Anda di halaman 1dari 5

BAB IV

LÉVI-STRAUSS DAN
ANALISIS STRUKTURAL

1. Lévi-Strauss dan Kisah Oedipus


Terdapat beberapa ilmuan sebelum Lévi-Strauss yang telah melakukan analisis mitos
secara struktural, seperti Vladimir Propp, Hocart dan Raglan, dan George Dumezil. Ada tiga
orang yang dianggap tokoh strukturalisme tulen di Perancis menurut Strauss, mereka adalah
Benveniste, Dumezil, dan Lévi-Strauss (Henaff, 1998). Di antara ketiga tokoh tersebut, Strauss
adalah yang paling maju, konsisten, tekun, dan yakin dengan paradigmanya dalam menerapkan
dan mengembangkan analisis struktural, dilihat dari analisisnya terhadap fenomena
kekerabatan dan perkawinan, mitos, totemisme, dan topeng.
Awal penjelajahan struktural Strauss atas mitos dimulai dengan menganalisis kisah
Oedipus. Analisis ini berawal dari kisah tentang Kadmos dari Eropa. Suatu kali dewa Zeus
terpikat pada seorang gadis bumi bernama Eropa. Zeus kemudian menjelma menjadi seekor
banteng liar yang jinak, berusaha memikat Eropa. Eropa akhirnya tergoda dan berhasil
dilarikan oleh Zeus. Kadmos, saudara laki-laki Eropa pergi mencari Eropa bersama ibunya,
Telephassa. Ibunya kemudian meninggal dan dimakamkan oleh Kadmos. Kadmos disuruh
mengikuti seekor lembu tertentu, dan dia harus membangun kota Thebes di tempat lembu ini
nantinya berhenti. Sebelum itu, lembu tersebut harus dikorbankan terlebih dulu untuk dewi
Athena.
Ketika Kadmos mencari air untuk mempersembahkan korban, Kadmos tiba di sebuah
kolam suci yang dijaga oleh seekor naga. Naga ini adalah anak laki-laki Ares, dewa perang.
Kadmos bertempur dengan naga tersebut dan berhasil membunuhnya. Kemudian Kadmos
menebar gigi-gigi naga tersebut, dan muncullah orang-orang Spartoi dari bumi, tanpa ibu.
Orang-orang Spartoi ini saling bunuh. Mereka yang masih hidup kemudian membantu Kadmos
mendirikan kota Thebes. Kadmos kemudian berdamai dengan Ares, dan mengawini anak
perempuannya, Harmonia. Dewa-dewa memberi Harmonia kalung sakti sebagai hadiah.
Kalung ini kemudian membawa malapetaka pada setiap pemiliknya. Akhirnya Kadmos dan
Harmonia berubah menjadi naga.
Kisah Laios, Chrysippos dan Jokaste. Dalam masa pemerintahan Lykos, Amphion dan
Zethos, Laios dibuang dengan ditemani oleh Pelops. Laios jatuh cinta kepada anak laki-laki
Pelops, bernama Chrysippos, yang diajarinya mengendarai kereta. Setelah kembali menduduki
takhta di Thebes, Laios mengawisni Jokaste, tetapi menghindar berhubungan seks dengannya,
karena menurut ramalan anak laki-lakinya akan membunuhnya. Namun, hubungan seksual
dengan Jokaste (yang membuahkan Oedipus) akhirnua terjadi juga, ketika Laios bernafsu pada
Jokaste setelah dia mabuk dalam suatu pesta keagamaan.
Kisah Oedipus. Raja Laios dan permaisurinya Jokaste memerintah Thebes. Oedipus, anak
laki-laki mereka dibuang di sebuah gunung dengan cara menancapkan tumitnya, dan Oedipus
dikira sudah mati. Oedipus sebenarnya masih hidup diambil anak oleh seorang petani. Dia
kemudian bertemu dengan bapaknya–sang raja–di samping jalan. Mereka berselisih dan
Oedipus akhirnya membunuh bapaknya, tanpa diketahuinya. Saudara laki-laki sang ratu, si
Kreon, kemudian menggantikan Laios sebagai regent. Kota Thebes dikuasai oleh mahlik ajaib,
