Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menanamkan keimanan kepada siswa mutlak diperlukan sebagai dasar akidah dan
keyakinan. Keyakinan mutlak diperlukan untuk menanamkan rasa beragama Islam. Tanpa
penanaman dasar keimanan maka akan berakibat siswa tipis iman dan tidak merasa sebagai
seorang muslim. Akibatnya adalah ia tidak merasa bertuhan dan hidup dalam keraguan dan
ketidak tanangan serta ketidak terntraman hati. Akibat lain adalah perilakunya akan jauh dari
nilai-nilai Islam.
Penanaman keimanan kepada siswa tentu membutuhkan metode yang tepat supaya tidak
salah faham dan dapat mengamalkannya hidup keseharian.
B. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
a. membahas tentang keimanan kepada Allah sebagai bahan untuk diajarkan kepada
siswa
b. memperluas wawasan tentang iman kepada Allah melalui diskusi
C. Sistematika Pembahasan
a. Pengertian Iman kepada Allah
b.Tujuan pembelajaran
c. Materi
d. kompetensi dan metode pembelajaran
e. langkah-langkah pembelajaran
f. penutup

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Iman Kepada Allah


Pengertian istilah Iman. Iman secara bahasa berarti tashdiq (membenarkan). Sedangkan
secara istilah syar'i, iman adalah "Keyakinan dalam hati, Perkataan di lisan, amalan dengan
anggota badan, bertambah dengan melakukan ketaatan dan berkurang dengan maksiat". Para
ulama salaf menjadikan amal termasuk unsur keimanan.
Iman adalah membenarkan dalam hati, mengucapkan dengan lisan dan
memperbuat dengan badan (beramal). Beriman kepada Allah SWT adalah
Membenarkan dengan yakin, bahwa Allah SWT bersifat dengan segala sifat sempurna, suci
dari segala sifat kekurangan dan suci pula dari menyerupai segala yang baharu (makhluk)
Beriman kepada Allah mengandung pengertian percaya dan meyakini akan sifat-sifat
Nya yang sempurna dan terpuji. Dasar-dasar kepercayaan ini digariskan-Nya melalui rasul-
Nya, baik langsung dengan wahyu atau dengan sabda rasul.

B. Tujuan Pembelajaran
1. Menanamkan keyakinan kita kepada Allah SWT. yaitu menyakini keagungan dan
kebesaran Allah SWT. yang telah menciptakan dunia seisinya serta mensyukuri
nikmat-Nya.
2. Menjadi acuan dalam kehidupan kita sehari-hari supaya taat menjalankan perintah
Allah SWT. dan menjauhi semua larangan-Nya sehingga hati dan jiwa kita selalu ingat
kepada Allah SWT.
3. Menyelamatkan orang yang beriman, baik di dunia maupun di akhirat karena yang
akan ditolong Allah

C. Materi
1. Pengertian Iman
Iman adalah kepercayaan yang meresap ke dalam hati dengan penuh keyakinan, tidak
bercampur syak dan ragu, serta memberi pengaruh bagi pandangan hidup, tingkah laku dan
perbuatan pemiliknya sehari-hari. Iman bukanlah semata-mata dengan lidahnya, “Saya

