Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin

dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20

minggu atau berat janin kurang dari 500 grarn. Abortus yang berlangsung tanpa

tindakan disebut abortus spontan, sedangkan abortus yang terjadi dengan sengaja

dilakukan tindakan disebut abortus provokatus. Abortus provokatus ini dibagi 2

kelompok yaitu abortus provokatus medisinalis dan abortus provokatus kriminalis.

Disebut medisinalis bila didasarkan pada pertimbangan dokter untuk

menyelamatkan ibu. Di sini pertimbangan dilakukan oleh minimal 3 dokter

spesialis yaitu spesialis Kebidanan dan Kandungan, spesialis Penyakit Dalam, dan

Spesialis Jiwa. Bila perlu dapat ditambah pertimbangan oleh tokoh agama terkait.

Setelah dilakukan terminasi kehamilan, harus diperhatikan agar ibu dan suaminya

tidak terkena trauma psikis di kemudian hari.1

Kejadian abortus di Indonesia setiap tahun diperkirakan sebanyak 2,5 juta

kasus pada tahun 2010. Jumlah kasus kejadian abortus di Instalasi Rawat Inap RS

Bangkatan Binjai pada tahun 2010 sebanyak 412 pasien (300 abortus incompletus

dan 112 abortus iminens) dengan jumlah kelahiran hidup 2558 pasien, yang

berarti angka kejadian abortus sebesar 1 per 6,2 kelahiran hidup. Pada tahun 2011

jumlah kejadian abortus meningkat 482 pasien (372 abortus incomplete dan 110

abortus iminens) dengan jumlah kelahiran hidup 3797 pasien, sehingga angka

kejadian abortus sebesar 1 per 7,87 kelahiran hidup. Pada tahun 2012 didapatkan
data ibu yang mengalami abortus sebanyak 641 orang dengan kelahiran hidup

4523. Hal ini berarti data kejadian abortus sebesar 1 per 7,06 kelahiran hidup.

Dari data pada ketiga tahun tersebut didapatkan bahwa terjadi peningkatan dari

tahun 2010 dibandingkan tahun 2011 dan penurunan dari tahun 2011

dibandingkan tahun 2012 dari tiap tahunnya. Menurut data yang diperoleh dari

RSUD Labuang Baji Makasar, jumlah kasus abortus pada tahun 2012 sebanyak

270 kasus, dengan kasus abortus inkompletus sebanyak 200 kasus.2

Faktor risiko terjadinya abortus meliputi usia, paritas ibu, riwayat abortus,

infeksi selama kehamilan, merokok, pengonsumsi alkohol, kafein, diabetes

mellitus, hipertensi, rendahnya sosial ekonomi, toksin seperti arsen dan karbon

disulfida, kelainan pada uterus dan lain-lain.3


BAB II
LAPORAN KASUS OBGYN GINEKOLOGI
RSIA. SITTI KHADIJAH I MAKASSAR

Nama Mahasiswa : St. Hadrianti Hasmawi (10542038312 )Tanda Tangan:


Dokter Pembimbing : DR.dr. H. Nasrudin A. M, Sp.OG (K), MARS.

I. IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : NY. AN ( 29-91-75) Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 24 Tahun Suku bangsa : Indonesia
Status perkawinan : Menikah Agama : Islam
Pekerjaan : - Pendidikan :-
Alamat : Jln. Tamangapa Raya
Tanggal masuk RS :13 September 2019

II. ANAMNESISAutoanamnesis dan Alloanamnesis (Tgl 13 September 2019)

Keluhan utama :

Hamil muda dengan keluar darah dari jalan lahir

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien perempuan masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri perut bagian bawah

sejak 2 hari yang lalu, keluar darah dari jalan lahir, dialami sejak ± 4 jam yang

lalu, dengan 4 kali ganti pembalut,riwayat keluar gumpalan seperti hati ayam (+),

Riwayat keluar jaringan seperti mata ikan (-), demam (-), mual (-), muntah (-).

Riwayat trauma (+), Riwayat coitus (+), Riwayat minum jamu/obat-obatan (-).

Riwayat diurut-urut (-). riwayat ANC (-), riwayat injeksi TT (-), riwayat KB (-).
Riwayat Penyakit Terdahulu

Riwayat darah tinggi (-), riwayat darah tinggi pada kehamilan sebelumnya (-),

riwayat kencing manis (-).

Riwayat Dalam Keluarga


Riwayat darah tinggi dalam keluarga (-). Pasien tidak memiliki riwayat penyakit

yang sama dalam keluarga.

Riwayat Obstetri :
Status Persalinan : G3P2A0

1. 2016, anak laki-laki, 2700 gr, lahir di bidan, 
spontan, sehat 


2. 2018, anak perempuan, 3100 gr, lahir di bidan, 
spontan, sehat 


3. Hamil ini 


Riwayat Menstruasi

Menarche sejak usia 12 tahun, siklus haid teratur 30 hari, lama haid ± 4-5 hari

dengan ganti pembalut 2 kali dalam sehari. HPHT tanggal 20 Mei 2019, Usia

Kehamilan 16 minggu 4 hari, Taksiran persalinan tanggaal 27 Februari 2020.

Riwayat pengobatan :

Pasien tidak memiliki riwayat mengkonsumsi obat dari dokter.

Riwayat Alergi :

Riwayat alergi terhadap debu, cuaca, obat-obatan atau makanan disangkal.

Riwayat sosial dan kebiasaan:

Pasien adalah seorang ibu rumah tangga.


