Terdapat beberapa ilmuan sebelum Lévi-Strauss yang telah melakukan analisis mitos secara struktural, seperti Vladimir Propp, Hocart dan Raglan, dan George Dumezil. Ada tiga orang yang dianggap tokoh strukturalisme tulen di Perancis menurut Strauss, mereka adalah Benveniste, Dumezil, dan Lévi-Strauss (Henaff, 1998). Di antara ketiga tokoh tersebut, Strauss adalah yang paling maju, konsisten, tekun, dan yakin dengan paradigmanya dalam menerapkan dan mengembangkan analisis struktural, dilihat dari analisisnya terhadap fenomena kekerabatan dan perkawinan, mitos, totemisme, dan topeng. Awal penjelajahan struktural Strauss atas mitos dimulai dengan menganalisis kisah Oedipus. Analisis ini berawal dari kisah tentang Kadmos dari Eropa. Suatu kali dewa Zeus terpikat pada seorang gadis bumi bernama Eropa. Zeus kemudian menjelma menjadi seekor banteng liar yang jinak, berusaha memikat Eropa. Eropa akhirnya tergoda dan berhasil dilarikan oleh Zeus. Kadmos, saudara laki-laki Eropa pergi mencari Eropa bersama ibunya, Telephassa. Ibunya kemudian meninggal dan dimakamkan oleh Kadmos. Kadmos disuruh mengikuti seekor lembu tertentu, dan dia harus membangun kota Thebes di tempat lembu ini nantinya berhenti. Sebelum itu, lembu tersebut harus dikorbankan terlebih dulu untuk dewi Athena. Ketika Kadmos mencari air untuk mempersembahkan korban, Kadmos tiba di sebuah kolam suci yang dijaga oleh seekor naga. Naga ini adalah anak laki-laki Ares, dewa perang. Kadmos bertempur dengan naga tersebut dan berhasil membunuhnya. Kemudian Kadmos menebar gigi-gigi naga tersebut, dan muncullah orang-orang Spartoi dari bumi, tanpa ibu. Orang-orang Spartoi ini saling bunuh. Mereka yang masih hidup kemudian membantu Kadmos mendirikan kota Thebes. Kadmos kemudian berdamai dengan Ares, dan mengawini anak perempuannya, Harmonia. Dewa-dewa memberi Harmonia kalung sakti sebagai hadiah. Kalung ini kemudian membawa malapetaka pada setiap pemiliknya. Akhirnya Kadmos dan Harmonia berubah menjadi naga. Kisah Laios, Chrysippos dan Jokaste. Dalam masa pemerintahan Lykos, Amphion dan Zethos, Laios dibuang dengan ditemani oleh Pelops. Laios jatuh cinta kepada anak laki-laki Pelops, bernama Chrysippos, yang diajarinya mengendarai kereta. Setelah kembali menduduki takhta di Thebes, Laios mengawisni Jokaste, tetapi menghindar berhubungan seks dengannya, karena menurut ramalan anak laki-lakinya akan membunuhnya. Namun, hubungan seksual dengan Jokaste (yang membuahkan Oedipus) akhirnua terjadi juga, ketika Laios bernafsu pada Jokaste setelah dia mabuk dalam suatu pesta keagamaan. Kisah Oedipus. Raja Laios dan permaisurinya Jokaste memerintah Thebes. Oedipus, anak laki-laki mereka dibuang di sebuah gunung dengan cara menancapkan tumitnya, dan Oedipus dikira sudah mati. Oedipus sebenarnya masih hidup diambil anak oleh seorang petani. Dia kemudian bertemu dengan bapaknya–sang raja–di samping jalan. Mereka berselisih dan Oedipus akhirnya membunuh bapaknya, tanpa diketahuinya. Saudara laki-laki sang ratu, si Kreon, kemudian menggantikan Laios sebagai regent. Kota Thebes dikuasai oleh mahlik ajaib, monster, berupa Sphinx betina. Sang Ratu kemudian mengadakan sayembara. Dia bersedia menikah dengan siapa saja yang dapay mengalahkan