Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO A BLOK 20 Tahun 2017

DISUSUN OLEH: KELOMPOK A9


Tutor: dr. Bintang Arroyantri Prananjaya,Sp.KJ

Radyat Fachreza 04011281520174


Karina Bella 04011181520074
Aggra Wardatu 04011281520134
M. Fitra Rwananda Pranagara 04011281520165
Reynold Siburian 04011281520142
M. Syahar Ramadhan 04011181520016
Rony Wiranto 04011281520166
Tungki Pratama Umar 04011281520163
M. Alfadilla Akbar 04011281520132
Nanda Florencia 04011281520140
Arisda Oktalia 04011281520175
M. Rifqi Azrevi 04011281520135

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

TAHUN 2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul “Laporan Tutorial
Skenario A Blok 20 Tahun 2017” dengan baik.
Laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami mendapat banyak bantuan, bimbingan,
dan saran. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih
kepada:
1. Allah SWT, yang telah memberi nafas kehidupan,
2. Tutor kelompok 9, dr. Bintang Arroyantri Prananjaya,Sp.KJ
3. Teman-teman sejawat FK Unsri,
4. Semua pihak yang telah membantu kami.
Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini masih mempunyai kekurangan. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di
masa mendatang.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala bantuan yang diberikan
kepada semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat
bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan untuk membuka wawasan yang lebih luas
lagi. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.

Palembang,29 September 2017

Kelompok 9

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i

DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii

BAB I : PENDAHULUAN.................................................................................................iii

I. KEGIATAN TUTORIAL...................................................................................iii
BAB II : ISI ........................................................................................................................4
I. SKENARIO......................................................................................................5
II. KLARIFIKASI ISTILAH................................................................................5
III. IDENTIFIKASI MASALAH...........................................................................6
IV. RANGKUMAN ANALISIS MASALAH.......................................................6
V. ANALISIS MASALAH...................................................................................7
VI. LEARNING ISSUE..........................................................................................15
A. ANATOMI DERMATOM...........................................................................15
B. HERPESZOSTER........................................................................................16
VII. KERANGKA KONSEP.....................................................................................34
VIII. SINTESIS............................................................................................................35
BAB III. PENUTUP...........................................................................................................36
1. KESIMPULAN....................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................37

BAB 1
PENDAHULUAN

ii
I. Kegiatan Tutorial

Tutor : dr. Bintang Arroyantri Prananjaya,Sp.KJ


Moderator : Nanda Florencia
Sekretaris : 1. Karina Bella
2. Arisda Oktalia
Hari/Tanggal Pelaksanaan : 28 September dan 30 September 2017
Peraturan selama tutorial :
1. Diperbolehkan untuk minum dan dilarang untuk makan.
2. Diperbolehkan permisi ke toilet.
3. Pada saat ingin berbicara terlebih dahulu mengacungkan
tangan, lalu setelah diberi izin moderator baru bicara.
4. Tidak boleh memotong pembicaraan orang lain.
5. Harus lebih aktif selama kegiatan tutorial.

iii
BAB 2
ISI

I. Skenario A Blok 20 tahun 2017


Seorang laki-laki, 58 tahun datang berobat ke puskesmas dengan keluhan timbul lenting
dan lepuh pada dada kanan. Kisaran 1 minggu lalu pasien demam, timbul bercak merah
ukuran biji jagung beberapa buah disertai rasa nyeri dan pegal didaerah dada kanan.
Kisaran 5 hari lalu timbul lenting dan lepuh berkelompok di dada kanan, berisi cairan
jernih sampai keruh. Lenting dan lepuh kemudian timbul juga di ketiak kanan. Pasien
pernah menderita cacar air saat usia 10 tahun. Beberapa minggu ke belakang pasien
kurang istirahat setelah acara pernikahan anaknya. Pasien tidak ada riwayat kencing manis
sebelumnya.

Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum: sadar dan kooperatif
Vital sign: Nadi: 82 x/menit, RR: 21 x/menit, suhu: 37,2oC

Status dermatologikus:
Region torakalis et axillaris nervus torakalis T2-T3 dekstra:
 Vesikel multiple, milier sampai lentikuler diskret sebagian konfluen,
zosteriformis,daerah sekitar eritem dan edema

II. Klarifikasi Istilah

No. Istilah Pengertian


1. Lenting mengenyal atau kenyal (KBBI)

2. Lepuh bengkak yang mengandung air

erupsi sementara pada kulit seperti urtikaria atau


3. Bercak
eksantem

eksantem kelainanan pada kulit yang bersifat akut dan


sangat infeksius dan sering terjadi pada anak-anak
4. Cacar air yang disebabkan oleh infeksi VZV primer pada
individu rentan (Fitzpatrick)

5. Vesikel multiple adalah cavitas yang berisi cairan atau elevasi yang
lebih kecil dari 0,5 cm dan terdapat dalam jumlah

4
yang banyak
6. Milier lesi yang menyerupai biji padi-padian
7. Lentikuler ukuran sebesar biji jagung

8. Diskret ditandai lesi yang tidak menyatu (Dorland)


9. Konfluen dua atau lebih lesi yang menjadi satu
10. Zosteriformis menyerupai herpes zoster
kemerahan pada kulit yang disebabkan oleh pelebaran
11. Eritem
pembuluh darah yang reversibel
pengumpulan cairan secara abnormal di ruang
12. edema interseluler tubuh

III. Identifikasi masalah

1. Seorang laki-laki, 58 tahun datang berobat ke puskesmas dengan keluhan timbul


lenting dan lepuh pada dada kanan.
2. Kisaran 1 minggu lalu pasien demam, timbul bercak merah ukuran biji jagung
beberapa buah disertai rasa nyeri dan pegal didaerah dada kanan. Kisaran 5 hari lalu
timbul lenting dan lepuh berkelompok di dada kanan, berisi cairan jernih sampai
keruh. Lenting dan lepuh kemudian timbul juga di ketiak kanan.
3. Pasien pernah menderita cacar air saat usia 10 tahun. Beberapa minggu ke belakang
pasien kurang istirahat setelah acara pernikahan anaknya. Pasien tidak ada riwayat
kencing manis sebelumnya.
4. Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum: sadar dan kooperatif
Vital sign: Nadi: 82 x/menit, RR: 21 x/menit, suhu: 37,2oC
5. Status dermatologikus:
Region torakalis et axillaris nervus torakalis T2-T3 dekstra:
 Vesikel multiple, milier sampai lentikuler diskret sebagian konfluen,
zosteriformis,daerah sekitar eritem dan edema

IV. Rangkuman Analisis Masalah

1. Seorang laki-laki, 58 tahun datang berobat ke puskesmas dengan keluhan timbul


lenting dan lepuh pada dada kanan.
a. Bagaimana predleksi lenting dan lepuh pada kasus? Syahar,fitrah
b. Bagaimana mekanisme keluhan yang timbul pada kasus? Flo,roni
c. Apa hubungan usia dan jenis kelamin pada kasus? Karbel,radyat

2. Kisaran 1 minggu lalu pasien demam, timbul bercak merah ukuran biji jagung
beberapa buah disertai rasa nyeri dan pegal didaerah dada kanan. Kisaran 5 hari lalu

5
timbul lenting dan lepuh berkelompok di dada kanan, berisi cairan jernih sampai
keruh. Lenting dan lepuh kemudian timbul juga di ketiak kanan.
a. Bagaimana mekanisme demam pada kasus? Kenapa demam bersifat intermitten?
Alfa, risda
b. Bagaimana mekanisme timbul bercak merah pada kasus? Aggra,syahar
c. Bagaimana mekanisme nyeri dan pegal di daerah dada kanan pada kasus? Revi,flo
d. Bagaimana mekanisme lenting dan lepuh berisi cairan jernih sampai keruh pada
kasus? Reynold, karbel
e. Bagaimana perjalanan lesi dari dada kanan hingga ke ketiak kanan? Tungki,alfa
f. Bagian apa saja yang dipersarafi dermatom pada kasus? Fitrah,aggra
g. Sampai lapisan kulit manakah lenting pada kasus? Roni,revi
h. Kenapa gangguan hanya terjad pada sensoris bukan motorik dan otonom?
Radyat,rey

