KDKV 2
KDKV 2
PENDAHULUAN
darah, yang secara umum dibedakan atas penyakit jantung bawaan (congenital heart
kardiovaskular merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian diseluruh dunia. Pada
tahun 2005, penyakit ini menyebabkan 17,5 juta kematian, yaitu sekitar 30% dari total
kematian pada tahun tersebut (Lindholm and Mendhis, 2007). Angka kematian akibat
kelainan kardiovaskular diperkirakan akan meningkat menjadi 25 juta orang pada tahun
2020, atau sekitar 37% dari total kematian yang diperkirakan. Selain memiliki angka
kematian yang tinggi, penyakit kardiovaskular juga berkaitan dengan beban kesehatan
yang besar. Pada tahun 1990, penyakit ini menimbulkan 134 juta DALY (disability
adjusted life-years), yang merupakan 10% dari total DALY pada saat tersebut. Nilai
DALY akibat kelainan ini akan mencapai 204 juta pada tahun 2020 atau sekitar 15% dari
total DALY yang terjadi pada tahun tersebut (Neal, Chapman and Patel, 2002).
artery diseases atau CAD) merupakan penyakit yang paling sering terjadi dengan tingkat
mortalitas yang tinggi. PJK merupakan penyebab utama kematian pada hampir semua
negara didunia. Di Amerika Serikat, tingkat kematian PJK adalah 144,4 per 100.000
populasi. American Heart Association (AHA) menyebutkan bahwa pada tahun 2008,
22
sekitar 770.000 orang Amerika mengalami serangan pertama jantung koroner dan sekitar
430.000 orang menderita serangan berulang. Selain itu, sekitar 190.000 orang mengalami
komplikasi penyakit koroner (infark miokard) setiap tahun. AHA melaporkan bahwa
setiap 26 detik, 1 orang Amerika akan mendapat penyakit jantung koroner dan setiap
menit, 1 orang Amerika meninggal karena penyakit ini. Pada tingkat global, 3,8 juta laki-
laki dan 3,4 juta wanita meninggal akibat PJK setiap tahun (WHO, 2004).
Beban PJK bukan hanya terjadi pada negara-negara maju tetapi juga pada negara
berkembang. Sekitar 60% dari total kematian PJK terjadi di negara-negara berkembang
(Tardif, 2010). WHO menyebutkan bahwa pada tahun 2004, sekitar 80% kematian dan
beban PJK terjadi di negara-negara yang memiliki pendapatan rendah atau menengah
(WHO, 2007).
kardiovaskular. Namun berdasar data yang tersedia, tingkat mortalitas dan morbiditas
penyakit ini cukup besar. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001
menunjukkan bahwa proporsi kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah
berkisar 26,3% dari seluruh kematian dan menduduki peringkat pertama penyebab
kematian umum (Surkesnas, 2002). SKRT 2004 melaporkan bahwa sekitar 2,2%
penduduk Indonesia yang berusia diatas 15 tahun pernah didiagnosis menderita penyakit
jantung dan sekitar 1,3% penduduk Indonesia pernah didiagnosis menderita penyakit
jantung angina (Depkes, 2007). Riset Kesehatan Dasar Indonesia 2007 melaporkan
bahwa prevalensi penyakit jantung berdasar wawancara berkisar 7,2% dan berdasar
23
Selain itu, Profil Kesehatan Indonesia 2006 melaporkan bahwa penyakit-penyakit
yang berhubungan erat dengan sistem kardiovaskular, seperti stroke dan hipertensi,
memiliki tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Stroke dilaporkan sebagai salah
satu penyebab utama kematian di Indonesia. Pada tahun 2005, penyakit ini menyebabkan
lebih 4.000 kematian atau sekitar 5,2% dari jumlah kematian pada tahun tersebut.
Prevalensi penyakit stroke dilaporkan berkisar 8,3 per 1.000 penduduk, dan berdasar
diagnosis tenaga kesehatan berkisar 6 per 1.000 penduduk. Hipertensi dilaporkan sebagai
penyakit nomor dua terbanyak pada pasien rawat jalan di rumah sakit-rumah sakit.