III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Umum

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

GCS : E4M6V5 (Compos mentis)

Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Nadi : 82x/menit

Suhu : 36,2oC

Pernafasaan : 18x/menit

BB
 : 53 kg

TB : 164 cm

Kepala
Ekspresi wajah : Tampak simetris
Rambut : Rambut panjang
Bentuk : Normocephali
Mata
Konjungtiva : Pucat (-/-)
Sklera : Ikterik (-/-)
Kedudukan bola mata: Ortoforia/ortoforia
Pupil : Bulat isokor diameter 2 mm/2 mm. Refleks cahaya
langsung (normal/normal), refleks cahaya tidak
langsung (normal/normal).
Palpebra : Dalam batas normal.

Telinga
Selaput pendengaran : Sulit dinilai Lubang : lapang
Penyumbatan : -/- Serumen : -/-
Perdarahan : -/- Cairan : -/-

Mulut
Bibir : Darah (-), swelling (-), stomatitis (-).

Leher
Trakhea terletak ditengah
Tidak teraba benjolan
Kelenjar Tiroid: tidak teraba membesar
Kelenjar Limfe: tidak teraba membesar

Thoraks
Bentuk : Simetris
Pembuluh darah : Tidak tampak pelebaran pembuluh darah

Paru – Paru
Pemeriksaan Depan Belakang
Inspeksi Kiri Simetris saat statis dan Simetris saat statis dan
dinamis dinamis
Kanan Simetris saat statis dan Simetris saat statis dan
dinamis dinamis
Palpasi Kiri - Tidak ada benjolan - Tidak ada benjolan
- Vocal fremitus simetris - Vocal fremitus simetris
Kanan - Tidak ada benjolan - Tidak ada benjolan
- Vocal fremitus simetris - Vocal fremitus simetris
Perkusi Kiri Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru
Kanan Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi Kiri - Suara vesikuler - Suara vesikuler
- Wheezing (-), Ronki (-) - Wheezing (-), Ronki (-)
Kanan - Suara vesikuler - Suara vesikuler
- Wheezing (-), Ronki (-) - Wheezing (-), Ronki (-)

Jantung
Inspeksi : Tidak tampak pulsasi iktus cordis
Palpasi : Teraba ictus cordissela igaV, 1cm sebelah lateral
linea midklavikularis kiri.
Perkusi :Dalam batas normal
Batas kanan : Sela iga III-V linea sternalis kanan.
Batas kiri : Sela igaV, 1cm sebelah lateral linea midklavikularis
kiri.
Batas atas : Sela iga III linea parasternal kiri.
Auskultasi :Bunyi jantung I-II murni reguler, Gallop (-), Murmur
(-).
Abdomen
Inspeksi : tidak ada lesi, tidak ada bekas operasi, datar, simetris,
smiling umbilicus (-),dilatasi vena (-)
Palpasi : Nyeri tekan perut bawah
Dinding perut : supel, tidak teraba adanya massa / benjolan, defense
muscular (-), tidak terdapat nyeri tekan,
tidak terdapat nyeri lepas.
Hati : tidak teraba
Limpa : tidak teraba
Ginjal : ballotement -/-
Perkusi : Tympani
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal

Ekstremitas
Akral teraba hangat pada keempat ekstremitas. edema (-).

Kelenjar Getah Bening


Preaurikuler : tidak teraba membesar
Postaurikuler : tidak teraba membesar
Submandibula : tidak teraba membesar
Supraclavicula : tidak teraba membesar
Axilla : tidak teraba membesar
Inguinal : tidak teraba membesar

PEMERIKSAAN LUAR
TFU : Tidak teraba
MT : (-) tidak ada
NT : (+) di perut bawah
Peristaltik : (+) kesan normal
Fluksus : darah (+)
BAK : Lancar
BAB : Baik

PEMERIKSAAN DALAM VAGINA


Vulva/vagina : Tidak ada kelainan/tidak ada kelainan
Portio : Tebal lunak, nyeri goyang portio (-)
OUE/OUI : Terbuka/terbuka
Uterus : Kesan membesar
Adneksa : Kiri dan kanan dalam batas normal.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Laboratorium
13 September 2019

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN

HEMATOLOGI

LEUKOSIT 11.6 * 4.0-10


HEMOGLOBIN 12.2 12-14

ERITROSIT 4.56 3.8-5.2

HEMATOKRIT 38.3 37-48

MCV 84.1 80-97

MCH 26.7 26.5-33.5

MCHC 31.8 31.0-35.0

RDW-CV 14.2 10.0-15.0

TROMBOSIT 313 150-450

MPV 7.4 6.5-11.0

PDW 15.2 10.0-16.0

PCT 0.231 0.150-0.500

HITUNG JENIS LEUKOSIT

LIMFOSIT 19.7 20.0-40.0

MONOSIT 5.3 2-8

GRANULOSIT 75.0 52.0-75.0

WAKTU PEMBEKUAN 9’ 10-15

WANT PERDARAHAN 1’30” 3-5

IMUNOSEROLOGI

HBSAG NON REAKTIF NON REAKTIF

GOL. DARAH B Rhes (+) Positif


Pemeriksaan Ultrasonography
Pada tanggal 13 September 2019 dilakukan pemeriksaan USG didapatkan

uterus retrofleksi, tampak sisa jaringan di cavum uteri.

Kesan : Abortus Inkomplit.

V. RESUME
Pasien perempuan masuk Rumah Sakit Ibu Dan Anak Sitti Khadijah I

Makassar dengan keluhan nyeri perut bagian bawah sejak 2 hari yang lalu, keluar

darah dari jalan lahir, dialami sejak ± 4 jam yang lalu, dengan 4 kali ganti

pembalut,riwayat keluar gumpalan seperti hati ayam (+), Riwayat keluar jaringan

seperti mata ikan (-), demam (-), mual (-), muntah (-). Riwayat trauma (+),

Riwayat coitus (+), Riwayat minum jamu/obat-obatan (-). Riwayat diurut-urut (-).

riwayat ANC (-), riwayat injeksi TT (-), riwayat KB (-).

