Anda di halaman 1dari 38

4. dilaserasi adalah suatu angulasi akar yg abnormal thd aksis memanjang dari mahkota gigi.

Umumnya
deviasi anguasi terlihat sangat tajam , hampi tegak lurus
lurus

Klasifikasi Maloklusi
1. Sistem Klasifikasi Angle.
Edward Angle memperkenalkan sistem klasifikasi maloklusi ini pada tahun 1899.
Klasifikasi Angle ini masih digunakan dikarenakan kemudahan dalam penggunaannya.
Menurut Angle, kunci oklusi terletak pada molar permanen pertama maksila. Berdasarkan
hubungan antara molar permanen pertama maksila dan mandibula, Angle mengklasifikasikan
maloklusi ke dalam tiga klas, yaitu :
a. Klas I
Klas I maloklusi menurut Angle dikarakteristikkan dengan adan ya hubungan normal antar-
lengkung rahang. Cusp mesio-buccal dari molar permanen pertama maksila beroklusi pada
groove buccal dari molar permanen pertama mandibula. Pasien dapat menunjukkan
ketidakteraturan pada giginya, seperti crowding, spacing, rotasi, dan sebagainya. Maloklusi lain
yang sering dikategorikan ke dalam Klas I adalah bimaxilary protusion dimana pasien
menunjukkan hubungan molar Klas I yang normal namun gigi-geligi baik pada rahang atas
maupun rahang bawah terletak lebih ke depan terhadap profil muka.
 b. Klas II
Klas II maloklusi menurut Angle dikarakteristikkan dengan hubungan molar dimana cusp
disto-buccal dari molar permanen pertama maksila beroklusi pada groove buccal molar
 permanen pertama mandibula.
Klas II, divisi 1.
Klas II divisi 1 dikarakteristikkan dengan proklinasi insisiv maksila dengan hasil
meningkatnya overjet. Overbite yang dalam dapat terjadi pada region anterior. Tampilan
karakteristik dari maloklusi ini adalah adanya aktivitas otot yang abno rmal.
Klas II, divisi 2.
Seperti pada maloklusi divisi 1, divisi 2 juga menunjukkan hubungan molar Klas II. Tampilan
klasik dari maloklusi ini adalah adanya insisiv sentral maksila yang b erinklinasi ke lingual
sehingga insisiv lateral yang lebih ke labial da ripada insisiv sentral. Pasien menunjukkan
overbite yang dalam pada anterior.
c. Klas III
Maloklusi ini menunjukkan hubungan molar Klas III dengan cusp mesio-buccal dari molar
 permanen pertama maksila beroklusi pada interdental antara molar pertama dan molar kedua
mandibula.
True Class III
Maloklusi ini merupakan maloklusi skeletal Klas III yang dikarenakan genetic yang dapat
disebabkan karena :
 Mandibula yang sangat besar.
 Mandibula yang terletak lebih ke depan.
 Maksila yang lebih kecil daripada normal.
 Maksila yang retroposisi.
 Kombinasi penyebab diatas.
Pseudo Class III
Tipe maloklusi ini dihasilkan dengan pergerakan ke depan dari mandibula ketika rahang
menutup, karenya maloklusi ini juga disebut den gan maloklusi ‘habitual’ Klas III. Beberapa
 penyebab terjadinya maloklusi Klas III adalah :
 Adanya premature kontak yang menyebabkan mandibula bergerak ke depan.
 Ketika terjadi kehilangan gigi desidui posterior dini, anak cenderun g menggerakkan mandibula
ke depan untuk mendapatkan kontak pada region anterior.
Klas III, subdivisi
Merupakan kondisi yang dikarakteristikkan denga n hubungan molar Klas III pada satu sisi dan
hubungan molar Klas I di sisi lain.

2. Modifikasi Dewey dari Klasifikasi Angle.


Dewey memperkenalkan modifikasi dari klasifikasi maloklusi Angle. Dewey membagi Klas
I Angle ke dalam lima tipe, dan Klas III Angle ke dalam 3 tipe.
a. Modifikasi Dewey Klas I.
Tipe 1 : maloklusi Klas I dengan gigi anterior yang crowded.
Tipe 2 : maloklusi Klas I dengan insisiv maksila yang protrusif.
Tipe 3 : maloklusi Klas I dengan anterior crossbite.
Tipe 4 : maloklusi Klas I dengan posterior crossbite.
Tipe 5 : maloklusi Klas I dengan molar permanen telah bergerak ke mesial.
 b. Modifikasi Dewey Klas III.
Tipe 1 : maloklusi Klas III, dengan rahang atas dan bawah yang jika dilihat secara terpisah
terlihat normal. Namun, ketika rahang beroklusi pasien menunjukkan insisiv yang edge to edge,
yang kemudian menyebabkan mandibula bergerak ke depan.
Tipe 2 : maloklusi Klas III, dengan insisiv mandibula crowded dan memiliki lingual relation
terhadap insisiv maksila.
Pseudo Class III
Tipe maloklusi ini dihasilkan dengan pergerakan ke depan dari mandibula ketika rahang
menutup, karenya maloklusi ini juga disebut den gan maloklusi ‘habitual’ Klas III. Beberapa
 penyebab terjadinya maloklusi Klas III adalah :
 Adanya premature kontak yang menyebabkan mandibula bergerak ke depan.
 Ketika terjadi kehilangan gigi desidui posterior dini, anak cenderun g menggerakkan mandibula
ke depan untuk mendapatkan kontak pada region anterior.
Klas III, subdivisi
Merupakan kondisi yang dikarakteristikkan denga n hubungan molar Klas III pada satu sisi dan
hubungan molar Klas I di sisi lain.

2. Modifikasi Dewey dari Klasifikasi Angle.


Dewey memperkenalkan modifikasi dari klasifikasi maloklusi Angle. Dewey membagi Klas
I Angle ke dalam lima tipe, dan Klas III Angle ke dalam 3 tipe.
a. Modifikasi Dewey Klas I.
Tipe 1 : maloklusi Klas I dengan gigi anterior yang crowded.
Tipe 2 : maloklusi Klas I dengan insisiv maksila yang protrusif.
Tipe 3 : maloklusi Klas I dengan anterior crossbite.
Tipe 4 : maloklusi Klas I dengan posterior crossbite.
Tipe 5 : maloklusi Klas I dengan molar permanen telah bergerak ke mesial.
 b. Modifikasi Dewey Klas III.
Tipe 1 : maloklusi Klas III, dengan rahang atas dan bawah yang jika dilihat secara terpisah
terlihat normal. Namun, ketika rahang beroklusi pasien menunjukkan insisiv yang edge to edge,
yang kemudian menyebabkan mandibula bergerak ke depan.
Tipe 2 : maloklusi Klas III, dengan insisiv mandibula crowded dan memiliki lingual relation
terhadap insisiv maksila.
Tipe 3 : maloklusi Klas III, dengan insisiv maksila crowded dan crossbite dengan gigi anterior
mandibula.

3. Modifikasi Lischer dari Klasifikasi Angle.


Lischer memberikan istilah neutrocclusion, distocclusion, dan mesiocclusion pada Klas I,
Klas II, dan Klas III Angle. Sebagai tambahan, Lischer juga memberikan beberapa istilah lain,
yaitu :
Neutrocclusion : sama dengan maloklusi Klas I Angle.
Distocclusion : sama dengan maloklusi Klas II Angle.
Mesiocclusion : sama dengan maloklusi Klas III Angle.
Buccocclusion : sekelompok gigi atau satu gigi yang terletak lebih ke buccal.
Linguocclusion : sekelompok gigi atau satu gigi yang terletak lebih ke lingual.
Supraocclusion : ketika satu gigi atau sekelompok gigi erupsi
e rupsi diatas batas normal.
Infraocclusion : ketika satu gigi atau sekelompok gigi erupsi dibawah batas normal.
Mesioversion : lebih ke mesial daripada posisi normal.
Distoversion : lebih ke distal daripada posisi normal.
Transversion : transposisi dari dua gigi.
Axiversion : inklinasi aksial yang abnormal dari sebuah gigi.
Torsiversion : rotasi gigi pada sumbu panjang.

4. Klasifikasi Bennet.
 Norman Bennet mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan etiologinya.
Klas I : posisi abnormal satu gigi atau lebih dikarenakan
dikaren akan faktor lokal.
Klas II : formasi abnormal baik satu maupun kedua rahang dikarenakan defek perkembangan
 pada tulang.
Klas III : hubungan abnormal antara lengkung rahang atas dan bawah, dan antar kedua rahang
1
dengan kontur facial dan berhubungan dengan formasi abnorla dari kedua rahang.