monster, berupa Sphinx betina. Sang Ratu kemudian mengadakan sayembara. Dia bersedia
menikah dengan siapa saja yang dapay mengalahkan sang Sphinx dengan cara menjawab teka-
tekinya.
Oedipus berhasil menjawab teka-teki Sphinx. Sphinx ini kemudian bunuh diri. Oedipus,
anak laki-laki sang raja, kemudian mengambil seluruh peran ayahnya yang telah meninggal.
Oedipus mengawini Jokaste, ibunya. Ketika mengetahui bahwa Oedipus adalah anaknya,
Jokaste kemudian bunuh diri, sedang Oedipus si anak dan sekaligus juga suaminya kemudian
membutakan dirinya sendiri, dan Oedipus akhirnya menjadi seorang peramal (mendapat
kemampuan supernatural untuk melakukan itu).
Kisah Antigone, Eteokles, dan Polyneikes. Oedipus mempunyai dua orang anak laki-laki,
Eteokles dan Polyneikes, yang juga merupakan saudara laki-lakinya (half brothers), karena dua
anak ini adalah hasil perkawinannya dengan Jokaste. Setelah Oedipus membutakan dirinya
sendiri, dan menyepi, Eteokles dan Polyneikes diinginkan menduduki tekhta secara bergantian.
Eteokles menjadi raja terlebih dahulu, namun kemudian dia menolak untuk menurunkan takhta.
Polyneikes kemudian dibuang dan memimpin angkata bersenjata dari Argos untuk melawan
Thebes, namun usaha ini akhirnya gagal. Eteokles dan Polyneikes kemudian saling membunuh.
Antigone, yang tidak bersedia menaati perintah Kreon untuk tidak mengubur Polyneikes,
menyelenggarakan upacara penguburan untuk Polyneikes. Sebagai hukumannya Antigone
dikurung hidup-hidup si sebuah makam. Di situ dia akhirnya bunuh diri. Di kemudian hari
anak-anak para tokoh yang telah meninggal tersebut melakukan ekspedisi melawan Thebes dan
menang.
Dalam menganalisis kisah Oedipus, Lévi-Strauss beranggapan bahwa setiap mitos dapat
dipenggal menjadi segmen-segmen. Setiap segmen harus memperlihatkan relasi antarindividu
atau menunjukkan pada status dari individu-individu di situ. Segmen ini disebut mytheme
(miteme). Saat menganalisis, perhatian harus diarahkan pada miteme. Dalam kisah Oedipus,
Strauss menemukan sejumlah metime, antara lain (a) Kadmos mencari Eropa, saudara
perempuannya yang dilarikan oleh Zeus; (b) Kadmos membunuh naga; (c) Orang-orang
Spartoi yang muncul dari bumi, (sebagai hasil Kadmos menabuh gigi-gigi naga) dan saling
membunuh; (d) Oedipus membunuh ayahnya, Laios; (e) Oedipus membunuh Sphinx
(sebenarnya Sphinx bunuh diri, (karena Oedipus berhasil menjawab teka-tekinya); (f) Oedipus
mengawini Jokaste, ibunya sendiri; (g) Eteokles membunuh Polyneikes, saudara laki-lakinya;
(h) Antigone mengubur Polyneikes, sudara laki-lakinya, meskipun dilarang.
Lévi-Strauss secara khusus juga memperhatikan tiga tokoh dengan nama-nama khas, yaitu
(i) Labdakos, ayah Laios. Labdakos berarti ‘lumpuh’; (j) Laios, ayah Oedipus. Laios artinya
‘pincang’; dan (k) Oedipus. Oedipus berarti ‘kaki bengkak’. Strauss mengakui bahwa peristiwa
dan nama ini dipilihnya secara arbitrair. Menururtnya, jika dia memasukkan berbagai cerita
lain, hasilnya tidak akan jauh beda. Miteme-miteme yang ditemukan dalam kisah Oedipus
kemudian disusun oleh Strauss secara sintagmatis dan paradigmatis seperti tabel di bawah.