Riwayat Penyakit Terdahulu

Riwayat darah tinggi (-), riwayat darah tinggi pada kehamilan sebelumnya (-),

riwayat kencing manis (-).

Riwayat Dalam Keluarga


Riwayat darah tinggi dalam keluarga (-). Pasien tidak memiliki riwayat penyakit

yang sama dalam keluarga.

Riwayat Obstetri :
Status Persalinan : G3P2A0

1. 2016, anak laki-laki, 2700 gr, lahir di bidan, 
spontan, sehat 


2. 2018, anak perempuan, 3100 gr, lahir di bidan, 
spontan, sehat 


3. Hamil ini 

Riwayat Menstruasi

Menarche sejak usia 12 tahun, siklus haid teratur 30 hari, lama haid ± 4-5 hari

dengan ganti pembalut 2 kali dalam sehari. HPHT tanggal 20 Mei 2019, Usia

Kehamilan 16 minggu 4 hari, Taksiran persalinan tanggaal 27 Februari 2020.

Riwayat pengobatan :

Pasien tidak memiliki riwayat mengkonsumsi obat dari dokter.

Riwayat Alergi :

Riwayat alergi terhadap debu, cuaca, obat-obatan atau makanan disangkal.

Riwayat sosial dan kebiasaan:

Pasien adalah seorang ibu rumah tangga.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan kesadaran composmentis ( GCS E4M6V5),

tekanan darah 20/80 mmHg, Nadi 82x/menit, suhu 36,2oc,pernafasan 18x/menit

berat badan 53 kg, tinggi badan 164 cm. Pada pemeriksaan status status generalis

tidak didapatkan kelainan. Pada pemeriksaan luar didapatkan TFU tidak teraba,

massa tumor tidak ada, nyeri tekan (+) di perut bawah, peristaltik (+) kesan

normal, fluksus darah (+), BAK lancar ,BAB biasa. Pemeriksaan dalam vagina

didapatkan vulva/vagina tidak ada kelainan/tidak ada kelainan, portio tebal lunak,

nyeri goyang portio (-), oue/oui terbuka/terbuka, uterus kesan membesar, adneksa

kiri dan kanan dalam batas normal.

Pada pemeriksaan darah ditemukan leukositosis. Pada pemeriksaan USG

Pada tanggal 13 September 2019 didapatkan uterus retrofleksi, tampak sisa

jaringan di cavum uteri. Kesan : Abortus Inkomplit.

VI. Diagnosis
Abortus Inkomplit
VII. Penatalaksanaan:
1. Non medikamentosa
Edukasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit dan
pengobatan yang diberikan.
2. Medikamentosa
 Dari Spesialis Obgyn Ginekologi
 Observasi KU, TTV, dan perdarahan
 IVFD RL + oxy 1 amp 28 tpm
 Cefotaxime 1 gr,
 Sotatic 10 mg
 Ondansentron 4 mg/iv
 Dexamethazone 10 mg.
 Metilergometrin 3x0,125mg
 Cefadroxyl tab 2x500mg
 Asam mafenamat 3x500mg
 Biosanbe 1x1

IX. Prognosis
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam

Follow up 13 September 2019


S O A P

S O A P

 Keluar KU : Tampak sedang Abortus Rencana kuretase hari ini


darah dari TD 110/70 mmHg, Nadi Inkomplit pukul 09.30
jalan lahir 80x/menit, RR 20x/menit, Suhu - Inj. Cefotaxim 1gr/iv
36,5°C (ST)
Status Neurologis - IVFD RL 500CC+
E4M6V5 oxytocin 1 amp/im
Status Generalis
Conjungtiva anemis (-), sclera
ikterik (-).
Abdomen
Inspeksi: tidak ada lesi, tidak ada
bekas operasi, datar, simetris,
smiling umbilicus (-), dilatasi vena
(-)
Palpasi: Dinding perut: supel, tidak
teraba adanya massa / benjolan,
defense muscular (-), terdapat nyeri
tekan perut bagian bawah, tidak
terdapat nyeri lepas.
Perkusi: Tympani
Auskultasi: Peristaltik (+) kesan
normal
Pemeriksaan Luar
TFU : Tidak teraba
MT : Tidak ada
NT : (+) perut bagian bawah
Fluksus: darah (+)
BAB : belum.
BAK : lancar
 Perdaraha KU : Tampak sedang Post R/
n dari TD 110/70 mmHg, Nadi kuretase - IVFD RL 500CC+
jalan lahir 80x/menit, RR 20x/menit, Suhu hari ke 1 oxytocin 1 amp/im
(-) 36,5°C - Cefadroxil 2x500 mg
Status Neurologis - Asam mefenamat
E4M6V5 3x500 mg
Status Generalis - Metilergometrin
Conjungtiva anemis (-), sclera 3x0,125 mg
ikterik (-). Boleh pulang
Abdomen Terapi obat pulang
Inspeksi: tidak ada lesi, tidak  Cefadroxil tablet
ada bekas operasi, datar,
2x500 mg
simetris, smiling umbilicus (-),
dilatasi vena (-)  Asam mefenamat

Palpasi: Dinding perut: supel, 3x500 mg


tidak teraba adanya massa /  Biosanbe 1x1
benjolan, defense muscular (-),
 Diet : biasa
tidak terdapat nyeri tekan, tidak
 Eliminasi : biasa
terdapat nyeri lepas.
Perkusi: Tympani  Kontrol di poli
Auskultasi: Peristaltik (+) kesan klinik
normal
 Jaga hygiene
Pemeriksaan Luar
 Minum obat
TFU : Tidak teraba
MT : Tidak ada secara tertaur