3. Pasien pernah menderita cacar air saat usia 10 tahun. Beberapa minggu ke belakang
pasien kurang istirahat setelah acara pernikahan anaknya. Pasien tidak ada riwayat
kencing manis sebelumnya.
a. Bagaimana hubungan riwayat cacar air dengan keluhan saat ini? Risda,tungki
b. Bagaimana hubungan tidak istirahat pada kasus saat ini? Syahar,fitrah
c. Apa hubungan riwayat kencing manis pada kasus? Flo,roni
d. Apa saja faktor risiko pada kasus? Karbel,radyat

4. Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum: sadar dan kooperatif
Vital sign: Nadi: 82 x/menit, RR: 21 x/menit, suhu: 37,2oC
a. Apa interpretasi dari pemeriksaan fisik? alfa
b. Kenapa suhu tubuh normal dalam kondisi saat ini? Aggra,risda

5. Status dermatologikus:
Region torakalis et axillaris nervus torakalis T2-T3 dekstra:
 Vesikel multiple, milier sampai lentikuler diskret sebagian konfluen,
zosteriformis,daerah sekitar eritem dan edema
a. Apa interpretasi dari pemeriksaan status dermatologikus? Revi,syahar
b. Bagaimana mekanisme abnormal dari status dermatologikus?(disertai gambar
setiap lesi pada kasus) rey,flo
c. Bagaimana cara pemeriksaan status dermatologikus pada kasus? Tungki,karbel

V. Analisis Masalah

1. Seorang laki-laki, 58 tahun datang berobat ke puskesmas dengan keluhan timbul


lenting dan lepuh pada dada kanan.
a. Bagaimana predleksi lenting dan lepuh pada kasus?

6
Herpes zoster paling sering dermatom toraks, khususnya T1 sampai T12 14
sampai 20% pasien memiliki penyakit dalam distribusi saraf kranial, dan dermatom
lumbosakral, terutama L1 sampai L2, 16% pasien terkena didaerah ini .Predileksi
lenting dan lepus di daerah T1 -L2 pada gangglion saraf spinalis dan divisi pertama
(opthalmicus) cabang N. Trigeminal .

b. Bagaimana mekanisme keluhan yang timbul pada kasus?


Infeksi primer VZV -> infeksi hilang dan daya infeksius virus berkurang -> virus
menjadi laten dan masuk ke ganglion posterior (dorsal root, ganglion sensoris
lain, atau nervus cranialis) -> Reaktivasi virus akibat faktor predisposisi ->
kebocoran sel yang mengakibatkan edema intraseluler -> menimbulkan vesikel ->
vesikel menjadi pecah dan muncul krusta (koreng)

c. Apa hubungan usia dan jenis kelamin pada kasus?


Usia adalah salah satu faktor resiko dari Herpes zoster sehingga seiring
bertambahnya usia maka kemungkinan terjadinya herpes zoster semakin
meningkat.

2. Kisaran 1 minggu lalu pasien demam, timbul bercak merah ukuran biji jagung
beberapa buah disertai rasa nyeri dan pegal didaerah dada kanan. Kisaran 5 hari lalu
timbul lenting dan lepuh berkelompok di dada kanan, berisi cairan jernih sampai
keruh. Lenting dan lepuh kemudian timbul juga di ketiak kanan.
a. Bagaimana mekanisme demam pada kasus?
Pada fase prodromal atau pre-eruptive, yaitu fase inflamasi akut dimana gejala
yang tidak spesifik muncul, pada kasus HZ biasanya terjadi 5 hari sebelum ruam
kulit muncul. Demam merupakan salah satu gejala yang jarang muncul pada fase
ini, melainkan gejala seperti nyeri dan kesemutan pada dermatome yang terserang,
myalgia, dan pusing.
Demam pada kasus ini diakibatkan oleh toksin yang dilepaskan pathogen memicu
pelepasan zat pirogen dari berbagai imunosit, yaitu pirogen endogen (IL-1, IL-6,
TNF-α,prostaglandin dan IFN) sebagai respon pada inflamasi akut, dan mengatur
thermostat hipotalamus ke setpoint yang lebih tinggi. Tapi lama kelamaan (setelah
5-10 hari) jumlah prostaglandin dan sitokin-sitokin lain menurun seiring dengan
proses inflamasi akut yang selesai dan dilanjutkan dengan inflamasi tahap lanjutan

b. Bagaimana mekanisme timbul bercak merah pada kasus?

7
Infeksi VZV  aktivasi sel mast  produksi histamin  vasodilatasi dan
peningkatan permeabilitas kapiler  bercak merah

c. Bagaimana mekanisme nyeri dan pegal di daerah dada kanan pada kasus?
Pada dermatom yang mengalami reaktivasi laten endogen virus varisela zoster
akan menyebabkan bagian dermatom tersebut mengalami rasi nyeri, gatal atau
terasa seperti terbakar. Rasa sakit yang terjadi sebelum atau menyertai ruam
dermatom disebut nyeri zosterassociated. Jaringan saraf meradang saat virus laten
bereaksi. Gejala terbakar dan terkadang terasa sakit parah di daerah kulit, di saraf
yang terkena.

d. Bagaimana mekanisme lenting dan lepuh berisi cairan jernih sampai keruh pada
kasus?
Degenerasi balon
vesikel atau bula terjadi karena proses degenerasi dimulai dengan terjadinya edema
intraselular biasanya karena adanya suatu proses infeksi.

e. Bagaimana perjalanan lesi dari dada kanan hingga ke ketiak kanan?


Hal ini mengikuti jalur perjalanan penyakit menurut jalur blaskoid (jalur embrionik
perkembangan saraf sensoris di kulit (dermatom).

f. Bagian apa saja yang dipersarafi dermatom pada kasus?

8
g. Sampai lapisan kulit manakah lenting pada kasus?

Pada pemeriksaan histopatologi VZV, terdapat sel raksasa multinukleus


(multinucleated giant cells) dan sel – sel epithelial yang terdiri dari badan inklusi
asidofilik intranuklear. Pada pemeriksaannya juga terdapat vesikel Intraepidermal,
akantolisis, degenarasi retikuler; dermis dasar menunjukkan edema dan vaskulitis.

h. Kenapa gangguan hanya terjad pada sensoris bukan motorik dan otonom?

9
Karena virus varicella-zoster laten di ganglion sensoris. Reaktivasi dari ganglion
sensoris akan menyebabkan munculnya gejala sensoris

3. Pasien pernah menderita cacar air saat usia 10 tahun. Beberapa minggu ke belakang
pasien kurang istirahat setelah acara pernikahan anaknya. Pasien tidak ada riwayat
kencing manis sebelumnya.
a. Bagaimana hubungan riwayat cacar air dengan keluhan saat ini?
Herpes zoster sebenarnya dimulai dengan cacar air, manifestasi klinis infeksi virus
Varicella Zoster primer. Selama cacar air, virus menular yang hadir dalam jumlah
besar di vesikel cacar air memasuki ujung saraf sensorik di kulit, menaiki saraf
sensorik ke akar dorsal dan ganglion sensorik kranial di mana badan sel saraf
berkumpul, dan membangun tempat tinggal seumur hidup (infeksi laten) pada
neuron sensorik tersebut. Akibatnya, akar dorsal dan ganglion sensoris kranial pada
setiap orang yang menderita cacar air terinfeksi dengan VZV mengandung DNA
genomik VZV, namun tidak menular.
VZV laten ini akhirnya teraktivasi kembali, mungkin di neuron sensorik tunggal,
menyebabkan herpes zoster. Virus yang diaktifkan kembali bermultiplikasi dan
menyebar di dalam ganglion, menginfeksi banyak neuron tambahan dan sel
pendukung - sebuah proses yang menyebabkan peradangan dan nekrosis neuron
yang hebat. Virus kemudian bergerak dari ganglion sensorik kembali ke saraf ke
kulit, di mana ia menghasilkan ruam dermatomal khas herpes zoster.

b. Bagaimana hubungan tidak istirahat pada kasus saat ini?


