasarkan hasil penelitian dapat diklasifikasikan

tingkat Kemampuan komunikasi pengelola koperasi pengelolaan koperasi

sebagai berikut :

Tabel 5.3 Distribusi Jawaban Responden Terhadap Variabel


Kemampuan komunikasi

Jumlah Persentase
No Klasifikasi
(orang) (%)
1. Sangat tinggi 13 20,00
2. Tinggi 46 70,77
3. Cukup 5 7,69
4. Rendah 1 1,54
5. Sangat rendah 0 0

Jumlah 65 100,00
Sumber : Data primer setelah diolah, 2010
52

Berdasarkan hasil penelitian yang kemudian diklasifikasi, secara

umum dapat dinyatakan bahwa sebagian besar atau 46 orang (70,77 %)

responden mempunyai kemampuan komunikasi yang tinggi, 13 orang

(20,00 %) dengan kemampuan komunikasi sangat tinggi, 5 orang (7,69 %)

mempunyai kemampuan komunikasi dengan kategori cukup, dan 1 orang

(1,54 %) dengan kemampuan komunikasi kategori rendah. Hasil analisis

ini sekaligus menunjukkan bahwa kompetensi sumber daya manusia

dengan indikator utama kemampuan komunikasi yang dimiliki para

pengelola Koperasi di Kabupaten Barru sudah termasuk dalam kategori

yang baik. Hal ini tentu saja merupakan modal penting untuk

menggerakkan sebuah badan usaha seperti koperasi.

Komunikasi tidak hanya merujuk ke berkomunikasi dengan orang

lain, tetapi juga termasuk bagaimana seorang individu merespon, gerak-

gerik tubuh dan nada suara. Memiliki kemampuan komunikasi yang baik

tidak terbatas pada kerja tetapi semua bagian penting dalam kehidupan.

Dalam dunia kerja, kemampuan komunikasi yang efektif adalah penting

karena mereka memainkan peran dalam menentukan seseorang sukses.

Promosi dalam suatu organisasi dapat dilakukan melalui

berkomunikasi secara efektif di semua tingkatan, mulai dari manajemen

atas ke Frontline karyawan. Luar tempat kerja, komunikasi adalah sama-

sama penting dan lebih efektif adalah memastikan akan mempunyai

hubungan yang mengarah ke menikmati gaya hidup sehat. Memfasilitasi


53

komunikasi yang efektif membangun hubungan antara manusia dan

menghindari setiap perbedaan pendapat atau kesalahpahaman.

Dalam rangka untuk mengembangkan kemampuan komunikasi

yang baik, beberapa hal yang harus menjadi pertimbangan dan difokuskan

pada. Dasar untuk menentukan langkah apa yang masing-masing ingin

berkomunikasi dengan fokus pada detil dan apa yang termasuk atau tidak

termasuk. Langkah berikutnya adalah untuk tidak mengambil satu

pendekatan untuk semua-untuk berkomunikasi bagi semua orang karena

individu tertentu bereaksi dalam cara yang berbeda dan harus lebih

terfokus pada situasi dan individu.

Tiga langkah yang efektif dalam komunikasi adalah membayar

perhatian ke orang lain seperti dia respon atau bahasa tubuh atau ekspresi

wajah dan bereaksi sesuai jika memungkinkan dan situasi memungkinkan.

Selain untuk membayar perhatian kepada orang lain, perhatian satu

bahasa tubuh, nada dan ekspresi wajah juga penting. Kabar gembira

dengan kayu tidak akan pernah ada yang sama jumlah efektivitas. Satu

langkah penting dalam membangun komunikasi yang baik adalah

kemampuan untuk belajar dari kesalahan.

2. Kemampuan Kerjasama

Kerjasama adalah kesediaan melebur sebagian keinginan individu

demi tercapainya kepentingan bersama yang didasarkan atas saling

pengertian, harga menghargai, hormat menghormati, toleransi, dan


54

menghargai pengorbanan yang diberikan orang lain. Poin terpenting dalam

hal ini adalah terciptanya hubungan kemanusiaan yang harmonis, yang

tercipta atas kesadaran dan kesediaan melebur keinginan individu demi

terpadunya kepentingan bersama, tujuannya adalah menghasilkan

integrasi yang cukup kukuh mendorong kerjasama yang produktif dan

kreatif untuk mencapai sasaran bersama. Tanggapan responden terhadap

variabel kerjasama disajikan pada tabel 5.4 berikut.

Tabel 5.4 Distribusi Jawaban Responden Terhadap Variabel Kerjasama

Jumlah Persentase
No Klasifikasi
(orang) (%)
1. Sangat tinggi 3 4,62

2. Tinggi 35 53,85

3. Cukup 25 38,46

4. Rendah 2 3,08

5. Sangat rendah - -

Jumlah 65 100,00
Sumber : Data primer setelah diolah, 2010

Berdasarkan tabel 5.4 di atas maka secara deskriptif dapat

dijelaskan bahwa pada umumnya responden dalam penelitian ini yaitu

sebanyak 35 orang (53,85 %) memiliki tingkat kerjasama yang tinggi, 25

orang (38,46 %) memiliki tingkat kerjasama dengan klasifikasi cukup, 3

orang (4,62 %) dengan kemampuan kerjasama yang sangat tinggi, dan 2

orang lainnya (3,08 %) dengan kemampuan kerjasama yang rendah. Hasil

penelitian ini memberikan isyarat agar pemerintah daerah Kabupaten


55

Barru terus mendorong tumbuhnya kemampuan kerjasama di antara para

pengelola koperasi dalam satu unit kerja. Hal ini dapat dilakukan melalui

kegiatan pendidikan dan pelatihan bagi para pengelola koperasi.