NT : Tidak ada
Fluksus: darah (-)
BAB : belum
BAK : lancar
Follow up 14 September 2019
BAB III
ANALISIS KASUS
A. Definisi
Abortus inkomplit adalah pengeluaran hasil konsepsi pada usia
kehamilan sebelum 20 minggu dimana masih ada sebagin hasil konsepsi yang
tertinggal di dalam uterus.1

B. Epidemiologi
Insiden abortus inkomplit belum diketahui secara pasti, namun
demikian disebutkan sekitar 60 persen dari wanita hamil dirawat dirumah
sakit dengan perdarahan akibat mengalami abortus inkomplit. Insiden abortus
spontan secara umum disebutkan sebesar 10% dari seluruh kehamilan.
Angka-angka tersebut berasal dari data-data dengan sekurang-kurangnya ada
dua hal yang selalu berubah, kegagalan untuk menyertakan abortus dini yang
tidak diketahui, dan pengikutsertaan abortus yang ditimbulkan secara ilegal
serta dinyatakan sebagai abortus spontan.4
Lebih dari 80% abortus terjadi dalam 12 minggu pertama kehamilan
dan angka tersebut kemudian menurun secara cepat pada umur kehamilan
selanjutnya. Anomali kromosom menyebabkan sekurang-kurangnya separuh
dari abortus pada trimester pertama, kemudian menurun menjadi 20-30%
pada trimester kedua dan 5-10 % pada trimester ketiga.4
Resiko abortus spontan semakin meningkat dengan bertambahnya
paritas di samping dengan semakin lanjutnya usia ibu serta ayah. Frekuensi
abortus yang dikenali secara klinis bertambah dari 12% pada wanita yang
berusia kurang dari 20 tahun, menjadi 26% pada wanita yang berumur di atas
40 tahun. Untuk usia paternal yang sama, kenaikannya adalah dari 12%
menjadi 20%. Insiden abortus meningkat apabila wanita yang bersangkutan
hamil dalam 3 bulan setelah melahirkan bayi aterm. 4,5

C. Etiologi
Mekanisme pasti yang bertanggungjawab atas peristiwa abortus tidak
selalu tampak jelas. Pada beberapa bulan pertama kehamilan, ekspulsi hasil
konsepsi yang terjadi secara spontan hampir selalu didahului oleh kematian
embrio atau janin, namun pada kehamilan beberapa bulan berikutnya,
seringkali sebelum ekspulsi janin masih hidup dalam uterus.
Kematian janin sering disebabkan oleh abnormalitas pada ovum atau
zigot atau oleh penyakit sistemik pada ibu, dan kadang-kadang mungkin juga
disebabkan oleh penyakit dari ayahnya.4
Perkembangan Zigot yang Abnormal
Abnormalitas kromosom merupakan penyebab dari abortus spontan.
Sebuah penelitian meta-analisis menemukan kasus abnormalitas kromosom
sekitar 49% dari abortus spontan. Trisomi autosomal merupakan anomali
yang paling sering ditemukan (52%), kemudian diikuti oleh poliploidi (21%)
dan monosomi X (13%).7,8
Faktor Maternal
Biasanya penyakit maternal berkaitan dengan abortus euploidi.
Peristiwa abortus tersebut mencapai puncaknya pada kehamilan 13 minggu,
dan karena saat terjadinya abortus lebih belakangan, pada sebagian kasus
dapat ditentukan etiologi abortus yang dapat dikoreksi. Sejumlah penyakit,
kondisi kejiwaan dan kelainan perkembangan pernah terlibat dalam peristiwa
abortus euploidi.4
a. Infeksi
Organisme seperti Treponema pallidum, Chlamydia trachomatis,
Neisseria gonorhoeae, Streptococcus agalactina, virus herpes simplek,
cytomegalovirus Listeria monocytogenes dicurigai berperan sebagai
penyebab abortus. Toxoplasma juga disebutkan dapat menyebabkan
abortus. Isolasi Mycoplasma hominis dan Ureaplasma urealyticum dari
traktus genetalia sebagaian wanita yang mengalami abortus telah
menghasilkan hipotesis yang menyatakan bahwa infeksi mikoplasma yang
menyangkut traktus genetalia dapat menyebabkan abortus. Dari kedua
organisme tersebut, Ureaplasma Urealyticum merupakan penyebab utama.
4

b. Penyakit-Penyakit Kronis yang Melemahkan


Pada awal kehamilan, penyakit-penyakit kronis yang melemahkan
keadaan ibu misalnya penyakit tuberkulosis atau karsinomatosis jarang
menyebabkan abortus. 4,8
Hipertensi jarang disertai dengan abortus pada kehamilan sebelum
20 minggu, tetapi keadaan ini dapat menyebabkan kematian janin dan
persalinan prematur. Diabetes maternal pernah ditemukan oleh sebagian
peneliti sebagai faktor predisposisi abortus spontan, tetapi kejadian ini
tidak ditemukan oleh peneliti lainnya. 4,8
c. Pengaruh Endokrin
Kenaikan insiden abortus bisa disebabkan oleh hipertiroidisme,
diabetes mellitus, dan defisiensi progesteron5'9. Diabetes tidak
menyebabkan abortus jika kadar gula dapat dikendalikan dengan baik.
Defisiensi progesteron karena kurangnya sekresi hormon tersebut dari
korpus luteum atau plasenta mempunyai hubungan dengan kenaikan
insiden abortus. Karena progesteron berfungsi mempertahankan desidua,
defisiensi hormon tersebut secara teoritis akan mengganggu nutrisi pada
hasil konsepsi dan dengan demikian turut berperan dalam peristiwa
kematiannya. 4
d. Nutrisi
Pada saat ini, hanya malnutrisi umum sangat berat yang paling besar
kemungkinanya menjadi predisposisi meningkatnya kemungkinan abortus.
Nausea serta vomitus yang lebih sering ditemukan selama awal kehamilan
dan setiap deplesi nutrien yang ditimbulkan, jarang diikuti dengan abortus
spontan. Sebagaian besar mikronutrien pernah dilaporkan sebagai unsur
yang penting untuk mengurangi abortus spontan.
e. Obat-Obatan dan Toksin Lingkungan
Diperkirakan 1 - 10 % malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan
kimia, atau radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus, misalnya paparan
terhadap buangan gas anestesi dan tembakau. Sigaret rokok diketahui
mengandung ratusan unsur toksik, antara lain nikotin yang telah diketahui
mempunyai efek vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta. Karbon
monoksida juga menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin serta memacu
neurotoksin. Dengan adanya gangguan pada sistem sirkulasi fetoplasenta dapat
terjadi gangguan pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya abortus.