Tidak istirahat merupakan salah satu etiologi reaktivasi VZV yang dorman di
dalam ganglian sensoris saraf spinalis, sehingga mengakibatkan Herpes Zoster
pada kasus.

c. Apa hubungan riwayat kencing manis pada kasus?


Reaktivasi dari VZV dapat terjadi akibat banyak faktor predisposisi, khususnya
yang berhubungan karena menurunnya sistem imunitas terhadap virus yang
awalnya bersifat laten tersebut. Riwayat kencing manis atau diabetes
menunjukkan adanya hubungan antara sistem imun dan gula darah yang tinggi.
Hiperglikemia dapat mengganggu fungsi neutrofil dan monosit (makrofag)
termasuk kemotaksis, perlekatan, fagositosis dan mikroorganisme yang terbunuh
dalam intraseluler, yang dengan kata lain dapat menurunkan fungsi sistem imun
tubuh.

10
d. Apa saja faktor risiko pada kasus?
1. Usia lebih dari 50 tahun, infeksi ini sering terjadi pada usia ini akibat daya tahan
tubuhnya melemah. Makin tua usia penderita herpes zoster makin tinggi pula
resiko terserang nyeri.
2. Orang yang mengalami penurunan kekebalan (immunocompromised) seperti
HIV dan leukemia. Adanya lesi pada ODHA merupakan manifestasi pertama
dari immunocompromised.
3. Orang dengan terapi radiasi dan kemoterapi.
4. Orang dengan terapi organ mayor seperti transplantasi sumsum tulang
Faktor pencetus kambuhnya herpes zoster:
 Trauma/ luka  Obat-obatan
 Kelelahan  Sinar ultraviolet
 Demam  Haid
 Alkohol  Stress
 Gangguan pencernaan

4. Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum: sadar dan kooperatif
Vital sign: Nadi: 82 x/menit, RR: 21 x/menit, suhu: 37,2oC
a. Apa interpretasi dari pemeriksaan fisik?

Pemeriksaan Normal Hasil Pemeriksaan Interpretasi

Sadar sepenuhnya Sadar dan


Keadaan Umum Normal
(kompos mentis) kooperatif

Nadi 60-100x/menit 82x/menit Normal

RR 16-24x/ menit 21x/menit Normal

Suhu 36,5-37,5oC 37,2oC Normal

b. Kenapa suhu tubuh normal dalam kondisi saat ini?


Demam merupakan gejala prodromal/gejala pendahulu pada penyakit herpes
zoster.
Infeksi  Produksi antibodi dan proliferasi sel limfosit T meningkat  Pelepasan
pirogen dari dalam leukosit yang sebelumnya telah terangsang oleh pirogen
eksogen dari mikroorganisme  Pelepasan asam arakidonat serta peningkatan
sintesis prostaglandin E2  Pireksia

11
* Peningkatan suhu memberikan suatu peluang kerja yang optimal untuk sistem
pertahanan tubuh.

5. Status dermatologikus:
Region torakalis et axillaris nervus torakalis T2-T3 dekstra:
 Vesikel multiple, milier sampai lentikuler diskret sebagian konfluen,
zosteriformis,daerah sekitar eritem dan edema
a. Apa interpretasi dari pemeriksaan status dermatologikus?
NO Hasil Pemeriksaan Nilai normal Interpretasi

1 Vesikel multiple, milier Tidak ada Abnormal


sampai lentikuler diskret
sebagian konfluen,
zosteriformis,

2 daerah sekitar eritem dan Tidak ada Abnormal


edema

b. Bagaimana mekanisme abnormal dari status dermatologikus?


1. Vesikel
Dikarenakan Degenerasi ballooning. Istilah ini merujuk pada pembengkakan sel
keratinosit setelah infeksi dari virus tertentu. Proses balooning menyebabkan lepasnya
desmosom dari perlekatannya dan menyebabkan pembentukan vesikel. Contoh:
herpes zoster, HSV
2. Edema
Dikarenakan infeksi dari virus varicella zoster, melepaskan histamine. Histamine
meningkatkan permeabilitas dari venula dengan cara kontraksi dari sel endotel.
Akibatnya cairan bergerak masuk ke jaringan interstitial
3. Eritema
Infeksi dari virus akan menimbulkan inflamasi akut. Warna merah (eritema) pada
inflamasi ini disebabkan pelepasan histamine yang menyebabkan vasodilatasi arteriol

c. Bagaimana cara pemeriksaan status dermatologikus pada kasus?


1. Inspeksi Kulit
Status Dermatolgikus :
Penderita bisa dalam posisi duduk dan bisa dalam posisi tidur, kemudian
dideskripsikan:
 Lokasi : tempat dimana ada lesi
 Distribusi :
- Bilateral : mengenai kedua belah badan

12
- Unilateral : mengenai sebelah badan
- Simetrik : mengenai kedua belah badan yang sama
- Soliter : hanya satu lesi
 Herptiformis : vesikel berkelompok
 Konfluens : dua atau lebih lesi yang menjadi satu
 Diskret : terpisah satu dengan yang lain
 Regional : mengenai daerah tertentu badan
 Generalisata : tersebar pada sebagian besar tubuh
 Universal : seluruh atau hampir seluruh tubuh (90%-100%)
 Bentuk/susunan :
 Bentuk : khas ( bentuk yang dapat dimisalkan, seperti : bulat, lonjong,seperti
ginjal, dll), dan tidak khas ( tidak dapat dimisalkan)
 Susunan :
Liniar : seperti garis lurus
Sirsinar/anular : seperti lingkaran
Polisiklik : bentuk pinggir yang sambung menyambungmembentuk
lingkaran.
Korimbiformis : susunan seperti induk ayam yang dikelilingianak-anaknya
 Batas : tegas dan tidak tegas
 Ukuran :
Milier : sebesar kepala jarum pentul
Lentikular : sebesar biji jagung
Numular : sebesar uang logam dengan Ø 3 cm – 5 cm
Plakat : lebih besar dari numular
 Efloresensi :
- Primer :
o Makula : bercak pada kulit berbatas tegas berupa perubahan warnasemata,
tanpa penonjolan atau cekungan.
o Papul : penonjolan di atas permukaan kulit, sikumskrip, Ø kecil dari
0,5cm, bersisikan zat padat.
o Plak : papul datar, Ø lebih dari 1 cm
o Urtika : penonjolan yang disebabkan edema setempat yang
timbulmendadak dan hilang perlahan-lahan.
o Nodus : tonjolan berupa massa padat yang sirkumskrip, terletak
dikutanatau subkutan, dapat menonjol
o Nodulus : nodus yang kecil dari 1 cm.
o Vesikel : gelembung berisi cairan serum, memiliki atap dan dasar,
Økurang dari 0,5 cm.
o Bula : vesikel yang berukuran lebih besar.
o Pustul : vesikel yang berisi nanah, bila nanah mengendap dibagian
bawahvesikel disebut hipopion.
o Kista : ruangan berdinding dan berisi cairan, sel, maupun sisa sel.
- Sekunder :
o Skuama : sisik berupa lapisan stratum korneum yang terlepas dari kulit.

