Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

ESKALASI KOMITMEN

DISUSUN OLEH

NURUL ANISAH PUTRI ( C 301 17 301 )


NI LUH PANDE SUASTINI ( C 301 17 264 )
ELMA TRESIA RATU ( C 301 17 287 )
INDAH EKA PRATIWI ( C 301 17 221 )

UNIVERSITAS TADULAKO
FAKULTAS EKONOMI AKUNTANSI
2018/2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Ahli ekonomi mengatakan bahwa dalam setiap situasi ini kita perlu untuk mengenali
bahwa waktu dan harga yang telah kita investasikan. Oleh karena itu, biaya ini adalah biaya
sejarah atau disebut juga Sunk Cost yang tidak bisa kembali dan seharusnya tidak
dipertimbangkan dalam jalur tindakan di masa depan. Titik acaun kita atas tindakan
seharusnya adalah situasi kita sekarang, dan kita harus mempertimbangkan semua jalur
tindakan aiternatif dengan mengevaluasi hanya biaya dan keuntungan masa depan yang
berhubungan dengan masing-masing aiternatif.
Psikolog membawa suatu perspektif tentang masalah eskalasi yang sangat berbeda
dengan akuntan dan ahli ekonomi. Psikolog mulai dengan menjelaskan apa yang pembuat
kcputusan lakukan, dibandingkan menjelaskan terlebih dahulu apa yang harus mereka
lakukan. Umumnya, psikolog telah mendemonstrasikan bahwa pembuat keputusan yang
menyatakan dirinya terhadap jalur tindakan tertentu memiliki suatu kecenderungan untuk
membuat keputusan lanjutan yang akan meneruskan komitmen tersebut di luar level yang
bisa dipikirkan secara rasional. Akibatnya, sumber daya sering kali dialokasikan dengan cara
yang bisa membenarkan komitmen awal, apakah benar atau tidak komitmen tersebut
sekarang.
Dengan demikian, eskalasi komitmen adalah komitmen seorang pengambil keputusan
untuk tetap melanjutkan dan memperluas komitmen awalnya terhadap pelaksanaan suatu
investasi proyek atau usaha-usaha tertentu yang sudah tidak menguntungkan atau
memberikan umpan balik yang negatif, meskipun keputusan tersebut kemungkinan akan
mengakibatkan risiko kerugian yang lebih besar lagi kelak di kemudian hari.
1.2 Rumusan masalah
1. Apa itu paragdigma unilateral?
2. Apa itu paragdima eskalasi komperatif?
3. Bagaimana strategi mengurangi eskalasi?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui paragdima unilateral
2. Mengetahui paragdima eskalasi komperatif
3. Mengetahui strategi mengurangi eskalasi
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Paradigma Eskalasi Unilateral