Hal ini dimaksudkan agar ego individu dan persaingan tidak sehat

tidak tercipta dalam unit kerja. Ego individu yang kadangkala

mengesampingkan semangat kerjasama tersebut harus diarahkan

sedemikian rupa dalam semangat kompetisi yang sehat. Semangat

kerjasama ini perlu ditanamkan sebagai upaya pemberian kontribusi

secara kelompok kepada organisasi. Capaian-capaian organisasi yang

merupakan target unit kerja harus dipandang sebagai kewajiban bersama

selaku anggota organisasi.

3. Kepemimpinan

Kepemimpinan pada dasarnya merupakan inti dari pada

manajemen, kepemimpinan merupakan motor atau daya penggerak

semua sumber-sumber dan alat-alat (resources) yang tersedia bagi suatu

organisasi. Kepemimpinan mencerminkan asumsi berkaitan dengan

proses yang disengaja dan seseorang untuk menekankan pengaruhnya

yang kuat terhadap orang lain untuk membimbing, membuat struktur,

memfasilitasi aktivitas dan hubungan di dalam kelompok atau organisasi.

Dalam perkembangan zaman, kepemimpinan secara ilmiah berkembang,

kepemimpinan tidak lagi didasarkan pada bakat dan pengalaman saja,

tetapi pada penyiapan secara terencana, melatih calon-calon pemimpin.

Semuanya dilakukan lewat perencanaan, penyelidikan, percobaan/


56

eksperimen, analisis, supervisi dan penggemblengan secara sistematis

untuk membangkitkan sifat-sifat pemimpin yang unggul, agar mereka

berhasil dalam tugas-tugasnya.

Data tentang jawaban responden terhadap pertanyaan tersebut

secara kuantitatif dapat dibuatkan tabel distribusi frekuensi jawaban

responden sebagai berikut:

Tabel 5.5 Distribusi Jawaban Responden Terhadap Variabel


Kepemimpinan

Jumlah Persentase
No Klasifikasi
(orang) (%)
1. Sangat tinggi 3 4,62

2. Tinggi 24 36,92

3. Cukup 33 50,77

4. Rendah 5 7,69

5. Sangat rendah - -

Jumlah 65 100,00
Sumber : Data primer setelah diolah, 2010

Berdasarkan hasil pengolahan data secara statistik deskriptif di

atas, secara umum dapat dinyatakan bahwa sebagian besar atau 33 orang

(50,77 %) responden memberikan apresiasi terhadap kepemimpinan

dalam lingkungan kerjanya dengan klasifikasi cukup, 24 orang (36,92 %)

memberikan penilaian pada klasifikasi baik, dan 3 orang (4,62 %) yang

menyatakan kepemimpinan di lingkungan kerja koperasi yang dikelolanya

pada klasifikasi sangat baik. Sementara terdapat 5 orang (7,69 %)


57

responden yang dengan ekstrim menilai kepemimpinan di lingkungan

kerjanya dalam klasifikasi yang rendah. Hasil analisis ini menunjukkan

bahwa konsep kepemimpinan yang diterapkan dan dirasakan oleh para

pengelola koperasi di Kabupaten Barru termasuk dalam kategori cukup

baik hingga baik.

Hal tersebut menggambarkan bahwa dalam rangka mendukung

usaha peningkatan kinerja pengelola koperasi di Kabupaten Barru, maka

konsep kepemimpinan pada koperasi-koperasi yang beroperasi di

Kabupaten Barru harus didorong pada usaha pengelolaan organisasi

secara akomodatif dan mampu menjadi konsultan dalam pelaksanaan

pekerjaan.

4. Pengambilan Keputusan Secara Analitis

Kemampuan mengambil keputusan secara analitis sangat terkait

dengan seberapa luas wawasan para pengelola koperasi. Wawasan yaitu

pandangan atau kemapuan eksternal dari seseorang untuk memprediksi

hal-hal yang berhubungan dengan prestasi kerja orang tersebut, berikut

cara-cara untuk mencapainya disebut wawasan. Wawasan berhubungan

erat dengan kondisi eksternal pengelola koperasi tanpa meninggalkan

kondisi internalnya, sehingga seseorang dikatakan berwawasan jika orang

tersebut mempunyai kemampuan memprediksi masa depan dengan cara-

cara pencapaian tertentu. Antara wawasan dan keberhasilan organisasi

mempunyai hubungan yang sangat erat, wawasan yang ditunjukkan oleh

pengelola koperasi terhadap pekerjaan sangat penting artinya karena


58

menjadi salah satu faktor keberhasilan organisasi kerja. Instrumen yang

digunakan untuk mengetahui kemampuan seorang pengelola koperasi

dalam mengambil keputusan secara analitis adalah kuisioner dengan 5

item pertanyaan. Berdasarkan hasil penelitian atas 65 orang responden,

diperoleh klasifikasi seperti ditunjukkan pada tabel 5.6 berikut.

Tabel 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Kemampuan Mengambil


Keputusan Secara Analitis

Jumlah Persentase
No Klasifikasi
(orang) (%)
1. Sangat tinggi 8 12,31

2. Tinggi 31 47,69

3. Cukup 25 38,46

4. Rendah 1 1,54

5. Sangat rendah - -

Jumlah 65 100,00
Sumber : Data primer setelah diolah, 2010

Berdasarkan tabel tersebut di atas, secara deskriptif dapat

dijelaskan bahwa umumnya responden dalam penelitian ini memiliki

kemampuan mengambil keputusan secara analitis dalam kategori yang

tinggi dan cukup tinggi. Hal ini terlihat dari persebaran responden, dimana

31 orang (47,69 %) berada pada kategori yang baik, dan 25 orang (38,46

%) pada kategori yang cukup baik. Hasil ini mengindikasikan ada

pemahaman para pengelola koperasi terhadap bidang kerja masing-

masing sekaligus memiliki kemampuan yang cukup baik dalam


59

mengaktualisasikan nilai-nilai dan pemahaman mereka terhadap bidang

pekerjaan masing-masing.