2
beriman”. Banyak orang mengaku beriman tetapi hatinya tidak percaya. Iamn bukan pula
semata-mata mengerjakan amal dan syari’at yang biasa dikerjakan oleh orang-orang beriman,
karena banyak orang yang pada lahirnya mengerjakan peribadatan dan perbuatan baik, tetapi
hatinya kosong dari rasa kebaikan dan keikhlasan kepada Allah. Al-qur’an menyebutkan :
Artinya: “Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan
hari kemudian," pada hal mereka itu Sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.
Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, Padahal mereka hanya menipu
dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. (QS. Al-baqarah : 8-9).
Dan Hadits juga menyebutkan:
Artinya : “Bersumber dari Abu Hurairah ra, ia berkata, “Pada suatu hari Rasulullah
Saw muncul di tengah-tengah kaum muslimin, lalu datanglah kepada beliau seorang laki-laki
lalu bertanya kepada beliau. Ya Rasulullah, apakah iman itu? Rasulullah Saw
menjawab,“Engkau beriman kepada Allah, kepada para Malaikat, kepada Kitab-Nya, kepada
hari pertemuan dengan-Nya, kepada para Rasul-Nya, dan engkau beriman kepada Hari
Kebangkitan akhir. Orang itu bertanya lagi, “Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud Islam?
Jawab beliau, “Islam ialah engkau beribadah kepada Allah dan kamu tidak menyekutukan
sesuatupun dengan-Nya, engkau menegakkan shalat, menunaikan zakat wajib, dan engkau
melaksanakan puasa ramadhan. Ia bertanya (lagi), “Wahai Rasulullah, apa itu ikhsan?
Jawab beliau, Yaitu engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat Dia,
sesungguhnya engkau tidak bisa melihat-Nya, namun sesungguhnya Dia pasti melihatmu. Ia
bertanya (lagi), “Wahai Rasulullah, kapan hari kiamat itu akan tiba? Jawab beliau,
“Tidaklah yang ditanya tentangnya lebih tahu daripada ynag bertanya, akan tetapi aku akan
menjelaskan kepadamu tentang tanda-tandanya. Yaitu apabila budak perempuan melahirkan
anak majikannya, maka itu termasuk diantara tanda-tandanya. Apabila seorang yang semula
miskin papa dan bodoh sekali menjadi penguasa di muka bumi, maka itu termasuk diantara
tanda-tandanya. Apabila orang-orang yang tadinya menggembalakan ternak berpacu
membangun gedung bertingkat, maka itu termasuk diantara tanda-tandanya. Ada lima
perkara ghaib yang hanya diketahui Allah, kemudian Rasulullah Saw membaca,
WAINNALLAAHA ‘ALIIMUN KHABIIR (Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Lagi Maha
Mengenal), kemudian orang itu mundur, lalu Rasulullah Saw bersabda, ini adalah Malaikat
Jibril datang untuk mengajar orang-orang tentang agama mereka.” (HR. Muslim)

Iman hendaknya berwujud pernyataan dengan lidah, dilandasi keyakinan dalam hati
dan disertai perbuatan dengan ikhlas dan jujur dalam menjalankan perintah dan putusan Allah
dan Rasul-Nya.
2. Iman Kepada Allah
Rukun iman yang pertama adalah Allah SWT, inilah ajaran paling pokok yang
mendasari seluruh ajaran Islam. inilah yang tersimpul dalam kalimat tauhid, kalimat
tayyibah: La ilaha illallah yang artinya Tiada Tuhan selain Allah. Ini tertuang dalam dua

3
kalimat syahadat, kunci menuju Islam sebagai jalan hidupnya. Mengenal Allah SWT dapat
ditempuh melakukan dua jalur. Pertama, dengan menggunakan akal pikiran untuk memeriksa
dan memikirkan secara teliti apa yang diciptakan Allah. Kedua, dengan mengerti nama-nama
dan sifat-sifat-Nya dalam Al-qur’an. Al-qur’an telah mendorong akal pikiran manusia untuk
mengenal Allah dengan mengemukakan ayat-ayat tentang alam yang menjelaskan segala isi
dunia. Dengan pemikiran itu akan tercapailah pengenalan kepada Allah. Dengan mengenal
ciptaan-Nya, manusia akan mengenal kesempurnaan sifat-sifat-Nya, kebesaran dan keluhuran-
Nya, bukti-bukti keperdulian-Nya, kelengkapan ilmu-Nya, dan kelangsungan kekuasaan-Nya
dalam menciptakan.
3. Tauhid (Zat), Sifat dan Af’al
a. Tauhid (Zat) Allah
Sebenarnya wujudnya Allah itu sudah nyata, bahkan merupakan suatu hakikat yang
tidak perlu lagi diragukan persoalannya dan tidak ada jalan untuk memungkirinya.
Sesungguhnya hakikat dari zat tuhan itu tidak mungkin dapat diketahui dengan akal pikiran
manusia dan tidak dapat dicapai keadaan atau kenyataan yang sebenarnya. Sebabnya adalah
pikiran manusia tidak dapat menjangkau hal tersebut, sehingga manusia tidak diberi dan tidak
ditunjuki cara menemukannya atau perantara untuk mencapainya. Karena itulah sampai
sekarang ilmu pengetahuan modern belum dapat menguraikan berbagai hakikat benda dan
semua yang ada di alam semesta ini secara memuaskan. Sesunggunya zat Allah itu masih jauh
lebih besar dari apa yang dapat dicapai oleh akal ataupun yang dapat diliputi oleh pemikiran-
pemikiran. Oleh sebab itu, alangkah tepatnya firman Allah Swt:
Artinya: “Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat
segala yang kelihatan dan Dialah yang Maha Halus lagi Maha mengetahui.”(QS. Al-An’am:
103)
Jika manusia dengan akal pikirannya tidak dapat mencapai hakikat zat Tuhan tidak
berarti bahwa zat Allah itu tidak ada, tetapi yang benar adalah bahwa zat Allah itu ada dengan
penetapan sebagai sesuatu yang wajib adanya. Untuk menjelaskan bahwa wujud Allah itu ada,
semua yang ada dilingkungan alam semesta ini dapat digunakan sebagai bukti nyata tentang
wujudnya Tuhan.
b. Tauhid Sifat Allah