Sejumlah studi telah mencoba untuk mengeluarkan pengaruh yang diakibatkan oleh
seseorang yang membuat komitmen awal. Studi ini telah menyelidiki perbedaan antara
bagaimana dua kelompok pembuat keputusan membuat suatu keputusan kedua yang mengikuti
suatu kegagalan sebelumnya. Satu kelompok telah membuat diskusi awal, sementara kelompok
yang lain menerima diskusi awal.
Dalam studi awal Staw (1976) dalam Bazerman (1994) dari jenis ini, satu kelompok dari
subjek (diberi label subjek yang bertanggung jawab tinggi) diminta untuk mengalokasikan dana
penelitian dan pengembangan pada satu atau dua bagian operasional dari suatu organisasi.
Subjek kemudian diberitahu bahwa, setelah tiga tahun, invesatasi menjadi terbukti berhasil atau
tidak berhasil dan sekarang mereka berhadapan dengan keputusan alokasi dana kedua untuk
devisi yang sama. Kelompok kedua (diberi label subjek yang bertanggung jawab rendah) diberi
tahu bahwa petugas keuangan yang lain dari perusahaan telah membuat keputusan yang
kemudian berhasil atau tidak berhasil (konteks informasi yang sama tentang sukses atau
kegagalan telah diberikan kepada kelompok ini seperti halnya kelompok sebelumnya) dan
mereka akan melakukan alokasi kedua dari dana untuk divisi ini.
Ketika hasil dari keputusan pertama negatif (investasi tidak berhasil), subjek yang
bertanggung jawab tinggi secara signifikan mengalokasikan lebih banyak dana pada divisi
sebelumnya dalam alokasi kedua di-bandingkan subjek yang bertanggung jawab rendah.
Sebaliknya, untuk keputusan awal yang berhasil, jumlah dana yang dialokasikan dalam
keputusan kedua secara kasar sama di keseluruhan subjek, menunjukkan bahwa peningkatan
yang besar dari komitmen hanya terjadi pada subjek yang sebelumnya telah membuat keputusan
yang tidak berhasil.
Staw menyimpulkan bahwa mekanisme yang menggarisbawahi eskalasi adalah
perselisihan kognitif atau pembenaran diri. Oleh karena itu, sekali seseorang membuat suatu
'keputusan awal untuk menjalani suatu jalur tindakan, umpan balik negatif bertentangan dengan
pembuatan keputusan awal. Salah satu cara untuk menghilangkan pertentangan ini untuk
menaikkan komitmen terhadap tindakan awal dengan kepercayaan bahwa sukses akan diraih
dijalur ini sekarang. Suatu kesimpulan penting dari studi Staw (1976) adalah bahwa perasaan
bertanggung jawab oleh pembuat keputusan terhadap keputusan awal secara signifikan
raembiaskan keputusan selanjutnya menuju eskalasi. Perasaan bertanggung jawab disebut juga
dengan akuntabilitas.
Sejumlah studi lain telah mengidentifikasi faktor tambahan yang memprediksi apakah
perilaku eskalatorik bisa diamati atau tidak. Sebagai contoh, Staw dan Ross (1978) dalam
Bazerman (1994) menunjukkan bahwa kecenderungan untuk meninggikan komitmen oleh subjek
yang memiliki tanggung jawab tinggi terutama dimunculkan ketika suatu penjelasan bisa
dikembangkan untuk kegagalan awal yang tidak bisa jiprediksi dan tidak berhubungan dengan
tindakan dari pembuat keputusan (sebagai contoh, ekonoini menderita kemunduran berat atau
resesi).
2.2 Paradigma Eskalasi Kompetitif