Sumber :
1. Bhalaji Sundaresa Iyyer. Orthodontics The Art and Science.
Science. New Delhi : Arya (MEDI)
Publishing House. 2006. P.69-78

OKLUSI DAN MALOKLUSI

OKLUSI DAN MALOKLUSI


OKLUSI
1.definisi

Oklusi adalah perubahan hubungan permukaan gigi geligi pada Maksila dan mandibula, yang
terjadi selama pergerakan Mandibula dan berakhir dengan kontak penuh dari gigi geligi pada
kedua rahang. Oklusi terjadi karena adanya interaksi antara Dental system,

Secara teoritis, oklusi didefinisikan sebagai kontak antara gigi-geligi yang saling berhadapan
secara langsung (tanpa perantara) dalam suatu hubungan biologis yang dinamis antara semua
komponen sistem stomato-gnatik terhadap permukaan gigi-geligi yang berkontak dalam
keadaan berfungsi berkontak dalam keadaan berfungsi

2.macam : statis,fungsional=LI
Oklusi ideal : Adalah merupakan suatu konsep teoritis oklusi yang sukar atau bahkan tidak
mungkin terjadi pada manusia.
Oklusi fungsional à gerakan fungsional dari mandibula shg menyebabkan kontak antar gigi geligi
Oklusi normal : Adalah suatu hubungan yang dapat diterima oleh gigi geligi pada rahang yang
sama dan rahang yang berlawanan, apabila gigi –geligi dikontakkan dan condylus berada dalam
fossa glenoidea.
Oklusi gigi-gigi secara normal dapat dikelompokkan dalam 2 jenis, yaitu
(1)oklusi statik merupakan hubungan gigi geligi rahang atas (RA) dan rahang bawah (RB) dalam
keadaan tertutup atau hubungan daerah kunyah gigi-geligi dalam keadaan tidak berfungsi
(statik), dan
(2)oklusi dinamik merupakan hubungan antara gigi geligi RA dan RB pada saat seseorang
melakukan gerakan mandibula ke arah lateral (samping) ataupun kedepan (antero-posterior).
Pada oklusi statik, hubungan cusp fungsional gigi geligi posterior (premolar) berada pada posisi
cusp to marginal ridge dan cusp fungsional gigi molar pada posisi cusp to fossa. Sedang pada
hubungan gigi anterior dapat ditentukan jarak gigit (overjet) dan tinggi gigit (overbite) dalam
satuan milimeter (mm). Jarak gigit (overjet) adalah jarak horizontal antara incisal edge gigi
incisivus RA terhadap bidang labial gigi insisivus pertama RB. Dan tinggi gigit (overbite) adalah
 jarak vertikal antara incisal edge RB sampai incisal edge RA.
Oklusi dinamik timbul akibat gerakan m andibula ke lateral, kedepan (anterior) dan kebelakang
(posterior). Oklusi yang terjadi karena pergerakan mandibula ini sering disebut artikulasi. Pada
gerakan ke lateral akan ditemukan sisi kerja (working side) yang ditunjukan dengan adanya
kontak antara cusp bukal RA dan cusp molar RB; dan sisi keseimbangan (balancing side).
Working side dalam oklusi dinamik digunakan sebagai pan duan oklusi (oklusal guidance), bukan
pada balancing side.
Kontak gigi geligi karena gerakan mandibula dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1) Intercupal Contact Position (ICP), adalah kontak maksimal antara gigi geligi dengan
antagonisnya.
2) Retruded Contract Position (RCP), adalah kontak maksimal gigi geligi pa da saat mandibula
bergerak lebih ke posterior dari ICP, namun RB masih mampu bergerak secara terbatas ke
lateral.
3) Protrusif Contact Position (PCP) adalah kontak gigi geligi anterior pada saat RB digerakkan ke
anterior.
4) Working Side Contact Position (WSCP) adalah kontak gigi geligi pada saat RB digerakan ke
lateral

Selain klasifikasi diatas, secara umum pola oklusi akibat gerakan RB dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
1. Bilateral balanced occlusion, bila gigi geligi posterior pada kerja dan sisi keseimbangn,
keduanya dalam keadaan kontak;
2. Unilateral balanced occlusion. Bila gigi gel igi posterior pada sisi kerja kontak dan sisi
keseimbangan tidak kontak;
3. Mutually protected occlusion. Dijumpai kontak ringan pada gigi geligi anterior, sedang pada
gigi posterior tidak kontak;
4. Tidak dapat ditetapkan, bila tidak dapat dikelompokkan dalam klasifikasi diatas (Hamzah,
Zahreni; dkk).

3.syarat/karakteristik

maloklusi
1.definisi
Maloklusi adalah kondisi oklusi intercuspal dalam pertumbuhan gigi diasumsikan sebagai kondisi
yang tidak reguler.

Maloklusi adalah oklusi abnormal yang ditanda dengan tidak benarnya hubungan antar lengkung
di setiap bidang spatial atau anomaly abnormal dalam posisi gigi. Maloklusi adalah kondisi oklusi
intercuspal dalam pertumbuhan gigi diasumsikan sebagai kondisi yang t idak reguler. Keadaan ini
dikenal dengan istilah maloklusi tetapi batas antara oklusi normal dengan tidak normal
sebenarnya cukup tipis. Maloklusi sering pula tidak mengganggu fungsi g igi secara signifikan dan
termodifikasi pemakaian gigi.1

Maloklusi terjadi pada kondisi-kondisi berikut ini :


1.Ketika ada kebutuhan bagi subjek untuk melakukan posisi postural adaptif dari mandibula.
2.Jika ada gerak menutup translokasi dari mandibula, dari posisi istirahat atau dari posisi
postural adaptif ke posisi interkuspal.
3.Jika posisi gigi adalah sedemikian rupa sehingga terbentuk mekanisme refleks yang merugikan
selama fungsi pengunyahan dari mandibula.
4.Jika gigi-gigi menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak mulut.
5.Jika ada gigi berjejal atau tidak teratur, yang bi as merupakan pemicu bagi terjadinya pe nyakit
periodontal dan gigi.
6.Jika ada penampilan pribadi yang kurang baik akibat posisi gigi.
7.Jika ada posisi gigi yang menghalangi bicara yang normal.3

2.etiologi
Etiologi darimaloklusi dapat terbagi 2, yaitu :
Primary etiologi site
Etiologi pendukung
Primary etiologi site terbagi menjadi :
1.System Neuromuskular
Beberapa pola kontraksi neuromuscular beradaptsi terhadap ketidakseimbangan skeletal /
malposisi gigi. Pola- pola kontraksi yang tidak seimbang adalah bagian penting dari hamper
semua maloklusi.
1.Tulang
Karena tulang muka, terutama maxilla dan mandibula berfungsi sebagai dasar untuk dental arch,
kesalahan dalam marfologi / pertumbuhannya dapat merubah hubungan dan fungsi oklusi.
Sebagian besar dari maloklusi ynag sangat serius adalah membantu dalam identifikasi
dishamorni osseus.
1.Gigi
Gigi adalah tempat utama dalam etiologi dari kesalahan bentuk dentofacial dalam berbagai
macam cara. Variasi dalam ukuran, bentuk, jumlah dan posisis gigi semua dapat menyebabkan
maloklusi. Hal yang sering dilupakan adalah kemungkinan bahwa malposisisi dapat
menyebabkan malfungsi, secara tidak langsung malfungsi merubah pertumbuhan tu lang. Yang
sering bermasalah adalah gigi yang terlalu besar.
1.Jaringan Lunak (tidak termasuk otot)
Peran dari jaringan lunak, selain neuromuskulat dalam etiologi maloklusi, dapat dilihat dengan
 jelas seperti tempat- tempat yang didiskusi sebelumnya. Tetapi, maloklusi dapat disebabkan
oleh penyakit periodontal / kehilangan perlekatan dan berbagai macam lesi jaringan lunak
termasuk struktur TMJ.

Etiologi Pendukung antara lain :


1.Herediter
Herediter telah lama dikenal sebagai penyebab maloklusi. Kesalahan asal genetic dapat
menyebabkan penampilan gigi sebelum lahir / mereka tidak dapat dilihat sampai 6 tahun setelah
kelahiran (contoh : pola erupsi gigi). Peran herediter dalam pertumbuhan craniofacial dan
etiologi kesalahan bentuk dentalfacial telah menjadii banyak subjek penelitian. Genetic gigi
adalah kesamaan dalam bentuk keluaraga sangat sering terjadi tetapi jenis transmisi / tempat
aksi genetiknya tidak diketahui kecuali pada beberapa kasus ( contoh : absennya gigi /
penampilan beberapa syndrome craniofacial).
1.Perkembangan abnormal yang tidak diketahui penyebabnya
Misalnya : deferensiasi yang penting pada perkembangan embrio. Contoh : facial cleft.
1.Trauma
Baik trauma prenatal atau setelah kelahiran dapat menyebabkan kerusakan atau kesalahan
bentuk dentofacial.
1.Prenatal trauma / injuri semasa kelahiran
Hipoplasia dari mandibula
Disebabkan karena tekanan intrauterine (kandungan) atau trauma selama proses kelahiran.
Asymetri
Disebabkan karena lutut atau kaki menekan mu ka sehingga menyebabkan ketidaksimetrian
pertumbuhan muka.
1.Prostnatal trauma
Retak tulang rahang dan gigi
Kebiasaan dapat menyebabkan mikrotrauma dalam masa yang lam a.
1.Agen Fisik
1.Ekstraksi yang terlalu awal dari gigi sulung.
2.Makanan
Makanan yang dapat menyebabkan stimulasi otot yang bekerja lebih dan peningkatan fungsi
gigi. Jenis makanan seperti ini menimbulkan karies yang lebih sedikit.
1.Habits
Mengisap jempol / jari
Biasanya pada usia 3 tahun – 4 tahun anak-anak mulai mengisap jempol jika M1 nya susah saat
erupsi. Arah aplikasi tekanan terhadap gigi selama mengisap jempol dapat menyebabkan
Insisivus maksila terdorong ke labial, sementara otot bukal mendesak tekanan l ingual terhadap
gigi pada segmen leteral dari lengkung dental.
Desakan lidah