4
Seseorang muslim harus menyadari dan menyakini bahwa Allah Swt itu maujud yakni
ada dan Dia memiliki Asmaul husna (nama-nama yang terbaik) dan memiliki sifat-sifat yang
luhur yang menunjukkan kesempurnaan-Nya yang mutlak. Yang dimaksud dengan sifat Allah
ialah bahwa sifat-sifat Allah tidak sama dengan sifat-sifat yang lain dan tak seorangpun yang
mempunyai sifat sebagaimana sifat Allah. Sifat-sifat luhur yang dimiliki Allah merupakan
penetapan dan kesempurnaan ketuhanan-Nya serta keagungan Illahi-Nya. Sifat Allah itu
berbeda dengan sifat-sifat manusia yang terbagi-bagi. Kekuasaan Allah tidak terbagi-bagi,
sedangkan kekuasaan manusia adalah terbagi-bagi, demikian juga sifat-sifat lain yang ada
pada manusia pun terbagi-bagi.
Dengan demikian, jelas bahwa segala pikiran yang mempersamakan sifat Allah dengan
sifat makhluk-Nya adalah tidak benar.
c. Tauhid Af’al Allah
Sifat-sifat yang dimiliki Allah Swt ada yang termasuk dalam sifat-sifat zat dan ada
yang termasuk dalam sifat-sifat Af’al (perbuatan). Sifat-sifat zat yaitu sifat-sifat Subutiahatau
sifat-sifat Maknawiah, yakni sifat hidup, mengetahui, berkuasa, berkehendak, mendengar,
melihat dan berfirman. Adapun sifat-sifat Af’al itu ialah seperti sifat menciptakan dan member
rejeki. Jadi, Allah yang Maha Menciptakan dan Maha Pemberi rejeki Dialah yang membuat
mekhluk ini dan juga yang mengaruniakan rejeki kepada mereka.
Para alim ulama telah sependapat bahwa sifat Af’al bukanlah sifat zat dan kedudukan
sifat Af’al itu adalah sebagai tambahan dari sifat zat itu. adapun yang dimaksud dengan
Tauhid Af’al atau Esa dalam perbuatannya ialah bahwa alam semesta ini seluruhnya ciptaan
Allah, tidak ada bagian-bagian alam yang diciptakan oleh selain Allah SWT. Tidak ada sekutu
bagi-Nya dalam mencipta, memerintah, dan menguasai kerajaan-Nya.

D. Kompetensi Dan Metode Pembelajaran


Pembelajaran Iman kepada Allah bisa dengan beberapa metode antara lain adalah :
1. Metode Kisah Qur’ani dan Nabawi
Dalam pendidikan Islam, kisah mempunyai fungsi edukatif yang tidak dapat diganti
dengan bentuk penyampaian lain selain bahasa. Hal ini disebabkan kisah Qur’ani dan Nabawi
mempunyai beberapa keistimewaan yang membuatnya mempunyai dampak psikologi dan
edukatif yang sempurna.(Binti Maunah, 2009: 71).