f. Faktor-faktor Imunologis
Faktor imunologis yang telah terbukti signifikan dapat menyebabkan
abortus spontan yang berulang antara lain : antikoagulan lupus (LAC) dan
antibodi anti cardiolipin (ACA) yang mengakibatkan destruksi vaskuler,
trombosis, abortus serta destruksi plasenta.
g. Gamet yang Menua
Baik umur sperma maupun ovum dapat mempengaruhi angka insiden
abortus spontan. Insiden abortus meningkat terhadap kehamilan yang
berhasil bila inseminasi terjadi empat hari sebelum atau tiga hari sesudah
peralihan temperatur basal tubuh, karena itu disimpulkan bahwa gamet
yang bertambah tua di dalam traktus genitalis wanita sebelum fertilisasi
dapat menaikkan kemungkinan terjadinya abortus. Beberapa percobaan
binatang juga selaras dengan hasil observasi tersebut. 4,6
h. Laparotomi
Trauma akibat laparotomi kadang-kadang dapat mencetuskan
terjadinya abortus. Pada umumnya, semakin dekat tempat pembedahan
tersebut dengan organ panggul, semakin besar kemungkinan terjadinya
abortus. Meskipun demikian, sering kali kista ovarii dan mioma bertangkai
dapat diangkat pada waktu kehamilan apabila mengganggu gestasi.
Peritonitis dapat menambah besar kemungkinan abortus.
i. Trauma Fisik dan Trauma Emosional
Kebanyakan abortus spontan terjadi beberapa saat setelah kematian
embrio atau kematian janin. Jika abortus disebabkan khususnya oleh
trauma, kemungkinan kecelakaan tersebut bukan peristiwa yang baru
terjadi tetapi lebih merupakan kejadian yang terjadi beberapa minggu
sebelum abortus. Abortus yang disebabkan oleh trauma emosional bersifat
spekulatif, tidak ada dasar yang mendukung konsep abortus dipengaruhi
oleh rasa ketakutan marah ataupun cemas. 4,6,8
j. Kelainan Uterus
Kelainan uterus dapat dibagi menjadi kelainan akuisita dan kelainan
yang timbul dalam proses perkembangan janin,defek duktus mulleri yang
dapat terjadi secara spontan atau yang ditimbulkan oleh pemberian
4,6
dietilstilbestrol (DES). Cacat uterus akuisita yang berkaitan dengan
abortus adalah leiomioma dan perlekatan intrauteri. Leiomioma uterus
yang besar dan majemuk sekalipun tidak selalu disertai dengan abortus,
bahkan lokasi leiomioma tampaknya lebih penting daripada ukurannya.
Mioma submokosa, tapi bukan mioma intramural atau subserosa,
lebih besar kemungkinannya untuk menyebabkan abortus. Namun
demikian, leiomioma dapat dianggap sebagai faktor kausatif hanya bila
hasil pemeriksaan klinis lainnya ternyata negatif dan histerogram
menunjukkan adanya defek pengisian dalam kavum endometrium.
Miomektomi sering mengakibatkan jaringan parut uterus yang dapat
mengalami ruptur pada kehamilan berikutnya, sebelum atau selama
persalinan.
Perlekatan intrauteri (sinekia atau sindrom Asherman) paling sering
terjadi akibat tindakan kuretase pada abortus yang terinfeksi atau pada
missed abortion atau mungkin pula akibat komplikasi postpartum.
Keadaan tersebut disebabkan oleh destruksi endometrium yang sangat
luas. Selanjutnya keadaan ini mengakibatkan amenore dan abortus
habitualis yang diyakini terjadi akibat endometrium yang kurang memadai
untuk mendukung implatansi hasil pembuahan.
k. Inkompetensi serviks
Kejadian abortus pada uterus dengan serviks yang inkompeten
biasanya terjadi pada trimester kedua. Ekspulsi jaringan konsepsi terjadi
setelah membran plasenta mengalami ruptur pada prolaps yang disertai
dengan balloning membran plasenta ke dalam vagina.
Faktor Paternal
Hanya sedikit yang diketahui tentang peranan faktor paternal dalam
proses timbulnya abortus spontan. Yang pasti, translokasi kromosom sperma
dapat menimbulkan zigot yang mengandung bahan kromosom terlalu sedikit
atau terlalu banyak, sehingga terjadi abortus. 4,6
Faktor Fetal
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan kematian
janin atau cacat. Kelainan berat biasanya menyebabkan kematian janin pada
hamil muda. Faktor-faktor yang menyebabkan kelainan dalam pertumbuhan
janin antara lain kelainan kromosom, lingkungan kurang sempurna dan
pengaruh dari luar. Kelainan kromosom merupakan kelainan yang sering
ditemukan pada abortus spontan seperti trisomi, poliploidi dan kemungkinan
pula kelainan kromosom seks. Lingkungan yang kurang sempurna terjadi bila
lingkungan endometrium di sekitar tempat implantasi kurang sempurna
sehingga pemberian zat-zat makanan pada hasil konsepsi terganggu.
Pengaruh dari luar seperti radiasi,virus, obat-obat yang sifatnya teratogenik.
Faktor Plasenta
Seperti endarteritis dapat terjadi dalam villi korialis dan menyebabkan
oksigenasi plasenta terganggu, sehingga menyebabkan gangguan
pertumbuhan dan kematian janin. Keadaan ini bisa terjadi sejak kehamilan
muda misalnya karena hipertensi yang menahun.
Berdasarkan penjelasan diatas, faktor penyebab terjadinya aborsi
pada pasien ini adalah faktor maternal dan faktor genetik. Dimana pasien
mempunyai keluarga yang mempunyai keluhan yang sama dengan pasien
yaitu nenek dan sepupu 1x, disamping itu suami pasien adalah seorang
perokok.

