Anda di halaman 1dari 9

Pengaruh HIV Pada Kehamilan

Perempuan hamil yang terinfeksi HIV di Indonesia terus berambah dari tahun ke tahun. Dari
laporan DepKes RI diperkirakan sekitar 7000 perempuan hamil terinfeksi HIV setiap tahun.
Proporsi perempuan yang terinfeksi HIV secara nasional sekarang ini sudah mencapai 40% dan
sebagian besar perempuan tersebut berada dalam rentang usia subur.
Permasalahan kesehatan reproduksi yang timbul jika perempuan hamil terinfeksi HIV antara lain
adalah pengaruh infeksi HIV terhadap kehamilan dan pengaruh kehamilan terhadap perjalanan
infeksi HIV. Di samping itu keadaan khusus ibu hamil tidak boleh diabaikan seperti pengguna
narkoba, terinfeksi penyakit menular seksual, anemia, hipertensi, diabetes mellitus dan lain-lain.
Niat untuk hamil dan mempunyai anak perlu didengarkan dan dicarikan jalan keluarnya agar
pasangan yang HIV hegatif tidak tertular HIV begitu juga anak yang dikandung. Salah satu cara
untuk mengurangi risiko penularan pada pasangan suami HIV positif dan istri HIV negative
adalah dengan pencucian sperma dan inseminasi.
Wanita HIV positif yang hamil akan menghadapi kenyataan yang terkadang diluar kemauannya
contohnya abortus spontan, kematian janin dalam kandungan, pertumbuhan janin yang
terhambat, berat badan bayi rendah, bayi premaur dan korioamneitis. Selain itu berbagai infeksi
menular seksual seperti kandidiasis vulvovaginal, vaginosis bacterial, gonorea, sifilis dapat
menyertai kehamilan pada perempuan HIV positif.

Patofisiologi HIV Dalam Kehamilan

Selama kehamilan, kemungkinan bayi tertular HIV sangat kecil. Hal ini disebabkan karena
terdapatnya plasenta yang tidak dapat ditembus oleh virus itu sendiri. Oksigen, makanan,
antibodi dan obat-obatan memang dapat menembus plasenta, tetapi tidak oleh HIV. Plasenta
justru melindungi janin dari infeksi HIV. Perlindungan menjadi tidak efektif apabila ibu:
a. Mengalami infeksi viral, bakterial, dan parasit (terutama malaria) pada plasenta selama
kehamilan.
b. Terinfeksi HIV selama kehamilan, membuat meningkatnya muatan virus pada saat itu.
c. Mempunyai daya tahan tubuh yang menurun.
d. Mengalami malnutrisi selama kehamilan yang secara tidak langsung berkontribusi untuk
terjadinya penularan dari ibu ke anak.

Pemeriksaan Kehamilan Berkaitan Dengan HIV/AIDS

2. VCT (Voluntary Counseling Testing)


VCT adalah suatu pembinaan dua arah atau dialog yang berlangsung tak terputus antara konselor
dan kliennya untuk mencegah penularan HIV, memberikan dukungan moral, informasi, serta
dukungan lainnya kepada ODHA, keluarga , dan lingkungannya. Tujuan VCT :

1. Upaya pencegahan HIV/AIDS.


2. Upaya untuk mengurangi kegelisahan, meningkatkan persepsi/pengetahuan mereka
tentang faktor-faktor resiko penyebab seseorang terinfeksi HIV.
3. Upaya pengembangan perubahan perilaku, sehingga secara dini mengarahkan mereka
menuju ke program pelayanan dan dukungan termasuk akses terapi antiretroviral, serta
membantu mengurangi stigma dalam masyarakat.
4. Pemerikasaan Laboratorium
1. Tes serologis: tes antibodi serum terdiri dari skrining HIV dan ELISA;

Tes blot western untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap beberapa protein spesifik HIV.

1. Pemeriksaan histologis, sitologis urin ,darah, feces, cairan spina, luka, sputum, dan
sekresi.
2. Tes neurologis: EEG, MRI, CT Scan otak, EMG.
3. Tes lainnya: sinar X dada menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCV tahap
lanjut atau adanya komplikasi lain; tes fungsi pulmonal untuk deteksi awal pneumonia
interstisial; Scan gallium; biopsy; branskokopi.
4. Tes Antibodi
1. Tes ELISA, untuk menunjukkan bahwa seseorang terinfeksi atau pernah terinfeksi
HIV.
2. Western blot asay/ Indirect Fluorescent Antibody (IFA), untuk mengenali antibodi
HIV dan memastikan seropositifitas HIV.
3. Indirect immunoflouresence, sebagai pengganti pemerikasaan western blot untuk
memastikan seropositifitas.
4. Radio immuno precipitation assay, mendeteksi protein pada antibodi.
5. Pendeteksian HIV

Dilakukan dengan pemeriksaan P24 antigen capture assay dengan kadar yang sangat rendah.
Bisa juga dengan pemerikasaan kultur HIV atau kultur plasma kuantitatif untuk mengevaluasi
efek anti virus, dan pemeriksaan viremia plasma untuk mengukur beban virus (viral burden).

