Anda di halaman 1dari 53

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keputusan Menteri Kesehatan No. 35 tahun 2016
menyatakan bahwa apotek adalah sarana pelayanan
kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh
Apoteker. Sedangkan pelayanan kefarmasian adalah suatu
pelayanan langsung kepada pasien yang terkait dengan
sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti
untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. (Depkes, 2016).
Apotek mempunyai dua fungsi, yaitu memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat, sekaligus sebagai
tempat usaha yang menerapkan prinsip laba. Apotek dapat
diartikan sebagai perwujudan dari praktik kefarmasian yang
berfungsi melayani kesehatan masyarakat sambil mengambil
keuntungan finansial dari transaksi kesehatan tersebut.
Kedua fungsi tersebut bisa dijalankan secara beriringan tanpa
meninggalkan satu sama lain. Meskipun sesungguhnya
mencari laba, namun apotek tidak boleh mengesampingkan
peran utamanya dalam melayani kesehatan masyarakat
(Bogadenta, 2012).
Kesehatan mencakup kesehatan individu maupun
masyarakat. Kesehatan masyarakat adalah salah satu modal
pokok dalam rangka pertumbuhan dan kehidupan bangsa
serta berperan penting dalam pembangunan nasional.
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental,
spiritual, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang
untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Kesehatan
merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang harus
2

dapat diwujudkan melalui pembangunan yang


berkesinambungan (Depkes, 1992). Pembangunan kesehatan
diselenggarakan dengan berdasarkan perikemanusiaan,
keseimbangan, manfaat, perlindungan, penghormatan
terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender dan
nondiskriminatif dan norma-norma agama. Pembangunan
kesehatan bertujuan untuk meningkatkan, kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya
manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis (Depkes,
2009).
Pelayanan kesehatan adalah setiap usaha yang
diselenggarakan secara sendiri atau bersam-sama dalam
suatu organisasi untuk memelihara dan meningkat
kesehatan, mencegah, dan menyembuhkan penyakit serta
memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok, dan
atau masyarakat. Pelayanan kesehatan dapat dilakukan oleh
pemrintah atau swasta, dalam bentuk pelayanan perorangan
atau pelayanan kesehatan masyarakat. Berbagai bentuk
pelayanan kesehatan berhubungan satu sama lain
membentuk suatu jaringan yang saling terkait menjadi satu
kesatuan yang utuh dan terpadu yang disebut Sistem
Pelayanan Kesehatan (Depkes, 2004).
Sistem pelayanan kesehatan dikatakan baik, bila
struktur dan fungsi pelayanan kesehatan dapat menghasilkan
pelayanan kesehatan yang memenuhi tiga belas persyaratan,
yaitu: tersedia, adil dan merata, tercapai, terjangkau, dapat
diterima, wajar, efektif, efisien, menyeluruh, terpadu,
berkelanjutan, bermutu, dan berkesinambungan. Program
3

pembangunan kesehatan nasional dititik beratkan pada


peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Peningkatan mutu
pelayanan kesehatan terkait dengan kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM) yang mampu memberikan pelayanan secara
profesional. Profesionalisme menjadi tuntutan utama bagi
tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugas profesi.
Sementara itu masyarakat berkembang menjadi semakin
kritis dalam menyikapi pelayanan kesehatan. Mengingat
keadaan tersebut, maka kebutuhan akan pelayanan
kesehatan prima di bidang kesehatan menjadi penting bagi
masyarakat (Depkes, 2008).
Obat sebagai salah satu komponen yang digunakan
dalam upaya kesehatan pada dasarnya merupakan zat yang
berbahaya bagi tubuh jika penggunaannya tidak dilakukan
secara tepat apalagi jika disalahguanakan. Untuk itu
peredaran obat-obatan diatur oleh pemerintah.
Pendistribusian obat dilakukan dan diawasi oleh tenaga
kesehatan yang ahli di bidangnya dan untuk memperolehnya
maka terdapat sarana khusus yang pendiriannya juga harus
mendapat izin pemerintah. Salah satu sarana resmi yang
memperoleh izin dari pemerintah untuk mendistribusikan
obat-obatan ke tangan masyarakat yaitu apotek.
Farmasis sebagai salah satu anggota tim kesehatan
selalu mengambil peran strategis, dengan berbagai macam
bentuknya, dalam usaha peningkatan kesehatan masyarakat
melalui kompetensinya dalam bidang obat-obatan (Soesilo,
1995). Sebagai salah satu anggota mata rantai pelayanan
kesehatan nasional, tenaga kesehatan asisten apoteker
dituntut profesional dalam bekerja. Dalam melaksanakan
tugas profesinya, asisten apoteker bekerja berdasarkan
4

standar profesi, kode etik dan peraturan disiplin profesi yang


telah ditentukan. Melalui profesionalisme diharapkan asisten
apoteker mampu memberikan perlindungan kepada para
pengguna jasa tenaga kesehatan, diantaranya adalah pasien
yang memerlukan pelayanan dengan baik (Depkes, 2008).
Praktek Kerja Lapangan (PKL) Tenaga Teknis
Kefarmasian merupakan salah satu media untuk mendidik,
melatih dan mempersiapkan calon ahli madya farmasi untuk
memasuki dunia kerja. Melalui PKL, calon ahli madya farmasi
dapat meningkatkan pemahamannya tentang peran, fungsi,
posisi dan tanggung jawab Tenaga Teknis Kefarmasian dalam
pekerjaan kefarmasian sehingga nantinya dapat menjadi
tenaga farmasi yang terampil dan profesional.
B. Tujuan PKL
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengaplikasikan ilmu kefarmasian
yang didapat untuk memberikan pelayanan farmasi
kepada masyarakat.
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang peran,
fungsi, posisi, tanggung jawab Tenaga Teknis
Kefarmasian dalam pelayanan kefarmasian di apotek.
b. Meningkatkan pengalaman, kemampuan, dan
keterampilan mahasiswa sebagai calon Tenaga Teknis
Kefarmasian dalam melakukan pekerjaan kefarmasian
di apotek.
c. Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk
melihat dan mempelajari strategi dan kegiatan-
kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka
pengembangan praktek farmasi komunitas di apotek.
5

d. Mempersiapkan calon Tenaga Teknis Kefarmasian


dalam memasuki dunia kerja sebagai tenaga farmasi
yang profesional.
e. Mendapatkan masukan atau umpan balik dalam usaha
penyempurnaan kurikulum yang sesuai dengan
kebutuhan stake holders.
C. Manfaat
Dengan melaksanakan Praktek Kerja Lapangan ini
diharapkan mendapatkan berbagai hal yang bermanfaat,
diantaranya :
a. Mahasiswa memahami standar pelayanan di apotek.
b. Mahasiswa dapat menjadikan salah satu bentuk
pendidikan yang berupa pengalaman belajar secara
komprehensif yang sangat penting dan bermanfaat bagi
mahasiswa untuk mencapai suatu keberhasilan
pendidikan, sehingga nantinya mahasiswa dapat lebih
siap dan mandiri dalam menghadapi dunia kerja.
c. Mahasiswa dapat mengetahui dan mengenal berbagai
macam sediaan obat dan alat kesehatan yang tersedia di
Apotek, serta memiliki gambaran nyata tentang
permasalahan-permasalahan yang ada di Apotek.
d. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami peran,
fungsi, serta tanggung jawab Tenaga Teknis Kefarmasian
di Apotek.
6

BAB II
TINJAUAN UMUM

A. Pengertian Apotek
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian pada pasal 1 ayat 13, Apotek
adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan
praktek kefarmasian oleh apoteker.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek yang
menyatakan bahwa apotek adalah salah satu tempat
tertentu, tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan
penyaluran sediaan farmasi dan perbekalan farmasi kepada
masyarakat
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek menyatakan bahwa apotek adalah
sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik
kefarmasian oleh Apoteker.
B. Tujuan,Tugas,dan Fungsi Apotek
Apotek adalah suatu tempat atau terminal distribusi obat dan
perbekalan farmasi yang dikelola oleh apoteker dan menjadi tempat
pengabdian profesi apoteker sesuai dengan standar dan etika kefarmasian.
Berdasarkan PP No. 51 Tahun 2009, tugas dan fungsi apotek
adalah :
1. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan
sumpah jabatan Apoteker.
2. Sarana yang digunakan untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian
7