D. Patogenesis
Proses abortus inkomplit dapat berlangsung secara spontan maupun
sebagai komplikasi dari abortus provokatus kriminalis ataupun medisinalis.
Proses terjadinya berawal dari pendarahan pada desidua basalis yang
menyebabkan nekrosis jaringan di atasnya. Selanjutnya sebagian atau seluruh
hasil konsepsi terlepas dari dinding uterus. Hasil konsepsi yang terlepas
menjadi benda asing terhadap uterus sehingga akan dikeluarkan langsung
atau bertahan beberapa waktu. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil
konsepsi biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi korialies belum
menembus desidua secara mendalam. Pada kehamilan antara 8 minggu
sampai 14 minggu villi koriales menembus desidua lebih dalam sehingga
umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan
banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu umumnya yang
mula-mula dikeluarkan setelah ketuban pecah adalah janin, disusul kemudian
oleh plasenta yang telah lengkap terbentuk. Perdarahan tidak banyak jika
plasenta segera terlepas dengan lengkap. 1,4,8
E. Gambaran Klinis
Gejala umum yang merupakan keluhan utama berupa perdarahan
pervaginam derajat sedang sampai berat disertai dengan kram pada perut bagian
bawah, bahkan sampai ke punggung. Janin kemungkinan sudah keluar bersama-
sama plasenta pada abortus yang terjadi sebelum minggu ke-10, tetapi sesudah usia
kehamilan 10 minggu, pengeluaran janin dan plasenta akan terpisah. Bila plasenta,
seluruhnya atau sebagian tetap tertinggal dalam uterus, maka pendarahan cepat atau
lambat akan terjadi dan memberikan gejala utama abortus inkompletus. Sedangkan
pada abortus dalam usia kehamilan yang lebih lanjut, sering pendarahan berlangsung
amat banyak dan kadang-kadang masif sehingga terjadi hipovolemik berat. 4,6
Berdasarkan dari anamnesis sesuai dengan gejala klinis dari abortus,
pasien mengeluhkan nyeri perut pada bagian bawah dan keluar darah dari jalan
lahir berupa darah yang berwarna merah segar yang kemudian diikuti dengan
keluarnya gumpalan seperti daging sejak 2 hari yang lalu. Usia kehamilan 13
minggu 5 hari.

F. Diagnosis
Diagnosis abortus inkomplit ditegakkan berdasarkan gambaran klinis
melalui anamnesis dan hasil pemeriksaan fisik, setelah menyingkirkan kemungkinan
diagnosis banding lain, serta dilengkapi dengan pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan fisik mengenai status ginekologis meliputi pemeriksaan abdomen,
inspekulo dan vaginal toucher. Palpasi tinggi fundus uteri pada abortus inkomplit
dapat sesuai dengan umur kehamilan atau lebih rendah. Pemeriksaan penunjang
berupa USG akan menunjukkan adanya sisa jaringan.
Tidak ada nyeri tekan ataupun tanda cairan bebas seperti yang terlihat pada
kehamilan ektopik yang terganggu. Pemeriksaan dengan menggunakan spekulum
akan memperlihatkan adanya dilatasi serviks, mungkin disertai dengan keluarnya
jaringan konsepsi atau gumpalan-gumpalan darah. Bimanual palpasi untuk
menentukan besar dan bentuk uterus perlu dilakukan sebelum memulai tindakan
evakuasi sisa hasil konsepsi yang masih tertinggal. Menentukan ukuran sondase
uterus juga penting dilakukan untuk menentukan jenis tindakan yang sesuai. 9
Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan abdomen kesan normal, pada
pemeriksaan luar didapatkan TFU 1 jari diatas symphysis menandakan bahwa
tinggi fundus sudah tidak sesuai dengan usia kehamilan, Massa tumor tidak ada,
nyeri tekan tidak ada, Fluksus (+) darah. Pada pemeriksaan dalam vagina
didapatkan, Vulva/vagina: tidak ada kelainan/tidak ada kelainan, Portio: tebal
lunak, nyeri goyang portio (-), OUE/OUI: terbuka/terbuka, AD/CD: dalam batas
normal/dalam batas normal, Fluksus: darah (+) ada jaringan. dan dari
pemeriksaan USG didapatkan uterus retrofleksi, tampak sisa jaringan di cavum
uteri. Kesan: Abortus Inkomplit.

Gambar 1. Macam-macam abortus.