Proses pengambilan keputusan bagi seorang pengelola koperasi

dalam hal ini sangat penting dan hal itu harus dilakukan dengan melakukan

analisa atas hal-hal yang akan diputuskan. Untuk itu, penting diperhatikan

bahwa setiap pengelola koperasi harus memiliki wawasan yang cukup

sebagai pemicu munculnya ide dan kreatifitas dalam pekerjaan. Wawasan

dibutuhkan guna memacu semangat kerja, Kemampuan komunikasi,

sekaligus menjadi faktor penting dalam meningkatkan kinerja pengelola

koperasi. Seseorang yang tidak memiliki kemampuan wawasan yang

memadai akan bekerja seperti robot yang hanya bersifat mekanik tanpa

kemampuan untuk menjabarkan secara mandiri maksud dan arah yang

diinginkan pimpinan unit kerja. Wawasan muncul sebagai proses

internalisasi dari para pengelola koperasi atas konsep dan pemahaman

mereka secara mendalam tentang bidang pekerjaan, sekaligus sebagai

akumulasi bekerjanya rasionalisasi mereka secara ilmiah atas sesuatu hal

dalam pekerjaannya. Stimulus wawasan yang baik dapat tercipta oleh

faktor tingkat pendidikan seseorang, pengalaman kerja, pelatihan, dan

hasil belajar mandiri para pengelola koperasi.

5. Kinerja Pengelola Koperasi

Kinerja sering disebut sebagai prestasi kerja seseorang pengelola

koperasi yang dapat dicapai jika faktor-faktor pendukung terpenuhi.


60

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 65 orang responden

di Jajaran pengelolaan koperasi Kabupaten Barru diperoleh data-data

seperti ditunjukkan pada tabel 5.7 berikut.

Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Kinerja

Jumlah Persentase
No Klasifikasi
(orang) (%)
1. Sangat Tinggi 12 18,46

2. Tinggi 44 67,69

3. Cukup Tinggi 9 13,85

4. Rendah - -

5. Sangat rendah - -

Jumlah 65 100,00
Sumber : Data primer setelah diolah, 2010

Berdasarkan tabel 5.7 tersebut di atas secara deskriptif dapat

dijelaskan bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 44 orang

(67,69 %) memiliki kinerja dengan klasifikasi tinggi, 12 orang (18,46 %)

dengan kinerja yang sangat baik, dan 9 orang (13,85 %) dengan kinerja

klasifikasi cukup tinggi. Hasil penelitian menggambarkan bahwa dari

indikator-indikator kinerja yang dikembangkan dalam penelitian ini, para

pengelola koperasi di lingkungan pengelolaan koperasi Kabupaten Barru

pada umumnya sudah memiliki kinerja yang tinggi. Hasil penelitian ini

sekaligus mengisyaratkan perlunya penilaian kinerja pengelola koperasi

berdasarkan penguasaan terhadap tugas pokok dan tanggung jawab

masing-masing sebagai acuan utama, harus memberikan dorongan agar


61

pengelola koperasi dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya

dengan sepenuh hati dan pengabdian yang tulus sebagai bentuk

tanggungjawab kepada para anggota koperasi, harus memperhatikan

faktor-faktor yang dapat meningkatkan motivasi kerja pengelola koperasi,

dan menjadikan kemajuan usaha sebagai alat ukur yang benar-benar

objektif dalam menilai kinerja pengelola koperasi.

C. Analisis Hasil Penelitian

Untuk menguji hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa

Kemampuan komunikasi, kemampuan kerjasama, kepemimpinan, dan

pengambilan keputusan secara analitis berpengaruh signifikan terhadap

kinerja pengelola koperasi di Kabupaten Barru, maka data hasil penelitian

diolah dengan bantuan program SPSS Versi. 12.00. Dari hasil analisis

diperoleh persamaan linear regresi berganda sebagai berikut :

Tabel 5.8. Hasil Olah Data


Koefisien Nilai B t Sig.
Konstanta 0,836 1,755 0,084
Kemampuan komunikasi (X1) 0,057 0,650 0,518
Kemampuan kerjasama (X2) 0,318 3,696 0,000
Kepemimpinan (X3) 0,099 1,392 0,169
Pengambilan keputusan (X4 0,404 5,158 0,000
F hitung = 19,539 R = 0,752
Sig. = 0,000 R2 = 0,566
Sumber : Lampiran pengolahan data

Berdasarkan hasil olah data tersebut, diperoleh persamaan regresi

berikut ini.

Y = 0,836 + 0,057 X1 + 0,318 X2 + 0,099 X3 + 0,404 X4


62

Dari persamaan regresi berganda seperti di atas, selanjutnya

dapat diinterpretasikan sebagai berikut :

1. Nilai koefisien b0 sebesar 0,836 berarti apabila faktor-faktor penentu

kinerja pengelola koperasi yang terdiri dari variabel Kemampuan

komunikasi (X1), kemampuan kerjasama (X2), kepemimpinan (X3), dan

pengambilan keputusan secara analitis (X4) sama dengan nol, maka

diperkirakan kinerja pengelola koperasi sebesar 0,836 satuan.

2. Nilai koefisien b1 = 0,057 menunjukkan adanya pengaruh yang searah

antara Kemampuan komunikasi pengelola koperasi dengan kinerja

pengelola koperasi. Dalam arti, apabila Kemampuan komunikasi

pengelola koperasi meningkat pada taraf tertentu maka akan

menyebabkan peningkatan kinerja pengelola koperasi.