Prevalensi hipertensi pada penduduk Indonesia yang berusia 18 tahun keatas berkisar
31,7% berdasar pemeriksaan tekanan darah dan sekitar 7,2% berdasar diagnosis dari
Untuk mencegah timbul dan memberatnya PJK dapat dilakukan tiga jenis
yang bertujuan memperbaiki faktor risiko kardiovaskular serta mencegah timbul dan
statin dan gemfibrozil), anti-hipertensi, obat diabetes dan sebagainya. Pada kasus-kasus
24
(angioplasty), pemasangan cincin koroner (stent) dan tindakan operasi (coronary artery
gaya hidup dianggap sebagai komponen utama penatalaksanaan PJK. Perubahan gaya
hidup adalah tindakan mengubah atau memodifikasi gaya hidup dengan tujuan
mengurangi timbul dan memberatnya PJK. Hingga saat ini, telah terdapat banyak
tersebut disimpulkan bahwa perubahan gaya hidup memiliki keefektifan klinik (clinically
effective). Dalam suatu studi multicenter yang membandingkan secara langsung (face to
face) peranan perubahan gaya hidup dengan penatalaksanaan lain pada penderita PJK,
didapatkan bahwa perubahan gaya hidup yang dilakukan secara teratur menghindarkan
angioplasty (PTCA) dan coronary artery bypass graft (CABG). Dari penderita PJK yang
menjalankan program perubahan gaya hidup, sekitar 77% terhindar dari tindakan
(cost-effective). Studi yang dilakukan oleh Ornish pada tahun 1998 mendapatkan bahwa
rerata biaya 1 tahun program perubahan gaya hidup adalah US$ 7.000. Biaya ini jauh
lebih rendah dibandingkan dengan biaya PTCA yang berkisar US$ 31.000 dan CABG
yang berkisar US$ 46.000 (Ornish, 1998). Perubahan gaya hidup juga efektif dalam
melaporkan efektivitas ini. Diantaranya adalah hasil meta-analisis yang dilakukan oleh
25
Janssen dkk. terhadap 23 studi acak yang melibatkan 11.085 pasien. Dalam analisis
kematian kardiovaskular (OR 1,48) serta penurunan perawatan rumah sakit dan kejadian
infark non-fatal (OR 1,35) (Janssen, et al., 2012). Sejalan dengan hal ini, WHO
perubahan gaya hidup. Selain memberi manfaat pada penderita kelainan kardiovaskular,
perubahan gaya hidup juga bermanfaat bagi penderita penyakit tidak menular lainnya
(seperti diabetes, kanker dan sindrom metabolik) serta pada masyarakat yang tidak
2009).
kelainan kardiovaskular disebut sebagai faktor risiko dan faktor-faktor yang dapat
disebut sebagai faktor prognosis (Fletcher and Fletcher, 2005). Meski terdapat perbedaan
antara istilah faktor risiko dan faktor prognosis, dalam praktiknya istilah faktor risiko
sering digunakan untuk menggambarkan faktor risiko dan faktor prognosis secara
bersamaan. Untuk kesamaan terminologi dalam disertasi ini, istilah faktor risiko
26
penyakit kardiovaskular serta faktor-faktor yang dapat memperberat atau mempengaruhi
memberatnya PJK. Secara umum, faktor risiko ini dibedakan atas faktor risiko yang tidak
dapat diubah (seperti umur, jenis kelamin, ras dan riwayat keluarga menderita kelainan
PJK) dan faktor risiko yang dapat diubah (seperti kebiasaan merokok, diet, aktivitas fisik
yang kurang, kegemukan, tekanan darah tinggi, penyakit diabetes dan sebagainya).
Secara umum dikatakan bahwa semakin banyak dan berat faktor risiko yang dimiliki
individu, semakin besar pula kemungkinan timbul dan memberatnya PJK (Mackay and
Mensah, 2004). Untuk memperbaiki faktor-faktor risiko tersebut, individu dimotivasi dan
difasilitasi untuk menghentikan kebiasaan merokok, melakukan aktivitas fisik teratur atau
perubahan gaya hidup sehat lainnya. Memperbaiki faktor-faktor risiko ini dapat
mencegah timbulnya PJK serta memberatnya perjalanan PJK yang telah ada.
