Anda di halaman 1dari 11

HUBUNGAN ANTARA PAPARAN ASAP ROKOK DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN

PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA


BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS JETIS II KABUPATEN BANTUL
NOVI INDAH RAHMAWATI
Universitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang

sering terjadi pada anak. Insidensi menurut kelompok umur Balita

diperkirakan terdapat 156 juta episode baru di dunia per tahun, 151 juta

episode terjadi di negara berkembang. Kasus terbanyak terjadi di India

(43 juta episode), China (21 juta episode) dan Pakistan (10 juta episode),

sedangkan insidensi ISPA di Indonesia sebesar 6 juta episode. Episode

batuk-pilek pada Balita di Indonesia diperkirakan 2-3 kali per tahun

(WHO, 2008).

Infeksi Saluran Pernafasan Akut berada pada daftar 10 penyakit

terbanyak di rumah sakit. Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia

prevalensi ISPA tahun 2012, DIY menempati nomor 21 dari 33 provinsi

di Indonesia. Di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) kasus ISPA

sebanyak 70.942 pasien balita usia 1-4 tahun dengan prosentase di setiap

kabupaten/kota berkisar antara 31%-39% dari seluruh penyakit. Hasil

sensus penduduk tahun 2010 juga menemukan angka kematian balita

umur 1-4 tahun akibat ISPA di Yogyakarta, untuk balita laki-laki sebesar

20/1000 kelahiran hidup dan untuk perempuan sebesar 14/1000 kelahiran

hidup (Profil Kesehatan DIY, 2010).

Pada tahun 2014 kejadian ISPA (pneumonia) di Kecamatan Jetis

sebanyak 61 kasus, sedangkan pada tahun 2015 Puskesmas Jetis II

1
HUBUNGAN ANTARA PAPARAN ASAP ROKOK DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN
PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA 2
BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS JETIS II KABUPATEN BANTUL
NOVI INDAH RAHMAWATI
Universitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

mencatat 95 kasus ISPA (pnemonia) pada balita. Dinkes Bantul

menempatkan Kecamatan Jetis sebagai wilayah endemik ISPA

(pnemonia), prevalensi tertinggi di seluruh Bantul. Sementara prevalensi

ISPA (non-pnemoni) pada tahun 2016 berjumlah 1348 balita. Kasus

ISPA pada balita dari tahun 2014 sampai 2015 cenderung terus

meningkat (Profil Dinas Kesehatan Bantul, 2015).

Survei mortalitas yang dilakukan oleh Subdit ISPA tahun 2013

menempatkan ISPA sebagai penyebab kematian balita terbesar di

Indonesia dengan presentase 32,10% dari seluruh kematian balita

(Depkes, 2013). Hampir semua kasus kematian karena ISPA pada anak

adalah ISPA bagian bawah terutama pneumonia. Kejadian pneumonia

pada balita berdampak jangka panjang yang akan muncul pada masa

dewasa, yaitu gangguan pernafasan dan penurunan fungsi paru atau

terjadinya gagal jantung kongestif sebagai salah satu komplikasi

pneumonia pada balita (Rahajoe dkk, 2008).

Hasil Riskesdas tahun 2013 menyebutkan bahwa di Indonesia

pneumonia menempati peringkat kedua penyebab kematian balita

(15,5%). Jumlah kematian anak balita disebabkan kasus pneumonia pada

tahun 2013 ditetapkan menjadi 78,8% per 1000 balita, dan kematian bayi

akibat pneumonia sebanyak 13,6% per 1000 bayi (Kemenkes RI, 2014).

Penyakit Pneumonia balita di Kabupaten Bantul dilaporkan sebanyak

1004 kasus dan telah ditangani (100%) sesuai tatalaksana penanganan

pneumonia balita. Kasus penyakit ini meningkat bila dibandingkan


HUBUNGAN ANTARA PAPARAN ASAP ROKOK DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN
PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA 3
BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS JETIS II KABUPATEN BANTUL
NOVI INDAH RAHMAWATI
Universitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

dengan tahun 2014 sebanyak 849 kasus (Profil Dinas Kesehatan Bantul,

2015).