G. Penatalaksanaan
Terlebih dahulu dilakukan penilaian mengenai keadaan pasien dan diperiksa
apakah ada tanda-tanda syok. Penatalaksanaan abortus spontan dapat dilakukan
dengan menggunakan teknik pembedahan maupun medis.12
- Jika perdarahan ringan atau sedang dan kehamilan usia kehamilan kurang dari
16 minggu, gunakan jari atau forsep cincin untuk mengeluarkan hasil konsepsi
yang mencuat dari serviks.
- Jika perdarahan berat dan usia kehamilan kurang dari 16 minggu, lakukan
evakuasi isi uterus. Aspirasi vakum manual (AVM) adalah metode yang
dianjurkan (lihat lampiran A.3). Kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan bila
AVM tidak tersedia (lihat lampiran A.4). Jika evakuasi tidak dapat segera
dilakukan, berikan ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang 15 menit kemudian
bila perlu).
- Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu, berikan infus 40 IU oksitosin dalam 1
liter NaCl 0,9% atau Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes per menit untuk
membantu pengeluaran hasil konsepsi.
- Lakukan evaluasi tanda vital pascatindakan setiap 30 menit selama 2 jam. Bila
kondisi ibu baik, pindahkan ibu ke ruang rawat.
- Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan kirimkan untuk
pemeriksaan patologi ke laboratorium.
- Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut abdomen, dan
produksi urin setiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar hemoglobin setelah 24
jam. BIla hasil pemantauan baik dan kadar Hb >8 g/dl, ibu dapat diperbolehkan
pulang.
Pasien dengan usia kehamilan kurang dari 16 minggu yaitu 13
minggu 5 hari dilakukan kuretase atas indikasi abortus inkomplit. Setelah
dilakukan kuretase pasien diberikan obat cefadroxil mengatasi infeksi
mengingat tindakan kuretase dalah tindakan yang invasif, Asam Mefenamat
untuk mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan dari tindakan kuretase, dan
SF untuk membantu meningkatkan pembentukan sel-sel darah merah setelah
sebelumnya pasien mengalami perdarahan yang cukup banyak, diberikan
juga uterotonika yaitu metilergometrin untuk meminimalisir perdarahan
dengan merangsang kontraksi uterus.
Teknik kuretase dengan penyedotan (aspirasi vakum) sangat
bermanfaat untuk mengosongkan uterus, dilakukan dengan menyedot isi
uterus menggunakan kanula yang terbuat dari bahan plastik atau metal
dengan tekanan negatif. Tekanan negatif dapat menggunakan pompa vakum
listrik atau dengan syringe pump 60 ml. Aspirasi vakum merupakan prosedur
pilihan yang lebih aman jika dibandingkan dengan teknik kuretase tajam,
digunakan pada kehamilan kurang dari 12 minggu, dapat dilakukan hanya
dengan atau tanpa analgesia lokal pada serviks maupun analgesia sistemik
sedang. Aplikasi aspirasi vakum bahkan dapat dilakukan sampai pada umur
kehamilan 15 minggu, tergantung pada ketrampilan dan pengalaman
operator. Complete abortion rate aspirasi vakum berkisar antara 95 - 100%.
Metode ini merupakan metode pilihan untuk mengatasi abortus inkomplit.
Evakuasi jaringan sisa dapat dilakukan secara lengkap dalam waktu
3-10 menit. Sebelum melakukan tindakan kuretase, pasien, tempat dan alat
kuretase disiapkan terlebih dahulu. Pada pasien yang mengalami syok, atasi
syok terlebih dahulu. Kosongkan kandung kencing, selanjutnya dapat
diberikan anestesi (jika diperlukan). Lakukan pemeriksaan ginekologik ulang
untuk menentukan besar dan bentuk uterus, kemudian lakukan tindakan
antisepsis pada ginitalia eksterna, vagina dan serviks. Spekulum vagina
dipasang dan selanjutnya serviks dipresentasikan dengan tenakulum. Uterus
disondase dengan hati-hati untuk menentukan besar dan arah uterus.
Masukkan kanula yang sesuai dengan dalam kavum uteri melalui serviks
yang telah berdilatasi (tersedia ukuran kanula dari 4 mm sampai 12 mm).
Selanjutnya kanula dihubungkan dengan aspirator (60 Hg pada aspirator
listrik atau 0,6 atm pada syringe). Kanula digerakkan perlahan-lahan dari
atas kebawah dan sebaliknya, sambil diputar 360°. Bila kavum uteri sudah
bersih dari jaringan konsepsi, akan terasa dan terdengar gesekan kanula
dengan miometrium yang kasar, sedangkan dalam botol penampung jaringan
akan timbul gelembung udara. Pasca tindakan tanda-tanda vital diawasi
selama 15-30 menit tanpa anestesi dan selama 1 - 2 jam bila dengan anestesi
umum. Pemeriksaan lanjut dapat dilakukan 1 - 2 minggu kemudian. 4,10
Penatalaksanaaan abortus dengan teknik medis dibuktikan aman dan
efektif. Efikasi terapi mifepriston dengan misoprostol dilaporkan sebesar
98% pada kehamilan trimester pertama awal. Namun demikian, pada abortus
inkomplit, metode ini tidak memberikan keuntungan yang signifikan. Untuk
mencapai ekspulsi spontan yang lengkap dengan terapi prostaglandin
(misoprostol) diperlukan waktu rata-rata selama 9 hari. Regimen
mefepriston, antiprogesteron digunakan secara luas, bekerja dengan cara
mengikat reseptor progesteron, sehingga terjadi inhibisi efek progesteron
untuk menjaga kehamilan. Dosis yang digunakan 200 mg. Kombinasi
selanjutnya (36 - 48 jam) dengan pemberian prostaglandin 800 μg insersi
vagina mengakibatkan kontraksi uterus lebih lanjut yang kemudian diikuti
dengan ekspulsi jaringan konsepsi.
Efek yang terjadi pada terapi dengan obat-obatan ini berupa kram
pada perut yang disertai dengan perdarahan yang menyerupai menstruasi
namun dengan fase yang memanjang, selama 9 hari bahkan dapat terjadi
selama 45 hari. Kontraindikasi penggunaan obat-obat tersebut adalah pada
keadaan dengan gagal ginjal akut, kelainan fungsi hati, perdarahan abnormal,
perokok berat dan alergi.11

Gambar 2. Kuretase.