3. Nilai koefisien b2 = 0,318 menunjukkan adanya pengaruh yang searah

antara variabel kemampuan kerjasama dengan kinerja pengelola

koperasi. Hal ini berarti jika para pengelola koperasi dapat

bekerjasama dengan baik dan memandang unit kerja sebagai satu

kesatuan maka kinerja mereka juga akan meningkat.

4. Nilai koefisien b3 = 0,099 menunjukkan adanya pengaruh yang searah

antara kepemimpinan dengan kinerja pengelola koperasi. Artinya, jika

kepemimpinan dirasakan kondusif dan akomodatif oleh pengelola

koperasi akan berdampak pada peningkatan kinerja pengelola

koperasi.

5. Nilai Koefisien b4 = 0,404 menunjukkan adanya pengaruh yang searah


63

antara kemampuan mengambil keputusan secara analitis dengan

kinerja pengelola koperasi. Hal ini berarti jika pengelola koperasi

mampu mengambil keputusan secara analitis dalam arti dapat

menganalisa setiap keputusan yang akan diambil maka kinerjanya

juga diharapkan meningkat.

Dari seluruh variabel yang dimasukkan dalam model seperti

ditunjukkan pada persamaan regresi di atas semuanya memiliki pengaruh

yang positif (searah) sehingga jika variabel-variabel ini ditingkatkan maka

diperkirakan akan menyebabkan kenaikan kinerja pengelola koperasi di

Kabupaten Barru.

Hasil olah data untuk ANOVA menunjukkan nilai F (Value) =

19,539 dengan nilai P (Prob > F) atau signifikansi 0,000a memberikan

informasi tentang signifikansi model pada taraf signifikan 95 % ( = 0,05),

ini berarti model yang dipakai signifikan secara statistik karena P <  =

0,05 (0,000 < 0,05). Karena model signifikan, maka penafsiran, peramalan

atau inferensi yang lain dapat dilakukan dengan menggunakan model

regresi tersebut.

Dengan demikian hipotesis (H1) yang menyatakan bahwa

Kemampuan komunikasi, kemampuan kerjasama, kepemimpinan, dan

pengambilan keputusan secara analitis berpengaruh signifikan terhadap

kinerja pengelola koperasi di Kabupaten Barru terbukti secara statistik

terbukti dan dapat diterima.


64

Berikutnya akan dilihat tingkat keeratan hubungan (korelasi)

antara variabel bebas terhadap variabel terikat, demikian pula dengan

tingkat determinasinya.

Tingkat korelasi variabel bebas terhadap variabel terikat

ditunjukkan oleh nilai R sebesar 0,752 yang memberikan informasi bahwa

ada hubungan yang kuat antara variabel kemampuan komunikasi,

kemampuan kerjasama, kepemimpinan, dan pengambilan keputusan

secara analitis terhadap kinerja pengelola koperasi di Kabupaten Barru.

Besarnya daya ramal model diberikan oleh nilai koefisien determinasi yang

disimbolkan dengan R2 (R-Square) sebesar 0,566 yang berarti model

mempunyai daya ramal sebesar 56,6 % atau sekitar 57 % variasi naik

turunnya variabel Y (kinerja pengelola koperasi) dapat dijelaskan oleh

model atau dipengaruhi oleh variabel-variabel Kemampuan komunikasi,

kemampuan kerjasama, kepemimpinan, dan pengambilan keputusan

secara analitis sedang sisanya sebesar 43 % diakibatkan oleh faktor lain

yang tidak dimasukkan dalam model analisis.

Selanjutnya untuk melihat pengaruh masing-masing variabel

independen terhadap variabel dependen (Y) dapat dijelaskan secara rinci

sebagai berikut:

a. Pengaruh Kemampuan komunikasi (X1) terhadap kinerja


pengelola koperasi (Y)

Uji koefisien (lihat lampiran) ternyata diperoleh t-hitung X1

sebesar 0,650 dengan nilai probability (signifikansi) sebesar 0,518, ini


65

berarti secara parsial variabel X1 (Kemampuan komunikasi)

berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap kinerja pengelola

koperasi (Y) karena nilai signifikansi lebih besar dari  = 0,05 (0,518 >

0,05). Hal ini menggambarkan bahwa kemampuan komunikasi

sebagai salah satu unsur kompetensi sumber daya manusia pengelola

koperasi jika berdiri sendiri, dalam arti tidak didukung oleh variabel

lainnya maka tidak akan signifikan pengaruhnya terhadap kinerja.

Tidak signifikannya variabel kemampuan komunikasi menggambarkan

bahwa secara parsial, kinerja pengelola koperasi tidak bergantung

pada kemampuannya melakukan komunikasi baik internal maupun

eksternal, tetapi kemampuan komunikasi menjadi diperlukan sebagai

salah satu komponen penting yang juga harus dimiliki oleh pengelola

koperasi sehingga dapat menjalin kemitraan bisnis dengan pihak-pihak

lain.

b. Pengaruh Kemampuan Kerjasama (X2) terhadap kinerja pengelola

koperasi (Y)

Hasil uji koefisien (lihat lampiran) memperlihatkan nilai t-hitung

X2 sebesar 0,318 dengan nilai probability (signifikansi) sebesar 3,696,

ini berarti secara parsial variabel X2 (kemampuan kerjasama)

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pengelola koperasi

(Y) karena nilai signifikansi lebih kecil dari  = 0,05 (3,696 < 0,05),

dalam arti baik secara parsial maupun bersama-sama variabel

kemampuan kerjasama signifikan pengaruhnya terhadap peningkatan


66

kinerja pengelola koperasi. Hal ini penting menjadi perhatian, bahwa

pengelolaan koperasi sebagai sebuah badan usaha mutlak

memerlukan pengelola yang bisa bekerjasama dalam organisasi untuk

kepentingan kemajuan koperasi dan kesejahteraan para anggota.