Ada 2 tipe, yaitu :


Simple tounge, desakan lidah yang berhubungan dengan gigi, sekalian menelan.
Kompleks tounge, normalnya anak-anak menelan dengan gigi dalam oklusi bibir sedikit tertutup
dan lidah berada pada palatal d i belakang gigi anterior. Simple tounge dihubungkan dengan
digital sucking walaupun kebiasaannya tidak lagi dilakukan karena perlunya lidah untuk
mendesak ke depan kea rah open bite untu k menjaga anterior seal dengan bibir selama
penelanan. Kompleks tounge dihubungkan dengan stress nasorespiratoty, bernapas dengan
mulut.
Lip sucking and lip biting
Menyebabkan open bite, labioversion maksila / mandibula ( terkadang).
Menggigit kuku
Dan lain- lain
Penyakit
Penyakit sistemik
Mengakibatkan pengaruh pada kualitas gigi daripada kuantitas pertumbuhan gigi.
Gangguan endokrin
Disfungsi endokrin saat prenatal bias berwujud dalam hipoplasia, gangguan endokrin saat
postnatal bias mengganggu tapi biasanya tidak merusak / merubah bentuk arah pertumbuhan
muka. Ini dapat mempengaruhi erupsi gigi dan resorpsi gigi sulung.
Penyakit local
Penyakit gingival periodontal dapat menyebabkan efek langsusng seperti hilangnya gigi,
perubahan pola penutupan mandibula untuk mencegah trauma, ancylosis gigi.
Trauma
Karies
Malnutrisi
Berefek pada kualitas jaringan dan kecepatan dari kalsifikasi.2

3.klasifikasi

Klasifikasi angel
Class I
Lengkung mandibula normalnya mesiodistal berhubungan terhadap lengkung maksila, dengan
mesiobukal cusp dari M1 permanen maksila menutupi grove bukal dari M1 permanen mendibula
dan mesio lingual cusp M1 maksila menutupi fossa oclusal dari M1 permanen mandibula ketika
rahang diistirahatkan dan gigi dalam keadaan tekanan.
Class II
Cusp mesiobukal m1 permanen maksila menutupiu antara cusp mesio bukal M1 mandibula
permanen dan aspek distal dari P1 mandibul a. Juga mesiolingual cusp M1 permanen maksila
menutupi mesiolingual cusp dari M1 permanen mandibula.
Angle membagi class II maloklusi dalam 2 divisi dan 1 subdivisi berdasarkan angulasi labiolingual
dari maksila, yaitu ;
Class II – divisi I
Dengan relasi Molar terlihat seoerti tipe kelas II, gigi insisivus maksila labio version.
Class II – divisi II
Dengan relasi molar terlihat seperti tipe kelas II, Insisivus maksila mendekati normal secara
anteroposterior atau secara ringan dalam linguoversion sedangakan I2 maksila tipped secara
labial atau mesial.
Class II – sbdivisi
Saat relasi kelas II molar, terjadi oada satu sisi pada lengkung dental.
Class III
Lengkung dan badan mandibula berada pada mesial lengkuna maksila dengan cusp mesiobukal
M1 permanen maksila beroklusi pada ruang in terdental di antara ruang distal dari cusp distal
pada M1 permanen mandibula dan aspek mesial dari cusp mesial m2 mandibula.
Class III terbagi 2, yaitu :
Psedo class III – maloklusi
Ini bukan maloklusi kelas 3 yang sebenarnya, tapi tampak serupa, disini mandibula bergesar ke
anterior dengan fossa gleroid dengan kontak premature gigi atau beberapa alas an lainnya ketika
rahang berada pada oklusi sentrik.
Kelas III – subdivisi

Maloklusi sesuai denagn unilaterally.


Pada kondisi normal, relasi antar molar pertama normal begitu juga gigi-gigi yang ada di
anteriornya (depan-red).
Pada maloklusi kelas 1, relasi antar molar pertama normal, tetapi garis oklusi gigi-gigi d i daerah
depan dari molar pertama tersebut tidak tepat.
Pada maloklusi kelas 2, tampak molar pertama bawah tampak lebih belakang dari pada molar
atasnya sehingga relasi tidak lagi normal. Kondisi i ni merupakan overbite / gigitan berlebih.
Pada maloklusi kelas 3 ini merupakan kebalikan dari Kelas 2, yaitu molar p ertama atas yang
tampak lebih belakang daripada molar pertama bawah. Kondisi in i merupakan underbite atau
terkadang disebut gigitan terbalik.

Klasifikasi dewey, yaitu modifikasi dari angle kelas I dan kelas III
Modifikasi angle’s kelas I
1.Tipe 1
Anle Class I dengan gigi anterior maksila crowding.
Tipe 2
Angle Class I dengan gigi I maksila labio version
Tipe 3
Angle Class I dengan gigi I maksila lingual version terhadap I mandibula. ( anterior cross bite ).
Tipe 4
M dan atau P pada bucco atau linguo version, tapi I dan C dalam jajaran normal ( cross bite
posterior ).
Tipe 5
M kea rah mesio version ketika hilangnya gigi pada bagian mesial gigi tersebut, ( contoh
hilangnya M susu lebih awal dan P2 ).
Modifikasi angle’s kelas III
1.Tipe 1
Suatu lengkungan saat dilihat secara individu bidang pada jajaran yang normal, tetapi oklusi di
anterior terjadi edge to edge.
Tipe 2
I mandibula crowding dengan I maksila ( akibat I maksila yang terletak kea rah lingual ).
Tipe 3
Lengkung maksila belum berkembang sehingga terjadi cross bite pada I maksila yang crowding
dan lengkung mandibula perkembangannya baik dan lurus.

klasifikasi Lischers modifikasi dengan Klasifikasi angel


Neutroklusi
Sama halnya dengan klasifikasi Angel kelas 1
Distoklusi
Sama halnya dengan klasifikasi Angel kelas 2
Mesioklusi
Sama halnya dengan klasifikasi Angel kelas 3
Nomenklatur Lischer untuk malposisi perindividual gigi geligi menyangkut penambahan ”versi”
pada sebuah kata untuk mengindikasikan penyimpangan dari posisi normal.
Mesioversi
Lebih ke mesial dari posisi normal
Distoversi
Lebih ke distal dari posisi normal
Lingouversi
Lebih ke lingual dari posisi normal
labioversi
Lebih ke labial dari posisi normal
Infraversi
Lebih rendah atau jauh dari garis oklusi
Supraversi
Lebih tinggi atau panjang melewati garis oklusi
Axiversi
Inklinasi aksial yang salah, tipped.
Torsiversi
Rotasi pada sumbunya yang panjang
Transversi
Perubahan pada urutan posisi.

Klasifikasi Bennette
Klasifikasi ini berdasarkan etiologinya:
Kelas 1
Abnormal lokasi dari satu atau lebih gigi sesuai faktor lokal.
Kelas II
Abnormal bentuk atau formasi dari sebagian atau keseluruhan dari salah satu lengkung sesuai
kerusakan perkembangan tulang.
Kelas III
Abnormal hubungan diantara lengkung atas dan bawah dan diantara salah satu lengkung dan
kontur fasial sesuai dengan kerusakan perkembangan tulang.

Klasifikasi Simons
Simons (1930) yang pertama kali menghubungkan lengkung gigi terhadap wajah dan kranial
dalam tiga bidang ruang:
Frankfort Horizontal Plane (vertikal)
Frankfort Horizontal Plane atau bidang mata- telinga ditentukan dengan menggambarkan garis
lurus hingga margin tulang secara langsung di bawah pupil mata hingga ke margin atas meatus
eksternal auditory (derajat di ats tragus telinga). Digunakan un tuk mengklasifikasi maloklusi
dalam bidang vertikal.
Attraksi
Saat lengkung gigi atau atau bagian dari penutup bidang frankfort horizontal menunjukkan suatu
attraksi (mendekati).
Abstraksi
Saat lengkung gigi atau atau bagian dari penutup bidang frankfort horizontal menunjukkan suatu
abstraksi (menjauhi).
Bidang Orbital (antero-posterior)
Maloklusi menggambarkan penyimpangan antero-posterior berdasarkan jaraknya, adalah:
rotraksi
Gigi, satu atau dua, lengkung dental, dan/atau rahang terlalu jauh ke depan.
Retraksi
Satu gigi atau lebih lengkung gigi dan/atau rahang terlalu jauh ke depan.
Bidang Mid-Sagital (transversal)
Maloklusi mengklasifikasikan berdasarkan penyimpangan garis melintang dari bidang midsagital.
Kontraksi
Sebagian atau seluruh lengkung dental digerakkan menuju bidang midsagital
Distraksi (menjauhi)
Sebagian atau seluruh lengkung gigi berada pada jarak yang lebih dari normal.