H. Prognosis
Kecuali adanya inkompetensi serviks, angka kesembuhan yang terlihat
sesudah mengalami tiga kali abortus spontan akan berkisar antara 70 dan 85%
tanpa tergantung pada pengobatan yang dilakukan. Abortus inkomplit yang di
evakuasi lebih dini tanpa disertai infeksi memberikan prognosis yang baik terhadap
ibu.4,8

I. Komplikasi
Abortus inkomplit yang tidak ditangani dengan baik dapat
mengakibatkan syok akibat perdarahan hebat dan terjadinya infeksi akibat
retensi sisa hasil konsepsi yang lama didalam uterus. Sinekia intrauterin dan
infertilitas juga merupakan komplikasi dari abortus. 4
Berbagai kemungkinan komplikasi tindakan kuretase dapat terjadi,
seperti perforasi uterus, laserasi serviks, perdarahan, evakuasi jaringan sisa
yang tidak lengkap dan infeksi. Komplikasi ini meningkat pada umur
kehamilan setelah trimester pertama. Demam bukan merupakan
kontraindikasi untuk kuretase apabila pengobatan dengan antibiolik yang
memadai segera dimulai. Komplikasi yang dapat terjadi akibat tindakan
kuretase antara lain' : 4
Komplikasi Jangka pendek
1. Dapat terjadi refleks vagal yang menimbulkan muntah-muntah,
bradikardi dan cardiac arrest.
2. Perforasi uterus yang dapat disebabkan oleh sonde atau dilatator. Bila
perforasi oleh kanula, segera diputuskan hubungan kanula dengan
aspirator. Selanjutnya kavum uteri dibersihkan sedapatnya. Pasien
diberikan antibiotika dosis tinggi. Biasanya pendarahan akan berhenti
segera. Bila ada keraguan, pasien dirawat.
3. Serviks robek yang biasanya disebabkan oleh tenakulum. Bila
pendarahan sedikit dan berhenti, tidak perlu dijahit.
4. Perdarahan yang biasanya disebabkan sisa jaringan konsepsi.
Pengobatannya adalah pembersihan sisa jaringan konsepsi.
5. Infeksi akut dapat terjadi sebagai salah satu komplikasi. Pengobatannya
berupa pemberian antibiotika yang sensitif terhadap kuman aerobik
maupun anaerobik. Bila ditemukan sisa jaringan konsepsi, dilakukan
pembersihan kavum uteri setelah pemberian antibiotika profilaksis
minimal satu hari.
Komplikasi jangka panjang
Infeksi yang kronis atau asimtomatik pada awalnya ataupun karena
infeksi yang pengobatannya tidak tuntas dapat menyebabkan :
1. Infertilitas baik karena infeksi atau tehnik kuretase yang salah sehingga
terjadi perlengketan mukosa (sindrom Asherman).
2. Nyeri pelvis yang kronis.

DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan Edisi Keempat. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 2010; 460-467.
2. Hutapea M. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Abortus di Rumah Sakit
Bangkatan Ptpn Ii Binjai tahun 2016. Kharisma Husada Binjai: Jurnal Ilmiah
Kohesi, 2017;1(1): 273.
3. Resya I, Noer, Ermawati, dkk. Karakteristik Ibu pada Penderita Abortus dan Tidak
Abortus di RS Dr. M. Djamil Padang tahun 2011-2012. Universitas Andalas Padang:
Jurnal Kesehatan Andalas. 2016; 5(3): 576.
4. Abortion. In: Leveno KJ, et all. Williams Manual of Obstetrics. USA: McGraw-Hill
Companies, 2003 : p. 45 – 55
5. Stovall TG. Early Pregnancy Loss and Ectopic Pregnancy. In : Berek JS, et all.
Novak's Gynaecology. 13th ed. Philadelphia; 2002 : p. 507 - 9.
6. Griebel CP, Vorsen JH, Golemon TB, Day AA. Management of Spontaneus
Abortion. AAFP Home Page>New & Publications>Joumals>American Family
Physician. October 012005;72;1.
7. Rand SE. Recurrent spontaneous abortion: evaluation and management. In:
AmericanFamilyPhysician.December1993.
8. Disorder of Early Pregnancy (ectopic, miscarriage, GTI) In : Campbell S, Monga A,
editors. Gynaecology. London : Arnold, 2000 ; p. 102-6.
9. Abortion. In : Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Bilstrap LC,
Wenstrom KD, editors. William Obsetrics. 22nd ed. USA : The McGraw-Hills
Companies, Inc ; 2005 : p. 231-247.
10. Wiknjosastro GH, Saifflidin AB, Rachimadhi T. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirorahardjo, 2000.
11. Ministry of Health Republic of Indonesia. Indonesia Reproductive Health Profile
2003. 2003.Available at: http:/w3.whosea.org/LinkFiles/Reproduc-
tive_Health__Profile_RHP-Indonesia.pdf.
12. Kementerian kesehatan republik indonesia, HOGSI. Pelayanan Kesehatan Ibu Di
Fasilitas Kesehatan Dasar dan rujukan. Jakarta. 2013.

Anda mungkin juga menyukai