Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

A. TINJAUAN TEORI

1. Definisi

Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala,

tengkorak, dan otak (Morton,2012).

Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang

disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa

diikuti terputusnya kontinuitas otak. Muttaqin (2008) dalam Nasir (2012),

cedera kepala biasanya diakibatkan salah satunya benturan atau kecelakaan.

Sedangkan akibat dari terjadinya cedera kepala yang paling fatal adalah

kematian.

Cedera kepala merupakan penyakit neurologik yang serius diantara

penyakit neurologik yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas (60 %

kematian yang disebabkan kecelakaan lalu lintas merupakan akibat cedera

kepala). Faktor kontribusi terjadinya kecelakaan seringkali adalah konsumsi

alkohol Ginsberg (2005) dalam Putri (2013). Risiko utama pasien yang

mengalami cedera kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau

pebengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan menyebabkan

peningkatan TIK (Smetlzer & Bare, 2006) dalam Putri (2013).

Cedera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk

atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan

( accelerasi – decelerasi ) yang merupakan perubahan bentuk. Dipengaruhi


oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan,

serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai

akibat perputaran pada tindakan pencegahan.

2. Klasifikasi Cedera Kepala

Berdasarkan patologi menurut Nanda NIC NOC 2015:

a. Cedera kepala primer

Merupakan akibat cedera awal. Cedera awal menyebabkan gangguan

integritas fisik, kimia, dan listrik dari sel diarea tersebut, yang

menyebabkan kematian sel.

b. Cedera kepala sekunder

Ceedera ini merupakan cedera menyebabkan kerusakan otak lebih

lanjutyang terjadi setelah trauma sehingga meningkatkan TIK yang

tak terkendali, meliputi respon fisiologis cedera otak, termasuk edema

serebral, perubahan biokimia, dan perubahan hemodinamik serebral,

iskemia serebral, hipotensi sistemik, dan infeksi lokal atau sistemik.

Menurut berat ringannya berdasarkan nilai GCS (Glasgow Coma Scale)

a. Cidera kepala Ringan (CKR)


- GCS 13-15
- Kehilangan kesadaran/amnesia <30 menit
- Tidak ada fraktur tengkorak
- Tidak ada kontusio celebral, hematoma
b. Cidera Kepala Sedang (CKS)
- GCS 9-12
- Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >30 menit tetapi
kurang dari 24 jam
- Dapat mengalami fraktur tengkorak
c. Cidera Kepala Berat (CKB)
- GCS 3-8
- Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia > 24 jam
- Juga meliputi kontusio celebral, laserasi, atau hematoma
intracranial (Nanda NIC NOC 2015).

3. Etiologi

Menurut Nanda NIC NOC 2015

a. Cedera akselerasi, terjadi jika objek bergerak menghantam kepala yang

tidak bergerak (misalnya peluru yang ditembakkan ke kepala)

b. Cedera deselerasi, terjadi jika kepala yang bergerak membentur obyek

diam, seperti pada kasus jatuh atau tabrakan mobil ketika kepala

terbentur kaca depan mobil.

c. Cedera akselerasi-deselerasi, sering terjadi dalam kasus kecelakaan

kendaraan bermotor dan episode kekerasan fisik.

d. Cedera coup-counter coup, terjadi jika kepala terbentur yang

menyebabkan otak bergerak dalam ruang kranial dan dengan kuat

mengenai area tulang tengkorak yang berlawanan serta area kepala yang

pertama kali terbentur. Sebagai contoh pasien dipukul dibagian belakang

kepala.

e. Cedera rotasional, terjadi jika pukulan/ benturan menyebabkan otak

berputar dalam rongga tengkorak, yang mengakibatkan peregangan atau

robeknya pembuluh darah yang memfiksasi otak dengan bagian dalam

rongga tengkorak.
4. Manifestasi Klinis

Berdasarkan anatomis

a. Gegar otak (comutio selebri)