5
Kisah Qur’ani dan Nabawi dapat digunakan dalam pengajaran keimanan. Pemberian
kisah-kisah yang diambil dari Al Qur’an maupun kisah para Nabi dan Sahabat dapat mendidik
perasaan keimanan dengan cara :
a. Membangkitkan berbagai perasaan seperti khauf, rida, dan cinta.Mengarahkan seluruh
perasaan sehingga bertumpuk pada suatu puncak yaitu kesimpulan kisah.
b. Melibatkan pembaca atau pendengarnya ke dalam kisah itu sehingga secara emosional
ia terlibat.
Kisah-kisah yang terdapat dalam Al-Qur’an merupakan salah satu cara untuk mendidik
umat Islam agar beriman kepada Allah SWT. Tujuan dari metode Qur’ani dan Nabawi itu
sendiri adalah sebagai berikut :
a. Mengungkapkan kemantapan wahyu dan risalah, mewujudkan rasa mantap dalam
menerima Qur’an dan keutusan Rasul-Nya. Kisah-kisah ini menjadi bukti kebenaran
wahyu dan kebenaran Rasul SAW.
b. Menjelaskan bahwa secara keseluruhan, al-Din itu datangnya dari Allah.
c. Menjelaskan bahwa Allah datang menolong dan mencintai Rasul-Nya, menjelaskan
bahwa kaum mukmin adalah umat yang satu dan Allah adalah Rabb mereka.
d. Kisah-kisah itu bertujuan untuk menguatkan keimanan kaum muslim, menghibur
mereka dari kesedihan atas musibah yang menimpa.
e. Mengingatkan bahwa musuh orang mukmin adalah syetan, menunjukkan
permusuhan abadi tersebut akan lebih tampak jelas melalui kisah.
2. Metode Amtsal
Metode Amtsal atau perumpamaan dalam cara penyampaiannya sama dengan metode
kisah, yaitu menggunakan metode ceramah. Metode ini mirip dengan metode kisah Qur’ani
dan Nabawi karena dalam menggunakan perumpamaan mengambil dari AlQur’an.
Penggunaan perumpamaan dalam pengajaran dapat merangsang kesan terhadap makna yang
tersirat dalam perumpamaan tersebut.Sebagai contoh dalam Q. S Al Ankabut ayat 41, Allah
mengumpamakan sesembahan atau Tuhan orang kafir dengan sarang laba-laba. Perumpaman
orang yang berlindung selain kepada Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah.
Padahal rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba. (Binti Maunah, 2009 : 72)
Dari perumpamaan diatas, anak dapat memahami bahwa menyembah selain kepada
Allah ibarat berlindung pada sesuatu yang lemah dan tidak berdaya. Anak akan menyadari

6
bahwa tidak ada kekuasan yang lebih besar dari kekuasaan Allah SWT. Sehingga dalam diri
anak akan tertanam rasa keimanan yang tinggi dan pengakuan yang besar terhadap ke-Esaan
Allah SWT.
Penggunaan perumpaman dalam pendidikan haruslah logis, dan mudah dipahami.
Perumpamaan harus memperjelas konsep bukan malah mengaburkan penjelasan. Dengan
perumpamaan anak dapat memahami konsep yang abstrak karena perumpamaan
menggunakan benda-benda yang konkrit. Dalam Al Qur’an, kesimpulan perumpamaan yang
ada kebanyakan harus ditebak sendiri oleh pendengar atau pembacanya sendiri karena Allah
tahu manusia dapat menebaknya.
3. Metode Ibrah dan Mauizah
Metode ibrah adalah suatu cara yang dapat membuat kondisi psikis seseorang (siswa)
mengetahui intisari perkara yang mempengaruhi perasaannya, yang diambil dari pengalaman-
pengalaman orang lain atau pengalaman hidupnya sendiri.
Metode mauizah adalah suatu cara penyampaian materi pelajaran melalui tutur kata
yang berisi nasihat-nasihat dan peringatan tentang baik buruknya sesuatu. (Heri Jauhari
Muchtar, 2005 : 220)
Metode ibrah sangat diperhatikan dalam pendidikan Islam. Hal ini dilakukan agar anak
didik dapat mengambil intisari atau pelajaran dari kisah-kisah Al Qur’an atau pengalaman-
pengalaman yang diceritakan. Demikian pula dengan metode mauizah. Seorang pendidik
hendaknya memberi nasehat secara berulang-ulang agar nasehat tersebut dapat meninggalkan
kesan sehingga anak didiknya tergerak untuk mengikuti nasehat itu.
Metode ibrah dan mauizah apabila digunakan bersama-sama dalam pendidikan Islam
memang tidak mudah. Penerapan metode ini membutuhkan keikhlasan dan berulang-ulang
sehingga nasehat tersebut menyentuh kalbu pendengarnya. Nasehat yang dapat menimbulkan
kesan yang mendalam menyebabkan nasehat tersebut tidak hanya tertanam dalam hati saja
yang dapat menebalkan iman tetapi anak juga melaksanakan nasehat tersebut.
4. Metode Targhib Dan Tarhib
Metode ini berhubungan dengan pujian dan penghargaan. Imbalan atau tanggapan
terhadap orang lain itu terdiri dari dua, yaitu penghargaan (reward/ targhib) dan hukuman
(punishment/tarhib). Targhib bertujuan agar orang mematuhi aturan Allah. Sedangkan tarhib
bertujuan agar orang menjauhi kejahatan. Metode ini didasarkan atas fitrah manusia yaitu sifat