Dalam paradigma eskalasi unilateral yang telah dijelaskan, semua usaha pembenaran yang
mengarah pada kebohongan eskalasi tidak rasional dalam diri seseorang. Kita meninggikan
sesuatu karena komitmen sebelumnya dari diri kita. Namun, dalam paradigma eskalasi
kompetitif, tambahan usaha kompetitif memakan proses eskalasi. Bagian ini mengamati proses
eskalasi dalam situasi persaingan.
Bayangkan diri Anda dalam suatu ruangan bersama 30 orang lainnya. Orang di depan
ruangan mengeluarkan uang Rp 20,00 dari kantongnya dan mengatakan hal berikut.
Saya akan melelang Rp 20,00 ini. Anda bebas berpartisipasi atau hanya menonton tawaran
orang lain. Orang akan diundang untuk menyebutkan penawara^nya dalam kelipatan Rp 1,00
sampai tidak ada lagi penawaran, di mana pada titik penawar tertinggi akan membayar sejumlah
tawaran dan memenangkan Rp 20,00. Satusatunya yang membedakan lelang ini dari pelelangan
tradisional adalah adanya aturan penawar tertinggi kedua juga harus membayar jumlah yang dia
tawarkan, walaupun dia jelas-jelas tidak memenangkan Rp 20,00. Sebagai contoh, Bill menawar
Rp 3,00 dan Jane menawar Rp 4,00 ketika penawaran berhenti. Saya akan membayar Jane
Rpl6,00 (Rp20,00 Rp4,00) dan Bill sebagai penawar tertinggi kedua, akan membayar saya
Rp3,00.
Apakah Anda bersedia menawar Rp 2,00 untuk memulai lelang?
Saya telah melangsungkan pelelangan ini dengan murid yang akan lulus, murid yang telah
lulus dan eksekutif. Polanya selalu sama. Penawaran dimulai dengan cepat dan bersemangat
sampai penawaran mencapai rentang Rpl2,00-Rpl6,00. Pada titik ini, semua orang kecuali kedua
penawar tertinggi keluar dari pelelangan. Kedua penawar kemudian mulai merasa terjebak.
Seorang penawar telah menawar Rp 16,00 dan yang lain Rpl7,00. Penawar Rpl6,00 harus
menawar Rpl8,00 atau menderita kehilangan Rpl6,00. Pilihan yang tidak pasti untuk menawar
lebih jauh (suatu pilihan yang akan kembali terulang jika orang yang lain keluar) lebih menarik
dibandingkan kekalahan pasti sekarang, jadi penawar Rpl6,00 menawar Rpl8,00. Hal ini
berlanjut sampai penawaran Rp 19,00 dan Rp20,00. Mengejutkan lagi, keputusan menawar
Rp21,00 sangat mirip dengan keputusan sebelumnya: Anda bisa menerima kekalahan Rpl9,00
atau melanjutkan dan mengurangi kekalahan jika orang yang lain berhenti. Tentu saja, sisa
kelompok yang lain berteriak tertawa ketika penawaran berlanjut melebihi Rp20,00 yang
kenyataannya memang selalu seperti itu. Sudah sangat jelas, penawar bertingkah tidak masuk
akal. Akan terapi, apakah penawaran yang tidak masuk akal tersebut?
Pembaca yang skeptis harus mencoba sendiri pelelangan ini. Hal ini sangat umum untuk
memperoleh penawaran akhir dengan rentang Rp30,00 sampai Rp70,00. Secara keseluruhan,
saya telah memperoleh lebih dari Rpl0.000,00 menjalankan pelelangan ini dalam kelas selama
empat tahun terkahir. Paradigma pelelangan dolar pertama kali diperkenalkan oleh Shubik
(1971) dalam Bazerman (1994), seorang teoretis ekonomi dan permainan. Baru-baru ini, Teger
(1980) dalam Bazerman (1994) telah menggunakan paradigma ini secara luas untuk menyelidiki
pertanyaan mengapa seseorang meninggikan komitmennya terhadap jalur tindakan yang
sebelumnya dipilih. Teger berpendapat bahwa subjek secara naif memasuki pelelangan dengan
tidak mengharapkan penawaran akan melebihi Rpl,00 (atau Rp20,00). Lagipula, siapa yang akan
menawar lebih dari satu rupiah untuk satu rupiah?
Perolehan yang potensial, dipasangkan dengan kemungkinan untuk "memenangkan"
pelelangan, ini hanya memerlukan satu dolar ekstra untuk tetap dalam pelelangan dibandingkan
menerima kekalahan pasti. Alasan ini, dibarengi dengan kebutuhan kuat untuk membenarkan
penawaran memasuki pelelangan di tempat pertama, sudah cukup untuk menjaga sebagian besar
penawar untuk menawar lebih banyak seiring dengan waktu.
2.3 Mengapa Terjadi Eskalasi
Bagian-bagian sebelumnya telah menyediakan beberapa petunjuk tentang terjadinya eskalasi. Namun,
kunci untuk menghilangkan eskalasi nonrasional adalah kemampuan untuk mengidentifikasi faktor
kejiwaan yang memelihara sifat eskalasi. Literatur yang ada dengan jelas menyatakan bahwa terdapat
berbagai alasan terjadinya eskalasi.Bias persepsi. Bias persepsi vang terjadi setelah kita membuat suatu
komitmen terhadap jalan hidup tertentu menyatakan sejumlah prosedur pembenaran. Seperti yang
direkomendasikan dalam Bab 2, dalam membuat keputusan, kita perlu menelusuri secara hati-hati
terhadap informasi yang t'idak nyaman. Sebaliknya untuk informasi yang baik, yang intuisi kita cari.
Kebutuhan ini terutama muncul dalam serangkaian keputusan, di mana kita memiliki kecenderungan
alami menuju eskalasi. Sebagai tambahan, mengembangkan suatu sistem pengawasan yang membantu
kita untuk memeriksa persepsi kita sebelum pertimbangan atau keputusan selanjutnya dibuat dapat
terbukti bermanfaat. Ringkasnya, jika suatu keputusan objektif dapat mengevaluasi keterbukaan kita