Klasifikasi Skeletal
Salzmann (1950) yang pertama kali mengklasifikasikan struktur lapisan skeletal.
Kelas 1 Skeletal
Maloklusi ini dimana semata-mata dental dengan tulang wajah dan rahang harmoni dengan satu
yang lain dan dengan posisi istirahat kepala. Profilnya orthognatic.
Kelas 1 dental ditentukan berdasarkan maloklusi dental :
divisi I
Malrelasi lokal insisor, caninus , dan premolar.
divisi II
Protrusi insisor maksila
divisi III
Lingouversi insisor maksila
divisi IV
protrusi bimaksilari
kelas II Skeletal
ini menyangkut maloklusi dengan perkembangan distal mandibular subnormal dalam
hubungannya terhadap maksila.
Dibagi menjadi dua divisi:
divisi I
lengkung dental maksila dalam batas sempit dengan crowding pada regio caninus, crossbite bisa
saja ada ketinggian wajah vertikal menurun. Gigi anterior maksila protrusif dan profilnya
retrognatic.
divisi II
merupakan pertumbuhan berlebih mandibula dengan sudut mandibula yang tumpul. Profilnya
prognatic pada mandibula.3

Pada maloklusi kelas 1, relasi antar molar pertama normal, tetapi garis oklusi gigi-gigi d i daerah
depan dari molar pertama tersebut tidak tepat.

Pada maloklusi kelas 2, tampak molar pertama bawah tampak lebih belakang dari pada molar
atasnya sehingga relasi tidak lagi normal. Kondisi i ni merupakan overbite / gigitan berlebih.

Pada maloklusi kelas 3 ini merupakan kebalikan dari Kelas 2, yaitu molar pertama atas yang
tampak lebih belakang daripada molar pertama bawah. Kondisi in i merupakan underbite atau
terkadang disebut gigitan terbalik.
a.

klas I
b.faktor yang berpengaruh (bad habit)

c.pemeriksaan
d.pencegahan
e.perawatan
klas II
divisi 1
a.etiologi : herediter, bad habit
- faktor yang berpengaruh (bad habit)

b.syarat,ciri,karakteristikpemeriksaan
radiografi, analisa model study,…………..
c.pencegahan
menghilangkan bad habit spt menghisap jempol, edukasi
d.perawatan
LI
divisi 2
a.etiologi
LI
b.syarat, ciri
gigi anterior retrusif
c.pemeriksaan = idem
d.pencegahan = sesuai etiologi
e.perawatan
subdivisi
LI
klas III
pseudoklas III
a.etiologi
b.ciri
mandibula bergeser ke anterior dengan fossa glenoid…..
subdivisi
LI
Pencegahan
üEdukasi
üMeminimalisir penggunaan dot
üPenggunaan space maintener
MENCEGAH terjadinya maloklusi atau susunan gigi yang tidak teratur atau berantakan pada anak
bisa digunakan dengan perawatan ortodonti interseptif. Perawatan ini juga dapat membantu
malolkusi yang lebih parah dan juga menghilangkan maloklusi ringan yang sudah ada.
ada beberapa jenis ortodonti intersentif, antara lain, pertama, dengan
a.pemakaian space regainer. Space regainer merupakan alat yang dapat digunakan untuk
melebarkan kembali ruangan yang telah menyempit sehingga gigi tetap dapat erupsi dengan
baik pada tempat yang seharusnya. gigi sulung yang tanggal sebelum waktunya, biasanya akan
menyebabkan ruangan yang ditinggalkannya mengalami penyempitan, sehingga benih gigi tetap
yang ada di bawahnya akan kesulitan untuk erupsi dan cenderung untuk erupsi di luar lengkung
gigi yang seharusnya.
’’Normalnya gigi sulung tanggal akibat desakan gigi tetap yang a da di bawahnya. Gigi sulung
dapat tanggal sebelum waktunya akibat berlubang yang mengharuskannya untuk dicabut,
trauma, dan lain sebagainya,’’ujarnya.

bperawatan serial ekstraksi. Misalnya ada pasien usia 8 atau 9 tahun yang memiliki keluhan gigi
bagian depan yang berjejal. Bila tidak segera diraw at susunan gigi yang tidak teratur tersebut
akan bertambah parah nantinya. Kondisi ini dapat dihindari dengan perawatan serial ekstraksi.
’’Perawatan serial ekstraksi merupakan perawatan dengan cara mencabut gigi su lung secara
berkala pada saat- saat tertentu sesuai dengan keperluan,’’ungkapnya.
c pemakaian oral screen. Anak-anak yang memiliki kebiasaan bernafas melalui mulut akan
menyebabkan lengkung gigi dan rahang menyempit serta cenderung cembung ke depan atau
istilah awamnya tonggos.
’’Kondisi ini dapat diatasi dengan penggunaan alat oral sc reen. Namun, se belum dilakukan
perawatan dengan menggunakan oral screen, penyebab kebiasaan bernapas melalui mulut ini
harus dihilangkan,’’tuturnya.
Biasanya, terang Bambang, penyebab dari kebiasaan ini adalah adanya gangguan saluran nafas
anak terutama pada bagian hidung. Akibat gangguan tersebut anak merasa lebih nyaman
dengan bernafas melalui mulut. Gangguan saluran nafas hidung ini perlu ditindak lanjuti oleh
spesialis THT (Telinga Hidung Tenggorokan).
d pemakaian oral grid yaitu, anak yang mempunyai kebiasaan mendorong gigi depan dengan
lidah lama kelamaan akan menyebabkan gigi depan akan semakin maju ke depan (tonggos).
’’Kebiasaan buruk ini dapat diatasi dengan penggunaan grid dengan alat ortodonti
lepasan,’’tukasnya.
e.gejala
Anak yang masih memiliki kebiasaan menghisap jari setelah ia berumur 4 tahun dengan
intensitas atau frekuensi tinggi cukup beresiko tinggi untuk mengalam i masalah gigi atau
masalah bicara saat ia dewasa.
Pada saat tidur di malam hari, biasanya penderita akan mengeluarkan suara gigi-gigi yang
beradu. Bila dilihat secara klinis, tampak adanya abrasi p ada permukaan atas gigi-geligi rahang
atas dan rahang bawah. Bila lapisan email yang hilang cukup banyak dapat timbul rasa ngilu
pada gigi-gigi yang mengalami abrasi. Kadang terlihat a danya jejas atau tanda yang tidak rata
pada tepi lidah

tambahan :

DAFTAR CONTOH KASUS-KASUS ORTODONTIK


:
1. Maloklusi klas I Angle dengan gigi anterior berjejal
2. Maloklusi klas I Angle dengan gigi anterior spacing
3. Maloklusi klas I Angle dengan gigi anterior protrusif
4. Maloklusi klas I Angle dengan gigi anterior protrusif bimaksiler
5. Maloklusi klas I Angle dengan gigi anterior crossbite
6. Maloklusi klas I Angle dengan gigi posterior crossbite
7. Maloklusi klas I Angle dengan gigi anterior deep overbite
8. Maloklusi klas I Angle dengan gigi posterior telah telah dicabut
9. Maloklusi klas II Angle dengan gigi anterior berjejal
10. Maloklusi klas II Angle dengan gigi anterior atas protrusif (divisi 1)
11. Maloklusi klas II Angle dengan gigi anterior atas retrusif (divisi 2)
12. Maloklusi klas II Angle subdivisi
13. Maloklusi klas II Angle dengan gigi anterior berjejal
14. Maloklusi klas II Angle dengan gigi anterior spacing
15. Maloklusi klas II Angle dengan gigi anterior cross bite
16. Maloklusi klas II Angle dengan gigi posterior cross bite
17. Maloklusi klas II Angle dengan gigi posterior telah telah dicabut
18. Maloklusi klas III Angle dengan gigi anterior berjejal
19. Maloklusi klas III Angle dengan gigi anterior cross bite
20. Maloklusi klas III Angle dengan gigi posterior cross bite
21. Maloklusi klas III Angle dengan gigi anterior cross bite
22.Maloklusi klas III Angle subdivisi

1.perbedaan ketika punngung jempol menghadap ke atas n ke bawah ?


Gambar : Ilustrasi anak yang mem iliki kebiasaan menghisap jempol. Perhatikan jempol yang
menghadap ke langit-langit, saat anak melakukan gerakan men ghisap jempol tersebut akan
memberi tekanan ke arah atas dan gigi depan, dan bagian bawah jempol akan menekan lidah
sehingga mendoron gigi bawah dan bibir sedangkan dagu terdesak ke dalam. Akibatnya anak
dapat memiliki profil muka yang cembung akibat gigi depan yang maju.

2.kapan seorg anak harus menghentikan kebiasaan menghisap jempol


Bayi mempunyai dorongan alami/natural untuk menghisap, yang hal itu akan berkurang setelah
usia 6 bulan. Namun terkadang kebiasaan itu berlanjut, yang akhirnya akan menjadi kebiasaan
bayi atau anak kecil karena dengan mengh isap jempol/ibu jari, mereka akan merasa
nyaman/tenang ketika lapar, takut, gelisah, kesepian, ngantuk dan bosan.

3.bagaimana patofisiologi isap jempol menjadi maloklusi

4.kenapa klasifikasi maloklusi memakai M1?


5.

5.apakah sama oklusi normal dengan oklusi Klas 1?

So, mau bagaimanapun daerah di bagian depan gigi geraham tersebut, mau berdesakan atau
tampak teratur tetapi untuk menentukan klasifikasi maloklusi, tetap dilihat dahulu dari molar
pertamanya.
Pada kondisi normal, relasi antar molar pertama normal begitu juga gigi-gigi yang ada di
anteriornya (depan-red).
Pada maloklusi kelas 1, relasi antar molar pertama normal, tetapi garis oklusi gigi-gigi d i daerah
depan dari molar pertama tersebut tidak tepat.

Pada maloklusi kelas 2, tampak molar pertama bawah tampak lebih belakang dari pada molar
atasnya sehingga relasi tidak lagi normal. Kondisi i ni merupakan overbite / gigitan berlebih.