c. Pengaruh kepemimpinan (X3) terhadap kinerja pengelola koperasi

(Y)

Hasil uji koefisien (lihat lampiran) memperlihatkan nilai t-hitung

X3 sebesar 1,392 dengan nilai probability (signifikansi) sebesar 0,169,

ini berarti secara parsial variabel X3 (kepemimpinan) berpengaruh

tetapi tidak signifikan terhadap kinerja pengelola koperasi (Y) karena

nilai signifikansi lebih besar dari  = 0,05 (0,169 > 0,05), dalam arti

faktor kepemimpinan dalam pengelolaan koperasi bukan sesuatu yang

berdiri sendiri tetapi mutlak ditunjang oleh variabel-variabel yang

lainnya. Tidak signifikannya variabel kepemimpinan secara parsial

menunjukkan bahwa masalah kepemimpinan di lembaga koperasi

bukanlah faktor yang akan mendominasi tinggi rendahnya kinerja

pengelola koperasi karena seperti diketahui bahwa konsep

kepemimpinan di koperasi tidak sama dengan konsep kepemimpinan

di perusahaan swasta atau lembaga lain, tetapi di koperasi pimpinan

tertinggi dalam hal ini pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi

adalah anggota itu sendiri sehingga kebijakan yang dilaksanakan oleh

pengelola adalah kebijakan yang dimandatkan oleh anggota kepada

pengelola.
67

d. Pengaruh Penambilan Keputusan secara analitis (X4) terhadap

kinerja pengelola koperasi (Y)

Hasil uji koefisien (lihat lampiran) memperlihatkan nilai t-hitung

X4 sebesar 5,158 dengan nilai probability (signifikansi) sebesar 0,000,

ini berarti secara parsial variabel X4 (pengambilan keputusan)

berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja pengelola koperasi (Y)

karena nilai signifikansi lebih kecil dari  = 0,05 (0,000 < 0,05), dalam

arti faktor pengambilan keputusan menjadi kunci penting baik secara

parsial maupun secara bersama-sama dalam meningkatkan kinerja

pengelola koperasi di Kabupaten Barru. Hal ini dapat dipahami, karena

koperasi merupakan suatu lembaga bisnis yang pengelolaannya harus

berdasarkan konsep-konsep ekonomi yang baik.

Berdasarkan uji parsial yang dilakukan terhadap variabel-variabel

yang dimasukkan dalam model analisis diketahui bahwa terdapat dua

variabel penelitian yaitu variabel kemampuan kerjasama (X2) dan variabel

pengambilan keputusan secara analitis (X4), yang secara partial memiliki

pengaruh signifikan terhadap kinerja pengelola koperasi (Y) di Kabupaten

Barru. Dari dua variabel yang memiliki pengaruh signifikan tersebut terlihat

bahwa variabel pengambilan keputusan secara analitis (X5) memberikan

pengaruh yang dominan terhadap kinerja pengelola koperasi di Kabupaten

Barru yang dibuktikan dari nilai t-hitung paling besar atau Probability yang

paling kecil dibanding variabel lainnya (p=0,000 < =0,05).


68

Dengan demikian hipotesis yang menyatakan variabel

pengambilan keputusan secara analitis dominan pengaruhnya terhadap

kinerja pengelola koperasi di Kabupaten Barru dapat dibuktikan secara

statistik dan diterima.

D. Pembahasan Hasil Penelitian

Hasil-hasil analisis yang diuraikan sebelumnya menunjukkan

bahwa tingkat kinerja pengelola koperasi di Kabupaten Barru secara

signifikan dipengaruhi oleh faktor Kemampuan komunikasi, kemampuan

kerjasama, kepemimpinan, dan pengambilan keputusan secara analitis

sementara variabel bebas yang paling dominan berpengaruh adalah

variabel pengambilan keputusan secara analitis. Untuk pembahasan lebih

lanjut, selanjutnya akan diuraikan berikut ini.

1. Variabel Kemampuan komunikasi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel Kemampuan

komunikasi memiliki pengaruh yang searah dengan kinerja, dalam arti

jika terjadi peningkatan Kemampuan komunikasi maka kinerja

pengelola koperasi juga diharapkan meningkat. Analisis secara partial

juga menunjukkan adanya pengaruh (walaupun tidak signifikan) antara

variabel Kemampuan komunikasi dengan kinerja pengelola koperasi

pengelolaan koperasi Kabupaten Barru. Hal ini menggambarkan bahwa

Kemampuan komunikasi pengelola koperasi merupakan salah satu

variabel yang perlu mendapat perhatian dalam rangka memacu tingkat

kinerja pengelola koperasi. Hasil penelitian ini mendukung hasil


69

penelitian Fitriyadi (2001) menunjukkan Variabel Kompetensi Skill

Teknis, kompetensi skill non teknis, knowledge dan ability mempunyai

pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kinerja karyawan..

Seperti dipahami bahwa pada dasarnya kinerja merupakan

perpaduan antara harapan pemenuhan kebutuhan dengan

keterampilan-keterampilan, kecakapan, dan kemampuan yang dimiliki

seorang aparatur (ability x motivation = kinerja). Seseorang yang

memiliki wawasan yang baik dan memadai yang diperolehnya dari

kegiatan pendidikan atau pelatihan serta didukung oleh

keinginan/motivasi yang tinggi untuk mengembangkan karirnya jelas

akan menghasilkan aparatur yang kinerjanya tinggi atau memadai.