3. Sarana yang digunakan untuk memproduksi dan distribusi sediaan


farmasi antara lain obat, bahan baku obat, obat tradisional, dan
kosmetika.
4. Sarana pembuatan dan pengendalian mutu Sediaan Farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau
penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,
pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan
obat tradisional.
C. Persyaratan Apotek 6
Suatu apotek baru dapat beroperasi setelah mendapat Surat Izin
Apotek (SIA). SIA adalah surat izin yang diberikan oleh Menteri Kesehatan
Republik Indonesia kepada Apoteker atau Apoteker yang bekerjasama
dengan pemilik sarana apotek untuk menyelenggarakan pelayanan apotek
pada suatu tempat tertentu.
Persyaratan Apotek menurut PP No. 51 Tahun 2009 yaitu:
1. Salinan atau fotocopy Surat Izin Kerja (SIK).
2. Salinan atau Fotocopy KTP dan surat peryataan tempat tinggal secara
nyata.
3. Salinan atau Fotocopy denah bangunan surat yang menyatakan status
bangunan dalam bentuk akte hak milik /sewa/ kontrak.
4. Daftar Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) mencantumkan nama,
alamat, tahun lulus dan SIK.
5. Asli dan salinan atau Fotocopy daftar terperinci alat perlengkapan
apotek.
6. Surat pernyataan APA tidak bekerja pada perusahaan farmasi dan tidak
menjadi APA di apotek lain.
7. Asli dan salinan atau Fotocopy Surat Izin atas bagi PNS, Anggota ABRI
dan pegawai instansi pemerintah lainnya.
8. Akte perjanjian kerjsama APA dan PSA (Pemilik Sarana Apotek).
9. Surat peryataan PSA tidak terlibat pelanggaran Per UU farmasi.
10. Rekomendasi ISFI (Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia).
8

Persyaratan lain yang harus diperhatikan untuk mendirikan suatu


apotek antara lain:
1) Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA)
Untuk memperoleh SIPA sesuai dengan PP RI No. 51 tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian, seorang Apoteker harus memiliki Surat
Tanda Registrasi Apoteker (STRA). STRA ini dapat di peroleh jika
seorang apoteker memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Memiliki Ijazah Apoteker.
2. Memiliki sertifikat kompentensi apoteker.
3. Surat Pernyataan telah mengucapkan sumpah atau janji apoteker.
4. Surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang
mempunyai surat izin praktek.
5. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan
etika profesi.
2) Lokasi dan Tempat
Menurut KepMenKes RI No.1332/Menkes/SK/X/2002,
disebutkan bahwa Lokasi dan Tempat, Jarak antara apotek tidak lagi
dipersyaratkan, namun sebaiknya tetap mempertimbangkan segi
penyebaran dan pemerataan pelayanan kesehatan, jumlah penduduk,
dan kemampuan daya beli penduduk di sekitar lokasi apotek, kesehatan
lingkungan, keamanan dan mudah dijangkau masyarakat dengan
kendaraan.
3) Bangunan dan kelengkapannya
Menurut KepMenKes RI No.1332/Menkes/SK/X/2002, Bangunan
apotek sekurang-kurangnya terdiri dari :
1. Ruang tunggu pasien.
2. Ruang peracikan dan penyerahan obat.
3. Ruang administrasi.
4. Ruang penyimpanan obat.
5. Ruang tempat pencucian alat.
6. Kamar kecil (WC).
9

Selain itu bangunan apotek harus dilengkapi dengan:


1. Sumber air yang memenuhi persyaratan kesehatan.
2. Penerangan yang cukup sehingga dapat menjamin pelaksanaan
tugas dan fungsi apotek.
3. Alat pemadam kebakaran minimal dua buah yang masih berfungsi
dengan baik.
4. Papan nama apotek, yang memuat nama apotek, nama APA, nomor
Surat Izin Apotek (SIA), alamat apotek dan nomor telpon apotek
(bila ada).
4) Perlengkapan Apotek
Perlengkapan yang harus dimiliki oleh apotek:
1. Alat pembuatan, pengelolaan, peracikan obat seperti: timbangan,
mortir, gelas piala dan sebagainya.
2. Wadah untuk bahan pengemas dan bahan pembungkus.
3. Perlengkapan dan tempat penyimpanan perbekalan farmasi seperti
lemari obat dan lemari pendingin.
4. Alat administrasi seperti blanko pemesanan obat, salinan resep,
kartu stok obat, faktur, nota penjualan, alat tulis dan sebagainya.
5. Alat dan perlengkapan laboratorium untuk pengujian sederhana.
6. Pustaka, seperti Farmakope edisi terbaru dan kumpulan peraturan
perundang-undangan serta buku-buku penunjang lain yang
berhubungan dengan apotek.
5) Standar pelayanan kefarmasian di apotek
Berdasarkan Kepmenkes No.1027 tahun 2004 mencakup aspek :
a. Pengelolaan sumber daya
1) Sumber Daya Manusia
Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku apotek
harus dikelola oleh seorang apoteker yang profesional. Dalam
pengelolaan apotek, apoteker senantiasa harus memiliki
kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang
baik, mengambil keputusan yang tepat, mampu berkomunikasi
10

antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam


situasi multidisipliner, kemampuan mengelola SDM secara
efektif, selalu belajar sepanjang karier dan membantu memberi
pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan
pengetahuan.

2) Sarana dan Prasarana


Apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah
dikenali oleh masyarakat. Pada halaman terdapat papan
petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek. Apotek harus
dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat. Dalam
Permenkes No.922 tahun 1993 ayat 2 sarana apotek dapat
didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan
komoditi lainnya di luar sediaan farmasi dan ayat 3 apotek
dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya diluar
sediaan farmasi (Hartini dan Sulasmono, 2006).

3) Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya.


Komoditas di apotek dapat berupa sediaan farmasi,
perbekalan kesehatan, alat kesehatan maupun yang lainnya.
Yang dimaksud sediaan farmasi adalah obat tradisional, dan
kosmetik. Perbekalan kesehatan adalah semua bahan selain
obat dan peralatan yang diperlukan untuk menyelanggarakan
upaya kesehatan sedang alat kesehatan adalah bahan,
instrumen apparatus, mesin, implant yang tidak mengandung
obat yang tidak digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,
menyembuhkan dan meringankan penyakit serta memulihkan
kesehatan (Hartini dan Sulasmono, 2006).

D. Pengelolaan Apotek
1. Pemilihan (selection)
Fungsi pemilihan obat adalah untuk menentukan obat yang benar-
benar diperlukan sesuai dengan pola penyakit. Untuk mendapatkan
11

perencanaan obat yang tepat, sebaiknya diawali dengan dasar-dasar


seleksi kebutuhan obat yang meliputi :
a. Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medik dan statistik yang
memberikan efek terapi jauh lebih baik dibandingkan resiko efek
samping yang akan ditimbulkan.

b. Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin, hal ini untuk


menghindari duplikasi dan kesamaan jenis. Apabila terdapat
beberapa jenis obat dengan indikasi yang sama dalam jumlah
banyak, maka kita memilih berdasarkan Drug of Choice dari
penyakit yang prevalensinya tinggi.
c. Jika ada obat baru, harus ada bukti yang spesifik untuk efek terapi
yang lebih baik.
d. Hindari penggunaan obat kombinasi kecuali jika obat tersebut
mempunyai efek yang lebih baik dibandingkan obat tunggal.
2. Procurement
a. Perencanaan
Perencanaan merupakan kegiatan dalam pemilihan jenis,
jumlah, dan harga dalam rangka pengadaan dengan tujuan
mendapatkan jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan dan
anggaran, serta menghindari kekosongan obat. Dalam perencanaan
pengadaan sediaan farmasi seperti obat-obatan tersebut maka perlu
dilakukan pengumpulan data obat-obatan yang akan dipesan. Data
obat-obatan tersebut biasanya ditulis dalam buku defecta, yaitu jika
barang habis atau persediaan menipis berdasarkan jumlah barang
yang tersedia pada bulan-bulan sebelumnya (Hartini dan Sulasmono,
2006).
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1027 tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek, maka dalam membuat perencanaan pengadaan farmasi perlu
memperhatikan :
12