Pada maloklusi kelas 3 ini merupakan kebalikan dari Kelas 2, yaitu molar p ertama atas yang
tampak lebih belakang daripada molar pertama bawah. Kondisi in i merupakan underbite atau
terkadang disebut gigitan terbalik.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasil
konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian
segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh kelainan
kongenital yang cukup berat, hal ini seakan-akan merupakan suatu seleksi alam terhadap kelangsungan hidup bayi
yang dilahirkan. Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenital besar, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat
lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan
kelainan kongenital berat, kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya. Disamping pemeriksaan
fisik, radiologik dan laboratorik untuk menegakkan diagnose kelainan kongenital setelah bayi lahir, dikenal pula
adanya diagnosisi pre/- ante natal kelainan kongenital dengan beberapa cara pemeriksaan tertentu misalnya
pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan air ketuban dan darah janin. (www.yuwie.com/blog/entry.asp)
Kelainan kongenital pada bayi baru l ahir dapat berupa satu jenis kelainan saja atau dapat pula berupa beberapa
kelainan kongenital secara bersamaan sebagai kelainan kongenital multipel. Kadang-kadang suatu kelainan
kongenital belum ditemukan atau belum terlihat pada waktu bayi lahir, tetapi baru ditemukan beberapa waktu
setelah kelahiran bayi. Sebaliknya dengan kermajuan tehnologi kedokteran,kadang- kadang suatu kelainan
kongenital telah diketahui selama kehidupan fetus. Bila ditemukan satu kelainan kongenital besar pada bayi baru
lahir, perlu kewaspadaan kemungkian adanya kelainan kongenital ditempat lain. Dikatakan bahwa bila ditemukan dua
atau lebih kelainan kongenital kecil, kemungkinan ditetemukannya kelainan kongenital besar di tempat lain sebesar
15% sedangkan bila ditemukan tiga atau lebih kelainan kongenital kecil, kemungkinan ditemukan kelainan kongenital
besar sebesar 90%. (www.yuwie.com/blog/entry.asp)
Keadaan patologis ini dapat dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik, misalnya lingkungan dan faktor intrinsik, yaitu gen.
Cacat lahir dapat berasal dari perubahan lingkungan selama dalam kandungan, seperti keadaan toksik, hipoksia yang
menyebabkan terjadinya palsi serebral, dan cacat mental. Ke adaan seperti malnutrisi, kelainan hormonal, dan bahan
kimiawi seperti thalidomide juga dapat menyebabkan malformasi. (Sudiono, 2008)

Sumbing bibir dan palatum merupakan kelainan kongenital yang sering kali terjadi. Sumbing bibir dan palatum
menyebabkan menurunnya fungsi bicara, pengunyahan, dan penelanan yang sangat berat. Seringkali terjadi
peningkatan prevalensi gangguan yang berhubungan dengan malformasi kongenital seperti ketidakmampuan bicara
sekunder serta menurunnya fungsi pendengaran. Kelainan lain adalah mikrognatia, makrognasia, makroglosia,
mikroglosia, dan fibromatosis gingival herediter. (Sudiono, 2008)
1.2. Rumusan Masalah

 Adapun rumusan masalah pada laporan tutorial ini adalah :

1. Apa sajakah macam-macam kelainan kongenital skeletal yang sering terjadi dan bagaimanakah patogenesisnya?

2. Bagaimanakah cara pemeriksaan kelainan congenital skeletal?

3. Apakah definisi maloklusi dan apa sajakah klasifikasinya?

4. Bagaimanakah hubungan antara celah bibir dan celah palatum?

5. Bagaimanakah hubungan antara kelainan kongenital skeletal dengan maloklusi?

1.3. Tujuan

 Adapun tujuan penulisan laporan tutorial ini adalah :

1. Agar mahasiswa dapat mengetahui macam-macam kelainan kongenital skeletal yang sering terjadi beserta patogenesisnya.

2. Agar mahasiswa dapat mengetahui cara pemeriksaan kelainan kongenital skeletal, baik fisik, radiologis, dan laboratoris.

3. Agar mahasiswa dapat mengetahui definisi maloklusi dan klasifikasinya.

4. Agar mahasiswa dapat mengetahui hubungan antara celah bibir dan celah palatum.

5. Agar mahasiswa dapat mengetahui hubungan antara kelainan kongenital skeletal dengan maloklusi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kelainan Kongenital Skeletal

Cacat bawaan merupakan suatu keadaan cacat lahir pada n eonatus yang tidak diinginkan kehadirannya oleh orang
tua maupun petugas medis. Cacat bawaan adalah keadaan c acat yang terjadi sebelum terjadi kelahiran. I stilah
anomali kongenital adalah cacat fisik maupun non fisik, sedangkan malformasi dan dismorfi kongenital diartikan
berupa cacat fisik saja.

Gangguan pettumbuhan dan perkembangan struktur skeletal banyak disebabkan olehfaktor herediter selain iu juga
lingkungan

1. Faktor genetik
II. Faktor lingkungan

1. Infeksi

1. Rubella

2. Influenza A

3. Injuri fisikal

1. Radiasi

2. Perubahan temperatur

3. Hormon

1. Insulin

2. Esterogen

3. Kortison

4. Androgens

5. ACTH

1.  Nutrisi

1. Vitamin A

2. Vitamin D

3. Vitamin E

4. Vitamin K

5. Amino acids

6. Unsaturated fatty acid

7. Protein
1. Pernafasan

1. hipoksia

2. carbon monoxide

3. carbon dioxide exess

1. Obat-obatan dan bahan kimia

1. Nikotin

2. Aminopterin

3. Anti metabolisme

1. Penyakit dari ibu

1. Stres

2. Usia

3. Tumor rahim

1. Ganguan pada embrionik

1. Reaksi antigen dan antibodi

2. Ketidaknormalan ovum

3. Ketidaknormalan cairan semen

Macam-macam kelainan kongenital skeletal di antaranya yaitu :

1. Gangguan Perkembangan Rahang

1. Agnathia (tidak memiliki maksila atau mandibula)

2. Micrognathia (ukuran rahang lebih kecil dari normal)


3. Macrognathia (ukuran rahang lebih besar dari normal)

4. Gangguan Perkembangan Bibir dan P alatum

1. Celah palatum

2. Celah bibir

3. Celah bibir dan celah palatum

4. Gangguan Perkembangan Lidah

1. Microglossia (ukuran lidah lebih kecil dari normal)

2. Macroglossia (ukuran lidah lebih besar dari normal)

3. Ankyoglossia (frenululum lingual pendek)

4. Celah lidah

5. Gangguan Perkembangan Gigi (Ukuran, Bentuk, Jumlah, Struktur, Pertumbuhan)

1. Ukuran (microdontia, macrodontia)

2. Bentuk (fusi, dislaserasi)

3. Jumlah (anodonsia, supernumeri)

4. Struktur (amelogenesis imperfekta,enamel hipoplasia)

5. Pertumbuhan (erupsi premature, erupsi yang tertunda, embedded, dan impaksi)

2.2. Maloklusi dan Klasifikasinya

Maloklusi didefinisikan sebagai ketidakteraturan gigi-gigi di luar ambang normal. Maloklusi dapat meliputi
ketidakteraturan lokal dari gigi-gigi atau malrelasi rahang pada tiap ketiga bidang ruang sagital, vertikal, atau
transversal. (Huoston, 1989)

ETIOLOGI MALOKLUSI

Graber menentukan klasifikasi faktor-faktor etiologi maloklusi sebagai berikut ini:

1. Faktor umum : faktor yang tidak b erpengaruh langsung pada gigi yang meliputi

1. Herediter

2. Kelainan kongenital

3. Lingkungan:

- Prenatal
- Postnatal

1. Penyakit atau gangguan metabolisme

2. Problema diet

3. Kebiasaan jelek dan aberasi fungsional:

- Abnormal sucking

- Thumb and finger sucking

- Tongue thrust and tongue sucking

- Lip and nail biting

- Abnormal swallowing habits

- Speech defects

- Respiratory abnormalities

- Tonsils and adenoids

- Bruxism

1. Posture

2. Trauma dan kecelakaan

3. Faktor lokal : faktor yang berpengaruh langsung pada gigi, yang terdiri atas

1. Anomali jumlah gigi:

- Gigi kelebihan

- Missing

1. Anomali ukuran gigi

2. Anomali bentuk gigi


3. Frenulum labial abnormal

4. Kehilangan prematur

5. Retensi

6. Erupsi gigi permanen terlambat

7. Pola erupsi gigi abnormal

8. Ankilosis

9. Karies gigi

10. Restorasi gigi yang tidak baik

PENGGOLONGAN MALOKLUSI

Maloklusi dapat dibagi dalam 4 golongan:

1. Malposisi dan malrelasi tiap gigi

2. Malrelasi dari lengkung gigi dan tulang rahang

3. Kurangnya perkembangan dari bentuk lengkung gigi

4. Malformasi dari tulang rahang

KLASIFIKASI ANGLE

 Angle mendeskripsikan tujuh malposisi untuk satu gigi:

1. Bukal atau labial

2. Lingual

3. Mesial

4. Distal

5. Torso (berotasi)

6. Infra (erupsi tidak sampai garis oklusal)

7. Supra (erupsi melebihi garis oklusal)

Penggolongan malposisi gigi ini dapat digunakan unruk menggambarkan maloklusi dengan lebih lengkap.