Infeksi Saluran Pernafasan Akut dapat disebabkan oleh tiga faktor,

yaitu faktor lingkungan, faktor individu anak dan faktor perilaku. Faktor

lingkungan meliputi pencemaran udara dalam rumah (asap rokok dan

asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi

yang tinggi), ventilasi rumah dan kepadatan hunian. Faktor individu anak

meliputi umur anak, jenis kelamin, berat badan lahir, status gizi, vitamin

A dan status imunisasi. Faktor perilaku meliputi perilaku pencegahan dan

penanggulangan ISPA pada bayi atau peran aktif keluarga/masyarakat

dalam menangani penyakit ISPA (Prabu, 2009).

Prevalensi merokok di Indonesia dari tahun 1995 sampai 2001 di

kalangan orang dewasa sebanyak 4,6% (Depkes, 2008). Dari tahun ke

tahun angka ini semakin meningkat, sehingga risiko pencemaran udara

akibat asap rokok semakin meningkat. Paparan asap rokok lingkungan

sebagai salah satu faktor resiko timbulnya ISPA. ISPA merupakan satu

dari tiga penyebab kematian terbanyak setelah jantung dan kanker. Satu

batang rokok akan membuat umur memendek sebanyak 12 menit. Lima

puluh tujuh ribu orang pertahun di Indonesia meninggal karena merokok,

hal tersebut disebabkan karena masyarakat Indonesia merupakan salah

satu konsumer rokok tertinggi di dunia (Depkes, 2008).

Paparan rokok terdapat dua jenis yaitu second hand dan third hand

smoke. Second hand smoke adalah asap rokok yang berasal dari rokok itu
HUBUNGAN ANTARA PAPARAN ASAP ROKOK DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN
PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA 4
BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS JETIS II KABUPATEN BANTUL
NOVI INDAH RAHMAWATI
Universitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

sendiri dan asap rokok yang dikeluarkan oleh para perokok aktif. Third

hand smoke adalah asap rokok yang menempel pada baju, karpet, tirai,

dan lain-lain (Jaya, 2009). Akibat gangguan asap rokok pada bayi antara

lain adalah muntah, diare, kolik (gangguan pada saluran pencernaan

bayi), denyut jantung meningkat, gangguan pernafasan pada bayi, infeksi

paru-paru dan telinga, gangguan pertumbuhan. Paparan asap rokok

berpengaruh terhadap kejadian ISPA pada balita dibandingkan yang tidak

terpapar asap rokok (Hidayat, 2005).

Merokok merupakan kegiatan yang berbahaya bagi kesehatan

tubuh karena menurut badan kesehatan dunia (WHO), rokok merupakan

zat adiktif yang memiliki kandungan kurang lebih 4000 elemen, 200

elemen diantaranya berbahaya bagi kesehatan tubuh. Racun yang utama

dan berbahaya pada rokok antara lain tar, nikotin, dan karbonmonoksida.

Racun tersebut akan membahayakan kesehatan perokok (Jaya, 2009).

Indonesia merupakan negara dengan jumlah perokok aktif sekitar

27,6% dengan jumlah 65 juta perokok atau 225 miliar batang per tahun

(Depkes, 2008). Analisis WHO, menunjukkan bahwa efek buruk asap

rokok lebih besar bagi perokok pasif dibandingkan perokok aktif.

Anggota keluarga yang memiliki kebiasaan merokok di dalam rumah

dapat berdampak negatif bagi anggota keluarga lain khususnya balita.

Sekitar 11,4 juta anak dengan usia 0-4 tahun yang terpapar asap rokok

dan hal tersebut berdampak negatif pada kesehatan anak di masa yang

akan datang (Depkes, 2013). Kebiasaan merokok orang tua di dalam


HUBUNGAN ANTARA PAPARAN ASAP ROKOK DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN
PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA 5
BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS JETIS II KABUPATEN BANTUL
NOVI INDAH RAHMAWATI
Universitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

rumah menjadikan balita sebagai perokok pasif yang selalu terpapar asap

rokok. Rumah yang orang tuanya mempunyai kebiasaan merokok

berpeluang meningkatkan kejadian ISPA sebesar 7,83 kali dibandingkan

dengan rumah balita yang orang tuanya tidak merokok di dalam rumah.

Sementara itu jumlah perokok dalam suatu keluarga cukup tinggi

(Rahmayatul, 2013).