1) Pola penyakit yaitu perlu memperhatikan dan mencermati pola


penyakit yang timbul disekitar masyarakat sehingga apotek
dapat memenuhi kebutuhan masyarakat tentang obat-obatan
untuk penyakit tersebut.
2) Tingkat perekonomian masyarakat disini adalah tingkat
perekonomian masyarakat disekitar apotek juga akan
mempengaruhi daya beli terhadap obat-obatan.
3) Budaya masyarakat adalah pandangan masyarakat terhadap
obat, pabrik obat, bahkan iklan obat dapat mempengaruhi dalam
hal pemilihan obat-obatan khususnya obat tanpa resep.
Melakukan perencanaan ini, ada 4 metode yang sering dipakai
yaitu:

1) Metode epidemiologi
Perencanaan dengan metode ini dibuat berdasarkan pola
penyebaran penyakit dan pola pengobatan penyakit yang terjadi
dalam masyarakat sekitar.

2) Metode konsumsi
Perencanaan dengan metode ini dibuat berdasarkan data
pengeluaran barang tahun lalu, selanjutnya data tersebut
dikelompokkan dalam kelompok fast moving (cepat beredar)
atau slow moving (lambat beredar).

3) Metode kombinasi
Metode ini merupakan gabungan dari metode
epidemiologi dan metode komsumsi. Perencanaan pengadaan
barang dibuat berdasarkan pola penyebaran penyakit dan
melihat kebutuhan sediaan farmasi periode sebelumnya.

4) Metode just in time


Perencanaan dilakukan saat obat yang ada di apotek dalam
jumlah terbatas. Perencanaan ini untuk obat-obat yang jarang
13

dipakai atau diresepkan dan harganya mahal serta memiliki


waktu kadaluarsa yang pendek (Hartini dan Sulasmono, 2007).

b. Pengadaan

Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka


pengadaan sediaan farmasi harus melalui jalur resmi sesuai peraturan
perundangan-undangan yang berlaku (Depkes, 2004).
Apotek memperoleh obat dan perbekalan farmasi harus
bersumber dari pabrik farmasi. Pedagang besar farmasi atau apotek
lainnya atau distribusi obat yang sah. Obatnya harus memenuhi
ketentuan daftar obat, surat pesanan obat dan perbekalan kesehatan
di bidang farmasi lainnya harus ditandatangani oleh apoteker
pengelola apotek dengan mencantumkan nama dan nomor SIK
(Hartini dan Sulasmono, 2006).
Pengadaan barang dilakukan berdasarkan perencanaan yang
telah dibuat dan disesuaikan dengan anggaran keuangan yang ada.
Pengadaan barang meliputi proses pemesanan, pembelian dan
penerimaan barang. Ada tiga macam metode pengadaan yang biasa
dilakukan di apotek, yaitu :
1) Pengadaan dalam jumlah terbatas
Pembelian dilakukan apabila persediaan barang dalam
hal ini adalah obat-obatan sudah menipis. Barang-barang yang
dibeli adalah barang yang dibutuhkan saja, dalam waktu satu
sampai dua minggu. Hal itu dilakukan untuk mengurangi stok
obat dalam jumlah besar dan pertimbangan masalah biaya yang
minimal. Perlu pula adanya pertimbangan pengadaan obat dalam
jumlah terbatas ini dilakukan apabila PBF tersebut ada didalam
kota dan selalu siap mengirimkan obat dalam waktu cepat.
2) Pengadaan secara berencana
Perencanaan pembelian obat berdasarkan penjualan
perminggu atau perbulan. Sistem ini dilakukan pendataan obat-
14

obat mana yang laku banyak dan tergantung pula pada


penyebaran penyakit, misalnya pada saat pergantian musim
banyak orang yang menderita penyakit batuk dan pilek. Hasil
pendataan tersebut diharapkan dapat memaksimalkan prioritas
pengadaan obat. Cara ini biasa dilakukan apabila supplier atau
PBF berada diluar kota.
3) Pengadaan secara spekulatif
Cara ini dilakukan apabila akan ada kenaikan harga serta
bonus yang ditawarkan jika mengingat kebutuhan, namun resiko
ini terkadang tidak sesuai dengan rencana, karena obat dapat
rusak, apabila stok obat di gudang melampaui kebutuhan
(Hartini dan Sulasmono, 2007).

3. Penyimpanan
Obat atau bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari
pabrik. Hal ini pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada
wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus
ditulis informasi yang jelas pada wadah baru, wadah sekurang-
kurangnya memuat nama obat, nomor batch dan tanggal kadaluarsa.
Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai, layak dan
menjamin kestabilan bahan.
Penyimpanan obat digolongkan berdasarkan bentuk bahan baku
seperti bahan padat, dipisahkan dari bahan yang cair atau bahan yang
setengah padat. Hal tersebut dilakukan untuk menghindarkan zat-zat
yang higroskopis, serum, vaksin dn obat-obat yang mudah rusak atau
meleleh pada suhu kamar disimpan dalam lemari es. Metode
penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk
sediaan, alfabetis dengan menerapkan prinsip First ln First Out (FIFO)
dan First Expired First Out (FEFO).
Penyimpanan obat-obat narkotika disimpan dalam almari khusus
sesuai dengan Permenkes No.28 tahun 1978 yaitu apotek harus
memiliki tempat khusus untuk menyimpan narkotika. Tempat khusus
15

yang dimaksudkan adalah pada almari yang mempunyai ukuran 40 x 80


x 100 cm, dapat berupa almari yang dilekatkan di dinding atau menjadi
satu kesatuan dengan almari besar. Almari tersebut mempunyai 2 kunci
yang satu untuk menyimpan narkotika sehari-hari dan yang lainnya
untuk narkotika persediaan dan morfin, pethidin dan garam-garamnya
hal ini untuk menghindarkan dari hal-hal yang tidak diinginkan seperti
penyalahgunaan obat-obat narkotika. Penyusunan obat dilakukan
dengan cara alphabetis untuk mempermudah pengambilan obat saat
diperlukan (Hartini dan Sulasmono, 2006).
Selain itu pada pasal 6 Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.28/Menkes/Per/I/1978 menyatakan bahwa:
a. Apotek harus menyimpan narkotika dalam lemari khusus
sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 5 Peraturan Menteri
Kesehatan No. 28/Menkes/Per/1978 dan harus dikunci dengan
baik.
b. Lemari khusus tidak boleh dipergunakan untuk menyimpan barang
lain selain narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan.
c. Anak kunci lemari khusus dikuasai oleh penanggung jawab atau
pegawai lain yang diberi kuasa.
d. Lemari khusus diletakkan di tempat yang aman dan tidak boleh
terlihat oleh umum.
4. Pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi
pengadaan, (surat pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stock),
penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya
disesuaikan dengan kebutuhan.
Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal.
Pelaporan internal merupakan pelaporan yang digunakan untuk
kebutuhan manajemen Apotek, meliputi keuangan, barang dan laporan
lainnya. Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk
16

memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-


undangan meliputi pelaporan narkotika, psikotropika dan pelaporan
lainnya (Depkes,2014).
Pengelolahan Apotek yang baik, organisasi yang mapan merupakan
salah satu faktor yang dapat mendukung keberhasilan suatu apotek,
oleh karena itu dibutuhkan garis wewenang dan tanggung jawab yang
jelas dan saling mengisi, disertai dengan job description (pembagian
tugas) yang jelas pada masing-masing bagian didalam stuktur
organisasi tersebut. Guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan, maka
secara umum apotek mempunyai struktur organisasi sebagai berikut
(Anief, 2001).