terhadap informasi yang tidak mengenakkan, penghalang persepsi terhadap perilaku non eskalasi dapat
dikurangi atau dihilangkan.
Bias pertimbangan. Setelah menyaring informasi yang akan kita gunakan dalam membuat
keputusan, selanjutnya kita masih harus membuat keputusan. Mengulang tesis sentral dari konsep
framing, seseorang cenderung menghindari risiko terhadap masalah yang di-frame positif dan mencari
risiko terhadap masalah yang di -frame negatif Menduga bahwa Anda adalah petugas peminjaman bank di
awal bab. Anda membuat investasi awal Rp50.000.000 untuk perusahaan yang baru didirikan. Setelah
satu periode singkat, Anda berhadapan dengan keputusan menerima kehilangan Rp50.000.000 tersebut
atau berisiko menambahkan Rp50.000.000 dengan harapan bahwa penambahan investasi ini akan
menghilangkan kehilangan secara keseluruhan. Respons menghindari risiko adalah untuk menerima
kehilangan pasti Rp50.000.000, sementara tindakan mencari risiko adalah untuk mencoba memulihkan
dana awal dengan mengalokasikan tambahan Rp50.000.000. Penjelasan framing untuk fenomena eskalasi
menyatakan solusi yang sama seperti pendekatan yang dikemukakan oleh akuntan. Kita perlu meminta
seseorang untuk menilai keputusan baru dari titik acuan netral yang menghilangkan perilaku mencari
risiko ekstrim diamati di antara subjek yang bertanggung jawab tinggi (yaitu pembuat keputusan yang
telah menyetujui dana atau sumber daya bagi jalan tindakan). Penyimpangan titik acuan ini bisa
diselesaikan dengan meyakinkan pembuat keputusan bahwa investasi awal terbukti merugikan, dan
keputusan kedua menunjukkan suatu masalah baru untuk diamati secara objektif. Jika hal ini tidak
memungkinkan, kita perlu untuk memperkenalkan pembuat keputusan yang baru untuk membuat
keputusan selanjutnya.
Eskalasi komitmen dapat dijelaskan dan diprediksi oleh fungsi nilai menurut teori prospek seperti
yang dijelaskan pada bab sebelumnya. Dalam teori prospek, tiap pertimbangan dan keputusan dibuat
setelah informasi terlebih dahulu disaring melalui decision frame atau ’’bingkai keputusan” oleh
pengambil keputusan atau “konsepsi atas tindakan, hasil dan kontinjensi yang berkaitan dengan pilihan
tertentu” (Kahneman dan Tversky, 1979). Dampak dari pembingkaian informasi ini adalah pilihan
berisiko, bila diproses melalui fungsi nilai yang cekung pada keadaan untung dan cembung pada kondisi
rugi, menghasilkan perilaku mencari risiko pada hasil rugi dan penghindaran risiko pada hasil yang
untung.
Dalam konteks keputusan investasi dengan pendanaan tinggi, seorang pengambil keputusan yang
menerima umpan balik negatif atas keputusan investasi sebelumnya akan berada pada posisi atau kondisi
rugi, dan akan mempersepsikan keputusan berikutnya sebagai pilihan antara kerugian pasti yang telah
terjadi (yaitu memilih untuk tidak melanjutkan tindakan menambah investasi dengan kucuran dana segar
misalnya) dengan kerugian di masa mendatang yang kurang pasti (yaitu mengambil risiko menambah
kucuran dana dengan harapan mendapat pengembalian positif). Dalam keadaan dan situasi seperti ini,
pengambil keputusan cenderung untuk mencari risiko, memilih kerugian yang probabilitasnya tidak pasti
yang memberikan ekspektasi perbaikan (komitmen tambahan dana) dibandingkan kerugian yang pasti.
Sebaliknya, jika informasi disajikan dengan bingkai informasi positif, pengambil keputusan dihadapkan
pada pilihan antara untung yang pasti (pengembalian investasi yang semula) dengan keuntungan di masa
mendatang yang tidak pasti. Pengambil keputusan akan cenderung menghindari risiko dengan mengambil
keun-tungan yang pasti daripada menghadapi risiko keuntungan yang tidak pasti, dengan menghentikan
proyek. Melanjutkan proyek adalah upaya yang sia-sia.
2.4 Strategi Mengurangi Eskalasi
Bowen (1987) dalam Ghosh (1997) mengemukakan bahwa eskalasi muncul dalam kasus yang
memilki umpan balik ambigu. Perilaku eskalasi adalah lebih responsif dalam menghadapi dilema
dibandingkan perbuatan salah karena penguatan komitmen menjadikan adanya kesempatan tambahan
untuk strategi dalam bekerja, atau mengoleksi lebih banyak informasi.
Konsep dan manipulasi dari umpan balik negatif, akan mengindikasikan suatu arah tindakan yang
gagal, yang tidak didefmisikan dengan baik dari penelitian eskalasi sebelumnya. Studi-studi awal
memfokuskan pada apakah investasi awal memengaruhi keputusan saat ini di mana peneliti
mempertimbangkan suatu umpan balik negatif. Staw (1976) dalam Ghosh (1997) memberikan contoh
mengenai poin ini.
Pengendalian terhadap proyek-proyek investasi merupakan perencanaan manajemen yang baik, di
mana pengeluaran-pengeluaran dibatasi oleh anggaran yang ada. Elemen penting dari pengendalian untuk
proyek investasi adalah progress report yang memperlihatkan item-item seperti jumlah yang dianggarkan,
tanggal pengeluaran, laporan laba rugi, persentase yang lengkap dan penjelasan-penjelasan untuk seluruh
variance.
BAB III
PENUTUP