- Disfungsi neurologis sementara dapat pulih dengan atau tanpa

kehilangan kesadaran

- Pingsan kurang dari 10 menit atau mungkin hanya beberapa

detik/menit

- Sakit kepala, tidak mampu konsentrasi, vertigo, mungkin

muntah

- Kadang amnesia retrogard

b. Edema serebri

- Pingsan lebih dari 10 menit

- Tidak ada kerusakan jaringan otak

- Nyeri kepala, vertigo, muntah

c. Memar otak (kontusio selebri)

- Pecahnya pembuluh darah kapiler, tanda dan gejalanya

bervariasi tergantung lokasi dan derajad

- Ptechie dan rusaknya jaringan saraf disertai perdarahan

- Peningkatan tekanan intracranial (PTIK)

- Penekanan batang otak

- Penurunan kesadaran

- Edema jaringan otak

- Defisit neurologis
- Herniasi

d. Laserasi

- Hematoma Epidural

“talk dan die” tanda klasik: penurunan kesadaran ringan saat

benturan, merupakan periode lucid (pikiran jernih), beberapa

menit s.d beberapa jam, menyebabkan penurunan kesadaran

dan defisit neurologis (tanda hernia):

a) kacau mental → koma

b) gerakan bertujuan → tubuh dekortikasi atau deseverbrasi

c) pupil isokhor → anisokhor

- Hematoma subdural

a) Akumulasi darah di bawah lapisan duramater diatas

arachnoid, biasanya karena aselerasi, deselerasi, pada

lansia, alkoholik.

b) Perdarahan besar menimbulkan gejala-gejala seperti

perdarahan epidura

c) Defisit neurologis dapat timbul berminggu-minggu sampai

dengan berbulan-bulan

d) Gejala biasanya 24-48 jam post trauma (akut)

e) perluasan massa lesi

f) peningkatan TIK

g) sakit kepala, lethargi, kacau mental, kejang

h) disfasia
- Perdarahan sub arachnoid

a) Nyeri kepala hebat

b) Kaku kuduk

5. Patofisiologi

Mekanisme cedera memegan peranan yang sangat besar dalam


menentukan berat ringannya konsekwensi patofisiologi dari trauma kepala.
Cedera percepata (aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak
membentur kepala yang diam seperti trauma akibat pukulan benda tumpul,
atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera periambatan (deselerasi)
adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak,
seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara
bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba – tiba tanpa kontak langsung
seperti yang terjadi bila posisi badan berubah secara kasar adan cepat.
Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada
kepala yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi
alaba dan batang orak.
Cedera primer yang terjadi pada waktu benturan pada waktu
benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak. Landasan
substansi alba, cerdera robekan atau hemoragi sebagai akibat, cedera
sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi dikurangi atau
tidak ada pada area cedera. Konsekwensinya meliputi : hiperemia
(peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler
serta vasodilatasi, semua menimbulkan peningkatan isi intra kronial dan
akhirnya peningkatan tekanan intra kranial (TIK). Beberapa kondisi yang
dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia dan hipotensi.
Bennarelli dan kawan – kawan memperkenalkan cedera “fokal”
dan “menyebar” sebagai katergori cedera kepala berat pada upaya untuk
menggunakan hasil dengan lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari
kerusakan lokal yang meliputi kontusio serebral dan hematom intra
serebral serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh perluasan
massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan
dengan kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk
yaitu : cedera akson menyebar hemoragi kecil multiple pada seluruh otak.
Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang
otak tetapi karena cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak
atau dua – duanya, situasi yang terjadi pada hampir 50 % pasien yang
mengalami cedera kepala berat bukan karena peluru.
Akibat dari trauma otak ini akan bergantung :
1) Kekuatan benturan
Makin besar kekuatan makin parah kerusakan, bila kekautan itu
diteruskan pada substansi otak, maka akan terjadi kerusakan sepanjang
jalan yang dilewati karena jaringan lunak menjadi sasaran kekuatan itu.
2) Akselerasi dan deselerasi
Akselerasi adalah benda bergerak mengenai kepala yang diam.
Deselerasi adalah kepala membentur benda yang diam
Keduanya mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan
kepala tiba – tiba tanpa kontak langsung. Kekuatan ini menyebabkan
isi dalam tengkorak yang keras bergerak dan otak akan membentur
permukaan dalam tengkorak pada otak yang berlawanan.
3) Kup dan kontra kup
Cedera “cup” mengakibatkan kebanyakan kerusakan yang relatif dekat
daerah yang terbentur, sedangkan kerusakan cedera “kontra cup”
berlawanan pada sisi desakan benturan.
4) Lokasi benturan
Bagian otak yang paling besar kemungkinannya menderita cedera
kepala terbesar adalah bagian anterior dari lobus frantalis dan
temporalis, bagian posterior lobus aksipitalis dan bagian atas
mesensefalon.
5) Rotasi
Pengubahan posisi rotasi pada kepala menyebabkan trauma regangan
dan robekan pada substansi alba dan batang otak.
6) Fractur impresi
Fractur impresi sebabkan oleh suatu keluaran yang mendorong
fragmen tentang turun menekan otak yang lebih dalam ketebalan
tulang otak itu sendiri, akibat fraktur ini dapat menimbulkan kontak
cairan serebraspimal (CSS) dalam ruang sobarachnoid dalam sinus
kemungkinan cairan serebraspinoa (CSS) akan mengalir ke hidung,
telinga, menyebabkan masuknya bakteri yang mengkontaminasi cairan
spinal
6. Pathway Benturan pada kepala