(orthodontics: diagnosis and treatment)


Klasifikasi maloklusi Angle berdasar pada hubungan rahang di bidang sagital. Kunci klasifikasi An gle adalah hubungan
antara molar pertama permanen rahang atas dan rahang bawah. Molar pertama permanen digunakan sebagai
kuncinya karena dianggap sebagai gigi yang paling stabil, jarang berubah kedudukannya, karena gigi ini tertanam
dalam tulang zygomaticus yang sangat kuat.

Pada oklusi normal, cusp mesiobukal M1 permanen atas beroklusi dengan groove bukal depan M1 permanen bawah.

An gle Klas 1 

Maloklusi dimana terdapat hubungan antero-posterior rahang yang normal dilihat dari M1 permanen.

An gle Klas 2 

Rahang bawah sekurang-kurangnya setengah cusp lebih ke distal dari rahang atas, dilihat dari hubungan M1 tetap.

Klas 2 dibagi menjadi dua divisi:

Divisi 1 : insisivus atas proklimasi sehingga terdapat peningkatan overjet

Divisi 2: insisivus pertama atas retroklinasi. Insisivus kedua selalu proklinasi dan overbite dalam.

An gle Klas 3 

Rahang bawah sekurang-kurangnya setengah cusp lebih ke mesial dari atas, dilihat dari hubungan M1.

BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Maping

3.2 PEMBAHASAN

3.2.1 Patogenesis Kelainan Kongenital Skeletal

Patogeneis celah bibir bibir dan palatum


Pertumbuhan dan perkembangan wajah serta rongga mulut merupakan suatu proses yang sangat kompleks. Bila
terdapat gangguan pada waktu pertumbuhan dan perkembangan wajah serta mulut embrio, akan timbul kelainan
bawaan (congenital). Kelainan bawaan adalah suatu kelainan pada struktur, fungsi maupun metabolisme tubuh yang
ditemukan pada bayi ketika dia dilahirkan. Salah satunya adalah celah bibir dan langit-langit. Sumbing bibir
merupakan kegagalan bersatunya jaringan selama perkembangan. Gangguan pola normal pertumbuhan muka dalam
bentuk defisiensi prosesus muka merupakan penyebab kesalahan perkembangan bibir. Karena t idak menyatunya
sebagian atau seluruh proc. maksila dengan proc nasalis medialis pada satu atau kedua sisi. Sebagian besar ahli
embriologi percaya bahwa defisiensi jaringan terjadi pada semua deformitas sumbing sehingga stuktur anatomi
normal tidak terbentuk. Periode perkembangan struktur anatomi bersifat spesifik sehingga sumbing bibir dapat
terjadi terpisah dari sumbing palatum, meskipun keduanya dapat terjadi bersama-sama dan bervariasi dallam derajat
keparahannya bergantung pada luas sumbing yang dapat bervariasi mulai dari lingir alveolar (alveolar ridge) sampaii
ke bagian akhir dari palatum lunak.

Sumbing bibir umumnya terjadi pada minggu ke 6 hingga 7 itu, sesuai dengan waktu perkembangan bibir normal
dengan terjadiinya kegaggalan penetrasi dari sel mesodermal pada groove epitel di antara proc. nasalis medialis dan
lateralis.

Kelainan Kongenital Skeletal adalah suatu kelainan pada struktur, fungsi maupun metabolisme tubuh yang ditemukan
pada bayi ketika dia dilahirkan. Salah satunya adalah celah bibir dan langit-langit.

Kelainan wajah ini terjadi karena ada gangguan pada organogenesis antara minggu keempat sampai minggu
kedelapan masa embrio. Gangguan pertumbuhan ini tidak saja menyulitkan penderita, tetapi juga menimbulkan
kesulitan pada orangtua, terutama ibu. Tidak saja dalam hal pemberian makan, tetapi juga efek psikologis karena
mempunyai anak yang “tidak sempurna”.
Beberapa teori yang menggambarkan terjadinya celah bibir :

1. Teori Fusi

Disebut juga teori kalsik. Pada akhir minggu keenam dan awal minggu ketujuh masa kehamilan, processus
maxillaries berkembang kea rah depan menuju garis median, mendekati processus nasomedialis dan kemudian
bersatu. Bila terjadi kegagalan fusi antara processus maxillaries dengan processus nasomedialis maka celah bibir
akan terjadi.

1. Teori Penyusupan Mesodermal

Disebut juga teori hambatan perkembangan. Mesoderm mengadakan penyusunan menyebrangi celah sehingga bibir
atas berkembang normal. Bila terjadi kegagalan migrasi mesodermal menyebrangi celah bibir akan terbentuk.

1. Teori Mesodermal sebagai Kerangka Membran Brankhial


Pada minggu kedua kehamilan, membran brankhial memrluk an jaringan mesodermal yang bermigrasi melalui puncak
kepala dan kedua sisi ke arah muka. Bila mesodermal tidak ada maka dalam pertumbuhan embrio membran
brankhial akan pecah sehingga akan terbentuk celah bibir.

D. Gabungan Teori Fusi dan Penyusupan Mesodermal

Patten, 1971, pertama kali menggabungkan kemungkinan terjadinya celah bibir, yaitu adanya fu si processus
maxillaris dan penggabungan kedua processus nasomedialis yang kelak akan membentuk bibir bagian tengah.

3.2.2 Macam-macam Kelainan Kongenital Skeletal

 Sumbing

Sumbing bibir dan palatum merupakan kelainan congenital yang sering kali menyebabkan menurunnya fungsi bicara,
pngunyahan, dan penelanan yang sangat berat. Sering kali terjadi peningkatan prevalensi gangguan yang
berhubungan dengan malformasi congenital seperti ketidakmampuan bicara sekunder serta menurunnya fungsi
pendengaran.

Sumbing bibir dan palatum ditemukan pada h ampir 50% kasus. Sumbing bibir saja merupakan 25% kasus, dapat
terjadi pada 1 diantara 700-1000 kelahiran dengan predileksi ras yang bervariasi. Sumbing palatum saja lebih sedikit
disbanding sumbing bibir, insidennya anatara 1 daiantara 1500-3000 kelahiran. Sumbing bibir dengan atau tanpa
sumbing palatum lebih sering pada pria dan sumbing palatum saja lebih sering pada wanita.

Umumnya sumbing bibir dan palatum dibagi dalam empat kelompok besar

 Sumbing bibir

 Sumbing palatum

 Sumbing bibir dan palatum unilateral

 Sumbing bibir dan palatum bilateral

Sumbing bibir dan mulut lainnya adalah:

 Pit pada bibir

 Cekungan linear pada bibir

 Sumbing palatum submukosa

 Bifid uvula dan lidah


 Sumbing muka yang meluas melalui hidung, bibir, dan rongga mulut

Deformitas sumbing dapat sangat bervariasi dari alur d alam kulit dan mukosa sampai meluas membelah tulang dan
otot. Kombinasi sumbing bibir dan palatum merupakan deformitas sumbing yang paling sering terlihat .

Beberapa pendapat tentang klasifikasi celah :

1. Berdasarkan organ yang terlibat

a. Celah di bibir (labioskizis)

b. Celah di gusi (gnatoskizis)

c. Celah di langit (palatoskizis)

d. Celah dapat terjadi lebih dari satu organ mis = terjadi di bibir dan langit-langit (labiopalatoskizis)

2. Berdasarkan lengkap/tidaknya celah terbentuk

Tingkat kelainan bibr sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang berat. Beberapa jenis bibir sumbing
yang diketahui adalah :

a. Unilateral Incomplete. Jika celah sumbing terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan tidak memanjang hingga ke
hidung.

b. Unilateral Complete. Jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan memanjang hingga ke
hidung.

c. Bilateral Complete. Jika celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.

 Defek tabung saraf


Terjadi pada awal kehamilan, yaitu pada saat terbentuknya bakal otak dan korda spinalis. Dalam keadaan normal, struktur
tersebut melipat membentuk tabung pada hari ke 29 setelah pembuahan. Jika tabung tidak menutup secara sempurna, maka
akan terjadi defek tabung saraf.
Bayi yang memiliki kelainan ini banyak yang meninggal di dalam kandungan atau meninggal segera setelah lahir.
2 macam defek tabung saraf yang paling sering ditemukan:
- Spina bifida, terjadi jika kolumna spinalis tidak menutup secara sempurna di sekeliling korda spinalis.
- Anensefalus, terjadi jika beberapa bagian o tak tidak terbentuk.

- Cerebral palsy
Biasanya baru diketahui beberapa minggu atau beberapa bulan setelah bayi lahir, tergantun g kepada beratnya
kelainan.

- Sindroma Down
Merupakan sekumpulan kelainan yang terjadi pada anak-anak yang dilahirkan dengan kelebihan kromosom nomor 21
pada sel-selnya.
Mereka mengalami keterbelakangan mental dan memiliki wajah dan gambaran fisik lainnya yang khas; k elainan ini
sering disertai dengan kelainan jantung.

3.2.3 Pemeriksaan Kelainan Kongenital Skeletal

1. Tes darah

Jenis pemeriksaan ini dianjurkan dokter setelah Anda dinyatakan positif hamil. Contoh darah akan diambil untuk
diperiksa apakah terinfeksi virus tertentu atau resus antibodi. Contoh darah calon ibu juga digunakan untuk
pemeriksaan hCG. Dunia kedokteran menemukan, kadar hCG yang tinggi pada darah ibu hamil berarti ia memiliki
risiko yang tinggi memiliki bayi dengan sindroma Down.