Studi pendahuluan yang dilakukan di Desa Sumbermulyo, Bantul

terdapat 3 dari 10 balita yang terkena ISPA dan terpapar asap rokok,

sedangkan yang lainnya 2 balita terkena ISPA dan tidak terpapar asap

rokok, 2 balita tidak terkena ISPA namun terpapar asap rokok, dan 3

balita tidak terkena ISPA dan tidak terkena paparan asap rokok.

Berdasarkan data dari petugas kesehatan masyarakat Puskesmas Jetis II

ada 38 KK yang masih merokok di dalam rumah. Dari 38 KK tersebut

ada yang memiliki balita dan ada pula yang tidak. Balita yang tinggal di

lingkungan perokok akan lebih sering terpapar asap rokok sehingga

menyebabkan balita mudah terkena ISPA.

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti

tentang “Hubungan Paparan Asap Rokok terhadap Kejadian Infeksi

Saluran Pernafasan Akut pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Jetis II

Kabupaten Bantul”.
HUBUNGAN ANTARA PAPARAN ASAP ROKOK DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN
PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA 6
BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS JETIS II KABUPATEN BANTUL
NOVI INDAH RAHMAWATI
Universitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

B. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang, rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Apakah terdapat hubungan antara paparan asap

rokok dengan kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada balita di

wilayah kerja Puskesmas Jetis II Kabupaten Bantul ?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara paparan asap rokok dengan kejadian

Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada balita di wilayah kerja

Puskesmas Jetis II Kabupaten Bantul.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi frekuensi paparan asap rokok pada balita.

b. Mengidentifikasi kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada

balita.

c. Menganalisis hubungan antara paparan asap rokok dengan

kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada balita di wilayah

kerja Puskesmas Jetis II Kabupaten Bantul.

d. Menganalisis faktor risiko lain yang berhubungan dengan

kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada balita di wilayah

kerja Puskesmas Jetis II Kabupaten Bantul.


HUBUNGAN ANTARA PAPARAN ASAP ROKOK DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN
PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA 7
BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS JETIS II KABUPATEN BANTUL
NOVI INDAH RAHMAWATI
Universitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat Teoritis

a. Sebagai bahan masukan dalam kegiatan belajar mengajar

terhadap mata ajaran yang berhubungan dengan penyakit ISPA

pada balita maupun mata ajaran perilaku hidup bersih dan sehat

(PHBS) merokok.

b. Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa kebidanan pada

khususnya, maupun tenaga kesehatan pada umumnya tentang

pencegahan penyakit ISPA pada balita.

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan informasi kepada tenaga kesehatan dan masyarakat

mengenai permasalahan infeksi ISPA pada balita.

b. Meningkatkan peran serta masyarakat khususnya ibu yang

memiliki balita dalam rangka sebagai upaya pencegahan ISPA

melalui keterlibatan dan partisipasi secara langsung dalam

penelitian ini.
HUBUNGAN ANTARA PAPARAN ASAP ROKOK DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN
PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA 8
BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS JETIS II KABUPATEN BANTUL
NOVI INDAH RAHMAWATI
Universitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

E. Keaslian Penelitian

1. Penelitian oleh Alfia Chairunnisa dan Nurma Ika Zuliyanti pada

tahun 2015 dengan judul “Hubungan antara Kebiasaan Merokok

dalam Keluarga dengan Kejadian ISPA pada Balita di wilayah

Puskesmas Bayan Kabupaten Purworejo”. Setelah dilakukan

penelitian menggunakan desain penelitian secara Survey Analitik

dengan pendekatan cross sectional. Subjek yang digunakan dalam

penelitian tersebut yaitu seluruh keluarga yang memiliki balita

berjumlah 79 keluarga. Pengambilan sampel menggunakan

Purposive Sampling. Penelitian ini dilakukan di wilayah

Puskesmas Bayan Kabupaten Purworejo pada tahun 2015. Hasil

penelitian dapat disimpulkan ada hubungan antara kebiasaan

merokok dalam keluarga dengan kejadian ISPA pada balita di

wilayah Puskesmas Bayan Kabupaten Purworejo. Persamaan

dengan penelitian ini adalah desain penelitian, yang menggunakan

desain cross sectional. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya

terletak pada variabel penelitian, teknik pengambilan sampel,

tempat penelitian, dan kuisioner. Variabel independen adalah

paparan asap rokok. Teknik pengambilan sampel pada penelitian

ini adalah cluster proportionate quota sampling. Tempat penelitian

akan dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Jetis II Kabupaten

Bantul selama bulan Desember 2017 sampai dengan Januari 2018.