13
o Krusta : kerak, keropeng, yang menunjukan cairan badan yang mengering
o Erosi : lecet kulit yang disebabkan kehilangan jaringan yang tidak
melampaui stratum basal, ditandai dengan keluarnya serum.
o Ekskoriasi : lecet kulit yang disebabkan kehilangan jaringan melewati
stratum basal (sampai ke stratum papilare), ditandai dengan keluarnya
darah selain serum.
o Ulkus : tukak, borok disebabkan hilangnya jaringan lebih dalam dari
ekskoriasi, memiliki tepi, dinding, dasar, dan isi.
o Likenifikasi : penebalan kulit disertai relief kulit yang makin jelas.
 Kelainan mukosa
 Kelainan rambut
 Kelainan kuku
 Pembesaran kelenjar getah bening regional (sesuai dengan status
dermatologikus)
2. Palpasi Kulit
Penderita bisa dalam posisi duduk dan bisa posisi tidur. Pemeriksa
menggunakan jari telunjuk tangan kanan yang ditekankan padapermukaan lesi.
Kemudian jari tersebut diangkat, tampak permukaan lesi berwarnapucat sesaat,
kemudian warna lesi kembali ke warna semula (merah/eritem). Atau dapatjuga
dilakukan dengan tekhnik diaskopi dengan cara menggunakan gelas objek.
Gelasobjek dipegang dengan jari-jari tangan kanan kemudian ditekankan pada
permukaanlesi. Tampak lesi berwarna pucat waktu penekanan dengan gelas
objek.Dan waktu gelasobjek diangkat, warna lesi kembali seperti semula
(merah/eritem)

VI. Learning issue


1. Anatomi dermatom tubuh
Dermatom didefinisikan sebagai 'sebagian kulit yang diinervasi oleh saraf tulang
belakang tunggal'. Dermatom sangat penting dalam diagnostik, karena dapat
menentukan apakah ada kerusakan pada sumsum tulang belakang, dan untuk
memperkirakan tingkat cedera tulang belakangnya di bagian mana.
Asal mula dermatom dapat dideteksi pada minggu ke 3 dari embriogenesis. Pada
sekitar hari ke-20, cakram tri-laminar (trilaminar disc) telah terbentuk dan lapisan
tengah (mesoderm) telah dibedakan menjadi beberapa jenis. Bagian yang bersebelahan
langsung dengan tabung saraf disebut paraxial mesoderm.

14
Dari hari ke-20 ke depan, paraxial mesoderm berdiferensiasi menjadi segmen yang
disebut somite. Terbentuk sebanyak 44 pasang somite, namun 13 di antaranya runtuh
meninggalkan 31 somite. Ini sesuai dengan 31 set saraf tulang belakang di tubuh.
Somite-somite tersebut terdiri dari ventral dan bagian dorsal. Bagian ventral terdiri
dari sclerotome, prekursor tulang rusuk, dan kolom vertebral. Bagian dorsal terdiri dari
dermomiotom. Seiring waktu, myotome berkembang biak dan dermatom menyebar
untuk membentuk dermis. Saat anggota badan tumbuh, dermis yang terkait dengan
prekursor anggota badan diregangkan dan bergerak ke bawah dahan, menciptakan
persinggahan segmental yang dikaitkan dengan peta dermatom Keegan dan Garrett
tahun 1948.

2. Herpes zoster
a. Definisi
Herpes zoster atau shingles adalah suatu penyakit neurokutan dengan manifestasi
berupa erupsi vesikular berkelompok dengan dasar eritematosa disertai nyeri radikular
unilateral yang umumnya terbatas di satu dermatom. herpes zoster merupakan
manifestasi reaktivasi ineksi laten endogen virus varisela zoster di dalam neuron
ganglion sensoris radiks dorsalis, ganglion saraf kranialis atau ganglion saraf
autonomik yang menyebar ke jaringan saraf dan kulit dengan segmen yang sama.

b. Klasifikasi

15
Menurut buku Penyakit Kulit dan Kelamin FK UI, adapun beberapa klasifikasi
dari Herpes Zoster ialah:
1. Herpes Zoster Oftalmikus
Terjadi ketika infeksi virus herpes zoster yang mengenai bagian ganglion
gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang optalmikus saraf trigeminus
(N.V), ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit. Infeksi diawali dengan
nyeri kulit pada satu sisi kepala dan wajah disertai gejala konstitusi seperti
lesu, demam ringan. Gejala prodromal berlangsug 1 sampai 4 hari sebelum
kelainan kulit timbul. Fotofobia, banyak kelar air mata, kelopak mata bengkak
dan sukar dibuka.
2. Sindrom Ramsay Hunt / Herpes Zoster Otikus
Diakibatkan gangguan N. Fasialis dan optikus sehingga memberikan gejala
paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan kulit sesuai tingkat persyarafan,
kliris vertigo, gangguan pendengaran, regtagnius dan raisea juga terdapat
gangguan pengecapan.
3. Herpes Zoster Abortif
: Terjadi dan berlangsung dalam waktu singkat dan kelainan kulitnya hanya
berupa beberapa vesikel dan eritem.
4. Herpes Zoster Generalisata
Kelainan kulit unilateral dan segmental ditambah kelainan kulit yang
menyebar secara generalisata berupa vesikel soliter dan terdapat umbilikasi.
Kasus ini terutama terjadi pada orang tua atau pada orang yang kondisi
fisiknya sangat lemah, misalnya penderita Limfoma malignum.
5. Herpes Zoster Fasialis
Merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai bagian ganglion gasseri
yang menerima serabut saraf fasialis (N.VII), ditandai erupsi herpetik
unilateral pada kulit.
6. Herpes Zoster Brakialis
Merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus brakialis yang
ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
7. Herpes Zoster Torakalis
Meripakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus torakalis yang
ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
8. Herpes Zoster Hemorragik

16
Merupakan infeksi virus herpes zoster dimana vesikel-vesikel yang timbul
pada kulit mengandung darah.

c. Epidemiologi
Tingginya infeksi varicella di Indonesia terbukti pada studi yang dilakukan Jufri,
et al tahun 1995-1996, dimana 2/3 dari populasi berusia 15 tahun sero positif
terhadap antibody varicella t. Dari total 2232 pasien herpes zoster pada 13 rumah
sakit pendidikan di Indonesia (2011-2013):
 Puncak kasus HZ terjadi pada usia 45-64 : 851 (37,95% dari total kasus HZ)
 Trend HZ cenderung terjadi pada usia yang lebih muda
 Gender: Wanita cenderung mempunyai insiden lebih tinggi

d. Etiologi
Etiologi utama adalah Varicella-Zoster Virus. Mengikuti infeksi primer VZV,
partikel virus dapat tetap tinggal di dalam ganglion sensoris saraf spinalis, kranialis
atau otonom selama tahunan. Pada saat respons imunitas seluler dan titer antibodi
spesifik terhadap VZV menurun sampai tidak efektif lagi mencegah infeksi, maka
partikel virus yang laten tersebut mengalami reaktivasi yang menimbulkan ruam
kulit yang terlokalisata di dalam satu dermatome. Beberapa faktor penurunannya
yaitu:

 Umur  Obat-obat tertentu


 Penyakit immunosupresif  Infeksi lain
 Radiasi  Stress
 Trauma fisis

e. Faktor risiko
Hanya orang yang memiliki infeksi alami dengan VZV atau vaksinasi varicella
yang dapat mengembangkan herpes zoster. Anak-anak yang mendapatkan vaksin
varicella tampaknya memiliki risiko herpes zoster lebih rendah dibandingkan
dengan orang-orang yang terinfeksi dengan VZV sebelumnya.
Banyak orang tidak ingat memiliki varicella; Namun, sekitar 99,5% orang yang
lahir di Amerika Serikat berusia 40 tahun atau lebih telah terinfeksi VZV.
Akibatnya, semua orang dewasa yang lebih tua di Amerika Serikat berisiko herpes
zoster.