Kinerja merupakan prestasi yang dihasilkan dari suatu proses

atau cara bertindak dalam suatu fungsi. Kinerja menempatkan suatu

proses yang berkenaan dengan aktivitas sumberdaya manusia dalam

melakukan pekerjaan yang ditugaskan, mengingat kinerja adalah

aktivitas yang berkaitan dengan unsur-unsur yang terlibat dalam suatu

proses untuk menghasilkan sesuatu (output). Kinerja dapat pula

dijelaskan sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian

pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijaksanaan dalam

mewujudkan sasaran, tujuan, misi, visi organisasi. Indikator kinerja

adalah ukuran kualitatif dan kuantitatif yang menggambarkan tingkat

pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan, dengan


70

mempertimbangkan indikator masukan (inputs), keluaran (output), hasil

(outcomes), manfaat (benefits), dan dampak (impacts).

Dalam rangka meningkatkan kinerja pengelola koperasi

khususnya dalam lingkungan pengelolaan koperasi di Kabupaten

Barru, diperlukan strategi yang menyeluruh, terarah, dan terukur.

Beberapa faktor yang berdasarkan analisis statistik memiliki pengaruh

signifikan harus pula menjadi bahan pengkajian untuk membuat

perencanaan pengembangan sumber daya manusia, khususnya dalam

lingkup pengelolaan koperasi Kabupaten Barru.

Peningkatan kinerja pengelola koperasi berkaitan erat dengan

peningkatan kemampuan, keterampilan, pengetahuan dan keahlian

kerja pengelola koperasi di dalam suatu lingkungan kerja (organisasi)

agar tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai secara maksimal

terutama dari segi output-nya. Peningkatan kinerja sumberdaya

manusia tersebut juga memberikan dampak bagi pengelola koperasi

dimana mereka dapat meningkatkan produktivitasnya sehingga dengan

sendirinya dapat meningkatkan taraf hidupnya akibat pencapaian hasil

tersebut.

2. Variabel Kemampuan Kerjasama

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kemampuan

kerjasama berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja pengelola

koperasi pengelolaan koperasi Kabupaten Barru. Hasil penelitian

tersebut didukung pula oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Amran
71

(2005) yang menemukan bahwa Hasil penelitian menyimpulkan bahwa

secara simultan faktor Kemampuan komunikasi individu, minat

kerjasama, kedisiplinan, pengetahuan konsepsional, dan

kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap kinerja pengelola

koperasi. Variabel yang dominan berpengaruh adalah minat kerjasama.

Dapat dipahami bahwa kerjasama bagi pengelola koperasi

menjadi hal yang penting dalam upaya mensinergikan program kerja

organisasi dengan kemampuan pengelola koperasi untuk

melaksanakannya secara bersama-sama sebagai suatu tim kerja. Oleh

karena itu kerjasama bagi pengelola koperasi amat penting dalam

upaya memaksimalkan pencapaian kinerja, baik kinerja individu

maupun kinerja organisasi secara keseluruhan.

Uraian tersebut di atas dapat dimaknai bahwa faktor kerjasama

merupakan salah satu unsur yang harus dapat dimaksimalkan oleh para

pimpinan instansi pemerintahan khususnya pada pengelolaan koperasi

Kabupaten Barru, karena tanpa kerjasama antar sesama pengelola

koperasi di unit kerja masing-masing akan sulit dicapai kinerja yang

baik.

3. Variabel Kepemimpinan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kepemimpinan

memiliki pengaruh yang searah dengan kinerja sementara uji parsial

menunjukkan bahwa variabel ini berpengaruh walaupun tidak signifikan

terhadap kinerja pengelola koperasi sekretariat daerah Kabupaten


72

Barru. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Amran (2005), Mulyadi (2003), dan Abdu Rahman Ismail

(2003), yang seluruhnya menyimpulkan bahwa variabel kepemimpinan

memiliki pengaruh yang positif terhadap kinerja.

Kepemimpinan dalam suatu organisasi menjadi salah satu

faktor kunci yang sangat menentukan berhasil tidaknya suatu

organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.

Kepemimpinan dapat menyentuh berbagai segi kehidupan manusia

seperti cara hidup, kesempatan berkarya, bermasyarakat bahkan

bernegara. Oleh karena itu, usaha sadar untuk semakin mendalami

berbagai segi kepemimpinan yang efektif perlu dilakukan secara terus

menerus. Hal ini disebabkan karena keberhasilan suatu organisasi

sangat tergantung pada mutu kepemimpinan. Sehingga wajar bila

dikatakan bahwa mutu kepemimpinan dalam organisasi memainkan

peran yang sangat dominan dalam keberhasilan organisasi tersebut.

Untuk itu, seorang pemimpin organisasi harus mampu menggerakkan,

mengakomodir, dan membina bawahnnya serta harus bisa

menciptakan lingkungan kerja yang kondusif dengan menjaga

keharmonisan dalam lingkungan kerja.

Keberhasilan seorang pemimpin sangat bergantung pada

kemampuannya mengoperasionalkan setiap aturan dalam suatu

kelompok dan mengarahkannya untuk secara maksimal mencapai

tujuan organisasi. Untuk itu, dalam memilih seorang pemimpin harus


73

ada patokan dasar atau kompetensi dasar yang dimiliki seperti

kecerdasan, kedewasaan dan keleluasaan berhubungan (komunikasi),

motivasi diri dan dorongan berprestasi, dan memiliki sifat hubungan

kemanusiaan. Kepemimpinan dengan demikian tidak harus dipandang

sebagai popularitas, bukan pula kekuasaan, tetapi kepemimpinan harus

dipandang sebagai upaya menyelesaikan segala sesuatu dengan

memakai orang lain, pendengar, berorientasi tugas, mempunyai rasa

strategis, berhasrat memahami, memberikan empati, dan mau

bekerjasama menuju peningkatan kinerja (Spears, 1999).