Cidera primer/langsung Cidera sekunder/tidak langsung

Trauma

Renggangan/Robekan

Hiperemia (peningkatan volume darah)

Peningkatan permeabilitas kapiler serta vasodilatasi

Kerusakan saraf otak

Laserasi Resiko infeksi

ADO TIK

Suplai nutrisi ke otak

As. Laktat Perubahan metabolisme anaerob Produk ATP menurun

Vasodilatasi cerebri Hypoxia Energi kurang

ADO Edema, jaringan otak Fatig

Penekanan pembuluh darah Peningkatan TIK Kurang perawatan diri


dan jaringan cerebral
Mual,muntah Gangguan
Perubahan fungsi jaringan
persepsi sensori
cerebral Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Kerusakan
Resiko tinggi nafas tidak
Resiko kurangnya volume cairan memori
efektif
7. Pemeriksaan Diagnostik

1) Spinal X ray;Membantu menentukan lokasi terjadinya trauma dan efek

yang terjadi (perdarahan atau ruptur atau fraktur).

2) CT Scan;Memeperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi

hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia serta

posisinya secara pasti

3) Myelogram;Dilakukan untuk menunjukan vertebrae dan adanya

bendungan dari spinal aracknoid jika dicurigai.

4) MRI (Magnetic Imaging Resonance);Dengan menggunakan

gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta besar/ luas

terjadinya perdarahan otak.

5) Thorax X ray;Untuk mengidentifikasi keadaan pulmo.

6) Pemeriksaan fungsi pernafasan;Mengukur volume maksimal dari

inspirasi dan ekspirasi yang penting diketahui bagi penderita dengan

cedera kepala dan pusat pernafasan (medulla oblongata).

7) Analisa Gas Darah;Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan

usaha pernafasan

8) Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti

pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.

9) X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan

struktur garis (perdarahan / edema), fragmen tulang.

10) Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan

(oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.


11) Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat

peningkatan tekanan intrakranial.