17
Alasan mengapa VZV mengaktifkan kembali dan menyebabkan herpes zoster
tidak dipahami dengan baik. Namun, risiko herpes zoster seseorang meningkat
karena menurunnya respon imun spesifik yang dimediasi sel (VZV-specific cell-
mediated immunity). Penurunan imunitas ini dapat terjadi akibat meningkatnya
usia dan/atau kondisi medis dan obat-obatan yang menekan sistem kekebalan
tubuh.
Risiko seseorang terhadap herpes zoster meningkat tajam setelah usia 50 tahun.
Hampir 1/3 orang di Amerika Serikat akan terkena herpes zoster selama masa
hidup mereka. Risiko seseorang terkena PHN (Post-herpetic Neuralgia) juga
meningkat tajam seiring bertambahnya usia. Risiko komplikasi herpes zoster,
termasuk PHN dan rawat inap, juga meningkat seiring bertambahnya usia.
Orang dengan sistem kekebalan tubuh yang terganggu atau
immunocompromised juga memiliki peningkatan risiko herpes zoster, termasuk di
antaranya:
- Kanker, terutama leukemia dan limfoma
- Penderita HIV
- Seseorang yang menjalani transplantasi sumsum tulang atau organ padat
(ginjal, jantung, hati, dan paru-paru)
- Seseorang yang menggunakan obat imunosupresif, termasuk steroid,
kemoterapi, atau obat imunosupresif terkait transplantasi.

Sebenarnya masih banyak faktor risiko potensial lainnya untuk herpes zoster
yang telah diidentifikasi namun temuan tersebut tidak konsisten dalam semua
penelitian.
Sebagai contoh-sebagian besar, tapi tidak semua, penelitian menemukan bahwa
lebih banyak wanita daripada pria mengembangkan herpes zoster. Alasan
kemungkinan perbedaan antara wanita dan pria pun masih belum dapat diketahui.
Beberapa penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat dan di tempat lain
menemukan bahwa herpes zoster terjadi lebih banyak pada orang kulit putih
(setidaknya 50%) daripada orang kulit hitam.

f. Patogenesis
Pada herpes zoster, patogenesisnya belum seluruhnya diketahui. Selama

18
terjadinya varicella, VZV berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan mukosa
ke ujung syaraf sensoris dan ditransportasikan secara centripetal melalui serabut
syaraf sensoris ke ganglion sensoris. Pada ganglion tersebut terjadi infeksi laten
(dorman), dimana virus tersebut tidak lagi menular dan tidak bermultiplikasi,
tetapi tetap mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi infeksius apabila
terjadi reaktivasi virus. Reaktivasi virus tersebut dapat diakibatkan oleh keadaan
yang menurunkan imunitas seluler seperti pada penderita karsinoma, penderita
yang mendapat pengobatan immunosuppressive termasuk kortikosteroid dan pada
orang penerima organ transplantasi. Pada saat terjadi reaktivasi, virus akan
kembali bermultiplikasi sehingga terjadi reaksi radang dan merusak ganglion
sensoris. Kemudian virus akan menyebar ke sumsum tulang serta batang otak
dan melalui syaraf sensoris akan sampai kekulit dan kemudian akan timbul gejala

klinis.

g. Patofisiologi

Infeksi VZV menimbulkan 2 sindrom yang berbeda. Infeksi primer, cacar air,
adalah penyakit demam menular dan biasanya tidak berbahaya. Setelah infeksi ini
sembuh, partikel virus tetap berada di akar dorsal atau ganglia sensorik lainnya, di
mana mereka mungkin terbengkalai selama bertahun-tahun hingga puluhan

19
tahun.Viremia VZV sering terjadi pada cacar air tetapi juga mungkin timbul pada
herpes zoster, walaupun dengan viral load yang lebih rendah.
Pada periode laten ini, mekanisme imunologi host menekan replikasi virus, namun
VZV teraktifasi kembali saatmekanisme host yang gagal menahan virus. Kegagalan
tersebut dapat terjadi akibat spektrum kondisi yang luas, mulai dari stress hingga
penekanan imun yang parah; Kadang-kadang, hal itu terjadi akibat trauma langsung.
Menurut teori Hope-Simpson, sesudah infeksi primer VZV, selain VZV akan
menetaplaten di ganglion saraf dorsalis, infeksi ini akan menimbulkan kekebalan
seluler spesifik VZV yang menghambat VZV laten untuk reaktivasi. Kekebalan
seluler spesifik VZV ini menurun bertahap sejalan usia namun secara berkala juga
di-booster oleh infeksi subklinis akibat paparan VZV (misalnya ketika merawat anak
yang menderita cacar air). Beberapa episode reaktivasi terjadi namun dengan cepat
dihambat oleh respon imun sehingga tidak ada ruam yang timbul.

Kemungkinan masuknya VZV ke ganglion :

 Frekuensi keterlibatan dermatologis berkorelasi dengan distribusi


sentripetal ( dariekstremitasketrunkus) dari lesi varicella awal. Pola ini
menunjukkan bahwa latensi mungkin timbul dari sel kulit yang
terinfeksivarisela ke ujung saraf sensorik, danditeruskansecaraaskendingke
ganglia.

 Ganglia dapat menjadi terinfeksi secara hematogen selama fase viremik


varicella, dan frekuensi keterlibatan dermatom pada herpes zoster mungkin
mencerminkan ganglia yang paling sering terkena rangsangan.

Sistem Organ yang terlibat :


1. Central nerve system
Sedangkan herpes zoster digambarkan klasik di ganglion indrawi (dorsal root),
ia dapat menyebar ke bagian manapun dari sistem saraf pusat (SSP).
Keterlibatan sel tanduk anterior dapat menghasilkan kelemahan otot, palsi
saraf kranial, kelumpuhan diafragma, kandung kemih neurogenik, dan
sumbatan pseudo kolon. Keterlibatan sumsum tulang belakang yang lebih luas
dapat menghasilkan sindrom Guillain-Barré, myelitis melintang, dan myositis.

20
Pada pasien yang sakit parah atau immunocompromised, keterlibatan SSP
umum dapat diamati dalam bentuk meningoensefalitis atau ensefalitis.
Presentasi semacam itu mungkin tidak dapat dibedakan dari bentuk
meningoencephalitis lainnya, meskipun ada bukti lain dari zoster akut yang
ada. Penelitian serebrospinal fluid (CSF) sering mengungkapkan pleositosis
tanpa protein tinggi. Infeksi ini bisa mengancam nyawa.
2. Dermatologic involvement

Munculnya ruam kulit karena herpes zoster bertepatan dengan proliferasi sel T
yang sangat spesifik VZV. Pada pasien imunokompeten, antibodi spesifik
(imunoglobulin IgG, IgM, dan IgA) tampak lebih cepat dan mencapai titer
yang lebih tinggi selama reaktivasi (herpes zoster) daripada pada saat infeksi
primer. Pasien memiliki respons imun jangka panjang yang dimediasiolehsel
dan lebihkuatterhadap VZV.
Makula eritro skuamosa, kemudian terbentuk papul-papul dan dalam waktu
12-24 jam lesi berkembang menjadi vesikel. Pada hari ketiga berubah menjadi
pustul yang akan mengering menjadi krusta dalam 7-10 hari. Krusta dapat
bertahan sampai 2-3 minggu kemudian mengelupas. Pada saat ini biasanya
nyeri segmental juga menghilang.
3. Optical system

21
Terjadipada ¼ pasien shingles.Herpes zoster ophthalmicus (HZO), suatu
bentuk herpes zoster akut yang berpotensi menyebabkan kecacatan, dihasilkan
dari reaktivasi VZV pada saraf trigeminal (kranial kelima). Setiap cabang saraf
mungkin terpengaruh, meskipun cabang frontal di dalam divisi pertama saraf
trigeminal paling sering terlibat. Cabang ini menginervasi hampir semua
struktur okular dan periokular.
Gejala yang muncul adalah peradangan mata kronis, kehilangan penglihatan,
dan nyeri yang melemahkan.Studi saraf berantai polimerase (PCR) telah
mendeteksi VZV trigeminal laten sebanyak 87% pasien.