Perubahan gaya hidup dapat dicapai lewat 3 strategi utama, yaitu pendidikan
gaya hidup. Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap perubahan gaya hidup bersifat tidak
27
(belief) dan sikap (attitude). Strategi pendidikan kesehatan umumnya dilakukan lewat
konseling, yaitu proses pemberian bantuan kognitif dan dukungan psikososial yang
dilakukan oleh konselor terhadap individu, keluarga individu atau kelompok. Secara
umum, konseling dapat dibedakan atas 3 jenis, yaitu brief advice, behavior change dan
motivational interview. Perbedaan jenis konseling ini terletak pada tujuan, lama dan
perubahan gaya hidup. Meski sebagian ahli menganggap pendidikan kesehatan adalah
bagian dari promosi kesehatan, sebagian ahli lain membedakan kedua strategi ini.
perilaku. Kegiatan yang dilakukan pada program promosi kesehatan meliputi komunikasi
dan pengalaman yang sama dengan tujuan sharing information dan social support),
perubahan organisasi (proses atau kebijakan pada tingkat organisasi yang menciptakan
publik untuk terciptanya perubahan gaya hidup sehat) serta advokasi (komitmen politik
28
Selain pendidikan kesehatan dan promosi kesehatan, perubahan gaya hidup dapat
difasilitasi oleh program intervensi langsung (direct intervention), yaitu program yang
berisi kegiatan yang berkaitan langsung dengan upaya berhenti merokok, diet sehat dan
aktivitas fisik/olahraga. Jenis program intervensi langsung amat bervariasi dan setiap
penyelenggara program dapat memilih jenis program yang akan dijalankan sesuai tujuan,
target, cakupan dan pembiayaan yang tersedia. Contoh intervensi langsung yang
berkaitan dengan upaya berhenti merokok adalah pendirian klinik berhenti merokok dan
yang berkaitan dengan aktivitas fisik antara lain berupa pembagian pedometer kepada
individu, pelaksanaan kegiatan aerobik atau olahraga teratur serta pemberian akses
penggunaan gymnasium. Sementara program yang berkaitan dengan diet sehat antara lain
berupa pembagian minyak goreng atau buah-buahan tertentu, pembagian video atau kaset
yang berkaitan dengan diet atau nutrisi, pembagian menu diet tertentu seperti Dietary
konseling dianggap sebagai strategi utama. Pada hampir semua program perubahan gaya
bahwa program konseling, baik secara individu maupun kelompok, merupakan strategi
yang selalu digunakan pada hampir semua program perubahan gaya hidup (AHA, 2010).
Konseling dianggap penting karena merupakan strategi efektif dalam perubahan gaya
29
hidup. Hingga kini, terdapat berbagai studi yang menunjukkan efektivitas konseling, baik
sebagai strategi tunggal maupun gabungan dengan strategi lain, dalam program perubahan
gaya hidup. Studi meta-analisis terhadap 20 penelitian yang dilakukan oleh Lancaster dan
Stead (2004) menunjukkan bahwa konseling singkat (brief advice) yang dilakukan oleh
dokter meningkatkan jumlah orang yang berhenti merokok paling tidak dalam waktu enam
bulan. Sejalan dengan hal ini, Cochrane Collaboration menyimpulkan bahwa “Even brief
advice by a health care professional increases the probability of a smoker quitting and, as a
result, this method is highly cost effective.” (Lancaster and Stead, 2004). Berkaitan dengan
aktivitas fisik, konseling juga memiliki peran penting sebagaimana yang disimpulkan oleh
Ockene dan Hebert pada tahun 1996 serta Calfas dkk. pada tahun 2000 bahwa konseling
singkat dapat mempengaruhi dan membantu pasien melakukan perubahan diet dan
metode lain, seperti pembagian materi cetak (brosur, pamflet, leaflet, booklet), peragaan
alat audio-visual (penggunaan video, tape recorder, televisi) serta penggunaan alat-alat
Selain dikombinasikan dengan metode lain, konseling juga perlu dilakukan secara
berulang atau dilanjutkan dengan follow-up teratur. Semakin sering konseling dilakukan
30
konseling. AHA menganjurkan agar kegiatan konseling diikuti dengan follow-up paling
tidak dalam beberapa bulan setelah kegiatan pertama konseling diberikan (AHA, 2009).