sang Sphinx dengan cara menjawab teka- tekinya. Oedipus berhasil menjawab teka-teki Sphinx. Sphinx ini kemudian bunuh diri. Oedipus, anak laki-laki sang raja, kemudian mengambil seluruh peran ayahnya yang telah meninggal. Oedipus mengawini Jokaste, ibunya. Ketika mengetahui bahwa Oedipus adalah anaknya, Jokaste kemudian bunuh diri, sedang Oedipus si anak dan sekaligus juga suaminya kemudian membutakan dirinya sendiri, dan Oedipus akhirnya menjadi seorang peramal (mendapat kemampuan supernatural untuk melakukan itu). Kisah Antigone, Eteokles, dan Polyneikes. Oedipus mempunyai dua orang anak laki-laki, Eteokles dan Polyneikes, yang juga merupakan saudara laki-lakinya (half brothers), karena dua anak ini adalah hasil perkawinannya dengan Jokaste. Setelah Oedipus membutakan dirinya sendiri, dan menyepi, Eteokles dan Polyneikes diinginkan menduduki tekhta secara bergantian. Eteokles menjadi raja terlebih dahulu, namun kemudian dia menolak untuk menurunkan takhta. Polyneikes kemudian dibuang dan memimpin angkata bersenjata dari Argos untuk melawan Thebes, namun usaha ini akhirnya gagal. Eteokles dan Polyneikes kemudian saling membunuh. Antigone, yang tidak bersedia menaati perintah Kreon untuk tidak mengubur Polyneikes, menyelenggarakan upacara penguburan untuk Polyneikes. Sebagai hukumannya Antigone dikurung hidup-hidup si sebuah makam. Di situ dia akhirnya bunuh diri. Di kemudian hari anak-anak para tokoh yang telah meninggal tersebut melakukan ekspedisi melawan Thebes dan menang. Dalam menganalisis kisah Oedipus, Lévi-Strauss beranggapan bahwa setiap mitos dapat dipenggal menjadi segmen-segmen. Setiap segmen harus memperlihatkan relasi antarindividu atau menunjukkan pada status dari individu-individu di situ. Segmen ini disebut mytheme (miteme). Saat menganalisis, perhatian harus diarahkan pada miteme. Dalam kisah Oedipus, Strauss menemukan sejumlah metime, antara lain (a) Kadmos mencari Eropa, saudara perempuannya yang dilarikan oleh Zeus; (b) Kadmos membunuh naga; (c) Orang-orang Spartoi yang muncul dari bumi, (sebagai hasil Kadmos menabuh gigi-gigi naga) dan saling membunuh; (d) Oedipus membunuh ayahnya, Laios; (e) Oedipus membunuh Sphinx (sebenarnya Sphinx bunuh diri, (karena Oedipus berhasil menjawab teka-tekinya); (f) Oedipus mengawini Jokaste, ibunya sendiri; (g) Eteokles membunuh Polyneikes, saudara laki-lakinya; (h) Antigone mengubur Polyneikes, sudara laki-lakinya, meskipun dilarang. Lévi-Strauss secara khusus juga memperhatikan tiga tokoh dengan nama-nama khas, yaitu (i) Labdakos, ayah Laios. Labdakos berarti ‘lumpuh’; (j) Laios, ayah Oedipus. Laios artinya ‘pincang’; dan (k) Oedipus. Oedipus berarti ‘kaki bengkak’. Strauss mengakui bahwa peristiwa dan nama ini dipilihnya secara arbitrair. Menururtnya, jika dia memasukkan berbagai cerita lain, hasilnya tidak akan jauh beda. Miteme-miteme yang ditemukan dalam kisah Oedipus kemudian disusun oleh Strauss secara sintagmatis dan paradigmatis seperti tabel di bawah.
Kolom I Kolom II Kolom III Kolom IV
Kadmos mencari Eropa, saudara perempuannya yang dilarikan oleh Zeus Kadmos membunuh naga Orang-orang Spartoi yang muncul dari bumi Labdakos, ayah Laios. Labdakos berarti ‘lumpuh’
Oedipus membunuh Laios, ayah Oedipus.