Apoteker Pengelola Apotek Pemilik Sarana Apotek


(APA) ( PSA )

Apoteker Pendamping

Tata Usaha Tenaga Teknis Petugas Gudang Bendahara


Kefarmasian

Karyawan Juru Resep Kasir-kasir


Pembantu
muka

Gambar 1. Struktur Organisasi Apotek (Hartini dan Sulasmono, 2007)

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 922 tahun 1993,


pengelolaan bidang pelayanan informasi meliputi:
1) Pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan lainnya yang
diberikan kepada dokter dan tenaga kesehatan lainnya maupun
kepada masyarakat.

2) Pengamatan dan pelaporan informasi mengenai khasiat, keamanan,


bahaya dan mutu obat dan perbekalan farmasi lainnya.
17

Pelayanan informasi di apotek bertujuan memberikan pengertian


mengenai penggunaan obat yang aman dan efektif serta memberikan
informasi yang objektif kepada berbagai pihak, dan dalam
pelaksanaannya pelayanan informasi ini harus didasarkan kepada
kepentingan masyarakat.

KepMenkes No.347 tahun 1990 tentang Obat Wajib Apotek,


dinyatakan bahwa Apoteker dapat menyerahkan obat keras tanpa resep
dokter tanpa resep di Apotek. Hal ini menyebabkan perlunya peran
apoteker di apotek dalam pelayanan komunikasi, informasi dan edukasi
(KIE). Apoteker wajib memberikan informasi tentang obat yang
diserahkan kepada pasien terutama obat keras tanpa resep dokter.
Pemberian informasi meliputi dosis dan aturan pakai, kontraindikasi,
efek samping dan informasi lain yang perlu diperhatikan penderita
(Depkes,1990).
Pemberian informasi obat kepada masyarakat juga dapat dilakukan
melalui brosur, poster dan artikel-artikel pada surat kabar atau majalah
atau informasi yang tidak langsung berhubungan dengan obat kepada
masyarakat.
E. Pelayanan Apotek
1. Pelayanan Obat Non Resep
Hal ini pelayanan obat non resep merupakan pelayanan yang
diberikan oleh tenaga farmasi kepada pasien yang ingin melakukan
pengobatan sendiri, yang lebih dikenal dengan swamedikasi. Obat
untuk swamedikasi meliputi obat – obat yang digunakan tanpa resep
yang meliputi obat wajib apotek, obat bebas, dan obat bebas terbatas.
Menurut Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
912/MENKES/PER/X/1993, obat yang dapat diserahkan tanpa resep
harus memenuhi kriteria :

a. Tidak di kontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil,


anak di bawah usia, dan usia diatas 65 tahun.
18

b. Pengobatan sendiri dengan obat yang dimaksud tidak memberikan


resiko pada kelanjutan penyakit.
c. Pelanggan tidak memerlukan cara dan alat khusus yang harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan.
d. Penggunaan diperlukan untuk penyakit yang prelevensinya tinggi
di Indonesia.
e. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat di
pertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.
2. Pelayanan Obat Resep

a) Pengertian Resep
Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter
kepada apoteker pengelola apotek untuk menyiapkan dan/atau
membuat, meracik, serta menyerahkan obat kepada pasien
(Syamsuni, 2006). Resep harus ditulis dengan jelas dan lengkap.
Jika resep tidak jelas atau tidak lengkap, apoteker harus
menanyakan kepada dokter penulis resep tersebut. Resep yang
lengkap memuat hal-hal sebagai berikut :

1. Nama, alamat, dan nomor izin praktek dokter, dokter gigi atau
dokter hewan.
2. Tanggal penulisan resep (inscriptio).
3. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep (invocatio).
4. Nama setiap obat dan komposisinya (praescrippio/ordonatio).
5. Aturan pemakaian obat yang tertulis (signatura).
6. Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku (subscriptio).
7. Jenis hewan serta nama dan alamat pemiliknya untuk resep
dokter hewan.
8. Tanda seru atau paraf dokter untuk setiap resep yang melebihi
dosis maksimalnya (Anief, 2000).
b) Tahap-tahap pelayanan resep di apotek secara umum:
19

a. Skrining resep. Apoteker melakukan skrining resep meliputi :


1. Persyaratan Administratif :
a) Nama, SIPA dan alamat dokter.
b) Tanggal penulisan resep.
c) Tanda tangan/paraf dokter penulis resep.
d) Nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan
pasien.
e) Cara pemakaian yang jelas.
f) Informasi lainnya.
2. Kesesuaian farmasetik
Bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas,
cara dan lama pemberian.

3. Pertimbangan klinis
Adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis,
durasi, jumlah obat dan lain lain). Jika ada keraguan
terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter
penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan
alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan
setelah pemberitahuan.

b. Penyiapan obat
1. Peracikan, merupakan kegiatan menyiapkan menimbang,
mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada
wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat
suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis
dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar.
2. Etiket, etiket harus jelas dan dapat dibaca.
a) Obat yang diserahkan atas dasar resep, harus
dilengkapi dengan etiket berwarna putih untuk obat
dalam dan warna biru untuk obat luar.
b) Pada etiket, harus dicantumkan :
20

(1) Nama dan alamat apotek.


(2) Nama dan nomor Surat Izin Pengelolaan (SIP)
Apotek Apoteker Pengelola Apotek.
(3) Nomor dan tanggal pembuatan.
(4) Nama pasien.
(5) Aturan pemakaian.
(6) Tanda lain yang diperlukan, misalnya: “ Kocok
dahulu...”, “ tidak boleh di ulang tanpa resep
dokter” dan sebagainya.
3. Kemasan obat yang diserahkan, obat hendaknya dikemas
dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga
kualitasnya.
4. Penyerahan obat, sebelum obat diserahkan pada pasien
harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian
antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh
apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling
kepada pasien.
5. Informasi obat, apoteker harus memberikan informasi
yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias,
etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien
sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara
penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas
serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama
terapi.
6. Konseling, apoteker harus memberikan konseling,
mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan
kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas
hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya
penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah.
Penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular,
21

diabetes, TBC, asma dan penyakit kronis lainnya, apoteker


harus memberikan konseling secara berkelanjutan.
7. Monitoring penggunaan obat, setelah penyerahan obat
kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan
penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti
kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis
lainnya.
8. Promosi dan edukasi, dalam rangaka pemberdayaan
masyarakat, apoteker harus memberikan edukasi apabila
masyarakat ingin mengobati diri sendiri (swamedikasi)
untuk penyakit ringan dengan memilih obat yang sesuai
dan apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam
promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu desiminasi
informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet/brosur,
poster, penyuluhan, dan lain-lainnya (Depkes, 2004).
F. Peraturan dan Perundang-undangan Apotek
Apotek merupakan salah satu pelayanan kesehatan masyarakat yang
diatur dalam :

1. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan


Kefarmasian.
2. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 35 Tahun 2014 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
3. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332 /MenKes/SK/X/2002
tentang perubahan atas peraturan Menteri Kesehatan RI No.922
/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin
Apotek.
4. Undang-undang Kesehatan RI No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
5. Peraturan Pemerintah No.21 tahun 1990 tentang Masa Bakti Apoteker,
yang di sempurnakan dengan Peraturan Menteri Kesehatan
No.184/MenKes/Per/II/1995.
22

6. Undang-undang No. 2 tahun 2017 tentang Narkotika.


7. Undang-undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
Ketentuan-ketentuan umum yang berlaku tentang perapotekan sesuai
Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002 adalah sebagai
berikut:

a. Apoteker adalah sarjana Farmasi yang telah lulus dan telah


mengucapkan sumpah jabatan apoteker, mereka yang berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berhak melakukan
pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai Apoteker.
b. Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah apoteker yang telah diberi
Surat Izin apotek.
c. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker
dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana
Farmasi, Ahli Madya Farmasi, dan Analis Farmasi.