2. Alfa Fetoprotein (AFP)


Tes ini hanya pada ibu hamil dengan cara mengambil contoh darah untuk diperiksa. Tes dilaksanakan pada minggu
ke-16 hingga 18 kehamilan. Kadar Maternal-serum alfa-fetoprotein (MSAFP) yang tinggi menunjukkan adanya cacat
pada batang saraf seperti spina bifida (perubahan bentuk atau terbelahnya ujung batang saraf) atau anencephali
(tidak terdapatnya semua atau sebagian batang otak). Kecuali itu, kadar MSAFP yang tinggi berisiko terhadap
kelahiran prematur atau memiliki bayi dengan berat lahir rendah.

3. Sampel Chorion Villus (CVS)


Tes ini jarang dilakukan oleh para dokter karena dikhawatirkan berisiko menyebabkan abortus spontan. Tes ini
dilakukan untuk memeriksa kemungkinan kerusakan pada kromosom. Serta untuk mendiagnosa penyakit keturunan.
Tes CVS ini mampu mendeteksi adanya kelainan pada janin seperti Tay-Sachs, anemia sel sikel, fibrosis berkista,
thalasemia, dan sindroma Down.

4. Ultrasonografi (USG)
Tes ini dilakukan untuk mendeteksi kelainan struktural pada janin, seperti; bibir sumbing atau anggota tubuh yang
tidak berkembang. Sayangnya USG tidak bisa mendeteksi kecacatan yang disebabkan oleh faktor genetik. Biasanya
USG dilakukan pada minggu ke-12 kehamilan. Pada pemeriksaan lebih lanjut USG digunakan untuk melihat posisi
plasenta dan jumlah cairan amnion, sehingga bisa diketahui lebih jauh cacat yang diderita janin.
Kelainan jantung, paru-paru, otak, kepala, tulang belakang, ginjal dan kandung kemih, sistem pencernaan, adalah
hal-hal yang bisa diketahui lewat USG.

5. Amiosentesis
Pemeriksaan ini biasanya dianjurkan bila calon ibu berusia di atas 35 tahun. Karena hamil di usia ini memiliki risiko
cukup tinggi. Terutama untuk menentukan apakah janin menderita sindroma Down atau tidak. Amniosentesis
dilakukan dengan cara mengambil cairan amnion melalui dinding perut ibu. Cairan amnion yang mengandung sel-sel
 janin, bahan-bahan kimia, dan mikroorganisme, mampu memberikan informasi tentang susunan genetik, kondisi
 janin, serta tingkat kematangannya. Tes ini dilakukan pada minggu ke-16 dan 18 kehamilan. Sel-sel dari cairan
amnion ini kemudian dibiakkan di laboratorium. Umumnya memerlukan waktu sekitar 24 sampai 35 hari untuk
mengetahui dengan jelas dan tuntas hasil biakan tersebut.

6. Sampel darah janin atau cordosentesis


Sampel darah janin yang diambil dari tali pusar. Langkah ini diambil jika cacat yang disebabkan kromosom telah
terdeteksi oleh pemeriksaan USG. Biasanya dilakukan setelah kehamilan memasuki usia 20 minggu. Tes ini bisa
mendeteksi kelainan kromosom, kelainan metabolis, kelainan gen tunggal, infeksi seperti toksoplasmosis atau rubela,
 juga kelainan pada darah (rhesus), serta problem plasenta semisal kekurangan oksigen.

7. Fetoskopi
Meski keuntungan tes ini bisa menemukan kemungkinan mengobati atau memperbaiki kelainan yang t erdapat pada
 janin. Namun tes ini jarang digunakan karena risiko tindakan fetoskopi cukup tinggi. Sekitar 3 persen sampai 5
persen kemungkinan kehilangan janin. Dilakukan dengan menggunakan alat mirip teleskop kecil, lengkap dengan
lampu dan lensa-lensa.
Dimasukkan melalui irisan kecil pada perut dan rahim ke dalam kantung amnion. Alat-alat ini mampu memotret janin.
Tentu saja sebelumnya perut si ibu hamil diolesi antiseptik dan diberi anestesi lokal.

8. Biopsi kulit janin


Pemeriksaan ini jarang dilakukan di Indonesia. Bio psi kulit janin (FSB) dilakukan untuk mendeteksi kecacatan serius
pada genetika kulit yang berasal dari keluarga, seperti epidermolysis bullosa lethalis (EBL). Kondisi ini menunjukkan
lapisan kulit yang tidak merekat dengan pas satu sama lainnya sehingga menyebabkan panas yang sangat parah.
Biasanya tes ini dilakukan setelah melewati usia kehamilan 15-22 minggu.

3.2.4 Maloklusi dan klasifikasi maloklusi

Maloklusi didefinisikan sebagai ketidakteraturan gigi-gigi di luar ambang normal.


Maloklusi dapat meliputi ketidakteraturan lokal dari gigi-gigi atau malrelasi rahang pada tiap ketiga bidang ruang
sagital, vertikal, atau transversal.

(Huoston, 1989)

ETIOLOGI MALOKLUSI

Graber menentukan klasifikasi faktor-faktor etiologi maloklusi sebagai berikut ini:

1. Faktor umum : faktor yang tidak berpengaruh langsung pada gigi yang meliputi:

- Herediter

- Kelainan kongenital

- Lingkungan:

- Prenatal

- Postnatal

- Penyakit atau gangguan metabolisme

- Problema diet

- Kebiasaan jelek dan aberasi fungsional:

- Abnormal sucking

- Thumb and finger sucking

- Tongue thrust and tongue sucking

- Lip and nail biting


- Abnormal swallowing habits

- Speech defects

- Respiratory abnormalities

- Tonsils and adenoids

- Bruxism

- Posture

- Trauma dan kecelakaan

b. Faktor lokal : faktor yang berpengaruh langsung pada gigi, yang terdiri atas:

- Anomali jumlah gigi:

- Gigi kelebihan

- Missing

- Anomali ukuran gigi

- Anomali bentuk gigi

- Frenulum labial abnormal

- Kehilangan prematur

- Retensi

- Erupsi gigi permanen terlambat


- Pola erupsi gigi abnormal

- Ankilosis

- Karies gigi

- Restorasi gigi yang tidak baik

MALOKLUSI

1. Maloklusi dapat dibagi menjadi 3 golongan yakni :

2. Dental dysplasia

3. Skeleto dental dysplasia

4. Skeletal dysplasia

1. Dental dysplasia

 Adalah maloklusi yang disebabkan oleh relasi yang tidak harmonis dari gigi-gigi. Berbagai posisi gigi dapat terjadi
dalam deretan lengkung gigi, seperti misalkan terjadinya : rotasi, labioversi, linguoversi, impaksi, gigi yang berjejal-
 jejal, ektopioc, dsb.dalam hal ini maka relasi dari tulang rahangnya masih normal dan fungsi dari otot-otot adalah
baik.

1. Skeleto dental dysplasia

Dalam hal ini tidak adanya gigi-giginya yang maloklusi, tapi juga meliputi rahang. Dimana hubungan antara tulang
maksila dan mandibula adalah tidak normal, atau dapat pula maksila atau mandibulanya atau kedua-duanya
hubungannya dengan cranium adalah tidak normal. Maloklusi ini adalah sangat kompleks dan memerlukan
perawatan yang khusus.

1. Skeletal dysplasia

Maloklusi ini disebabkan karena malrelasi antara maksila dan mandibula, atau karena malrelasi dari tul ang rahang
dan kraniumnya.kedudukan gigi-giginya ada kemungkinan normal. Maloklusi semacam ini sering menunjukkan
bentuk muka yang maju ke depan (forward facial divergent) atau bentuk muka yang mundur ke belakang (backward
facial divergent). Hal ini disebabkan karena perkembangan kurang atau lebih dari tulang rahang.

1. B. Secara lebih terperinci maloklusi dapat dibagi menjadi 4 golongan :

1. Malposisi dan malrelasi dari tiap-tiap gigi


2. Malrelasi dari lengkung gigi dan tulang rahang

3. Kurangnya perkembangan dari bentuk lengkung gigi

4. Malformasi dari tulang rahang

1. 1. Malposisi dan malrelasi gigi

Dalam keadaan ini terdapat kedududukan gigi yang abnormal, seperti : mesioversi, distoversi, labioversi, torsiversi,
infraversi, supraversi, dan perversi.

1. 2. Malrelasi lengkung gigi dan tulang rahang

Hal ini merupakan relasi yang tidak baik antara lengkungan geligi atas dan lengkungan geligi bawah, dan hubungan
yang tidak baik dari maxilla dan mandibula dalam dataran sagital atau relasi antero-posterior.

1. 3. Kurangnya perkembangan dari bentuk lengkung gigi

Kadang-kadang oleh karena adanya pertumbuhan dan perkembangan yang tidak baik, maka lengkungan gigi
menjadi sempit, dan untuk mempelajari anomaly yang berhubungan dengan ini kita berpangkal pada raphe median
line (median sagital plane of the face).

Garis median ini pada muka orang ialah melalui : trichion, glabella, pertengahan garis inter pupil, ujung dari hidung,
pertengahan dari bibir, pertengahan dari gnation dan pada model ialah melalui papilla isisivus, perpotongan rugea
kedua kanan kiri, pertengahan fovea palatine kanan-kiri.