ayahnya, Laios Laios artinya ‘pincang’ Oedipus membunuh Sphinx Oedipus. Oedipus berarti ‘kaki bengkak’ Oedipus mengawini Jokaste, ibunya sendiri Eteokles membunuh Polyneikes, saudara laki-lakinya Antigone mengubur Polyneikes, sudara laki-lakinya, meskipun dilarang
Strauss mengatakan bahwa Kolom I menunjukkan suatu “ritual of offence of nature of
incest” atay sebuah “overvaluation of kinship”. Hal ini berlawanan dengan Kolom II yang menunjukkan “the nature of fraticide/patricide” atau merupakan suatu “undervaluation of kinship”. Kolom III merupakan kolom yang menunjjukkan dikalahkannya monster oleh manusia, sedang Kolom IV menunjukkan manusia-manusia yang sedikit banyak juga aneh atau tidak sepenuhnya ‘normal’ (1963:214-216). Lévi-Strauss berusaha mendukung interpretasi ini dengan generalisasi komparatif berskala besar seperti yang dikerjakan oleh para ahli antropologi dari abad 19, seperti James G. Frazer. Hal ini yang diragukan para ahli antropologi dan sulit diterima oleh pembaca Indonesia karena kita sangat asing terhadap fakta yang dikemukakan Strauss. Strauss berpendapat bahwa sebuah mitos tidak mempunyai makna tertentu, kecuali ketika dia ditempatkan dalam hubungan dengan mitos-mitos lain, yang tidak harus berasal dari kebudayaan yang sama. Dengan kata lain, Strauss membicarakan tentang Mitos, yaitu logika mitos yang mencerminkan cara kerja Nalar Manusia. Kolom III merupakan interpretasi Strauss atas kisah Oedipus bahwa makhluk-makhluk tersebut adalah mahluk setengah manusia, setengah binatang. Peristiwa-peristiwa ini juga mengingatkan kita pada penciptaan manusia menurut mitologi Islam dan Nasrani yang mana manusia berasal dari tanah. Berbeda dengan kisah Oedipus yang lahir dari seorang wanita namun tidak terlepas dari tanah. Oleh karena itu, Levi-Strauss menafsirkan miteme dalam Kolom III tentang penaklukan makhluk aneh oleh manusia, sebagai bentuk “denial of autochthonous origin of man” atau pengingkaran terhadap fakta bahwa manusia berasal dari tanah, sedang miteme pada kolom IV menunjukkan sebaliknya, yaitu “the presistence of the autochthonous origin of man”. Pembunuhan mahluk yang setengah manusia pada Kolom III dapat ditafsirkan sebagai ‘pengingkaran’ atas asal usul manusia dari tanah. Jadi kolom IV adalah kebalikan dari kolom III, sebagaimana kolom II adalah kebalikan dari kolom I. Secara implisit Levi-Strauss berpendapat bahwa manusia pada dasarnya menghadapi satu pertanyaan fundamental, yakni ‘mana yang benar?’ oleh karena itu, teka-teki yang perlu dijawab adalah “bagaimana memperoleh peralihan yang memuaskan, yang pas, antara pandangan keagamaan atau teori tersebut, dengan kenyataan bahwa manusia berasal dari persatuan antara laki dan perempuan” (1963:216). Pandangan Lévi-Strauss, kisah Oedipus merupakan suatu logical tool (perangkat logika) untuk menghubungkan masalah pokoknya–lahir dari satu atau dua–dengan masalah turunannya, yaitu lahir dari sesuatu yang berbeda atau sesuatu yang sama. Strauss hanya menerapkan cara analisis struktural pada sebagian mitos Yunani saja dan tidak secara keseluruhan. Hal ini memunculkan berbagai kritik bahwa analisis struktural Strauss sebenarnya hanya cocok untuk menganalisis mitos dari Amerika Selatan yang pendek saja. Padahal mitos- mitos Yunani cocok untuk dianalisis secara struktural. Menurut Leach (1974), alasannya terletak pada kandungan mitos-mitos itu sendiri. Mitos Yunani kelihatan hanya sedikit mengandung parameter tertentu. Mitos-mitos ini memperlihatkan relasi antarmanusia dalam kerangka yang lebih bervariasi, seperti misalnya: status sosial, perselisihan, boleh tidaknya berhubungan seks, dan saling ketergantungan. Relasi-relasi ini ditampilkan dalam mitos secara langsung maupun tersirat dalam rupa: (1) Relasi antarmanusia, binatang, dan makhluk supranaturanl yang beranekaragam. (2) Relasi antara kategori-kategori makanan dan cara menyimpannya serta yang digunakan atau tidak digunakan. (3) Relasi antara kategori suara dan kesenyapan, dari sumber yang berbeda-beda/ (4) Relasi antara bau dan rasa. (5) Relasi antara jenis/tipe pakaian atau penutup tubuh manusia (6) Relasi antara fungsi-fungsi tubuh (7) Relasi antara kategori lanskap Strauss merasa dengan menganalisis secara struktural mitos-mitos seperti itu, dia akan lebih mampu memperlihatkan bahwa berbagai bentuk simbolisasi yang ada dalam mitos-mitos tersebut memang mengalami transformasi-transformasi dan transformasi ini mengikuti aturan logika tertentu secara ketat (Leach, 1974).