8. Penatalaksanaan

1) Penatalaksanaan Keperawatan

a. Menjamin kelancaran jalan nafas dan control vertebra cervicalis

b. Menjaga saluran nafas tetap bersih, bebas dari secret

c. Mempertahankan sirkulasi stabil

d. Melakukan observasi tingkat kesadaran dan tanda tanda vital

e. Menjaga intake cairan elektrolit dan nutrisi jangan sampai terjadi

hiperhidrasi

f. Menjaga kebersihan kulit untuk mencegah terjadinya decubitus

g. Mengelola pemberian obat sesuai program

2) Penatalaksanaan Medis

a. Oksigenasi dan IVFD

b. Terapi untuk mengurangi edema serebri (anti edema)

Dexamethasone 10 mg untuk dosis awal, selanjutnya:

a. 5 mg/6 jam untuk hari I dan II

b. 5 mg/8 jam untuk hari III

c. 5 mg/12 jam untuk hari IV

d. 5 mg/24 jam untuk hari V

e. Terapi neurotropik: citicoline, piroxicam

f. Terapi anti perdarahan bila perlu

g. Terapi antibiotik untuk profilaksis


h. Terapi antipeuretik bila demam

i. Terapi anti konvulsi bila klien kejang

j. Terapi diazepam 5-10 mg atau CPZ bila klien gelisah

k. Intake cairan tidak boleh > 800 cc/24 jam selama 3-4 hari

9. Komplikasi

Kemunduran pada kondisi pasien mungkin karena perluasan

hematoma intrakranial, edema serebral progresif, dan herniasi otak

1) Edema serebral dan herniasi

Edema serebral adalah penyebab paling umum peningkatan TIK

pada pasien yang mendapat cedera kepala, puncak pembengkakan yang

terjadi kira kira 72 jam setelah cedera. TIK meningkat karena

ketidakmampuan tengkorak untuk membesar meskipun peningkatan

volume oleh pembengkakan otak diakibatkan trauma.

Sebagai akibat dari edema dan peningkatan TIK, tekanan

disebarkan pada jaringan otak dan struktur internal otak yang kaku.

Bergantung pada tempat pembengkakan, perubahan posisi kebawah

atau lateral otak (herniasi) melalui atau terhadap struktur kaku yang

terjadi menimbulkan iskemia, infark, dan kerusakan otak irreversible,

kematian.

2) Defisit neurologik dan psikologik

Pasien cedera kepala dapat mengalami paralysis saraf fokal seperti

anosmia (tidak dapat mencium bau bauan) atau abnormalitas gerakan

mata, dan defisit neurologik seperti afasia, defek memori, dan kejang
post traumatic atau epilepsy. Pasien mengalami sisa penurunan

psikologis organic (melawan, emosi labil) tidak punya malu, emosi

agresif dan konsekuensi gangguan.

Komplikasi lain secara traumatik:

a. Infeksi sitemik (pneumonia, ISK, sepsis)

b. Infeksi bedah neurologi (infeksi luka, osteomielitis, meningitis,

ventikulitis, abses otak)

c. Osifikasi heterotropik (nyeri tulang pada sendi sendi)

Komplikasi lain:

a. Peningkatan TIK

b. Hemorarghi

c. Kegagalan nafas

d. Diseksi ekstrakranial

B. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Data fokus yang perlu dikaji:

a. Riwayat kesehatan meliputi: keluhan utama, kapan cidera terjadi,

penyebab cidera, riwayat tak sadar, amnesia, riwayat kesehatan

yang lalu, dan riwayat kesehatan keluarga.

b. Pemeriksaan fisik

a) Keadaan umum

b) Pemeriksaan persistem
- Sistem persepsi dan sensori (pemeriksaan panca indera:

penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecap, dan perasa)

- Sistem persarafan (tingkat kesadaran/ nilai GCS, reflek bicara,

pupil, orientasi waktu dan tempat)

- Sistem pernafasan (nilai frekuensi nafas, kualitas, suara, dan

kepatenan jalan nafas)

- Sistem kardiovaskuler (nilai TD, nadi dan irama, kualitas, dan

frekuensi)

- Sistem gastrointestinal (nilai kemampuan menelan, nafsu

makan/ minum, peristaltik, eliminasi)

- Sistem integumen ( nilai warna, turgor, tekstur dari kulit, luka/

lesi)

- Sistem reproduksi

- Sistem perkemihan (nilai frekuensi b.a.k, volume b.a.k)

c. Pola fungsi kesehatan

- Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan (termasuk adakah

kebiasaan merokok, minum alcohol, dan penggunaan obat

obatan)