menunjukkan bahwa kecenderungan untuk meninggikan komitmen oleh subjek yang memiliki
tanggung jawab tinggi terutama dimunculkan ketika suatu penjelasan bisa dikembangkan untuk kegagalan
awal yang tidak bisa jiprediksi dan tidak berhubungan dengan tindakan dari pembuat keputusan (sebagai
contoh, ekonoini menderita kemunduran berat atau resesi).
Dalam paradigma eskalasi unilateral yang telah dijelaskan, semua usaha pembenaran yang
mengarah pada kebohongan eskalasi tidak rasional dalam diri seseorang. Kita meninggikan sesuatu
karena komitmen sebelumnya dari diri kita. Namun, dalam paradigma eskalasi kompetitif, tambahan
usaha kompetitif memakan proses eskalasi. Bagian ini mengamati proses eskalasi dalam situasi
persaingan.
Eskalasi komitmen dapat dijelaskan dan diprediksi oleh fungsi nilai menurut teori prospek seperti
yang dijelaskan pada bab sebelumnya. Dalam teori prospek, tiap pertimbangan dan keputusan dibuat
setelah informasi terlebih dahulu disaring melalui decision frame atau ’’bingkai keputusan” oleh
pengambil keputusan atau “konsepsi atas tindakan, hasil dan kontinjensi yang berkaitan dengan pilihan
tertentu” (Kahneman dan Tversky, 1979). Dampak dari pembingkaian informasi ini adalah pilihan
berisiko, bila diproses melalui fungsi nilai yang cekung pada keadaan untung dan cembung pada kondisi
rugi, menghasilkan perilaku mencari risiko pada hasil rugi dan penghindaran risiko pada hasil yang
untung.
Pengendalian terhadap proyek-proyek investasi merupakan perencanaan manajemen yang baik, di
mana pengeluaran-pengeluaran dibatasi oleh anggaran yang ada. Elemen penting dari pengendalian untuk
proyek investasi adalah progress report yang memperlihatkan item-item seperti jumlah yang dianggarkan,
tanggal pengeluaran, laporan laba rugi, persentase yang lengkap dan penjelasan-penjelasan untuk seluruh
variance.

Anda mungkin juga menyukai