4. Variabel Pengambilan Keputusan Secara Analitis

Hasil penelitian menunjukkan pula bahwa variabel pengambilan

keputusan secara analitis merupakan variabel yang dominan

pengaruhnya terahadap kinerja pengelola koperasi. Hal ini sejalan

dengan teori yang dikemukakan oleh Moenir (2001) bahwa dalam

organisasi kerja, kemampuan mengambil keputusan yang ditunjukkan

oleh wawasan yang ditunjukkan oleh pengelola koperasi terhadap

pekerjaan sangat penting artinya karena menjadi salah satu faktor

keberhasilan organisasi kerja. Pada dasarnya wawasan umum

seseorang terhadap suatu objek tertentu minimal ada 8 macam yang

hal ini juga berlaku bagi pengelola koperasi terhadap objek

tugas/pekerjaan yang diberikan kepadanya yaitu wawasan menerima,

wawasan curiga, wawasan ragu-ragu, wawasan menolak, wawasan


74

pura-pura, wawasan tidak menentu, wawasan ketergantungan dan

wawasan tidak peduli (apatis).

Wawasan merupakan kemampuan eksternal dari seseorang

untuk memprediksi hal-hal yang berhubungan dengan prestasi kerja

orang tersebut, berikut cara-cara untuk mencapainya menjadi sangat

penting guna melahirkan pengelola koperasi yang tidak hanya berfungsi

sebagai alat mekanisasi dari suatu organisasi tetapi lebih jauh dari itu

diharapkan dapat berperan dalam mengembangkan kemampuan

terbaiknya dan meningkatkan pemahaman mereka terhadap segala

aspek yang menyangkut keberhasilan dalam menjalankan tugas pokok

dan fungsinya.

Beberapa wawasan yang kurang menguntungkan terhadap

kemajuan dan perkembangan organisasi ditemui juga dalam organisasi

yang mempunyai fungsi utama pelayanan publik. Akibatnya memang

cukup berat yaitu pelayanan tidak berjalan sebagaimana mestinya,

ketidakpuasan akan cepat menghinggapi banyak orang yang menerima

pelayanan dan pada akhirnya akan timbul keresahan masyarakat.

Apabila keresahan sudah mulai terasa, jika tidak segera ada usaha

untuk mengatasi akan dapat berkembang menjadi faktor penyebab

keresahan sosial. Oleh karena itu, menjadi kewajiban semua orang

terutama pemerintah untuk secara dini mengantisipasi keadaan dan

mulai mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki sektor-sektor

yang sedang dihinggapi penyakit lemah pelayanan tersebut.


75

Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, maka strategi

pengembangan sumber daya manusia harus diarahkan untuk peningkatan

kinerja pengelola koperasi dengan memperhatikan berbagai faktor seperti

melakukan perencanaan kegiatan pengembangan Kemampuan

komunikasi pengelola koperasi melalui pendidikan dan latihan,

memberikan dukungan pada tingkat pimpinan, penegakan disiplin kerja

pengelola koperasi, pemumpukan semangat kerjasama dalam tim kerja,

dan peningkatan wawasan para pengelola koperasi terhadap bidang tugas

masing-masing. Disamping itu perlu terus melakukan perbaikan terhadap

kondisi lingkungan kerja seperti terbinanya hubungan yang harmonis

antara pimpinan dengan bawahan, antara sesama pengelola koperasi,

dan yang juga penting adalah tersedianya sarana dan prasarana kerja

yang memadai ditunjang dengan kondisi lingkungan yang tenang, aman,

dan nyaman untuk melakukan pekerjaan.


76

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan uraian-uraian dan hasil analisis yang ditunjukkan

pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan hal-hal berikut ini :

1. Secara simultan faktor Kemampuan komunikasi, kemampuan

kerjasama, kepemimpinan, dan pengambilan keputusan secara

analitis berpengaruh signifikan terhadap kinerja pengelola koperasi di

Kabupaten Barru.

2. Secara parsial terdapat dua variabel yang signifikan terhadap kinerja

pengelola koperasi yaitu variabel kemampuan kerjasama dan variabel

pengambilan keputusan secara analitis. Sedangkan dua variabel

lainnya pengaruhnya tidak signifikan, yaitu variabel kemampuan

komunikasi dan variabel kepemimpinan.

3. Variabel Kemampuan komunikasi memiliki pengaruh yang searah

dengan kinerja, dalam arti jika terjadi peningkatan Kemampuan

komunikasi maka kinerja pengelola koperasi juga diharapkan

meningkat. Analisis secara partial juga menunjukkan adanya pengaruh

(walaupun tidak signifikan) antara variabel Kemampuan komunikasi

dengan kinerja pengelola koperasi pengelolaan koperasi Kabupaten

Barru.

4. Variabel kerjasama memiliki pengaruh yang searah dengan kinerja

pengelola koperasi, artinya jika kerjasama pengelola koperasi dapat


77

ditingkatkan maka diharapkan kinerja pengelola koperasi juga

meningkat. Sementara uji parsial menunjukkan bahwa variabel

kerjasama berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja

pengelola koperasi pengelolaan koperasi Kabupaten Barru.

5. Variabel kepemimpinan memiliki pengaruh yang searah dengan

kinerja, dalam arti jika kondisi kepemimpinan mendukung maka kinerja

pengelola koperasi juga diharapkan meningkat. sementara uji parsial

menunjukkan bahwa variabel ini berpengaruh positif tetapi tidak

signifikan terhadap kinerja pengelola koperasi di Kabupaten Barru.