- Pola aktivitas dan latihan (adakah keluhan lemas, pusing,

kelelahan, dan kelemahan otot)

- Pola nutrisi dan metabolisme (adakah keluhan mual, muntah)

- Pola eliminasi

- Pola tidur dan istirahat


- Pola kognitif dan perceptual

- Persepsi diri dan konsep diri

- Pola toleransi dan koping stress

- Pola seksual dan reproduktif

- Pola hubungan dan peran

- Pola nilai dan keyakinan

2. Diagnosa

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis kontraktur

(terputusnya jaringan tulang)

b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan

persepsi/kognitif.

c. Kerusakan memori berhubungan dengan hipoksia, gangguan neurologis

d. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi

jalan napas, ditandai dengan dispnea

e. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan perubahan kadar

elektrolit serum
3. Intervensi

DIAGNOSA

No KEPERAWATAN NIC NOC

1 Nyeri akut berhubungan  Pain level Pain Management


 Pain control  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
dengan agen cedera biologis
 Comfort level termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kontraktur (terputusnya
Criteria hasil: kualitas dan faktor presipitasi
jaringan tulang)  Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab  Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
nyeri, mampu menggunakan tehnik  Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mengetahui pengalaman nyeri pasien
mencaribantuan)  Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang  Evaluasi penglaman nyeri masa lampau
dengan menggunakan manajemen nyeri  Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
 Mampu mengenali nyeri (skala,  Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) tentang ketidak efektifan kontrol nyeri masa lampau
 Manyatakan rasa nyaman setelah nyeri  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
berkurang menemukan dukungan
 Control lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
 Kurang faktor presipitasi nyeri
 Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi,
non farmakologi, dan interpersonal)
 Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
intervensi
 Ajarkan tentang teknik non farmakologi
 Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
 Evaluasi keefektifan control nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Kolaburasi dengan dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil
 Monitor penerimaan pasien tentang manajemen
nyeri

2 Hambatan mobilitas fisik  Joint movement: active Exercise therapy : ambulation


 Mobility level  Monitor vital sign sebelum/sesudah latihan dan lihat
berhubungan dengan  Self care :ADLS respon pasien saat latihan
 Transfer performance  Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana
kerusakan
Kriteria hasil : ambulasi sesuai dengan kebutuhan
persepsi/kognitif.  Klien meningkat dalam aktivitas fisik  Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat
 Mengerti tujuan dari peningkatan berjalan dan cegah terhadap cedera
mobilitas  Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
 Memverbalisasikan perasaan dalam
 Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan
meningkatkan kekuatan dan
kemampuan berpindah bantu penuhi kebutuhan ADLs
 Memperagakan penggunaan alat  Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan
 Bantu untuk mobilisasi berikan bantuan jika diperlukan

3 Kerusakan memori  Tissue perfution cerebral Neurologi monitoring


 Acute confution level  Memantau ukuran pupil, bentuk, simetri, dan
berhubungan dengan  Environment intrepretation syndrom reaktivitas
imparied
hipoksia, gangguan Kriteria hasil:  Memantau tingkat kesadaran
 Mampu untuk melakukan proses  Memantau tingkat orientasi
neurologis mental yang kompleks  Memonitor memori baru, rentang perhatian,
 Orientasi kognitif: mampu untuk memori masa lalu, suasana hati, mempengaruhi,
mengidentifikasi orang, tempat, dan dan prilaku
waktu secara akurat  Catatan keluhan sakit kepala
 Konsentrasi : mampu fokus pada
 Memantau karakteristik berbicara: kelancaran,
stimulus tertentu
 Ingatan : mampu untuk mendapatkan keberadaan aphasias, atau kata-temuan kesulitan
kembali secara kognitif dan  Pantau respon terhadap rangsangan: verbal, taktil,
menyampaikan kembali informasi dan berbahaya
yang disimpan sebelumnya
 Kondisi neurologis : kemampuan
sistem saraf perifer dan saraf pusat
untuk menerima, memproses, dan
memberi respon terhadap stimuli dan
eksternal
 Kondisi neurologis : kesadaran
 Menyatakan mampu mengingat lebih
baik