d. Surat Izin Praktek Apotek (SIPA) adalah Surat Izin yang diberikan oleh
menteri kepada apoteker atau apoteker bekerja sama dengan Pemilik
Sarana Apotek (PSA) untuk menyelenggarakan apotek disuatu tempat
tertentu.
e. Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA). STRA ini dapat di peroleh
jika seorang apoteker memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Memiliki Ijazah Apoteker.
2. Memiliki sertifikat kompentensi apoteker.
3. Surat Pernyataan telah mengucapkan sumpah atau janji apoteker.
4. Surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang
mempunyai surat izin praktek.
5. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan
etika profesi.
f. Surat Izin Kerja Apoteker ( SIKA ) adalah surat izin praktek yang
diberikan kepada apoteker untuk dapat melaksanakan perkerjaan
23

kefarmasian pada fasititas produksi atau fasilitas distribusi atau


penyaluran.
g. Surat Tanda Regristrasi Tenaga Teknis Kefarmasian (STRTTK) berlaku
selama 5 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 5 tahun.
STRTTK memiliki syarat sebagai berikut :
1. Memiliki ijasah sesuai dengan pendidikannya.
2. Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang
memiliki surat izin praktek.
3. Memiliki rekomendasi tentang kemampuan dari apoteker yang
telah memiliki STRA ditempat Tenaga Teknis Kefarmasian bekerja.
4. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan
etika kefarmasian.
h. Surat Izin Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian ( SIKTTK ) adalah surat
izin praktek yang diberikan pada Tenaga Teknis Kefarmasian untuk
dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas kefarmasian.
24
25

BAB III
LAPORAN KEGIATAN DAN PEMBAHASAN

A. Profil Apotek
1. Profil Apotek Gulon Sejahtera
Apotek Gulon Sejahtera didirikan oleh D.Agus
Riyanto,S.Si,Apt dengan Surat Izin Apotek (SIA)
449/007/SIA/21/2013 pada tanggal 5 April 2011
yang beralamatkan di Jalan Gulon-Salam Kabupaten Magelang
dengan nama Apotek Gulon Sejahtera.
Tujuan Berdirinya Apotek Gulon Sejahtera adalah sebagai tempat
untuk melayani kebutuhan obat, bahan obat, alat kesehatan serta
perbekalan farmasi lainnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat
dengan berorientasi kepada kepentingan dan kepuasan pasien sebagai
implementasi kompetensi profesi farmasi. Memberikan dan menyediakan
informasi, edukasi dan konsultasi kesehatan kepada masyarakat sehingga
dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan,
khususnya obat dan cara pengobatan yang tepat. Dapat tercapainya
pengobatan yang tepat dan rasional dari aspek farmasi berdasarkan bukti
ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan. Apotek Gulon
Sejahtera mempunyai Visi, Misi, sebagai berikut:
1. Visi
Menjadi apotek yang dapat memberikan pelayanan kefarmasian
yang berkualitas, informatif dan dapat memuaskan konsumen
dengan mengutamakan pada patient oriented dan menerapkan
pharmaceutical care, serta dapat menguntungkan bagi institusi.

2. Misi
a. Menyediakan obat, alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
lainnya yang berkualitas.
26

b. Memberikan pelayanan kefarmasian yang tepat, cepat, efektif


dan informatif dengan menerapkan konsep Pharmaceutical care
secara professional.
c. Memberikan konseling, konsultasi dan semua informasi yang
perlu diketahui oleh pasien. 24

d. Meningkatkan kesejahteraan seluruh karyawan


2. Struktur Organisasi Apotek Gulon Sejahtera

PSA ( Pemilik Sarana Apotek)

D.Agus Riyanto,SSi,Apt

APA (Apoteker Pengelola Apotek)

Monika Sri Astuti,Ssi,Apt

Asisten Apoteker Administrasi Umum


Indarsih Candra
Gambar 2. Struktur Organisasi Apotek Gulon Sejahtera

Tugas, tanggungjawab serta wewenang masing-masing bagian


adalah sebagai berikut:
1. Ibu Monika Sri Astuti, SSi, Apt (Apoteker Pengelola Apotek)
a. Bertanggungjawab atas segala kegiatan di apotek.
b. Bertanggungjawab atas pelayanan kefarmasian.
c. Bertanggungjawab dalam kemajuan apotek.
d. Bertanggungjawab dalam pengembangan apotek.
e. Bertanggungjawab pelaporan keuangan dan perkembangan
apotek ke pihak terkait.

f. Bertanggungjawab dalam pelaksanaan PKL di Apotek.


27

g. Membantu Apoteker melakukan pelayanan kefarmasian.


h. Melakukan teknis pembelian barang ke PBF
i. Melakukan teknis adminstrasi pembelian, meliputi pemesanan,
pengarsipan fotocopy SP, pengarsipan,copy faktur.
2. Ibu Indarsih (Asisten Apoteker)
a. Melakukan pemantauan barang-barang menjelang ED (expired
date) dan proses retur barang.
b. Membantu melakukan pengarsipan
c. Bertanggungjawab pada laporan keuangan shift pagi dan
melaporkan pada bagian keuangan.
d. Membantu pelaksanaan PKL
e. Bertanggungjawab atas pengisian buku OWA
3. Ibu Candra (Administrasi Umum)
a. Melakukan Pelayanan obat-obat HV.
b. Membantu peracikan obat
c. Melakukan entri pembelian
d. Memberi masukan kepada bagian order tentang PBF, harga dan
diskon.
e. Melaksanakan teknis pembuatan laporan bulanan ke instansi
Pemerintah
f. Melakukan pemeliharaan sarana dan peralatan apotek.
g. Membantu penataan barang dan kerapihannya
h. Melakukan entri kenaikan harga dan mengganti label harga
barang yang berubah.
i. Membantu pelaksanaan PKL
B. Pengelolaan Perbekalan Farmasi
1. Perencanaan dan Pengadaan Perbekalan Farmasi
Perencanaan pengadaan di Apotek Gulon Sejahtera
menggunakan metode:

a) Metode konsumsi
28

Perencanaan dengan metode ini dibuat


berdasarkan data pengeluaran barang bulan lalu,
selanjutnya data tersebut dikelompokkan dalam
kelompok fast moving (cepat beredar) atau slow
moving (lambat beredar). Metode ini paling banyak
digunakan di Apotek Gulon Sejahtera karena metode
ini merupakan metode yang paling efektif dan pas
digunakan karena sesuai dengan kebutuhan pasien.

b) Metode just in time


Perencanaan dilakukan saat obat yang ada di
apotek dalam jumlah terbatas namun dibutuhkan
dalam waktu cepat. Perencanaan ini digunakan untuk
pengadaan obat-obat yang jarang dipakai atau
diresepkan dan harganya mahal serta memiliki waktu
kadaluarsa yang pendek. Metode ini digunakan jika
ada pesanan dari pasien ataupun ada resep. Metode
ini dianggap paling efektif karena tidak menyebabkan
penumpukan barang dan meminimalkan retur obat.
Pengadaan barang dilakukan berdasarkan
perencanaan yang telah dibuat dan disesuaikan
dengan anggaran keuangan yang ada. Pengadaan
barang meliputi proses pemesanan, pembelian dan
penerimaan barang. Ada 3 (tiga) macam pengadaan
yang biasa dilakukan di apotek, yaitu pengadaan
dalam jumlah terbatas, pengadaan secara berencana
dan pengadaan spekulatif.
Pengadaan obat di Apotek Gulon Sejahtera
dilakukan dengan pembelian secara langsung pada
PBF. Pemesanan barang dilakukan didasarkan pada
daftar di buku defecta. Pemesanan dilakukan dengan
menggunakan Surat Pesanan (SP) yang ditandatangani
29

oleh Apoteker Pengelola Apotek. Barang dipesan


sesuai dengan hari order yaitu senin-kamis.Surat
Pesanan (SP) terdiri dari 2 (dua) rangkap, rangkap
yang pertama untuk PBF dan rangkap yang kedua
untuk arsip apotek. Apotek Gulon Sejahtera melakukan
pembelian dengan 3 (tiga) metode pembayaran yaitu:

(1) Cash On Delivery (COD), yaitu suatu metode


pembayaran yang dilakukan pada saat barang
datang, biasanya untuk barang atau obat-obat
yang harus dibayar lunas.
(2) Konsinyasi, yaitu pembayaran yang dilakukan
setelah barang terjual biasanya untuk produk
baru dan jamu serta kosmetika. Hanya barang
yang terjual saja yang dibayar, sehingga apotek
tidak mengalami kerugian.
(3) Kredit, yaitu pembayaran yang dilakukan pada
jangka waktu tertentu biasanya 30 (tiga puluh)
hari atau sesuai kesepakatan dengan pihak PBF.
Pembelian obat-obat di Apotek Gulon Sejahtera
biasanya menggunakan kredit selama 15 (lima
belas) hari, 20 (dua puluh) hari dan 21(dua puluh
satu) hari.
2. Penyimpanan Perbekalan
Penyimpanan, Apotek Gulon Sejahtera menerapkan
penataan berdasarkan efek farmakoterapi, alfabetis, dan
bentuk sediaan. Penataan berdasarkan efek farmakoterapi
dibedakan menjadi beberapa golongan, yaitu obat-obat
golongan analgesik, golongan antibiotik, golongan
antialergi, golongan obat saluran cerna, golongan
antimual, golongan vitamin, golongan hormon, golongan
30

kardiovaskuler, golongan antidiabetik, golongan


antihiperlipid, golongan antigout,golongan antispasme,
golongan antituberkulosis, golongan obat SSP, golongan
diuretika, golongan antelmintik, golongan relaksan otot,
golongan anti asma, golongan antifungi, golongan oral
kontrasepsi, golongan flu & batuk, dan golongan antivirus.
Penyimpananan berdasarkan efek farmakologi
dilakukan di apotek ini untuk meminimalkan kesalahan
pengambilan obat. Apabila sampai ada kesalahan
pengambilan obat maka tidak terlalu berbahaya karena
masih dalah satu terapi farmakologi. Menurut bentuk
sediaannya, dibedakan menjadi sediaan tablet, sediaan
topikal, sediaan sirup, sediaan injeksi, dan sediaan khusus
seperti inhaler. Obat-obat tersebut disimpan dalam rak
penyimpanan. Untuk obat-obat yang tidak stabil pada
suhu ruang disimpan di dalam almari pendingin seperti
sediaan suppositoria, tablet vagina, injeksi ATS, injeksi
syntocinon, injeksi myomergin.
Penyimpanan menerapkan prinsip First In First Out
(FIFO) dan First Expired First Out (FEFO). FIFO artinya
obat-obat yang baru masuk diletakkan di belakang obat
yang terdahulu, dan FEFO artinya untuk obat-obat yang
mempunyai expired date (ED) lebih lama diletakkan
dibelakang obat-obat yang mempunyai ED lebih pendek
meskipun obat tersebut baru datang. Hal ini dilakukan
agar pasien masih mendapatkan obat dengan kualitas
baik dan meminimalkan persediaan obat yang kadaluarsa.

3. Penyimpanan Sediaan Narkotik, Pikotropik, Dan Prekursor


Apotek Gulon Sejahtera tidak memiliki sediaan
Narkotika dan Psikotropika, sehingga tempat
penyimpanan sediaan Narkotika dan Psikotropika tidak
31

ada. Sediaan Prekursor penyimpanan dilakukan menurut


bentuk sediaannya, dibedakan menjadi sediaan tablet dan
sediaan sirup. Obat-obat tersebut isimpan dalam rak
penyimpanan.
Penyimpanan menerapkan prinsip First In First Out
(FIFO) dan First Expired First Out (FEFO). FIFO artinya
obat-obat yang baru masuk diletakkan di belakang obat
yang terdahulu, dan FEFO artinya untuk obat-obat yang
mempunyai expired date (ED) lebih lama diletakkan
dibelakang obat-obat yang mempunyai ED lebih pendek
meskipun obat tersebut baru datang. Hal ini dilakukan
agar pasien masih mendapatkan obat dengan kualitas
baik dan meminimalkan persediaan obat yang kadaluarsa.

4. Pengendalian Perbekalan Farmasi


Pengendalian perbekalan farmasi yang dilakukan di
Apotek Gulon Sejahtera untuk mengatasi kelebihan,
kekurangan dan kekosongan perbekalan farmasi adalah
dengan mengacu pada buku defecta. Buku defecta
adalah buku yang digunakan untuk mencatat barang atau
obat yang harus dipesan untuk memenuhi kebutuhan
ketersediaan perbekalan farmasi. Fungsi buku defecta
untuk mengecek barang dan stok barang, menghindari
kelupaan pemesanan kembali barang. Pada setiap akhir
bulan juga dilakukan stok opname, dengan kegiatan ini
akan diketahui keadaan antara catatan pembukuan
dengan persediaan fisik yang ada. Hasil dari stok opname
dapat diketahui perbekalan farmasi yang mengalami
kelebihan, dan dapat digunakan sebagai pengendalian
kehilangan.
Pengendalian perbekalan farmasi untuk mengatasi
kerusakan, kadaluarsa dan pengembalian pesanan
32

dimulai dengan memeriksa kesesuian nama, jumlah dan


jenis sediaan antara barang yang datang dengan barang
yang dipesan apakah sesuai dengan faktur dan SP.
Pemeriksaan selanjutnya meliputi fisik, kadaluarsa dan
nomor batch dari masing-masing item perbekalan farmasi.
Faktur ditandatangani Apoteker (dengan no SIPA) atau TTK
(dengan no STRTTK) dan diberi stempel apotek. Data
barang yang datang di buku penerimaan barang.
Mengendalikan kehilangan perbekalan farmasi di
Apotek Waringin dilakukan pencatatan setiap pemasukan
dan pengeluaran barang pada kartu stok, pencatatan
pada buku pembelian dan buku penjualan juga dilakukan
dengan sistem manual.

C. Pelayanan Resep Dan Peracikan Perbekalan Farmasi


1. Penerimaan, Pengkajian Resep Dan Penulisan Copy Resep
Pelayanan resep, Apoteker atau TTK melakukan
skrining resep meliputi, pemeriksaan kelengkapan dan
keabsahannya. Kemudian diperiksa ketersediaan obat di
apotek, jika tersedia maka resep dilayani dan
diperhitungkan harga obat. Harga obat diberitahukan
kepada pasien, jika pasien setuju pasien langsung
membayar. Selanjutnya obat disiapkan atau diracik jika
merupakan resep racikan, diberi etiket dan dikontrol
kembali sebelum diserahkan kepada pasien. Penyerahan
obat dilakukan oleh Apoteker atau TTK disertai
pemberian informasi berupa nama obat dan indikasinya,
aturan pakai, cara pemakaian dan informasi penting lain
yang perlu diketahui oleh pasien. Dilakukan pencatatan
alamat dan nomor telepon pasien untuk memudahkan
memonitor jika terjadi kesalahan.
33

Skrining/Pengkajian Resep :
a. Melakukan pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan
resep yaitu nama dokter, nomor izin praktek, alamat,
tanggal penulisan resep, tanda tangan atau paraf
dokter serta nama, alamat, umur, jenis kelamin dan
berat badan pasien.
b. Melakukan pemeriksaan kesesuaian farmasetik yaitu
bentuk sediaan, dosis, frekuensi, kekuatan, stabilitas,
inkompatibilitas, cara dan lama pemberian obat.
c. Mengkaji aspek klinis yaitu adanya alergi, efek
samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah
obat dan kondisi khusus lainnya).
d. Mengkonsultasikan ke dokter tentang masalah resep
apabila diperlukan.
Copy resep adalah salinan tertulis dari suatu
resep. Istilah lain dari copy resep adalah apograph atau
exemplum. Menulis copy resep dilakukan bila obat yang
dibutuhkan tidak ada atau sedang kosong. Resep
Narkotika dan Psikotropika tidak bisa dibuat copy resep
kecuali jika apotek mempunyai atau menyimpan resep
aslinya. Salinan resep adalah salinan yang dibuat oleh
apotek, selain memuat semua keterangan yang terdapat
dalam resep aslinya juga harus memuat :
a. Nama dan alamat apotek.
b. Nama dan nomor Izin Apoteker Pengelola Apotek
(APA).
c. Tanda tangan atau paraf Apoteker Pengelola Apotek
(APA).
d. Tanda det (detur) untuk obat yang sudah diserahkan,
tanda nedet (nedetur) untuk obat yang belum
diserahkan, pada resep dengan tanda ITER ...X diberi
tanda “detur” “orig” atau detur ...X”.
e. Nomor resep dan tanggal pembuatan
34

Salinan resep dapat digunakan sebagai ganti resep


misalnya bila sebagian obat diambil atau untuk
mengulang, maka resep asli diganti dengan copy resep
untuk mengambil yang sebagian tersebut.
Copy resep akan terdapat tanda atau singkatan
latin yang hanya bisa dimengerti oleh tenaga kesehatan
yang kompeten yaitu Dokter, Apoteker atau TTK.
Contohnya resep dengan tanda Cito, Pim, Urgent,
Statim atau Antidotum berarti harus segera diracik dan
diserahkan kepada pasien, karena pasien sangat
membutuhkan obat tersebut. Jika ada singkatan/tanda
yang meragukan dalam resep seperti did , Apoteker atau
TTK harus menanyakan kejelasan dari singkatan tersebut
karena singkatan tersebut mempunyai arti ganda yaitu
da in duplo (dibuat dua kalinya) atau da in dimidium
(dibuat setengahnya) maka komunikasikan dengan dokter.

2. Peracikan Sediaan Farmasi


Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter kepada
apoteker pengelola apotek untuk menyiapkan dan/atau membuat,
meracik, serta menyerahkan obat kepada pasien (Syamsuni, 2006).
Pelayanan resep di apotek Gulon Sejahtera belum pernah
melayani resep racikan, selama ini resep yang masuk hanya resep non
racikan.

3. Penulisan Etiket Dan Label Kemasan


Etiket harus jelas dan dapat dibaca yang meliputi nomor resep,
tanggal pemberian, nama pasien,aturan pemakaian dan dikemas dengan
rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya yang terdiri
dari etiket putih untuk pemakaian obat dalam dan etiket biru untuk
pemakain luar.

4. Pelayanan Swamedikasi
35

Informasi Obat meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan,


jangka waktu pengobatan, aktifitas serta makanan dan minuman yang
harus dihindari selama terapi.

D. Pengumpulan, Pengelolaan Dan Pelaporan Data


1. Dokumentasi Sop/Protap Di Apotek
Melakukan pelayanan resep, Apotek Gulon Sejahtera
menerapkan standar prosedur operasional (SOP) dengan
tujuan agar pasien mendapatkan obat yang benar dan
aman sesuai tujuan terapi. Pelaksanaan SOP ini menjadi
tanggung jawab apoteker yang bertugas.
Berikut ini adalah SOP di Apotek Gulon Sejahtera:
a. SOP Pelayanan Resep

Apoteker melakukan skrining administrasi, farmasetik dan klinik

Kalkulasi harga resep,lakukan Medication record check atau


persetujuan harga catat data pasien

Membubuhkan cap serta paraf pada resep dan disatukan dengan nota
pelunasan setelah pasien melakukan pembayaran

Lakukan penyiapan dan peracikan obat sesuai dengan SOP

Lakukan penyiapan dan peracikan obat sesuai dengan SOP

Apoteker melakukan pemeriksaan obat sebelum diserahkan

Apoteker menyerahkan obat kepada pasien disertai informasi dan konseling


yang jelas tanyakan dan catat nama, alamat dan no. Telp pasien
36

Apoteker memberi paraf sebagai pemeriksaan akhir

Gambar 3. SOP Pelayanan Resep

b. SOP Obat Bebas


c.
Beri senyum kepada pasien
d.

Lakukan assesment (tanyakan pada pasien apa yang sakit, gejala atau
e. lama keluhan, tindakan atau obat yang pernah diberikan
keluhan,

Pilihkan alternatif terbaik bagi pasien atau pilihkan dengan


mempertimbangkan keluhan, kondisi pasien dan ekonominya

Layani pasien sesuai dengan kebutuhannya dengan baik

Periksa kembali obat atau barang yang akan diserahkan

Baca terlebih dahulu informasi yang perlu disampaikan kepada pasien


atau pelanggan
Gambar 4. SOP Pelayanan Obat Bebas

Serahkan obat atau barang disertai informasi mengenai aturan pakai,


lama pengobatan dan informasi lain yang diperlukan

c. Pelayanan Obat Wajib Apotek (OWA)


Ucapkan terimakasih dan doakan semoga pasien lekas sembuh
37

Apoteker atau petugas tersenyum dan menyapa


sebelum pasien mendahului

Apoteker melakukan assesament sederhana


(berdasarkan keluhan pasien, insensitas serta lama
sakitnya, pengobatan yang telah dilakukan dan
informasi lainnya)

Apoteker memutuskan perlu atau tidaknya


penggunaan OWA serta memberikan alternatif pilihan
obat lain dengan mempertimbangkan 4T/ waspada
efek samping

Pasien dipersilahkan untuk Siapkan obat sesuai permintaan


membayar di kasir atau kondisi pasien

Apoteker mengemas obat dan menyerahkan ke


pasaien disertai dengan informasi obat

Apoteker memisahkan nota OWA pada tiap siftnya


kemudian melakukan dokumentasi OWA

Gambar 5. SOP Obat Wajib Apotek

2. Sistem Pengelompokan Faktur Dan Resep


38

Pengelompokan Faktur di Apotek Gulon Sejahtera


dilakukan dengan mengelompokkan Faktur urut sesuai
tanggal jatuh tempo setiap bulannya. Pengelompokan
resep di Apotek Gulon Sejahtera dilakukan setiap hari
dengan dibendel diurutkan nomor dan tanggal setiap
bulannya dan disimpan dalam jangka waktu 3 (tiga)
tahun, bertujuan untuk mengantisipasi kemungkinan
adanya pasien yang membutuhkan informasi tentang obat
yang pernah dikonsumsi atau pasien yang membutuhkan
copy resep serta kemungkinan adanya keluhan dari
pasien apabila terjadi kekeliruan obat yang diberikan
kepada pasien
3. Sistem Pelaporan Sediaan Narkotik, Psikotropik, Dan Prekursor
Tidak tersedianya obat Narkotik, Psikotropik jadi tidak
melaporkan obat sediaan Narkotik, Psikotropik baik melalui sistem
ataupun manual.
4. Sistem Pengisian Kartu Stok Perbekalan Farmasi
Apotek Gulon Sejahtera kegiatan pengisian kartu
stok menggunakan kartu stok fisik. Penempatan kartu
stok bersama dengan obat. Setiap ada penambahan dari
pembelian ataupun pengurangan dari penjualan petugas
menulis kartu stok dan menyesuaikan jumlah perbekalan
farmasi yang ada. Kartu stok di Apotek Gulon Sehatera
belum semua dijalankan dengan sesuai.
5. Sistem Keluar – Masuk Perbekalan Farmasi
Sistem Keluar-Masuk Perbekalan Farmasi Apotek Gulon
Sejahtera menerapkan prinsip First In First Out (FIFO) dan First
Expired First Out (FEFO). FIFO artinya obat-obat yang baru masuk
diletakkan di belakang obat yang terdahulu, dan FEFO artinya untuk
obat-obat yang mempunyai expired date (ED) lebih lama diletakkan
dibelakang obat-obat yang mempunyai ED lebih pendek walaupun obat
39

tersebut baru datang. Hal ini dilakukan agar pasien masih mendapatkan
obat dengan kualitas baik dan meminimalkan persediaan obat yang
kadaluarsa. Di Apotek Gulon Sejahtera digunakan sistem penyimpanan
dengan kombinasi dengan bertujuan untuk memelihara mutu sediaan
farmasi, menghindari penggunaan obat yang tidak bertanggung jawab,
menjaga ketersediaan, memudahkan dalam pencarian dan
pengawasan.Tata letak rak obat keras di Apotek Gulon Sejahtera
sebaiknya jangan didepan kamar mandi untuk menghindari kelembapan
dan jauhkan dari sinar matahari langsung.
6. Sistem Dan Manajemen Keuangan
Keuangan meliputi Administrasi untuk uang masuk dan uang
keluar, buku harian penjualan. Catatan mengenai uang masuk meliputi,
Laporan Penjualan harian sedangkan uang yang keluar tercatat dalam
buku pengeluaran apotek.
E. Penyampaian Informasi Dan Komunikasi
1. Alur Penyerahan Perbekalan Farmasi Kepada Komunitas
Alur pelayanan Perbekalan Farmasi di Apotek Gulon Sejahtera
yaitu pasien datang dan dilayani langsung oleh petugas pelayanan dan
serta konsultasi pemilihan obat dilayani baik oleh TTK maupun Apoteker
secara langsung. Mahasiswa PKL membantu apoteker dalam melakukan
assesment (seperti gejala/keluhan pasien, lama keluhan dan membantu
memilihkan obat yang sesuai untuk pasien sampai menyerahkan obat
beserta informasinya. Kegiatan yang dilakukan ini sudah sesuai dengan
SOP yang berlaku. Kelebihan dari penerapan SOP ini adalah pasien
mendapatkan obat yang sesuai, pasien merasa puas dengan pelayanan
yang diberikan, pasien mendapatkan informasi yang jelas.
SOP pelayanan obat dan komoditi lain bertujuan agar pasien atau
pelanggan mendapatkan obat sesuai kebutuhan dan mendapatkan
informasi dengan benar dan aman. Berikut ini merupakan Alur
Penyerahan Perbekalan Farmasi kepada Komunitas di Apotek Gulon
Sejahtera:
40

Beri senyum kepada pasien

Lakukan assesment (tanyakan pada pasien apa yang sakit, gejala atau
keluhan, lama keluhan, tindakan atau obat yang pernah diberikan

Pilihkan alternatif terbaik bagi pasien atau pilihkan dengan


mempertimbangkan keluhan, kondisi pasien dan ekonominya

Layani pasien sesuai dengan kebutuhannya dengan baik

Periksa kembali obat atau barang yang akan diserahkan

Baca terlebih dahulu informasi yang perlu disampaikan kepada pasien


atau pelanggan

Serahkan obat atau barang disertai informasi mengenai aturan pakai,


lama pengobatan dan informasi lain yang diperlukan

Ucapkan terimakasih dan doakan semoga pasien lekas sembuh

Gambar 6. SOP Penyerahan Perbekalan Farmasi

Kelebihan dari penerapan SOP ini adalah pasien mendapatkan


obat yang sesuai, pasien merasa puas dengan pelayanan yang diberikan,
dan pasien mendapatkan informasi yang jelas. Kekurangan dari
penerapan SOP ini adalah untuk satu pasien memerlukan banyak waktu
untuk melakukan konseling dan jumlah Tenaga Teknis Kefarmasian yang
terbatas untuk melakukan pelayanan.
41

2. Penyampaian Informasi Pemakaian/Penggunaan Perbekalan Farmasi


Apoteker dalam memberikan informasi dan konsultasi harus secara
akurat, tidak bias, faktual, terkini, mudah dimengerti, etis dan bijaksana.
Memberikan informasi kepada pasien berdasarkan resep.
Menjawab pertanyaan pasien dengan jelas dan mudah dimengerti,
tidak bias, etis dan bijaksana baik secara lisan maupun tertulis.
Hal-hal yang perlu disampaikan kepada pasien:
a. Kegunaan masing-masing obat
b. Bagaimana cara pemakaian masing-masing obat yang meliputi:
bagaimana cara memakai obat,kapan harus mengkonsumsi obat,
berapa banyak dosis yang dikonsumsi, frekuensi penggunaan
obat/rentang jam menggunakan.
c. Bagaimana cara menggunakan peralatan kesehatan.
d. Peringatan/Efek samping obat.
e. Bagaimana mengatasi jika terjadi masalah efek samping obat.
f. Tata cara penyimpanan obat.
3. Demonstrasi Penggunaan Perbekalan Farmasi Khusus
Perbekalan farmasi Khusus yang ada di Apotek Gulon
Sejahtera antara lain : Ultraproct suppo, Symbicort Inhaler, Microlax
Enema.
Cara Pemakaian Microlax Enema adalah:
a. Setelah penutupnya dibuka, pencet tubenya sedikit supaya sejumlah
kecil isinya keluar.
b. Oleskan pada bagian luar dari pipa.
c. Masukkan pipa kedalam anus.
d. Tekan tube supaya seluruh isinya habis keluar.
e. Cabut kembali pipa tanpa melepaskan tekanan pada tube.

4.
42

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan dari hasil Praktek Kerja Lapangan
(PKL) di Apotek Gulon Sejahtera adalah :
1. Peran Tenaga Teknis Kefarmasian adalah membantu apoteker dalam
perencanaan, pengadaan, penyimpanan, dispensing, dan distribusi obat
kepada pasien.
2. Tenaga Teknis Kefarmasian dapat berperan dalam memberikan informasi
obat untuk obat bebas dan obat bebas terbatas kepada pasien di apotek.
3. Tenaga Teknis Kefarmasian dapat ikut serta dalam kegiatan
pengembangan praktek farmasi komunitas di apotek, salah satu contoh
seperti pelayanan dan pengelolaan obat yang sudah baik dan dapat
digunakan sebagai acuan untuk tenaga teknis kefarmasian memasuki
dunia kerja.
4. Mahasiswa PKL dapat memahami tugas dan tanggung jawab sebagai
Tenaga Teknis Kefarmasian yang kedepannya dapat digunakan sebagai
acuan untuk menjadi seorang Tenaga Teknis Kefarmasian yang
professional.
5. Mahasiswa PKL mendapatkan masukan dan umpan balik yang sangat
berguna sebagai penyempurna kurikulum saat sudah memasuki
persaingan dalam dunia kerja.
B. Saran
1. Pencatatan Kartu Stok supaya bisa dijalankan
2. Perlu adanya tambahan tenaga untuk Tenaga Teknis Kefarmasian dan
Administrasi
43

DAFTAR PUSTAKA
40

Anief, M, 2000, Farmasetika, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Anief, M, 2000, Ilmu Meracik Obat teori dan Praktek, Gajah Mada University
Press, Yogyakarta.

Depkes, 2009, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.51 Tahun 2009


Tentang Pekerjaan Kefarmasian.

Depkes , 2017, Peraturan Menteri Kesehatan No 9 Tahun 2017 Tentang Apotek.

Depkes, 2008, Keputusan Menteri Kesehatan No.573 tentang Standar Profesi


Asisten Apoteker.

Depkes, 1999, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


No. 1176/Menkes/SK/X/1999. Tentang Daftar Obat Wajib Apotek No.3.

Depkes 2016, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.31 Tahun


2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan
No.889/Menkes/Per/V/2011 Tentang Registrasi Izin praktik, dan Izin
Kerja Tenaga Kefarmasian.

Depkes, 1997, Undang-undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika,


Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Depkes, 2004, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


No.1027/MENKES /SK / IX / 2004 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasiaan di Apotek, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Depkes, 2007, Kapita Selekta Dispensing I, Laboratorium Management


Farmasi dan Farmasi Masyarakat (MFFM) Bagian Farmasetika
Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta.

Depkes, 2017, Undang-undang No. 2 tahun 2017 tentang Narkotika,


Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Depkes, 2014, Undang-undang No. 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan,


Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Hartini, Y.S., dan Sulasmono, 2006, Apotek Ulasan Beserta Naskah Peraturan
Perundang-undangan terkait Apotek, Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta.
44

Lampiran Dokumentasi Apotek


41

1. Apotek Gulon Sejahtera

2. Copy resep
45
46

3. Etiket
47

4. Faktur
48

5. Kartu Stok Obat


49

6. Rak Penyimpanan Obat Obat Bebas dan Bebas Terbatas


50

7. Penyimpanan Obat Keras


51

8. Penyimpanan Obat Khusus


52

9. Surat Pesanan
53

10. Denah Ruangan :

Anda mungkin juga menyukai