HUBUNGAN ANTARA PAPARAN ASAP ROKOK DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN
PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA 9
BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS JETIS II KABUPATEN BANTUL
NOVI INDAH RAHMAWATI
Universitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Kuisioner yang digunakan baik mengenai paparan asap rokok dan

ISPA berbeda dengan penelitian sebelumnya.

2. Penelitian oleh Lilis Zuhriyah pada tahun 2015 dengan judul

“Gambaran Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga pada Kejadian

Infeksi Saluran Pernafasan Akut Balita di Puskesmas Bungah

Kabupaten Gresik”. Sampel yang diambil 100 balita yang

menderita ISPA, teknik yang digunakan yaitu purposive sampling.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain

deskriptif. Instrumen yang digunakan adalah lembar kuesioner.

Variabel yang digunakan adalah umur, jenis kelamin, tingkat

pendidikan, status nutrisi, kebiasaan merokok anggota keluarga,

jumlah perokok dan jumlah rokok yang dihirup. Hasil penelitian

dapat disimpulkan terdapat hubungan positif antara gambaran

kebiasaan merokok anggota keluarga pada kejadian ISPA Balita di

Puskesmas Bungah Kabupaten Gresik. Persamaan dengan

penelitian ini adalah variabel dependen yaitu ISPA pada balita.

Perbedaan dengan penelitian sebelumnya terletak pada desain

penelitian, teknik pengambilan sampel, tempat penelitian, dan

kuisioner. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional.

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah cluster

proportionate quota sampling. Tempat penelitian akan

dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Jetis II Kabupaten Bantul

selama bulan Desember 2017 sampai dengan Januari 2018.


HUBUNGAN ANTARA PAPARAN ASAP ROKOK DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN
PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA 10
BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS JETIS II KABUPATEN BANTUL
NOVI INDAH RAHMAWATI
Universitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Kuisioner yang digunakan baik mengenai paparan asap rokok dan

ISPA berbeda dengan penelitian sebelumnya.

3. Penelitian oleh Moh. Miftahur Rohim dengan judul “Hubungan

Merokok Anggota Keluarga dengan Kejadian Infeksi Saluran

Pernafasan Akut pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Paciran

Kabupaten Lamongan”. Kesimpulan penelitian tersebut adalah

terdapat hubungan positif yang bermakna antara kebiasaan

merokok di wilayah kerja Puskesmas Paciran Kebupaten

Lamongan Jenis penelitian observasional, dengan rancang bangun

cross sectional, variabel independen merokok anggota keluarga dan

variabel dependen ISPA pada Balita. Menggunakan consecutive

sampling. Persamaan dengan penelitian ini adalah desain

penelitian, yang menggunakan desain cross sectional. Perbedaan

dengan penelitian sebelumnya adalahteknik pengambilan sampel

adalah cluster proportionate quota sampling. Tempat penelitian

berada di wilayah kerja Puskesmas Jetis II Kabupaten Bantul, bulan

Desember 2017sampai dengan Januari 2018. Kelebihan penelitian

ini dengan penelitian sebelumnya adalah teknik pengambilan

sampel dilakukan dengan berdasarkan letak wilayah geografis

sehingga hasil yang terpilih dapat mewakili seluruh persebaran

balita yang ada di wilayah kerja Puskesmas Jetis II Kabupaten

Bantul.
HUBUNGAN ANTARA PAPARAN ASAP ROKOK DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN
PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA 11
BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS JETIS II KABUPATEN BANTUL
NOVI INDAH RAHMAWATI
Universitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Penelitian yang akan peneliti lakukan pada penelitian ini

adalah “Hubungan Paparan Asap Rokok dengan kejadian Infeksi

Saluran Pernafasan Akut pada balita di wilayah kerja Puskesmas

Jetis II Kabupaten Bantul”. Dengan demikian diharapkan penelitian

ini dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan

penelitian di bidang ilmu kebidanan.

Anda mungkin juga menyukai