4 Ketidakefektifan bersihan  Respiratory status: ventilation Airway


 Respiratory status : airway patency  Monitor status oksigen klien
jalan nafas berhubungan
Criteria hasil:  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
dengan obstruksi jalan
 Mendemonstrasikn batuk efektif dan  Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
napas, ditandai dengan suara nafas yang bersih, tidak ada nafas buatan

dispnea sianosis dan dyspneu (mampu  Buka jalan nafas gunakan teknik chin lift atau jaw
mengeluarkan sputum, mampu bernafas, thrust bila perlu
dengan mudah, tidak ada pursed lips)  Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk
 Menunjukkan jalan nafas yang paten memfasilitsi suksion nasotrakeal
(klinik tidak merasa tercekik, iraa nafas,  Anjurkan pasien untuk istirahat dan nafas dalam
frekuensi pernafasan, dalam rentang  Kolaburasi dengan dokter dalam pembrian O2
normal, tidak ada suara nafas abnormal)
 Mampu mengidentifikasikan dan
mencegah faktor yang dapat
menghambat jalan nafas

5 Resiko kekurangan volume  Fluid balance Fluid management


 Hydration  Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
cairan berhubungan dengan  Nutritional status: food and fluid intake  Monitor status dehidrasi
Kriteria hasil  Monitor vital sign
perubahan kadar elektrolit  Mempertahankan urine output sesuai
 Monitor status nutrisi
dengan usia dan BB, BJ urine normal
serum  Tekanan darah, nadi, suhu tubuh  Dorong masukan oral
dalam batas normal  Berikan cairan IV
 Tidak ada tanda tanda dehidrasi,  Atur kemungkinan transfusi
elastisitas turgor kulit baik membran  Monitor tingkat HB dan hematokrit
mukosa lembab, tidak ada rasa haus
yang berlebihan
4. Evaluasi

Dx 1:

 Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan

tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencaribantuan)

 Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen

nyeri

 Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)

 Manyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

Dx 2 :

 Klien meningkat dalam aktivitas fisik

 Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas

 Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan

kemampuan berpindah

 Memperagakan penggunaan alat

 Bantu untuk mobilisasi

Dx 3:

 Mampu untuk melakukan proses mental yang kompleks

 Orientasi kognitif: mampu untuk mengidentifikasi orang, tempat, dan

waktu secara akurat

 Konsentrasi : mampu fokus pada stimulus tertentu

 Ingatan : mampu untuk mendapatkan kembali secara kognitif dan

menyampaikan kembali informasi yang disimpan sebelumnya


 Kondisi neurologis : kemampuan sistem saraf perifer dan saraf pusat

untuk menerima, memproses, dan memberi respon terhadap stimuli

dan eksternal

 Kondisi neurologis : kesadaran

 Menyatakan mampu mengingat lebih baik

Dx 4:

 Mendemonstrasikn batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak

ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu

bernafas, dengan mudah, tidak ada pursed lips)

 Menunjukkan jalan nafas yang paten (klinik tidak merasa tercekik,

iraa nafas, frekuensi pernafasan, dalam rentang normal, tidak ada

suara nafas abnormal)

 Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor yang dapat

menghambat jalan nafas

Dx 5:

 Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine

normal

 Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal

Tidak ada tanda tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik membran

mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan.


DAFTAR PUSTAKA

Nanda Nic Noc. 2015 Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa

Medis Dan Nanda Nic Noc. mediaction: jogjakarta

Nasir. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Ny. A Dengan Cedera Kepala Sedang di

Instalasi Gawat Darurat Rsud Sragen. Jurnal (tidak diterbitkan).

Surakarta: Program Profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas

Muhammadiyah

Putri. 2013. Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat

Perkotaan Pada Pasien Cedera Kepala di Rsup Fatmawati. Juranal (tidak

diterbitkan). Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Program Ners Ilmu

Keperawatan

Anda mungkin juga menyukai