Kolom I Kolom II Kolom III Kolom IV


Kadmos mencari
Eropa, saudara
perempuannya yang
dilarikan oleh Zeus
Kadmos membunuh
naga
Orang-orang Spartoi
yang muncul dari
bumi
Labdakos, ayah
Laios. Labdakos
berarti ‘lumpuh’

Oedipus membunuh Laios, ayah Oedipus.


ayahnya, Laios Laios artinya
‘pincang’
Oedipus membunuh
Sphinx
Oedipus. Oedipus
berarti ‘kaki
bengkak’
Oedipus mengawini
Jokaste, ibunya
sendiri
Eteokles membunuh
Polyneikes, saudara
laki-lakinya
Antigone mengubur
Polyneikes, sudara
laki-lakinya,
meskipun dilarang

Strauss mengatakan bahwa Kolom I menunjukkan suatu “ritual of offence of nature of


incest” atay sebuah “overvaluation of kinship”. Hal ini berlawanan dengan Kolom II yang
menunjukkan “the nature of fraticide/patricide” atau merupakan suatu “undervaluation of
kinship”. Kolom III merupakan kolom yang menunjjukkan dikalahkannya monster oleh
manusia, sedang Kolom IV menunjukkan manusia-manusia yang sedikit banyak juga aneh atau
tidak sepenuhnya ‘normal’ (1963:214-216).
Lévi-Strauss berusaha mendukung interpretasi ini dengan generalisasi komparatif
berskala besar seperti yang dikerjakan oleh para ahli antropologi dari abad 19, seperti James
G. Frazer. Hal ini yang diragukan para ahli antropologi dan sulit diterima oleh pembaca
Indonesia karena kita sangat asing terhadap fakta yang dikemukakan Strauss. Strauss
berpendapat bahwa sebuah mitos tidak mempunyai makna tertentu, kecuali ketika dia
ditempatkan dalam hubungan dengan mitos-mitos lain, yang tidak harus berasal dari
kebudayaan yang sama. Dengan kata lain, Strauss membicarakan tentang Mitos, yaitu logika
mitos yang mencerminkan cara kerja Nalar Manusia.
Kolom III merupakan interpretasi Strauss atas kisah Oedipus bahwa makhluk-makhluk
tersebut adalah mahluk setengah manusia, setengah binatang. Peristiwa-peristiwa ini juga
mengingatkan kita pada penciptaan manusia menurut mitologi Islam dan Nasrani yang mana
manusia berasal dari tanah. Berbeda dengan kisah Oedipus yang lahir dari seorang wanita
namun tidak terlepas dari tanah. Oleh karena itu, Levi-Strauss menafsirkan miteme dalam
Kolom III tentang penaklukan makhluk aneh oleh manusia, sebagai bentuk “denial of
autochthonous origin of man” atau pengingkaran terhadap fakta bahwa manusia berasal dari
tanah, sedang miteme pada kolom IV menunjukkan sebaliknya, yaitu “the presistence of the
autochthonous origin of man”. Pembunuhan mahluk yang setengah manusia pada Kolom III
dapat ditafsirkan sebagai ‘pengingkaran’ atas asal usul manusia dari tanah. Jadi kolom IV
adalah kebalikan dari kolom III, sebagaimana kolom II adalah kebalikan dari kolom I.
Secara implisit Levi-Strauss berpendapat bahwa manusia pada dasarnya menghadapi
satu pertanyaan fundamental, yakni ‘mana yang benar?’ oleh karena itu, teka-teki yang perlu
dijawab adalah “bagaimana memperoleh peralihan yang memuaskan, yang pas, antara
pandangan keagamaan atau teori tersebut, dengan kenyataan bahwa manusia berasal dari
persatuan antara laki dan perempuan” (1963:216).
Pandangan Lévi-Strauss, kisah Oedipus merupakan suatu logical tool (perangkat
logika) untuk menghubungkan masalah pokoknya–lahir dari satu atau dua–dengan masalah
turunannya, yaitu lahir dari sesuatu yang berbeda atau sesuatu yang sama. Strauss hanya
menerapkan cara analisis struktural pada sebagian mitos Yunani saja dan tidak secara
keseluruhan. Hal ini memunculkan berbagai kritik bahwa analisis struktural Strauss sebenarnya
hanya cocok untuk menganalisis mitos dari Amerika Selatan yang pendek saja. Padahal mitos-
mitos Yunani cocok untuk dianalisis secara struktural. Menurut Leach (1974), alasannya
terletak pada kandungan mitos-mitos itu sendiri. Mitos Yunani kelihatan hanya sedikit
mengandung parameter tertentu. Mitos-mitos ini memperlihatkan relasi antarmanusia dalam
kerangka yang lebih bervariasi, seperti misalnya: status sosial, perselisihan, boleh tidaknya
berhubungan seks, dan saling ketergantungan. Relasi-relasi ini ditampilkan dalam mitos secara
langsung maupun tersirat dalam rupa:
(1) Relasi antarmanusia, binatang, dan makhluk supranaturanl yang beranekaragam.
(2) Relasi antara kategori-kategori makanan dan cara menyimpannya serta yang digunakan
atau tidak digunakan.
(3) Relasi antara kategori suara dan kesenyapan, dari sumber yang berbeda-beda/
(4) Relasi antara bau dan rasa.
(5) Relasi antara jenis/tipe pakaian atau penutup tubuh manusia
(6) Relasi antara fungsi-fungsi tubuh
(7) Relasi antara kategori lanskap
Strauss merasa dengan menganalisis secara struktural mitos-mitos seperti itu, dia akan lebih
mampu memperlihatkan bahwa berbagai bentuk simbolisasi yang ada dalam mitos-mitos
tersebut memang mengalami transformasi-transformasi dan transformasi ini mengikuti aturan
logika tertentu secara ketat (Leach, 1974).

Anda mungkin juga menyukai