4. Auditory system

Herpes zoster oticus (juga dikenal sebagai sindrom Ramsay Hunt, geniculate
neuralgia, atau herpes zoster auricularis) disebabkan oleh reaktivasi VZV yang
melibatkan saraf wajah dan auditori. Sindrom ini mungkin tidak diketahui dan
sulit untuk didiagnosis, terutama pada pasien lanjut usia.
Lesivvesikular dapat muncul pada pinna, tragus, atau membran timpani atau di
kanal pendengaran, dan juga di mana saja pada distribusi saraf wajah. Pasien
mungkin mengalami gangguan pendengaran, nistagmus, vertigo, atau
kelumpuhan saraf wajah yang meniru Bell palsy. Pasien mungkin kehilangan
sensasi rasa pada dua pertiga anterior lidah.
Lokasi anatomi dermatom yang terlibat sering menentukan manifestasi
spesifiknya. Ketika akar serviks dan lumbar terlibat, keterlibatan motorik, yang
sering diabaikan, dapat terlihat, tergantung pada virulensi atau tingkat migrasi.

22
Infeksi herpes zoster menular pada orang yang tidak memiliki kekebalan
terhadap VZV sebelumnya. Namun, herpes zoster diperkirakan hanya 1/3 yang
menular diabandingkanvaricella primer. Herpes zoster ditularkan baik melalui
kontak langsung dengan lesi atau melalui jalur pernafasan.

 Fase klinis penyakit


Manifestasi klinis herpes zoster dapat dibagi menjadi 3 fase berikut:

1. Fase preeruptive,
ditandai oleh sensasi kulit yang tidak biasa atau rasa sakit di dalam dermatom
yang terkena pada48-72 jamsebelum onset lesi. Selama masa ini, pasien
mungkin juga mengalami gejala lain, seperti malaise, myalgia, sakit kepala,
fotofobia, dan demam (jarang terjadi).
2. Fase erupsi akut,
ditandai dengan munculnya erupsi vesikular. Pasien mungkin juga mengalami
beberapa gejala lain yang terlihat pada fase preeruptive. Lesi dimulai sebagai
makula dan papula eritematosa yang berkembang dengan cepat menjadi
vesikula. Lesi baru cenderung terbentuk dalam jangka waktu 3-5 hari, kadang-
kadang menyatu untuk membentuk bullae. Setelah mereka membentuk
vesikula, lesi berkembang melalui tahap di mana mereka pecah, melepaskan
isinya, mengalami ulserasi, dan akhirnya mengeras dan menjadi kering. Pasien
tetap menular sampai lesi mengering.
Selama fase ini, hampir semua pasien dewasa mengalami nyeri (yaitu, neuritis
akut). Beberapa mengalami rasa sakit yang parah tanpa ada bukti adanya
erupsi vesikular (mis. Zoster sine herpete), dan sejumlah kecil memiliki
karakteristik erupsi namun tidak mengalami rasa sakit. Gejala dan lesi pada

23
fase erupsi akut cenderung sembuh setelah 10-15 hari. Namun, lesi mungkin
memerlukan waktu hingga satu bulan untuk benar-benar sembuh, dan rasa
sakit yang terkait bisa menjadi kronis.
3. PHN(post herpetic neuralgia), fase kronis,
ditandai dengan nyeri persisten atau berulang yang berlangsung 30 hari atau
lebih setelah infeksi akut atau setelah semua lesi berkerak. Ini adalah
komplikasi paling sering dari herpes zoster, diamati pada 9-45% dari semua
kasus. Kebanyakan orang melaporkan rasa terbakar atau sakit yang dalam,
paresthesia, disestesi, hiperestesi, atau sengatan listrik seperti sengatan. Rasa
sakit bisa parah dan melumpuhkan, dan mungkin butuh waktu lama untuk
menyelesaikannya, terutama pada orang tua; Ini berlangsung lebih lama dari
12 bulan di hampir 50% pasien yang berusia lebih dari 70 tahun.
Sumber :Janniger, Camila K et,al. 2017. Herpes Zoster.
http://emedicine.medscape.com/article/1132465-overview#a3

h. Manifestasi klinis
1. Prodrome Of herpes zoster
Nyeri dan parathesia pada dermatom yang terlibat sering terjadi beberapa
hari sebelum letusan dan timbul rasa superficial yang bervariasi seperti
kesemutan, terbakar, gatal. Itu mungkin sifatnya konstan atau interminten
dan sering disertai nyeri tekan dan hiperestesia pada kulit yang terlibat.
2. Rash Of herpes Zoster
Ciri herpes zooster yang paling khas adalah lokalisasi dan distribusi ruam ,
yang selalu unilateral , tidak melewati midline dan umumnya terbatas pada
kulit yang di inervasi oleh single sensory gangglion. Daerah yang diinervasi
oleh N Trigeminal , terutama divisi optahlmicus dan trunkus dari T3-L2
yang paling sering terkena.
Lesi herpes zooster dimulai dari makula kemudia terbentuk papul
eritematosa dan dalm waktu 12-24 jam lesi berkembang menjadi vesikel .
pada hari ketiga berubah menjadi pustul. Pustul yang mengering dalm 7-10
hari akan berubah menjadi krusta yang bertahan selam 2 sampai 3 minggu
kemudian mengelupas.

i. Tata laksana dan pencegahan


Prinsip dasar pengobatan adalah menghilangkan nyeri secepat mungkin dengan
cara membatasi replikasi virus, sehingga mengurangi kerusakan saraf lebih lanjut.

24
Sistemik
1. Obat antivirus
Obat antivirus berguna untuk menurunkan durasi lesi herpes zoster dan derajat
keparahan nyeri herpes zoster akut. Famsiklovir (famvir) 3 x 500mg, valasiklovir
hidroklorida (valtrex) 3 x 1000mg, asiklovir (zovirax) 5 x 800mg adalah tiga antivirus
oral yang disetujui oleh Food and Drugs Administration (FDA).
2. Kortikosteroid
Prednison dan asiklovir dapat mengurangi derajat neuritis atau nyeri akut dan
kemungkinan juga dapat menurunkan derajat kerusakan pada saraf yang terkena.
3. Analgetik
Pasien dengan nyeri akut ringan menunjukkan respons baik terhadap AINS (asetosal,
piroksikam, ibuprofen, diklofenak) atau analgetik non-opioid.
4. Antidepresan dan antikonvulsan
Penelitian menunjukkan Antidepresan dikombinasi dengan asiklovir sejak awal dapat
mengurangi prevalensi NPH.
Topikal
1. Analgetik topikal
a. Kompres terbuka dengan solusio burrowi dan solusio calamin pada lesi akut
b. Antiinflamasi nonsteroid (AINS) seperti bubuk aspirin dalam kloroform atau etil
eter, untuk memperbaiki nyeri akut.
2. Anestetik lokal
Diberikan sepanjang lokasi jaras saraf untuk mengurangi nyeri.
3. Kortikosteroid

Pencegahan
Pemberian booster vaksin varisela strain oka dapat meningkatkan kekebalan spesifik
terhadap VVZ.