menjalankan sejumlah program perubahan gaya hidup lewat pendikan kesehatan, promosi
gaya hidup umumnya dilakukan lewat konseling perorangan atau kelompok, dimana
perilaku sehat. Konseling merupakan kegiatan yang rutin dilakukan dalam praktik
pelayanan kesehatan diberbagai tempat, seperti ruang praktik dokter pribadi, klinik-
klinik, pusat kesehatan masyarakat dan rumah sakit. Konseling juga dilaksanakan pada
tingkat komunitas, seperti pada posyandu, pembangunan kesehatan masyarakat desa, pos
seperti brosur, pamflet dan leaflet. Kombinasi kegiatan konseling dan pembagian materi
Kesehatan Masyarakat (PKM) dan di rumah sakit-rumah sakit lewat kegiatan Penyuluhan
Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS). Pada institusi yang memiliki sarana
lengkap, pendidikan kesehatan atau konseling kadang dilengkapi dengan presentasi video
dan pembagian compact disk (CD) berkaitan dengan topik yang dibahas.
Meski program perubahan gaya hidup seperti disebutkan di atas sudah rutin
dijalankan di Indonesia, sepanjang yang diketahui, belum ada program perubahan gaya
31
hidup di Indonesia yang secara terstruktur menggabungkan metode-metode di atas.
Hingga kini, misalnya, belum ditemukan adanya program yang secara teratur mem-
Selain itu, sepanjang yang diketahui, belum ada studi di Indonesia yang meneliti
efektivitas program perubahan gaya hidup terhadap faktor risiko dan risiko
tentang hal ini menyebabkan perubahan gaya hidup sering dianggap sebagai
penatalaksanaan yang kurang memiliki bukti ilmiah (evidence base) dan kurang penting
kesakitan dan kematian diseluruh dunia. Diberbagai negara saat ini, penyakit PJK
menempati urutan pertama penyakit tersering dan penyebab kematian. Penyakit ini juga
belum ada data lengkap dan detail mengenai epidemiologi penyakit kardiovaskular di
Indonesia, laporan yang tersedia menyebutkan bahwa penyakit ini memiliki tingkat
morbiditas dan mortalitas yang tinggi. PJK merupakan penyebab kematian tersering di
32
kardiovaskular, seperti stroke dan hipertensi, juga menjadi penyebab utama kunjungan
rumah sakit dan penyebab utama kematian di negeri ini. Selain itu, prevalensi faktor
risiko kardiovaskular, seperti kebiasaan merokok, diet tidak sehat, kegemukan serta
kurangnya aktivitas fisik juga cukup besar. Akibat tingginya tingkat morbiditas dan
berhenti merokok, melakukan diet sehat serta melakukan aktivitas fisik/olahraga secara
hipertensi dan diabetes. Sedangkan tindakan khusus meliputi tindakan kateterisasi dengan
perubahan gaya hidup merupakan komponen utama karena upaya ini dapat mencegah
dijalankan serta memiliki efek samping minimal. Selain itu, perubahan gaya hidup juga
33
dapat dilakukan oleh kebanyakan orang, termasuk penderita kelainan kardiovaskular.