6. Variabel pengambilan keputusan secara analitis merupakan variabel

yang dominan pengaruhnya terahadap kinerja pengelola koperasi,

artinya jika pengelola koperasi mampu mengambil keputusan dengan

landasan analisa yang tepat maka kinerja pengelola koperasi juga

diharapkan meningkat. Uji parsial juga menunjukkan bahwa variabel

pengambilan keputusan secara analitis berpengaruh positif dan

signifikan terhadap peningkatan kinerja pengelola koperasi.

B. Saran

1. Kinerja pengelola koperasi dapat ditingkatkan melalui serangkaian

upaya yang terencana dan terarah dengan melakukan kegiatan

pengembangan sumber daya manusia seperti meningkatkan

frekuensi pendidikan dan pelatihan bagi pengelola koperasi,

meningkatkan Kemampuan komunikasi, peningkatan wawasan

untuk pengambilan keputusan, dan penciptaan kerjasama tim yang


78

solid. Oleh sebab itu, pemerintah daerah melalui Dinas Koperasi

Kabupaten Barru juga perlu membantu melakukan pembinaan

terhaddap para pengelola koperasi.

2. Karena faktor pengambilan keputusan merupakan faktor yang

paling dominan pengaruhnya terhadap peningkatan kinerja

pengelola koperasi, maka disarankan agar dilakukan serangkaian

upaya strategis yang dapat mendukung meningkatknya

kemampuan pengambilan keputusan pengelola koperasi.


79

DAFTAR PUSTAKA

Armstrong. M , 1998. Performance Management . Clays, Ltd. St. Ives ple,


England.

Bacal R 2001, Performance Management . Edisi Bahasa Indonesia. Sun.


Jakarta.

Bittel L.R dan Newsrom J.W , 1996, Pedoman Penyelia, Pustaka.


Binaman Pressindo. LPPM. Jakarta.

Boulter. N, Dalziel. M dan Hill. J, 1996, People and Competencies, Bidlles,


Ltd. London.

Cira, D.J dan Benjamin, E.R ,1998, Competency_Based Pay : A Concept


in Evolution. Compensation and Benefits Review , September-
October, 21-28.

Diana. A., dan Tjiptono. F., 2001 , Total Quality Mnagement , Edisi Revisi,
Penerbit Andi, Yogyakarta.

Fitriyadi, 2002, Pengaruh Kompetensi Skill, Knowledge, Ability Dalam


Pengembangan Sumber Daya Manusia Terhadap Kinerja PD
Bangun BuanaPropinsi Kalimantan Selatan. Tesis Pascasarjana
Universitas Airlangga,Surabaya.

Green P.C., 1999, Building Robust Competencies, Jossey-Bass, San


Fransisco.

Hariandja, M.T.E, 2002, Manajemen Sumber Daya Manusia ,Grasindo,


Jakarta.

Hitt A.M, Ireland D.., dan Hoskisson E.R., 1997, Manajemen Strategis
Menyongsong Era Persaingan dan Globalisasi , Penerbit
Erlangga, Jakarta.

Hutapea P., 2001, Competencies Based Integrated HR System


(http://www.HRD.com, diakses 2 Nopember 2009).

Kartikawangi D., 2002, Karakteristik Sumber Daya Manusia yang


Dibutuhkan Dunia Industri/Organisasi Dalam Menghadapi
Globalisasi, Atma Nan Jaya, Jakarta.

Kartono K., 2001, Pemimpin dan Kepemimpinan, PT. Raja Grafindo


Persada, Jakarta.

Kenna. Mc. E. dan Beech. N., 1995, The Essence Of MSDM, Edisi Bahasa
Indonesia, Penerbit Andi , Yogyakarta.
80

Lucky. E., 2000, Peran Kepemimpinan dan Kompensasi terhadap Sales


Force, Usahawan no.12 Th. XXIX. Desember 2000. Mason. D.R.
dan Lind A.D., 1999, Statistik Untuk Bisnis dan Ekonomi . Edisi
Kesembilan, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Mathis R.L dan Jackson J.H, 2002, Manajemen Sumber Daya Manusia,
Salemba Empat, Jakarta.

Papu J., 2001, Teamwork , (http : //www.e-psikologi.com., diakses 18 Juni


2001).

Prawirosentono S., 1999, Kebijakan Kinerja Karyawan , BPFE,


Yogyakarta.

Rahmanto I., 2002, Penilaian Kinerja dan Imbalan : Suatu Alternatif Keluar
Dari Krisis, (http: www.Feupak.web.id. , diakses 29 Oktober
2009).

Riyono. B dan Zulaifah. E., 2001. Psikologi Kepemimpinan , Unit Publikasi


Fakultas Psikologi, UGM, Yogyakarta.

Robbins. P.S.,2002, Prinsip-prinsip Perlaku Organisasi . Edisi kelima ,


Penerbit Erlangga, Jakarta.

Ruky. A., 2001, Sistem Manajemen Kinerja, Gramedia, Jakarta.

Santoso .S., 2002, Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik , Penerbit Elex
Media Komputindo, Jakarta.

Siagian P.S., 1999, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara,


Jakarta.

Sugiyono, 2003, Metode Penelitian Administrasi, Alfabeta, Bandung.

Sulaiaman W., 2002, Jalan Pintas Menguasai SPSS 10 , Penerbit Andi,


Yogyakarta.

Sunu. P., 1999, Peran SDM dalam Penerapan ISO 9000 , Grasindo ,
Jakarta.

Tjiptono. F., 1997, Prinsip-prinsip Total Quality Service , Penerbit Andi


Yogyakarta.

Usmara A., 2002, Paradigma Baru Manajemen |Sumber Daya Manusia,


PT. Amara Books, Yogyakarta.

Zainun. B., 2001 , SDM Indonesia , Penerbit Toko Gunung Agung ,


Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai