Anda di halaman 1dari 17

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Gambaran Umum Mengenai Nata De Coco


2.1.1 Definisi Nata De Coco
Kata nata berasal dari bahasa Spanyol yang berarti krim. Nata juga
diterjemahkan ke dalam bahasa latin yaitu ‘nature’ yang berarti terapung-apung.
Nata dapat dibuat dari air kelapa, santan kelapa, tetes tebu (molases), limbah cair
tebu, atau sari buah (nanas, melon, pisang, jeruk, jambu biji, dsb). Nata yang dibuat
dari air kelapa disebut nata de coco. Di Indonesia, nata de coco sering disebut sari
air kelapa atau sari kelapa. Nata de coco pertama kali berasal dari Filipina. Di
Indonesia, nata de coco mulai dicoba pada tahun 1973 dan mulai diperkenalkan
pada tahun 1975. Namun demikian, nata de coco mulai dikenal luas di pasaran
pada tahun 1981 (Sutarminingsih dan Lilis, 2004).
Selulosa merupakan biopolimer alami yang paling berlimpah di bumi.
Material tersebut dapat disintesis oleh tumbuhan, alga, hewan dan beberapa spesies
bakteria. Selulosa yang berasal dari bakteria yaitu polisakarida, dapat diproduksi
oleh Acetobacter xylinum. Bakteri ini dapat tumbuh pada berbagai medium, baik
statis maupun tabung reaksi dan sebagainnya. Berbagai jenis bakteria, seperti pada
genus Gluconacetobacter, Agrobacterium, Aerobacter, Azotobacter, Rhizobium,
Sarcina, Salmonella, Enterobacter, Escherichia dan beberapa jenis spesies dari
Cyanobacteria cenderung menghasilkan selulosa ekstraseluler. Dari semua itu,
bakteri gram negatif jenis Acetobacter xylinum merupakan bakteri yang diklaim
paling efektif menghasilkan bakteri dan banyak digunakan. Genus Acetobacter
merupakan bakteri dan banyak digunakan. Genus Acetobacter merupakan jenis
bakteria yang memiliki kemampuan untuk mengoksidasi gula, gula alkohol, dan
etanol, serta memproduksi asam asetat sebagai produk akhir utama (Raghunathan,
2013). Strains dari Acetobacter xylinum dapat memproduksi selulosa diberbagai
jumlah dan tumbuh diberbagai jenis substrat glukosa, sukrosa, fruktosa, gula invert,
etanol, dan gliserol.Bakteri ini terbukti memiliki kemampuan untuk bertahan dan
dapat tumbuh pada kondisi asam di pH sampai 3.5 dan dilaporkan bahwa pH 4.0

II-1
II-2

dan 5.0 merupakan kondisi yang ideal untuk perkembangan selulosa. Selulosa yang
dihasilkan dari bakteria disebut bacteria cellulose.
Bacteria cellulosa (BC) dapat tumbuh diberbagai media kultur. Air kelapa
merupakan salah satu media kultur yang biasa digunakan untuk memproduksi
bacteria cellulosa (BC) oleh Acetobacter xylinum. Selulosa yang dihasilkan oleh
media tersebut dikenal dengan nama “nata de coco” memiliki permukaan yang
halus dan tekstur kenyal. Proses fermentasi menggunakan media air kelapa untuk
memproduksi BC oleh Acetobacter xylinum membutuhkan waktu sekitar 7-8 hari
dalam suatu tempat khusus. Produk ini dikenal pertama kali di Filipina pada tahun
1949 kemudian semakin populer di negara lain seperti Jepang, Korea, dan USA.
BC merupakan salah satu sumber selulosa yang memiliki sifat yang unik seperti
kekuatan mekanik yang tinggi, kristalinitas tinggi dan kemampuan retensi air.
Selain itu, BC memiliki kemurnian tinggi, bebas dari hemiselulosa, lignin dan
senyawa non-selulosa. Sangat mudah untuk didekomposisi oleh mikroorganisme
dalam lingkungan dan dapat diperbaharui (Nasab dan Yousefi, 2010).
Nata merupakan sebutan lokal yang diberikan kepada lapisan gelatin yang
tumbuh pada permukaan cairan asam yang mengandung gula. Lapisan tersebut
diproduksi oleh mikroorganisme Acetobacter aceti subsp. Xylinum sebagai hasil
dari proses reaksi terhadap gula pada medium. Nata dapat disajikan sebagai
makanan penutup (dessert) pada bentuk manisan. Itu juga merupakan bahan
populer pada es krim, halo-halo, dan pada produk seperti koktail dan salad.
Permintaan lokal untuk produksi ini juga musiman.

2.1.2 Proses Produksi Nata de Coco


Produksi nata de coco dapat dilakukan dengan berbagai metode. Pada
umumnya nata de coco dibuat dengan memanaskan air kelapa, kemudian
ditambahkan nutrisi berupa bahan sumber karbon dan nitrogen, asam juga
ditambahkan kedalam campuran, kemudian bakteri Acetobacter xylinum
diinokulasikan kedalam campuran tersebut lalu proses fermentasi dimulai
(Widyaningsih, 2008). Proses fermentasi yang sudah selesai akan menghasilkan
nata. Nata tersebut kemudian akan melalui proses pencucian, perebusan,
perendaman, dan perebusan kembali (Manoi, 2007). Proses perebusan dan
II-3

perendaman dilakukan hingga tidak tercium bau asam. Air yang digunakan untuk
merendam juga perlu diganti setiap beberapa jam sekali.
Keberhasilan proses fermentasi dapat dipengaruhi berbagai faktor seperti
nutrisi, pH media, suhu lingkungan, ketersediaan oksigen, ada tidaknya sumber
kontaminasi, waktu fermentasi, juga kondisi ruangan dan kebersihan wadah
fermentasi. Wadah fermentasi perlu ditutup dengan koran untuk menghindari
kontak dengan kontaminan. (Majesty, Argo dan Nugroho, 2015).
Bahan baku pembuatan nata de coco antara lain air kelapa, gula putih, ZA,
asam sitrat, bibit nata dan asam asetat. Proses pembuatan nata de coco diawali
dengan penyaringan air kelapa muda hingga bersih bebas kotoran, kemudian
dididihkan hingga 1000C. Gula, ZA dan asam asetat dicampurkan ke dalam rebusan
air kelapa. Campuran tersebut kemudian dituangkan ke dalam wadah steril dan
didinginkan. Ketika sudah dingin, campurkan bibit nata (Azetobacter xylinum) ke
dalam air kelapa dan didiamkan dengan masa fermentasi kurang lebih 1 minggu.
Apabila lapisan nata sudah terbentuk, tambahkan dengan masa fermentasi kurang
lebih 1 minggu. Setelah itu tambahkan asam sitrat sebagai pengawet alami. Nata
kemudian direbus kembali dan air rebusan dibuang. Nata kemudian dicuci
berulang-ulang, direndam air kembali semalaman, dan kemudian dicuci. Setelah
pembuatan nata de coco jadi dalam bentuk lembaran, proses produksi selanjutnya
meliputi pembersihan kulit serta pencucian nata de coco, penipisan nata de coco,
pemotongan nata de coco, penyortiran nata de coco, pengepresan nata de coco, dan
tahap terakhir adalah pengemasan nata de coco. Berikut ini gambaran umum proses
produksi nata de coco di CV.Agrindo Suprafood yang dapat dilihat pada Gambar
2.1:
II-4

Gambar 2.1 Proses produksi nata de coco

2.2 ISO 14000


Kelompok standar ISO 14000 tentang manajemen lingkungan relatif masih
baru diperkenalkan oleh ISO, namun banyak standar tentang hal-hal yang berkaitan
dengan lingkungan sudah lama dimiliki oleh ISO, seperti halnya dengan kelompok
standar ISO 9000, ISO 14000 dikeluarkan untuk mengakomodasikan pihak yang
berkepentingan yaitu bisnis, industri, pemerintah, organisasi non pemerintah
(LSM) dan konsumen (Raharjo, 2000).
Beberapa seri dari ISO tentang LCA adalah:
1. ISO tentang Life Cycle Assesment, terdiri dari:
a. ISO seri 14040 : LCA-Principle and framework
b. ISO seri 14041 : LCA-Goal and scope definition and Inventory Analysis
c. ISO seri 14042 : LCA-Life Cycle Impact Assessment
d. ISO seri 14043 : LCA-Life Cycle Interpretation
Keseluruhan seri ISO 14000 dapat memberikan keuntungan ekonomi yang
signifikan antara lain seperti (ISO, 2009):
1. Mengurangi penggunaan bahan baku
2. Mengurangi konsumsi energi
3. Meningkatkan efisiensi proses
4. Mengurangi biaya limbah dan pembuangan
II-5

5. Memanfaatkan sumberdaya terbarukan


Standar ISO 14000 tidak akan secara langsung dan segera memberikan hasil
nyata perbaikan lingkungan. ISO 14000 merupakan investasi terhadap lingkungan
dimana perbaikan dilakukan secara bertahap. Proses bertahap ini kemudian dapat
menciptakan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development).

2.3 Life Cycle Assessment (LCA)


2.3.1 Definisi Life Cycle Assessment (LCA)
Life Cycle Assessment (LCA) diartikan sebagai suatu metode pendekatan
untuk menilai sistem dalam industri yang meliputi seluruh siklus hidup produk
industri tersebut. Penilaian daur siklus hidup tersebut mengacu pada istilah “from
cradle to grave”, yaitu diawali dari asal mula bahan baku pembuatan suatu produk
hingga berakhir pada pemakaian dan pembuangan limbah/sisa produk tersebut
sampai nantinya kembali ke bumi. Penilaian LCA tidak hanya didasarkan pada
performa terhadap lingkungan, tetapi juga melibatkan peningkatan efisiensi proses
dan energi, penghematan biaya produksi, dan pengembangan green marketing.
(Budiman dan Arief, 2017).
Dua faktor utama yang menjadi indikator analisis LCA ialah energi dan
dampak lingkungan hidup. Pada setiap tahapan pemrosesan bahan baku hingga
diperoleh produk, diperlukan input dan output tersebut dikonversikan dalam bentuk
energi sehingga dapat dihitung jumlah net energi yang diperoleh dari pemrosesan
produk. Analisis menggunakan metode LCA akan memberikan alternatif yang
dapat dimunculkan serta didukung beberapa kriteria sehingga dalam pengambilan
keputusan akan diperoleh alternatif model kebijakan yang optimal. (Budiman et al,
2017).
Berdasarkan International Organization for Standardization (ISO, 2006),
tahapan model LCA terdiri atas definisi dari tujuan dan ruang lingkup, analisis
inventori, impact assessment, dan interpretasi. Prinsip kerja LCA adalah dimulai
dari input berupa bahan baku dan energi, dilanjutkan dengan pengambilan material
dari alam, diproses menjadi bahan jadi, digunakan, dipelihara, dibongkar sampai
digunakan kembali atau dibuang. Pada saat pengambilan bahan baku di alam,
II-6

pengangkutan ke pabrik, proses pengolahan di pabrik sampai menjadi bahan jadi,


pengangkutan ke tempat pemasangan akhir sampai pemanfaatannya, semuanya
dilakukan dengan mekanisme yang membutuhkan bahan bakar sebagai tolak ukur
polusi dan kehijauan merupakan desain pembangunan yang memiliki metode yang
paling sesuai dengan desain ekologis. (Khan, 2002)
Terdapat empat tahapan dalam standar Life Cycle Assessment (LCA) (ISO
14040), yaitu penentuan tujuan dan ruang lingkup (goal and scope definition),
menganalisis secara terperinci (inventory analysis), menganalisis dampak (impact
assessment), dan interpretasi hasil (interpretation). Tahapan dalam LCA dapat
digambarkan dalam bentuk bagan seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Bagan tahapan metodologi Life Cycle Assessment


Sumber: ISO 14044, 2006

Penjelasan tahapan LCA yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:


2.3.2 Penetapan tujuan dan ruang lingkup (Goal and Scoping)
Tahap ini mendefinisikan tujuan dan ruang lingkup penelitian, batasan
sistem, unit fungsi, dan mutu data (ISO 14041, 1998) yang bertujuan untuk
menentukan jenis analisis dan perlakuan yang digunakan berdasarkan hasil yang
ingin dicapai. Definisi lingkup penelitian penting untuk menggambarkan sistem
yang diteliti dan menunjukkan seberapa banyak data maupun informasi yang
II-7

dikumpulkan dalam kelompok, rincian, dan kualitas tertentu. Semua operasi yang
berkontribusi terhadap siklus hidup dari suatu proses, produk, atau kegiatan yang
masuk dalam batasan sistem.
Batasan sistem adalah bagian dari sistem yang akan dipilih sebagai sistem
yang dianalisa. Berdasarkan standard ISO 14044 ada empat pilihan utama untuk
menentukan batasan sistem yang digunakan didalam sebuah studi LCA antara lain:
a. Cradle to grave: termasuk bahan dan rantai produksi energi dan semua proses
dari ekstraksi bahan baku melalui tahap produksi, transportasi dan penggunaan
hingga produk akhir dalam siklus hidupnya.
b. Cradle to gate: meliputi semua proses dari ekstraksi bahan baku melalui tahap
produksi (proses dalam pabrik), digunakan untuk menentukan dampak
lingkungan dari suatu produksi sebuah produk.
c. Gate to grave: meliputi proses dari penggunaan pasca produksi sampai pada akhir
fase kehidupan siklus hidupnya, digunakan untuk menentukan dampak
lingkungan dari produk tersebut setelah meninggalkan pabrik.
d. Gate to gate: meliputi proses dari tahap produksi saja, digunakan untuk
menentukan dampak lingkungan dari langkah produksi atau proses. Berikut ini
merupakan batasan sistem yang dapat dilihat pada Gambar 2.3:
II-8

Gambar 2.3 Pemilihan batas sistem


Sumber : Handbook for Life Cycle Assessment (LCA), 2011

Penetapan unit fungsi merupakan elemen yang penting dalam penetapan


tujuan dan ruang lingkup. Unit fungsi adalah gambaran kuantitatif dari keluaran,
baik yang berupa produk maupun jasa yang dihasilkan oleh sistem (ISO 14041,
1998). Suatu sistem mungkin memiliki sejumlah fungsi yang kemudian dipilih
sebagai suatu unit fungsi yang disesuaikan dengan tujuan dan lingkup studi.
Fase penetapan tujuan dan lingkup penelitian juga memasukkan penilaian
terhadap kualitas data. Data tersebut dapat diperoleh secara langsung dari lokasi
produksi terkait unit proses, atau dihitung dan didapatkan dari sumber yang telah
dipublikasikan dengan mempertimbangkan kategori yang akan digunakan dalam
penelitian. Pengelompokkan data menjadi beberapa kategori data dapat berupa
emisi ke udara, dengan kategori data seperti karbon monoksida, karbon dioksida,
nitrogen dioksida dan lainnya, serta dapat diidentifikasi secara terpisah. Pada
praktiknya, semua kategori-kategori data merupakan campuran data pengukuran,
perhitungan , atau estimasi.
II-9

2.3.3 Analisis inventori


Pada tahap ini data-data yang berhubungan dengan siklus hidup (life cycle)
suatu produk dikumpulkan dan diukur dalam satuan fungsi yang meliputi: input
bahan dan energi, produk, limbah, dan emisi udara, air dan lainnya. Kegiatan
pendefisian diagram alir menggambarkan secara keseluruhan proses unit utama
yang dimodelkan termasuk hubungannya.
Berikut ini langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk analisis inventarisasi
yang dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Langkah-langkah analisis inventory

2.3.4 Analisis dampak


Analisis dampak bertujuan mengetahui dampak yang mungkin terjadi
selama siklus hidup suatu produk. Perkiraan dampak dimaksudkan sebagai
penilaian secara cermat dan mendalam terhadap kualitas lingkungan, yang
ditunjukkan dengan besarnya dampak dan tingkat kepentingannya.
II-10

Tahapan analisis dampak ini mengemukakan potensi terjadinya dampak


dengan mengevaluasi dan menganalisis hasil inventarisasi, pemilihan dampak dan
metodologi yang digunakan sesuai kerangka tujuan dan lingkup penelitian (ISO,
2006).
Menurut EPA (2006) analisis dampak dalam LCA pada umumnya terdiri
dari 7 tahapan sebagai berikut:
1. Seleksi dan kategori dampak, yaitu dengan mengidentifikasi kategori
dampak yang berhubungan dengan proses.
2. Klasifikasi, yaitu kegiatan penetapan hasil inventarisasi kedalam kategori
dampak.
3. Karakterisasi, yaitu membuat model dampak analisis inventarisasi dengan
kategori dampak menggunakan faktor konversi secara ilmiah.
4. Normalisasi, yaitu menjelaskan potensi dampak dalam berbagai cara dengan
membandingkannya.
5. Pengelompokkan, yaitu pemilahan atau meranking indikator (misalnya
menyortir indikator berdasarkan lokasi; lokal, regional, global)
6. Pembobotan, yaitu menekankan potensi dampak yang paling berpengaruh
penting.
7. Mengevaluasi dan pelaporan hasil analisis dampak, sehingga memperoleh
pemahaman yang mendalam dari hasil analisis dampak.
Tiga tahapan utama seperti kategori dampak, klasifikasi, dan karakterisasi
merupakan tahapan wajib untuk sebuah analisis dampak. Sedangkan tahap lainnya
merupakan opsional tergantung pada tujuan dan ruang lingkup penelitian.

2.3.5 Interpretasi Hasil atau Analisis Perbaikan (Improvement Analysis)


Interpretasi Hasil atau Analisis Perbaikan untuk mengembangkan suatu
analisis agar lebih akurat untuk menilai kelayakan lingkungan dari kegiatan proyek.
Pada tahapan ini dilakukan interpretasi hasil, evaluasi, dan analisis terhadap usaha-
usaha yang dapat dilakukan untuk perbaikan (Curran, 1996).
Siklus hidup suatu produk dimulai dari bahan baku yang diambil dari alam,
diproses di pabrik, digunakan oleh konsumen sampai menjadi limbah yang dibuang
kembali ke alam. Pada setiap tahapan siklus hidup akan mengkonsumsi sumber
II-11

daya dan menghasilkan emisi atau limbah, dan dampak lingkungan tiap tahapan
dalam siklus hidup produk tersebut perlu diketahui. Dalam suatu sistem industri
terdapat input dan output, input dalam sistem berupa material-material yang diambil
dari lingkungan, dan outputnya akan dibuang ke lingkungan kembali. Input dan
output sistem industri ini akan menghasilkan dampak terhadap lingkungan.
Pengambilan input material yang berlebihan akan mengakibatkan semakin
berkurangnya persediaan di alam, sedangkan hasil keluaran dari sistem industri
yang berupa limbah (padat, cair, dan udara) akan memberikan dampak negatif
terhadap lingkungan. Setiap produk mempunyai daur hidup (life cycle), mulai dari
perancangan atau pengembangan produk, diikuti oleh ekstraksi sumber daya, proses
produksi, konsumsi, dan aktifitas akhir (pengumpulan, penyortiran, pemanfaatan
kembali, daur ulang, dan pembuangan limbah). Semua aktifitas ini akan
menghasilkan dampak lingkungan karena pengaruh konsumsi sumber daya, emisi
dari bahan-bahan yang digunakan kelingkungan alam, dan perubahan lingkungan
lainnya. Pembangunan yang berkelanjutan yang baik memerlukan metode dan alat
yang membantu menghitung dan membandingkan dampak lingkungan dari barang
dan jasa itu ke masyarakat (Rebeitzer,2004).
Siklus hidup (life cycle) suatu produk menitikberatkan pada faktor
pengumpulan informasi dan menganalisis dampak lingkungan yang disebabkan
oleh suatu produk. Pada LCA dibutuhkan data mengenai input dan output secara
lengkap meliputi bahan baku, proses pembuatan, distribusi, transportasi, konsumsi,
hasil samping, dan dampak lingkungan. LCA sendiri dari beberapa elemen, antara
lain:
1. Identifikasi dan mengukur faktor-faktor yang terlibat.
2. Evaluasi faktor-faktor yang berpotensi berdampak pada lingkungan.
3. Analisis untuk mengurangi dampak lingkungan (Mattson dan Sonesson 2003)
Sektor industri saat ini dituntut untuk lebih serius dalam memperhatikan
dampak lingkungan yang terjadi akibat aktivitas produksinya. Hal ini terjadi seiring
bertambah buruknya kualitas lingkungan baik itu udara, air, maupun tanah. LCA
merupakan sebuah metode yang tepat untuk mengetahui seberapa besar dampak
lingkungan yang disebabkan pada tahap daur hidup mulai dari pengambilan
II-12

material sampai dengan produk itu selesai digunakan oleh konsumen. Upaya untuk
mencegah dan mengurangi timbulnya limbah, dimulai sejak pemilihan bahan,
teknologi proses, penggunaan material dan energi, serta pemanfaatan produk
samping pada suatu sistem produksi.

2.4 Penggunaan Software SimaPro


Perangkat lunak yang digunakan pada penelitian ini yaitu SimaPro yang
dikembangkan oleh Pre Consustants BV di Belanda. SimaPro adalah software yang
profesional dalam mengumpulkan, menganalisa dan memantau kinerja produk atau
jasa terhadap lingkungan. Software SimaPro dapat digunakan untuk berbagai
negara dan dipilih karena kemudahannya merubah dan memodifikasi data sesuai
dengan kondisi di suatu negara. SimaPro banyak direkomendasikan oleh
profesional dan akademisi lebih dari 80 negara di dunia untuk dipakai dalam
penelitian terkait LCA. Pada penelitian ini, SimaPro membantu dalam
mempermudah penyusunan skenario yang dimodelkan, menampilkan sistematika
proses dan menganalisis hasil perhitungan dengan aspek lingkungan dan dampak
potensial yang terkait dengan produk, serta digunakan sebagai alat pendukung
dalam menginterpretasikan hasil. SimaPro merupakan suatu alat yang profesional
yang dapat membantu di dalam suatu proses untuk menganalisa aspek yang
berkaitan dengan lingkungan dari suatu produk yang diproduksi.
SimaPro memiliki kelebihan dibandingkan software lainnya, diantaranya
sebagai berikut:
1. Bersifat fleksibel
2. Dapat digunakan secara multi-user-version sehingga dapat menginput data
secara berkelompok meskipun berbeda lokasi
3. Memiliki metode dampak yang beragam
4. Dapat menginventarisasi data dalam jumlah banyak
5. Data yang didapatkan memiliki nilai transparasi yang tinggi, dimana hasil
interaktif analisis dapat melacak hasil lainnya kembali ke asal-usulnya.
6. Mudah terhubung dengan perangkat lain.
7. Hadir dengan 3 versi yang diklasifikasikan berdasarkan pengguna
II-13

a. SimaPro Compact: untuk mengatur tugas kompleks


b. SimaPro Analyst: untuk melakukan permodelan siklus hidup dan berisi
fitur analisis yang canggih
c. SimaPro Developer: untuk menciptakan alat penilaian siklus hidup
yang berdedikasi dengan fitur diperpanjang

2.5 Neraca Massa dan Neraca Energi


2.5.1 Neraca Massa
Neraca massa adalah adalah cabang keilmuan yang mempelajari
kesetimbangan massa dalam sebuah sistem.. Komposisi bahan baku, aliran produk
dan produk samping dapat pula dievaluasi dengan menggunakan neraca massa.
Berikut tahap pembuatan neraca massa (Singh, 2001):
1. Seluruh data massa dan komposisi dari seluruh saluran masuk dan keluar
dikumpulkan
2. Diagram blok digambar, diagram ini menunjukkan proses dengan aliran
masuk dan keluar yang dapat diidentifikasikan dengan baik. Batasan sistem
juga digambarkan.
3. Seluruh data yang tersedia digambarkan ke dalam diagram blok.
4. Basis data yang sesuai, seperti waktu atau massa, dipilih untuk proses
perhitungan. Basis dipilih berdasarkan kemudahan untuk melakukan
perhitungan.
5. Perhitungan dilakukan, untuk setiap variabel yang belum diketahui,
diperlukan neraca massa mandiri untuk perhitungannya.
Dalam neraca massa sistem adalah sesuatu yang diamati atau dikaji. Neraca
massa adalah konsekuensi logis dari hukum kekekalan massa yang menyebutkan
bahwa dialam ini jumlah total massa adalah kekal, tidak dapat dimusnahkan
ataupun diciptakan melainkan hanya berubah bentuk.
Hukum konversi massa menyatakan bahwa massa tidak dapat diciptakan
ataupun dimusnahkan. Jadi, di dalam suatu instalasi pengolahan jumlah massa
bahan yang memasuki instalasi pengolahan, jumlah massa bahan yang memasuki
instalasi harus sama dengan massa bahan yang meninggalkan instalasi, dikurangi
II-14

dengan jumlah massa bahan yang tertinggal berupa penumpukan, maka berlaku
ketentuan yang sederhana, yaitu apa yang masuk harus sama dengan apa yang
keluar.
Neraca massa secara umum dituliskan dalam persamaan matematis
sebagai berikut:
Input – Output = Akumulasi…………………….…………………….(2.1)
2.5.2 Neraca Energi
Neraca energi dibuat berdasarkan pada hukum pertama termodinamika.
Hukum pertama ini menyatakan kekekalan energi, yaitu energi tidak dapat
dimusnahkan atau dibuat, hanya dapat diubah bentuknya. Berdasarkan hukum
kekekalan energi suatu neraca keseimbangan untuk energi dapat dibuat pada setiap
saat untuk satu satuan operasi dengan adanya keseimbangan energi.
Energi masuk = Energi Keluar + Energi Tersimpan…………………...(2.2)
Pada keadaan steady untuk membuat neraca energi seperti halnya neraca
bahan, digunakan hukum kekekalan energi yang mengatakan bahwa semua energi
yang masuk proses sama dengan energi yang meninggalkan ditambah yang
tertinggal didalam proses (Suryadono, 2001).

2.6 Konsumsi Energi


2.6.1 Energi Listrik
Energi listrik adalah kekuatan atau energi yang berasal dari pergesekan
mekanis atau melalui proses kimia yang menghasilkan aliran pergerakan electron
dan disalurkan melalui sebuah penghantar (biasanya berupa kabel) dimana energi
ini digunakan untuk membantu kinerja manusia dengan diubah menjadi energi
gerak, panas, cahaya dan lainnya. Satuan untuk daya listrik adalah watt (W) atau
kilowatt (kW; 1000 watt). Energi listrik merupakan hasil dari daya dan waktu, jika
daya konstan terhadap waktu (Suryatmo, 1999).
Untuk melakukan perhitungan energi listrik digunakan rumus sebagai
berikut (Persada, 2009):
W = P x t………………………………………………………………..(2.3)
Keterangan:
II-15

W : Energi listrik (Joule)


P : Daya listrik (watt)
T : Waktu (detik)
Energi listrik dapat dinyatakan dalam satuan Joule (J) ataupun Kilo Watt
Hour (kWh). Satuan listrik yang digunakan Perusahaan Listrik Negara (PLN)
adalah Kilo Watt Hour (kWh).
1 joule = 1 watt/detik
1 kWh = 1000 watt x 3600 detik
= 3.600.000 watt/detik
= 3.600.000 joule
= 3,6 MJ
Dengan demikian 1 kwh setara dengan 3,6 MJ
2.6.2 Energi bahan bakar kendaraan
Bahan bakar adalah suatu materi apapun yang bisa diubah menjadi energi.
Biasanya bahan bakar mengandung energi panas yang dapat dilepaskan dan
dimanipulasi untuk menghasilkan tenaga. Pengadaan energi sebagai panas atau
tenaga, baik dalam bentuk mekanis atau listrik, merupakan tujuan utama
pembakaran bahan bakar (IEA, 2005)
Perhitungan energi bahan bakar dilakukan dengan mengkonversi setiap unit
konsumsi bahan bakar ke dalam energi dengan mengalikan nilai kalor masing-
masing jenis bahan bakar. Jumlah penggunaan bahan bakar bervariasi tergantung
pada jenis kendaraan atau mesin yang digunakan (Mcdougall dkk, 2001). Untuk
mengetahui jumlah penggunaan energi bahan bakar dapat diketahui dengan
menggunakan formulasi sebagai berikut (Nurzuki, 2012):
Penggunaan energi (MJ) = Massa (kg) x nilai kalor(MJ/KG)………….(2.4)
Perhitungan energi bahan bakar yang digunakan, dilakukan dengan
mengkonversi 1 kg unit bahan bakar menghasilkan nilai kalor sebagai berikut :
Tabel 2.1 Nilai kalor bahan bakar
Sumber energi Unit Nilai kalor (MJ/Unit)
Bensin kg 44,75
Solar kg 43,38
II-16

Tabel 2.1 Lanjutan


Sumber energi Unit Nilai kalor (MJ/Unit)
Kayu bakar (jati/tectona grandis) kg 31,5
Kayu bakar (Sengon/albazia chinesis) kg 25
LPG kg 46,15
Sumber : International Energy Agency (2005), Jati dan Santoso (2005)

2.7 Eco-Efficiency
Menurut Liu dkk (2016), eco-efficiency merupakan sebuah konsep
perhitungan rasio antara aspek ekonomi dengan dampak lingkungan dari suatu
sistem, proses atau produk yang berkaitan dengan upaya mengidentifikasikan
environmental improvement. Rasio tersebut memiliki tujuan sebagai alat
pertimbangan seorang decision maker dalam menganalisis dan mengurangi dampak
lingkungan.
Eco- efficiency dapat diartikan sebagai suatu strategi yang menghasilkan
suatu produk dengan kinerja yang lebih baik, dengan menggunakan sedikit energi
dan sumber daya alam. Tujuan eco-efficiency adalah untuk mengurangi dampak
lingkungan per unit yang diproduksi dan dikonsumsi. Konsep eco-efficiency
pertama kali diperkenalkan pada tahun 1992 oleh World Business Council for
Sustainable Development (WBCSD). WBCSD telah mengidentifikasi adanya tujuh
faktor kunci dalam eco-efficiency yaitu: mengurangi jumlah penggunaan bahan,
mengurangi jumlah penggunaan energi, mengurangi pencemaran, memperbesar
daur ulang bahan, memaksimalkan penggunaan sumberdaya alam (SDA) yang
dapat diperbarui, memperpanjang umur pakai produk dan meningkatkan intensitas
pelayanan (GTZ-ProLH, 2007). Adapun untuk menghitung nilai eco-efficiency
dapat dilakukan dengan sebagai berikut:
1. Eco-Efficiency Index (EEI) produk
Perhitungan ini berfungsi untuk mengetahui nilai affordable dan sustainable
dari produksi. Input EEI berupa besar eco-cost yang dihasilkan dan besar net value
produk dengan input nilai rasio kelayakan keuntungan (benefit cost). Cara
perhitungan EEI dapat dilihat pada Persamaan (2.5) hingga Persamaan (2.8). (Tak

hur, 2012).
II-17

Biaya produksi = % profit x harga jual ...............................................................(2.5)


Total biaya produksi = Biaya produksi/unit x jumlah produk .............................(2.6)
Net value = Harga Jual – Biaya Produksi ............................................................(2.7)
Maka dapat dihitung nilai Eco-Efficiency Index (EEI) sebagai berikut :
𝑝𝑟𝑖𝑐𝑒−𝑐𝑜𝑠𝑡
𝐸𝐸𝐼 = .......................................................................................(2.8)
𝑐𝑜𝑠𝑡+𝑒𝑐𝑜𝑐𝑜𝑠𝑡
2. Eco-Efficiency Ratio (EER) produk
Perhitungan EER melalui tahap, yaitu: Eco-costs per eco-indicator ratio
produk. Perhitungan ini adalah membandingkan dua metode yaitu eco-costs
dengan eco-indicator. Dari perbandingan ini diperoleh nilai skala lingkungan dari
produk. Input dari eco-cost per indikator ratio ini berupa besar eco-cost yang
dihasilkan dan besar eco-indicator. Output nya berupa nilai skala environment
produk untuk mengetahui nilai skala lingkungan dari produk. Perhitungan EVR,
yang diperoleh dengan cara membagi nilai eco-cost yang dihasilkan dengan nilai
net value yang diperoleh. Input berupa besar eco-costs yang dihasilkan dan besar
net value produk, Sedangkan output berupa nilai rasio EVR produk sehingga
diketahui rasio eco-costs dengan net value. Cara perhitungan EVR rate dapat dilihat
pada Persamaan (2.9). (Vogtlander, 2009).
𝑒𝑐𝑜𝑐𝑜𝑠𝑡
𝐸𝐸𝐼 = ..............................................................................................(2.9)
𝑛𝑒𝑡 𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒

Eco-Efficiency Ratio Rate (EER Rate) produk merupakan perhitungan akhir dari
pengukuran eko-efisiensi tehadap proses produksi. Perhitungan EER Rate ini
diperoleh dengan cara mengurangi nilai net value dengan nilai eco-costs yang
dihasilkan dari proses produksinya dengan nilai net value, atau dengan cara nilai
dari EVR yang diperoleh dikurangkan dengan 1. Cara perhitungan EER Rate dapat
dilihat pada Persamaan (2.10). (Vogtlander, 2009)

EER Rate = (1 – EVR)100% ............................................................................(2.10)

Anda mungkin juga menyukai