Karena perannya yang penting, perubahan gaya hidup dianjurkan dipraktikkan pada
Untuk mencapai perubahan gaya hidup dapat dilakukan tiga strategi utama, yaitu
ketiga strategi ini, pendidikan kesehatan lewat konseling merupakan strategi utama dan
merupakan dasar dari program perubahan gaya hidup. Dengan pendidikan kesehatan,
metode lain, seperti pembagian materi cetak ((brosur, pamflet, leaflet, booklet), peragaan
alat audio-visual (penggunaan video, tape recorder, televisi) serta penggunaan alat-alat
komunikasi (email, internet dan telepon). Selain itu, konseling juga perlu dilakukan
secara berulang atau dilanjutkan dengan follow-up teratur. Kombinasi konseling dengan
konseling pribadi atau kelompok. Aktivitas ini rutin dipraktikkan, baik secara formal
masyarakat dan rumah sakit. Kegiatan konseling biasanya disertai pembagian materi
34
cetak seperti brosur, leaflet, pamflet dan booklet. Pada institusi yang lebih lengkap,
sejauh yang diketahui, hingga kini belum belum ada program yang menggunakan strategi
pembagian brosur dan follow-up lewat telepon). Selain itu, sepanjang yang diketahui
belum ada studi yang mempelajari efektivitas program perubahan gaya hidup terhadap
faktor risiko dan risiko kardiovaskular mayor, baik pada penderita maupun bukan
penderita PJK.
Dalam penelitian ini, terdapat tiga masalah utama yang akan ditinjau, yaitu:
presentasi video, konseling, pembagian brosur dan follow-up lewat telepon) akan
memperbaiki faktor risiko dan risiko kardiovaskular mayor pada penderita PJK di
Indonesia?
presentasi video, konseling, pembagian brosur dan follow-up lewat telepon) akan
presentasi video, konseling, pembagian brosur dan follow-up lewat telepon) akan
Indonesia?
35
1.3. Tujuan Penelitian
brosur dan follow-up lewat telepon) terhadap faktor risiko dan risiko kardiovaskular
dan follow-up lewat telepon) terhadap faktor risiko dan risiko kardiovaskular
mayor pada penderita PJK yang berobat ke rumah sakit jantung (RSJ)
mayor pada kelompok masyarakat yang tidak menderita PJK yang bertempat
mayor pada kelompok penderita PJK yang berobat ke RSJ Harapan Kita dan
36
kelompok bukan penderita PJK yang bertempat tinggal di sekitar RSJ Harapan
Kita, Jakarta.
1. Diharapkan hasil penelitian ini memberikan informasi ilmiah bagi masyarakat dan
sebagai upaya mencegah dan mengurangi faktor risiko dan risiko kardiovaskular
mayor.
hidup sebagai upaya mengurangi faktor risiko dan risiko kardiovaskular mayor.
4. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan data dasar untuk penelitian
metode yang lebih bervariasi dan melibatkan populasi yang lebih luas.
5. Diharapkan hasil penelitian ini memberikan landasan ilmiah bagi para dokter dan
37
1.5. Keaslian Penelitian
Hingga saat ini telah terdapat sejumlah studi yang mempelajari peranan program
perubahan gaya hidup dalam pencegahan dan penatalaksanaan PJK. Sebagian studi ini
dijalankan pada penderita PJK dan sebagian lagi pada kelompok yang tidak menderita
PJK atau masyarakat umum. Kebanyakan studi ini dilakukan di luar negeri. Studi-studi
ini amat bervariasi, terutama menyangkut jenis program yang diberi, populasi studi,
lokasi, cara atau metode yang digunakan serta hasil akhir yang diukur (outcomes). Di
Indonesia telah terdapat beberapa studi yang mempelajari perubahan gaya hidup.
terhadap faktor risiko dan risiko kardiovaskular mayor pada kelompok penderita dan
Berdasar penelusuran ilmiah yang dilakukan, telah terdapat sejumlah studi yang
mirip, namun tidak sama dengan studi ini. Diantara studi-studi tersebut adalah :
hidup pada kelompok yang memiliki risiko sedang dan tinggi mengalami kelainan
kardiovaskular (skor Framingham Heart Study atau FHS > 10%) dan pada
kesehatan individu (health card) dan konseling lewat telepon oleh perawat. Hasil
studi menunjukkan bahwa kegiatan ini menurunkan nilai rerata skor faktor risiko
kelompok kontrol yang hanya mengalami penurunan nilai rerata skor risiko
38
2. Simpson dkk. melaporkan hasil penelitian konseling kelompok (group
counselling) selama 3 bulan yang dilakukannya pada subjek yang memiliki risiko
tubuh (IMT) sebesar 2,1%, kadar kolesterol total 7%, kolesterol LDL 6,2%, rasio
1,9%, 5,5%, 5,4%, 3,8% dan 8,5% (Simpson, Dixon and Bolli, 2004).