7
kesenangan, keselamatan dan tidak menginginkan kepedihan dan kesengsaraan. (Binti
Maunah, 2009 : 76)
Metode ini dapat menumbuhkan rasa keimanan dalam diri anak didik. Dengan proses
pemberian ganjaran dan hukuman tersebut, anak akan belajar mana yang boleh dilakukan dan
mana yang harus ditinggalkan. Proses tersebut akan kuat tertanam dalam diri anak karena
apabila anak diberi suatu hadiah atau penghargaan tatkala dia melakukan sesuatu yang terpuji,
anak tersebut akan cenderung mengulanginya dan mencoba menemukan sesuatu yang baik
lainnya yang menyebabkan dirinya diberi penghargaan.
Sebaliknya, apabila anak diberi hukuman tatkala melakukan sesuatu, tentu anak akan
berpikir bahwa yang dilakukannya salah dan tidak akan mengulanginya lagi karena hukuman
yang dia rasakan. Dengan ini maka anak akan menghindari hal-hal yang menyebabkan dia
dihukum. Anak akan lebih patuh dan melaksanakan hal-hal yang diperintahkan Allah.
Agama Islam memberi arahan dalam memberi hukuman (terhadap anak/peserta didik)
hendaknya memperhatikan hal-hal sebagi berikut :
1. Jangan menghukum keika marah. Karena pemberian hukuman ketika marah akan lebih
besifat emosional yang dipengaruhi nafsu syaithaniyah.
2. Jangan sampai menyakiti perasaan dan harga diri anak atau orang yang kita hukum.
3. Jangan sampai merendahkan derajat dan martabat orang bersangkutan, misalnya
dengan menghina atau mencaci maki didepan orang lain.
4. Jangan menyakiti secara fisik, misalnya menampar mukanya atau menarik kerah
bajunya dan sebagainya.
5. Bertujuan mengubah perilakunya yang kurang/tidak baik. Kita menghukum karena
anak /peserta didik berperilaku tidak baik.
Karena itu yang patut kita benci adalah perilakunya, bukan orangnya. Apabila
anak/orang yang kita hukum sudah memeperbaiki perilakunya, maka tidak ada alasan kita
untuk tetap membencinya. Anak perlu diberikan penghargaan karena telah memperbaiki
perilakunya. Dalam penerapan merode ini diupayakan bahwa intensitas pemberian hukuman
tidak sebesar pemberian hadiah. Dengan pemberian penghargaan yang lebih besar
persentasenya, anak akan termotivasi untuk lebih berusaha berbuat kebaikan.

8
5. Metode Pembiasaan
Untuk melaksanakan tugas atau kewajiban secara benar dan rutin terhadap anak atau
peserta didik diperlukan pembiasaan. Misalnya, agar anak atau peserta didik dapat
melaksanakan sholat secara benar dan rutin maka mereka perlu dibiasakan sholat sejak masih
kecil, dari waktu kewaktu. Itulah sebabnya kita perlu mendidik mereka sejak dini atau kecil
agar mereka terbiasa dan tidak merasa berat untuk melaksanaknnya ketika mereka sudah
dewasa.
Sehubungan itu tepatlah pesan rosulullah kepada kita agar melatih atau membiasakan
anak untuk melaksanakan sholat ketika mereka berusia 7 tahun dan memukulnya (tanpa cidera
atau bekas) ketika berumur 10 tahun- atau lebih- apabila mereka tidak mengerjakannya.
Dalam pelaksanaan metode ini diperlukan pengertian, kesabaran, dan ketelatenan orang tua,
pendidik dan dai terhadap anak atau peseta didiknya.
Dalam hal ini penanaman iman kepada anak-anak antara lain dapat dilakukan dalam
bentuk pembiasaan. Dalam materi yang diajarkan setiap kali anak atau murid makan dan
berdo’a, mencuci tangan supaya bersih, bangun pagi, hidup teratur, dan sebagainya.
Pembiasaan tidaklah memerlukan keterangan atau argumen yang logis. Pembiasaan akan
berjalan dan berpengaruh kerena semata-mata kebiasaan itu. Maksudnya, biasakanlah murid-
murid kita dan tidak perlu benar dijelaskan mengapa harus begitu. Biasakanlah bangun pagi,
shalat subuh tidak kesiangan, dan tidak perlu dijelaskan berulang-ulang mengapa harus begitu.
Dengan demikian, pembiasaan itu datangnya dari kebiasaan itu sendiri.
6. Metode Keteladanan
Metode ini merupakan metode yang paling unggul dan paling jitu dibandingkan metode-
metode lainnya. Melalui metode ini para orang tua, pendidik atau dai memberi contoh atau
teladan terhadap anak/peserta didiknya bagaiman cara berbicara, berbuat, bersikap,
mengerjakan sesuatu atau cara beribadah, dsb.
Melalui metode ini maka anak atau peserta didik dapat melihat, menyaksikan dan
meyakini cara sebenarnya sehingga mereka dapat melaksanaknnya dengan lebih baik dan
lebih mudah. Metode keteladanan ini sesuai dengan sabda Rosulullah:

َ ‫اِ ْبدَأْ ِبنَ ْفس‬


‫ِك‬
“Mulailah dari diri sendiri”

9
Maksud hadist ini adalah dalam hal kebaikan dan kebenaran, apabila kita menghendak
orang lain juga mengerjakannya, maka mulailah dari diri kita sendiri untuk mengerjakannya.
Dalam pengajaran keimanan dengan menggunakan metode teladan ini, yaitu meneladani
kisah –kisah para nabi, rasul ataupun para sahabat. Misalnya saja pada masa Nabi Ibrahim,
yang mana nabi Ibrahim mencari tuhannya. Dengan cerita itu, maka dapat menambah
keyakinan makna adanya Allah.
7. Metode Nasihat
Metode inilah yang paling sering digunakan oleh para orang tua, pendidik dan da’i
terhadap peserta didik dalam proses pendidikannya. Memberi nasihat sebenarnya merupakan
kewajiban kita selaku muslim seperti tertera antara lain dalam Q.S al- Ashar ayat 3, yaitu agar
kita senantiasa memberi nasihat dalam hal kebenaran. Rasulullah bersabda :
ُ‫ص ْي َحة‬
ِ َّ‫ال ِدِّ ْينُالن‬
“Agama itu adalah nasihat.”
Maksudnya adalah agama itu berupa nasihat dari Allah bagi umat manusia melalui para
nabi dan rasul-Nya agar manusia hidup bahagia, selamat dan sejahtera di dunia serta akhirat.
Selain itu menyampaikan ajaran agama pun –bisa-dilakukan melalui nasihat. Supaya nasihat
ini dapat terlaksana dengan baik, maka dalam pelaksanaannnya perlu memperhatikan
beberapa hal, sebagai berikut :
a. Gunakan kata dan bahasa yang baik dan sopan serta mudah dipahami.
b. Jangan sampai menyinggung perasaan orang yang dinasehati atau orang
disekitarnya.
c. Sesuaikan perkataan kita dengan umur sifat dan tingkat kemampuan/ kedudukan
anak atau orang yang kita nasehati.
d. Perhatikan saat yang tepat kita memberi nasihat. Usahakan jangan menasehati
ketika kita atau orang yang dinasehati sedang marah.
e. Perhatikan keadaan sekitar ketika memberi nasihat. Usahakan jangan dihadapan
orang lain atau-apalagi dihadapan orang banyak (kecuali ketika memberi
ceramah/tausiyah.).
f. Beri penjelasan, sebab atau kegunaan mengapa kitaperlu memberi nasihat.

10
g. Agar lebih menyentuh perasaaan dan hati nuraninya, sertakan ayat-ayat al-qur’an,
hadist rasulullah atau kisah para nabi/ rasul, para sahabatnya atau orang-orang yang
shalih.
Nasihat-nasihat yang diberikan oleh guru dengan memperhatikan kondisi dan situasi
anak didiknya akan lebih meresap di hati. Apalagi ketika guru menyelipkan ayat-ayat atau
kisah-kisah orang shalih yang sesuai dengan apa yang dialami anak didik. Hal ini dapat
memupuk rasa keimanan dalam diri anak.