25
26
j. Diagnosis kerja dan diagnosis banding
Diagnosis kerja
Pada tahap sebelum erupsi, nyeri prodromal herpes zoster seringkali mengalami
salah diagnosis dengan penyebab nyeri lokal lain. Setelah erupsi muncul, ciri dan lokasi
dermatom bercak, disertai nyeri dermatom atau kelainan sensoris lain, membuat
diagnosisnya mudah.
Kumpulan vesikel, khususnya dekat mulut atau genital, dapat mencirikan herpes
zoster, tapi bisa juga infeksi HSV. Herpes simpleks zosteriform seringkali sulit untuk
membedakannya dengan herpes zoster berdasarkan klinis. Riwayat rekurensi multipel
pada tempat yang sama umumnya dijumpai pada herpes simplex tapi tidak ada pada
herpes zoster.
Gejala Prodromal
Berlangsung 1-5 hari. keluhan biasanya diawali dengan nyeri pada daerah
dermatom yang akan timbul lesi dan dapat berlangsung dalam waktu yang bervariasi.
Nyeri bersifat segmental dan dapat berlangsung terus menerus atau sebagai serangan yang
hilang timbul. Keluhan bervariasi dari rasa gatal, kesemutan, panas, pedih, nyeri tekan,
hiperestesi sampai rasa ditusuk-tusuk.
Selain itu, dapat juga nyeri didahulu cegukan atau sendawa. Gejala konstitusional
berupa malaise, sefalgia yang biasanya hilang setelah erupsi kulit timbul. Kadang terdapat
limfadenopati regional.
Erupsi kulit
Erupsi kulit biasanya unilateral dan pada ganglion sensorik. Erupsi bisa terjadi
pada seluruh bagian tubuh dengan yang paling sering adalah ganglion torakalis. Lesi
dimulai dengan makula eritroskuamosa, kemudian terbentuk papul dalam waktu 12-24 jam
lesi berkembang menjadi vesikel. Pada hari ketiga berubah menjadi pustul yang akan
mengering menjadi krusta dalam 7-10 hari. krusta dapat bertahan sampai 2-3 minggu
kemudian mengelupas. Pada saat ini biasanya nyeri segmental menghilang.

27
Gambar. Herpes zoster. A. Keterlibatan dermatom torakal dengan eritem pada dermatom dan
daerah pembentukan vesikel mengelompok. B. Tahap selanjutnya dengan krusta terdapat
pada punggung dimana erupsi pertama kali muncul, dan vesikel konfluen hemorhagik
dan bullae pada dinding lateral dada. Beberapa lesi terlihat diluar dermatom, menandakan
penyebaran lewat darah, bukan hal yang jarang ditemui pada herpes zoster. C. Zoster
oftalmik. Lihat keterlibatan ujung hidung, yang biasa menandakan keterlibatan mata
pula

Diagnosis banding

28
Herpes Zoster Herpes simpleks Dermatitis kontak

Vesikel berkelompok dan Vesikel berkelompok dan Jenis lesi bergantung dari
edema edema fase

Subakut : eritema yang


pucat, edema yang minimal,
dengan vesikel dan krusta.

Kronis: kulit kering,


berskuama, papul,
likenifikasi dan mungkin
juga fisur, batasnya tidak
tegas.

Lesi unilateral,sesuai Lesi bilateral, tidak sesuai Lesi tidak sesuai dermatom.
dermatom, sering di dermatom Predileksi pada bagian
dermatom thorakal kelopak mata, leher, dan alat
genital

Riwayat varicella + Riwayat varicella +/- Riwayat varicella +/-

Gatal dan nyeri pada Gatal dan nyeri Sangat gatal


dermatom yang terkena

Akibat reaktivasi varicella Dikarenakan penularan virus Karena kontak dengan


Herpes simpleks. Dapat alergen
melalui sekresi oral (HSV-1)
atau genital (HSV-2)

k.Algoritma penegakan diagnosis


Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan temuan lesi kulit yang khas
(vesikel berkelompok, dermatomal, dan nyeri). Dapat pula dilakukan pemeriksaan
Tzanck untuk membantu diagnosis dengan ditemukan sel datia berinti banyak.

l.Komplikasi
a. Komplikasi Kutaneus

29
 Infeksi sekunder : dapat menghambat penyembuhandan pembentukan
jaringan parut (selulitis ,impetigo dll)
 Gangrene superfisialis, menunjukkan HZ yang berat,mengakibatkan
hambatan penyembuhan dan pembentukan jaringan parut
b. Komplikasi Neurologis
 Neuralgia paska herpes (NPH) : nyeri yang menetapdi dermatom yang
terkena 3 bulan setelah erupsi HZmenghilang. Insidensi PHN berkisar
sekitar 10-40% darikasus HZ.NPH merupakan aspek HZ yang paling
mengganggupasien secara fungsional. dan psikososial. Pasien denganNPH
akan mengalami nyeri konstan (terbakar, nyeri,berdenyut), nyeri intermiten
(tertusuk-tusuk), dan nyeriyang dipicu stimulus seperti allodinia (nyeri yang
dipicustimulus normal seperti sentuhan dll).Risiko NPH meningkat pada
usia>50 th (27x lipat) ;nyeri prodromal lebih lama atau lebih hebat;; erupsi
kulitlebih hebat (luas dan berlangsung lama) atau intensitasnyerinya lebih
berat. Risiko lain : Distribusi di daerahoftalmik, ansietas, depresi,
kurangnya kepuasan hidup,wanita, diabetes.
Walaupun mendapat terapi antivirus, NPH tetap terjadipada 10-20% pasien
HZ, dan sering kali refrakter terhadappengobatan, walau pengobatan sudah
optimal, 40 % tetapmerasa nyeri.
 Meningoensefalitis, arteritis granulomatosa, mielitis, motor neuropati,
stroke, bell’s palsy
c. Komplikasi Mata
 Keterlibatan saraf trigeminal cabang pertamamenyebabkan HZ Oftalmikus,
terjadi pada 10-25%dari kasus HZ, yang dapat menyebabkan
hilangnyapenglihatan, nyeri menetap lama, dan/atau luka parut.
 Keratitis (2/3 dari pasien HZO), konjungtivitis, uveitis,episkleritis, skleritis,
koroiditis, neuritis optika, retinitis,retraksi kelopak, ptosis, dan glaukoma.
d. Komplikasi THT
Sindrom Ramsay Hunt sering disebut HZ Otikus merupakankomplikasi pada
THT yang jarang terjadi namun dapat serius.Sindrom ini terjadi akibat
reaktivasi VZV di ganglion genikulatasaraf fasialis.Tanda dan gejala sindrom
Ramsay Hunt meliputi HZ di liangtelinga luar atau membrana timpani, disertai
paresis fasialisyang nyeri, gangguan lakrimasi, gangguan pengecap 2/3bagian
depan lidah, tinitus, vertigo, dan tuli. Banyak pasienyang tidak pulih sempurna.
e. Viseral

30
Dipertimbangkan bila ditemukan nyeri abdomendan distensi
abdomen.Komplikasi visceral pada HZ jarang terjadi, komplikasiyang dapat
terjadi misalnya hepatitis, miokarditis,pericarditis, artitis.

m. Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

n. Pemeriksaan penunjang
 Tes Tzanck (adanya perubahan sitologi sel epiteldimana terlihat multi
nucleated giant sel)
 Identifikasi asam nukleat virus Varicella zoster dengan metode PCR
Laki-laki 58th
 Imunofluoresensi antigen langsung
 Kultur virus
Riwayatterkena varicella padausia 10th
Usia, kurangistirahat

VZV dormanpada ganglion T2 – T3 di


sarafsensorisdekstra Imunitasmenurun

VZV teraktivasi

Herpes zoster mengikuti dermatome (blascoid line)