3. Calderon dkk. melakukan konseling singkat pada subjek yang memiliki risiko
singkat bermanfaat dalam menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik, kadar
kolesterol total dan LDL serta meningkatkan aktivitas fisik dan olahraga
kelompok yang hanya diberi hasil pemeriksaan laboratorium saja. Hasil studi
diet yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol (Ammerman, et al.,
2003).
5. Ockene dkk. melakukan studi acak terkontrol dan membandingkan hasil dari 3
jenis konseling, yaitu konseling biasa, konseling dengan dokter yang telah diberi
39
latihan konseling dan gabungan konseling dengan dokter yang telah diberi latihan
berat badan, kadar kolesterol LDL serta penggunaan energi yang berasal dari
gaya hidup gabungan yang dilakukan selama 4 tahun pada populasi masyarakat
7. Eriksson dkk. melaporkan bahwa intervensi perubahan gaya hidup yang dilakukan
dalam periode 1 tahun pada institusi pelayanan dasar memperbaiki faktor risiko
8. Nilsson dkk. melaporkan bahwa program intervensi perubahan gaya hidup yang
tekanan darah diastolik, laju jantung, kadar kolesterol LDL serta kebiasaan
9. Emmen dkk. melakukan penelitian perubahan gaya hidup pada rumah sakit dan
40
10. Rosolova dkk. melakukan penelitian perubahan gaya hidup pada beberapa kota
kardiovaskular pada subjek yang menjalani program ini (Rosolova and Simon,
2000).
11. Oslo trial melakukan pengukuran efektivitas konseling diet dan merokok pada
laki-laki sehat berusia 40-49 tahun dan menemukan bahwa intervensi konseling
menurunkan konsumsi lemak jenuh sebesar 10%, kadar kolesterol total sebesar
13%, berhenti merokok sebesar 8% dan risiko kematian dan infark miokard
12. Selain yang disebutkan di atas, terdapat lagi sejumlah penelitian yang memiliki
Di Indonesia, telah terdapat beberapa studi perubahan gaya hidup yang mirip namun
PT ITP Bogor. Analisis ini menggunakan skor Framingham Heart Study sebagai
terhadap IMT, kesegaran jasmani, kadar hsCRP dan profil lipid pada anak yang
41
gemuk. Dalam studi ini didapatkan bahwa setelah program intervensi ditemukan
2
perubahan bermakna IMT (rerata penurunan 0,6 kg/m ), LDL (rerata penurunan
13,5 mg/dl) dan HDL (rerata peningkatan 7,5 mg/dl). Selain itu nilai konsumsi
makanan harian juga berkurang 421,3 kkal/hari (Anam, 2010).
langsung), pembagian brosur (sebagai media cetak) dan follow-up 9 bulan lewat
lewat pubmed, cochrane, google dan data-base lainnya serta berdasar informasi
dari bagian Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan, hingga saat ini
belum ada program perubahan gaya hidup di Indonesia yang secara terstruktur
dengan presentasi video atau dengan pembagian materi cetak. Belum ada program
2. Sepanjang yang diketahui, hingga saat ini belum ada penelitian di Indonesia yang
42
hidup (non-farmakologis) terhadap penderita PJK. Kebanyakan penelitian yang
dua luaran (outcome), yaitu luaran utama (primary outcomes) dan luaran sekunder
(secondary outcomes). Luaran utama yang diukur adalah risiko absolut subjek
dengan skor Framingham Heart Study atau FHS (bagi subjek yang tidak
menderita PJK) dan skor ACTION (bagi subjek yang telah menderita PJK).
seperti kadar-kadar tekanan darah, gula, kolesterol, kebiasaan merokok, skor diet
dan skor aktivitas fisik. Sejauh yang diketahui, penggunaan pengukuran risiko
absolut dengan menggunakan skor Framingham Heart Study dan skor ACTION
43