Bila lebih dekat dengan median line disebut contraction, = compression = introversion.

Bila menjauhi median line disebut distraction = extraversion.

1. 4. Malformasidari rahang dan gigi dan malposisi dari mandibula.

Maloklusi seperti ini adalah sering disebabkan karena adanya mandibula displacement baik kekiri maupun ke k anan.
Bila mandibula displace kekiri maka t eraba bahwa kondil sebelah kanan kedudukannya lebih kebawah dan kedepan
serta ke medial (glides downward & medialto medial line, sedangkan yang sebelah kiri kondilnya hanya memutar.
Terlihat dalam keadaan oklusi, maka terlihat gigi-gigi sebelah kanan gigi-gigi bawahnya lebih ke mesial adri pada
normal an hubungan bucco-lingual sebelah kanan tetap tak berubah, yang berubah adalah hubungan antero-
posteriornya. Sedangkan yang sebelah kiri akan berubah ke jurusan atau dalam jurusan bucco-lingual, sehingga
menyebabkan cross-bite, gigi bawah lebih keluar.

1. C. Maloklusi dapat berkembang dalam 3 dimensi:


1. Sagital (antero-posterior) ialah ditinjau dari orbital plane ada atau tidak adanya protraction-retraction. Misalkan maloklusi
kelas II atau kelas III.

2. Transversal (medio-lateral) ialah ditinjau dari raphe median line. Ada atau tidaknya : contraction/distravtion.

3. Vertical ditinjau dari suatu garis yang menghubungkan tragus dan foramen infra orbitalis dan tegak lurus o rbital plane serta
sejajar dengan bidang horizontal. Garis ini d isebut Frankfurt Horizontal Plane (F.P.H) tau sering pula disebut sebagai gaya
Eye Ear Plane (E.E.P). perkataan Frankfurt berasal dari tempat dimana para sarjana anthtropology berkongres di Frankfurt.

Klasifikasi Angle

Klasifikasi maloklusi Angle berdasar pada hubungan rahang di bidang sagital. Kunci klasifikasi Angle a dalah hubungan
antara molar pertama permanen rahang atas dan rahang bawah. Molar pertama permanen digunakan sebagai
kuncinya karena dianggap sebagai gigi yang paling stabil, jarang berubah kedudukannya, karena gigi ini tertanam
dalam tulang zygomaticus yang sangat kuat.

Pada oklusi normal, cusp mesiobukal M1 permanen atas beroklusi dengan groove bukal depan M1 permanen bawah.

 Angle Klas 1

Maloklusi dimana terdapat hubungan antero-posterior rahang yang normal dilihat dari M1 permanen.

 Angle Klas 2

Rahang bawah sekurang-kurangnya setengah cusp lebih ke distal dari rahang atas, dilihat dari hubungan M1 tetap.

Klas 2 dibagi menjadi dua divisi:

Divisi 1 : insisivus atas proklimasi sehingga terdapat peningkatan overjet

Divisi 2: insisivus pertama atas retroklinasi. Insisivus kedua selalu proklinasi dan overbite dalam.

 Angle Klas 3

Rahang bawah sekurang-kurangnya setengah cusp lebih ke mesial dari atas, dilihat dari hubungan M1.

Oleh Dr. martin Dewey, maka kelas Idibagi menjadi atas beberapa tipe maloklusi dari Angle yakni:
1. type I : Gigi-gigi insisiv berjejal-jejal dan gigi caninus sering terletak dilabial

2.type II : Protusi atau labio versi dari insisiv atas

3.type III : Satu atau lebih dari satu gigi insisiv atas adalah lebih dari kea rah lingual terhadap gigi insisiv bawah.
(cross bite gigi depan/ anterior crossbite)

4.type IV :Crossbite pada gigi-gigi molar atau premolar (posterior cross bite)

5.type V : Mesial drifting dari molar yang disebabkan karena tanggalnya gigi depannya

6.type VI : Spacing, openbite,dll

Kelas II maloklusi (Angel) dapat dibagi atas:

1. Divisi I : bilateral distal — - insisiv atas protusi

Subdivisi. Unilateral distal (hanya menggunakan satu sisi saja)

1. Divisi II : Bilateral dital — - insisiv atas retrusi / step bite

Subdivisi. Unilateral distal

Kelas III Angle (Mesioklusi). Dapat berupa : Bil ateral atau Unilateral — subdivisi. Kelas III maloklusi dapat pula dibagi
beberapa type yakni:

1. type 1 : hubungan incisornya adalah edge to edge

2. type 2 : insisiv atas menumpang pada insisiv bawah, seperti hubungan yang normal d an insisiv bawah agak berjejal-jejal

3. insisiv atasnya adalah linguoversi — - cross bite dan hal ini merupakan progenik.

KLASIFIKASI ANGLE

 Angle mendeskripsikan tujuh malposisi untuk satu gigi:

 Bukal atau labial

 Lingual
 Mesial

 Distal

 Torso (berotasi)

 Infra (erupsi tidak sampai garis oklusal)

 Supra (erupsi melebihi garis oklusal)

Penggolongan malposisi gigi ini dapat digunakan un ruk menggambarkan maloklusi dengan lebih lengkap.

(orthodontics: diagnosis and treatment)

3.2.5 Hubungan celah bibir dan celah palatum

Pertumbuhan dan perkembangan craniofasial dimulai pada trismeter pertama kehamilan. Pada minggu ke lima terja di
pertumbuhan yang cepat pada tonjolan nasal media. Secara simultan tonjolan maksila yang ada dilateral bergerak ke
median. Pada minggu-minggu selanjutnya tonjolan maksila bertemu dengan tonjolan nasal medial dan menekan
tonjolan nasal medial ke arah midline. Selanjutnya terjadi fusi membentuk segmen intermaksilari yaitu bibir atas dan
philtrum, rahang atas yang menyangga gigi anterior dan palatum primer. Jika terjadi kegagalan fusi akan terjadi
celah bibir. Pada minggu ke delapan palatum sekunder tumbuh vertikal sampai sejajar dengan lidah lalu tumbuh
horizontal dan keduanya berfusi dengan palatum primer. Jika terjadi kegagalan fusi pada pemebentukan palatum
akan terjadi celah palatum. Jika ada celah bibir mungkin ada celah palatum tetapi kebanyakan kasus jika ada celah
bibir juga akan terdapat celah palatum. Tetapi jika ada celah palatum belum tentu ada celah bibir karena
pembentukan bibir lebih dulu daripada pembentukan palatum.

3.2.6 Hubungan Kelainan Kongenital Skeletal dengan Maloklusi

Hubungan Kelainan Kongenital Skletal dengan Maloklusi

1. Kelainan celah palatum primer

Kelainan yang ada bervariasi dari lekukan bibir sampai celah bibir menyeluruh dengan kelainan alveolar. Kelainan
ortodonti dan gigi bersifat lokal serta tercermin pada maloklusi yang masih dalam ambang normal. Celah alveolar
terdapat pada daerah gigi seri kedua sehingga kelainan gigi ini sering terlihat; gigi mungkin tidak tumbuh atau
tumbuh tidak sempurna dan/atau malposisi; atau terdapat dikkotomi gigi seri kedua dengan satu gigi peg shaped
kecil pada kedua sisi garis celah.

1. Kelainan celah palatum sekunder


Celah palatum lunak saja menimbulkan gangguan skletal ringan tetapi dapat berhubungan dengan mikrognasia dan
glosoptopis yang keduanya dapat menyebabkan maloklusi.

Bila palatum keras telah diperbaiki, rahang atas seringkali sempit sehingga gigi berjejal-jejal (crowding) dan terdapat
gigitan terbalik (crossbite, uni atau bilateral)

1. Celah yang mengenai palatum primer dan sekunder


Kasus ini menunjukan problem yang besar; operasi, gigi, ortodonsi, dan bicara. Faktor yang menyebabkan maloklusi
adalah kelainan maksila, bibir atas yang telah diperbaiki dan kelainan gigi pada daerah celah yang semuanya dapat
menimbulkan maloklusi.

1. Cerebral Palsy
Paralysis atau kurang koordinasinya otot karena lesi intrakranial kelainan neuromuskular, yang dapat menyebabkan
terjadinya maloklusi; misalnya lengkung geligi tidak normal atau colaps.

1. Torticollis
Berkaitan dengan kekuatan otot yang abnormal, dimana terjadi pemendekan otot cleidomastoid yang menyebabkan
perubahan bentuk tulang cranium dan muka sehingga terjadi asimetri muka.

1. Cleidoeranial Dysotosis

Kelainan kongenital yang dapat menyebabkan maloklusi, dapat unilateral maupun bilateral, tidak terbentuk clavicula
parsial atau keseluruhan karena keterlambatan penutupan sutura cranial, retrusi maksila, dan protrusi mandibula,
gangguan erupsi gigi permanen dan gigi sulung yang tidak tanggal. Akar gigi permanen pendek dan tipis dan gigi
kelebihan juga sering dijumpai.

1. Congenital Syphilis

Dapat menyebabkan bentuk gigi abnormal dan malposisi gigi.

BAB IV 

KESIMPULAN

Kesimpulan yang dihasilkan yaitu :

1. Kelainan kongenital adalah kelainan yang ada pada bayi sejak ia dilahirkan.

Anda mungkin juga menyukai