E. Langkah-Langkah Pembelajaran
Langkah-pembelajaran adalah sbb:
1. Persiapan. Menyiapkan materi ajar tentang Iman Kepada Allah, dengan membuat Rencana
Pembelajaran (RPP)
2. Penjelasan materi. Menjelaskan dengan detail tentang
a. pengertian iman kepada Allah,
b. hikmah iman kepada Allah
c. bahaya tidak beriman kepada Allah
3. Penutup. Mengevakuasi daya serap siswa atas materi pelajaran yang baru saja diajarkan
dengan memberikan pertanyaan atau memberikan kesempatan kepada siswa untik
bertanya

11
BAB IV
KESIMPULAN

1. Pembelajaran Iman kepada Allah kepada siswa harus benar-benar tepat agar siswa dapat
mendapat pemahaman tentang iman dan ketauhidan.
2. Beberapa metode pembelajaran dalam penyamapaian materi iman kepada Allah adalah:
1. Metode Kisah Qur’ani dan Nabawi ;
2. Metode Amtsal;
3. Metode Ibrah dam Mauizah;
4. Metode Targhib Tarhib;
5. Metode Pembiasaan;
6. Metode keteladanan;
7. Metode nasihat.

12
DAFTAR PUSTAKA

Binti Maunah, 2009, Landasan Pendidikan, Yogyakarta : Penerbit Teras


Muchtar, Heri Jauhari, 2005, Fiqih Pendidikan, Bandung : Remaja Rosdakarya
Sahrodi, Jamali, 2008, Metodologi Pengajaran Islam, Bandung : CV. Pustaka Setia
Yunus Mahmud 1990 Metodik Khusus Pendidikan Agama, Jakarta : PT Chidakarya Agung
file:///D:/Δ%20SmadLock%20(Brankas%20Smadav)%20Δ/Data%20Mata%20Kuliah%20Smt
3/Metodologi%20Pembelajaran%20Keimanan/woelanmay_%20METODE%20PENGAJARA
N%20KEIMANAN.html

13
PEMBELAJARAN IMAN KEPADA ALLAH

Makalah
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pembelajaran PAI
Dosen Pengampu : Drs. H. Muhaimin, M.Ag

Disusun Oleh:
1. MUNJIYAH
2. YUSUF JALA SAPUTRA
3. MASHURI

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MA’HAD ALY


(STAIMA ) CIREBON
TAHUN AKADEMIK 2018 /2019
Jl. KH. Masduqie Ali, Kasab Babakan Ciwaringin- Cirebon Telf/fax.(0231) 343431

14
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………………………………………….……………………….. 1
B. Tujuan ……………………………………………….…………………………… 1
C. Sistematika Pembahasan ………………………………………………………… 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Iman Kepada Allah ………………………………………………….. 2
B. Tujuan Pembelajaran ……………………………………………………………. 2
C. Materi …………………………………………………………………………… 3
D. Kompetensi Dan Metode Pembelajaran ………………………………………… 5
E. Langkah-Langkah Pembelajaran ……………………………………………….. 11
BAB III KESIMPULAN

15
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur saya panjatkan ke Hadirat Allah SWT, karena hanya
dengan berkat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini. Tak lupa shalawat serta salam
semoga dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW yang telah
membawa kita dari alam gelap ke alam yang terang benderang, dari alam jahiliyah ke
alamyang penuh berkah ini. Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. H. Muhaimin,
M.Ag selaku guru Agama Islam. Dan saya juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh
teman-teman yang telah membantu, karena tanpa bantuan tersebut saya tidak mungkin dapat
menyelesaikan makalah ini Saya menyusun makalah ini dengan sungguh-sungguh dan
semampu saya. Saya berharap dengan adanya makalah ini dapat memberikan pengalaman
maupun pelajaran yang berarti bagi siapa saja yang membacanya.
Makalah ini dibuat sebagai salah satu tugas Agama Islam Makalah ini saya buat satu
jilid yang berisi tentang “AQIDAH. IMAN KEPADA ALLAH”
Dalam tiap sub bab yang dibahas merupakan informasi yang sesuai dengan materi
yang sedang dibahas.
Akhir kata, manusia tidak ada yang sempurna, begitu pula dengan makalah ini. Jauh
dari sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Cirebon, 27 oktober 2018


Penyusun ,

16

Anda mungkin juga menyukai