Terjadiinflamasiakibatreakti
vasi VZV
o. SKDI

Herpes zoster tanpa komplikasi: 4A


Dihasilkan mediator inflamasi (PG,
Tingkat Kemampuan 4: IL-1,
mendiagnosis,
TNF-alfa, dll) melakukan penatalaksanaan secara
mandiri dan tuntas Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan
melakukan penatalaksanaan penyakit Vasodilatasipemb.darah
tersebut secara mandiri dan tuntas.
4A. Kompetensi yang dicapai pada saat lulus dokter.
Permeabilitasme
PGE2
ningkat
VII.PeningkataS
Kerangka Konsep
ensitivitassar Eksitasi di area
afsensorik Retensi
preoptik Retensi
serum di
serum di
dermis
epidermis
Perubahan set
Pegal, nyeri point
edema
31 vesikel
Macula
demam eritem
VIII. Sintesis

Pada kasus ditemui laki-laki, 58 tahun yang datang dengan lenting lepuh. Lenting lepuh
ini dideskripsikan lebih jauh pada status dermaologikus, yaitu vesikel multipel, milier sampai
lentikuler diskret sebagian konfluen, zosteriformis, dengan daerah sekitar eritema dan edema.
Adapun lesinya hanya didapatkan sepanjang dermatom T2-T3 kanan. Deskripsi lesi pada
kasus merujuk pada penyakit Herpes Zoster. Riwayat varicella pada umur 10 tahun
memperkuat diagnosis ini karena Herpes Zoster timbul akibat reaktivasi virus varicella-zoster
di ganglion sensoris.
Herpes virus dimulai dengan gejala konstitusional. Pada kasus didapatkan gejala
konstitusional berupa demam. Demam terjadi karena peningkatan set point hipotalamus oleh
sitokin seperti prostaglandin E2 dan IL-1.
Pada kasus didapatkan efloresensi berupa vesikel, eritema dan edema. Vesikel terjadi
akibat cairan yang menyusup ke epidermis. Cairan ini dapat menyusup karena adanya
akantolisis sehingga ikatan antara sel menjadi lepas. Akibatnya, cairan masuk ke rongga itu.
Edema terjadi karena infeksi dari virus varicella zoster, menimbulkan inflamasi akut dan
melepaskan sitokin berupa prostaglandin dan histamine. Histamine meningkatkan
permeabilitas dari venula dengan cara kontraksi dari sel endotel. Hal ini menyebabkan cairan

32
bergerak masuk ke jaringan interstitialdan menimbulkan edema. Mekanisme eritema terjadi
karena histamin juga yang dapat menstimulasi vasodilatasi arteriol sehingga timbul warna
merah.
Infeksi herpes zoster disebabkan reaktivasi virus varicella zoster pada ganglion
sensoris. Reaktivasi dapat terjadi karena penurunan sistem imun yang dapat disebabkan oleh
usia tua dan kecapekan seperti pada kasus. Dokter juga menanyakan riwayat diabetes,
kemungkinan untuk mengumpulkan faktor resiko dikarenakan diabetes dapat menurunkan
sistem imun juga.
Adapun obat yang diberikan adalah acyclovir 4-5 x 800mg/hari. Pasien juga
diberitahu untuk istirahat dan makan cukup, jangan menggaruk lesi, pakaian longgar dan
tetap mandi.

BAB III

PENUTUP

I. Kesimpulan
seorang laki-laki, usia 58 tahun diduga mengalami herpes zoster T2-T3 dekstra ec varicella
zoster virusomi

33
DAFTAR PUSTAKA

Barnes, Sam. 2017. Dermatomes. Teach Me Anatomy

CDC. Prevention of herpes zoster: recommendations of the Advisory Committee on


Immunization Practices (ACIP). MMWR Recomm Rep. 2008;57(05):1-30.

Chung, W. S., H. H. Lin dan N. C. Cheng. 2016.The Incidence and Risk of Herpes Zoster
inPatientwith Sleep Disorders: A Population-Based Cohort Study. Medicine. 95(11):
1-6.

Cohen, K. R., R. L. Salbu, J. Frank dan I. Israel. 2013. Presentation and Management of
Herpes Zoster (Shingles) in the Geriatric Population. Pharmacy & Therapeutics.
38(4): 217-224.

Dumasari, Ramona. 2008. Varicella Dan Herpes Zozter. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit
Dan Kelamin. Universitas Sumatra Utara. Konsil Kedokteran Indonesia. “Standar
Kompetensi Dokter Indonesia”. (http://pd.fk.ub.ac.id/wp-
content/uploads/2014/12/SKDI-disahkan.pdf, diakses pada tanggal 25 September
2017)

Ehrlich, Steven. (2016). Varicella-zoster virus. Dari


http://www.umm.edu/health/medical/altmed/condition/varicellazoster-virus. Diakses tanggal
26 September 2017.

Epocrates.Herpes zoster infection.Dari https://online.epocrates.com/diseases/2324/Herpes-


zoster-infection/Etiology.Diaksestanggal 25 September 2017.

Fashner, J., A. L. Bell. 2011. Herpes Zoster and Postherpetic Neuralgia: Prevention and
Management. Am Fam Physician. 83(12):1432-1437.

Goldsmith, L. A., S. I. Katz, B. A. Gilchrest, A. S. Paller, D. J. Leffell, K. Wolff. 2012.


Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Edisi ke-8. New York: McGraw-Hill

34
Guyton A.C. and J.E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC.

Hayderi, L. E., F. Libon, N. Nikkels-Tassoudji, A Ruebben, B Dezfoulian dan A. F. Nikkels.


2015. Zosteriform dermatoses-A review. Global Dermatology. 2(4): 163-173

James, W. D., T. G. Berger, dan D. M. Elson. 2015. Andrews’ Diseases ofthe Skin: Clinical
Dermatology. Philadelphia: Elsevier.

Menaldi, S. L. S. W., K. Bramono dan W. Indriatni. 2015. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Edisi ke-7. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
National Center for Immunization and Respiratory Diseases, Division of Viral Diseases.
Shingles (Herpes Zoster). Dari https://www.cdc.gov/shingles/about/transmission.html.
Diakses tanggal 26 September 2017.

Ogoina, D. 2011. Fever, fever patterns and diseases called ‘fever’ — A review. Journal of
Infection and Public Health. 4: 108—124

Oxman, M. N. 2009. Herpes Zoster Pathogenesisand Cell-Mediated Immunityand


Immunosenescence. J Am Osteopath Assoc. 109(suppl 2):S13-S17

Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia


(PERDOSKI), Standar Pelayan Medik Dokter Spesialis Kulit dan
Kelamin, Jakarta, 2004.

Pusponegoro, E. H. D., H. Nilasari, H. Lumintang, N. J. Niode, S. F. Daili dan S. Djauzi.


2014. Buku Panduan Herpes Zoster di Indonesia 2014. Jakarta: Persatuan Dokter
Spesialis Kulit Indonesia

R. Balasubramaniam, E. Stoopler. (2007). Varicella‐Zoster Disease (Shingles). Dari


https://maaom.memberclicks.net/index.php?
option=com_content&view=article&id=139:varicella-zoster-disease--shingles-
&catid=22:patient-condition-information&Itemid=120. Diakses tanggal 26 September 2017.

Thomas SL, Hall AJ. What does epidemiology tell us about risk factors for herpes zoster?
Lancet Infect Dis. 2004;4(1):26-33.

Tseng HF, Smith N, Harpaz R, Bialek SR, Sy LS, Jacobsen SJ. Herpes zoster vaccine in
older adults and the risk of subsequent herpes zoster disease. JAMA. 2011 Jan
12;305(2):160-6.

Webmd.Shingles.Darihttp://www.webmd.com/skin-problems-and-
treatments/shingles/tc/shingles-what-happens.Diaksestanggal 25 September 2017.

35

Anda mungkin juga menyukai