Program Skrining/Penjaringan HIV/AIDS Pada Ibu Hamil

Sebagian besar ibu menularkan HIV pada buah hatinya saat persalinan (60%), menyusui (30%),
ataupun dalam kandungan (10%). Skrining merupakan langkah awal keberhasilan mencegah
penularan infeksi HIV ibu ke janin atau bayi. Bila hasil skrining positif, pencegahan dilanjutkan
dengan konseling tentang gaya hidup sehat termasuk pola hubungan intim dengan pelindung,
pengobatan, dan asuhan saat kehamilan serta setelah persalinan. Saat ini ada metode skrining
cukup dengan mengoleskan saliva (cairan ludah) lewat tes yang disebut rapid test. Namun
hasilnya tetap harus dikonsultasikan dan dipastikan kembali dengan uji yang lebih akurat.
Skrining HIV mempunyai makna melakukan pemeriksaan HIV pada suatupopulasi tertentu,
sementara uji diagnostik HIV berarti melakukan pemeriksaanHIV pada orang-orang dengan
gejala dan tanda yang konsisten dengan infeksiHIV. CDC menyatakan bahwa infeksi HIV
memenuhi seluruh kriteria untukdilakukan skrining, karena:

1. Infeksi HIV merupakan penyakit serius yang dapat didiagnosis sebelumtimbulnya gejala.
2. HIV dapat dideteksi dengan uji skrining yang mudah, murah, dan noninvasif.
3. Pasien yang terinfeksi HIV memiliki harapan untuk lebih lama hidup bilapengobatan
dilakukan sedini mungkin, sebelum timbulnya gejala.
4. Biaya yang dikeluarkan untuk skrining sebanding dengan manfaat yang akandiperoleh serta
dampak negatif yang dapat diantisipasi. Di antara wanitahamil, skrining secara substansial telah
terbukti lebih efektif dibandingkanpemeriksaan berdasarkan risiko untuk mendeteksi infeksi HIV
dan mencegahpenularan perinatal

Penentuan Diagnostik HIV/AIDS Pada Ibu Hamil

Setiap pasien dengan tanda dan gejala yang konsisten denganinfeksi HIV atau infeksi
oportunistik AIDS harus diperiksa HIV.

o
Para klinis harus selalu mewaspadai adanya infeksi HIV akut padasetiap pasien dengan sindrom
klinis yang sesuai dan memilikiperilaku berisiko tinggi. Bila dicurigai terdapat sindrom retroviral
akut,pemeriksaan RNA plasma harus dilakukan bersama denganpemeriksaan antibodi HIV untuk
mendiagnosis infeksi akut HIV.

o
Pasien atau orang yang merawat pasien harus diberitahukan secaralisan bahwa akan
direncanakan pemeriksaan HIV dan implikasi darihasil positif atau negatif tes tersebut, serta
tetap memberikankesempatan untuk bertanya dan menolak tes tersebut. Denganinformasi
semacam itu, persetujuan pasien pada saat menyetujuitindakan perawatan medis secara umum
dianggap sudah cukupuntuk menyetujui dilakukannya pemeriksaan HIV

Tatalaksana Pengobatan HIV/AIDS Pada Ibu Hamil

Obat yang direkomendasikan yaitu zidovudine (ZDV) yang menjadi bagian dari beberapa
regimen untuk pengobatan wanita hamil, kecuali terdapat dokumentasi riwayat keparahan ZDV-
berhubungan dengan toksisitas atau resisten. Untuk wanita yang memiliki riwayat keracunan
ZDV atau resisten, regimen sebaiknya termasuk sedikitnya 1 obat antiretroviral yang melewati
plasenta untuk memberikan fetus preexposure prophylaxis. Obat antiretroviral lainnya yang
melewati plasenta manusia termasuk didanosine, lamivudine (3TC), tenofovir, nevirapine
(NVP), dan lopinavir. Beberapa dari inhibitor protease juga memiliki variabel yang sedikit ke
bagian plasenta[21].
Ketika memilih regimen yang sesuai untuk wanita hamil, kombinasi regimen
antiretroviral terdiri dari 3 obat yang direkomendasikan. Pada umumnya, prinsip pedoman
pengobatan untuk wanita yang tidak hamil sebaiknya benar-benar dipertimbangkan. Harus
terdapat dua kekuatan inhibitor nukleosida reverse-transkriptase dengan inhibitor nonnukleosida
reverse-transkriptase atau inhibitor pratease yang cocok (tabel 1). Efavirenz pada umumnya
dihindari selamas trimester pertama kehamilan karena menyangkut teratogenitas. NVP tidak
direkomendasikan untuk wanita dengan jumlah sel CD4 >250 sel/mm3 karena meningkatkan
risiko terjadinya ruam dan hepatotoksik. Tetapi jika si wanita telah toleransi terhadap NVP-
terdiri dari regimen sebelumnya saat kehamilan, regimen ini sebaiknya dilanjutkan selama
kehamilan[21].
Kombinasi dari stavudine dan didanosine sebaiknya dihindari selama kehamilan karena
berpotensi menyebabkan toksisitas mitokondrial dan asidosis laktat. Pada umumnya, monoterapi
sebaiknya dihindari selama kehamilan karena berpotensi dalam menyebabkan perkembanagan
resistensi antiretroviral. Pengobatan ZDV intravena intrapartum direkomendasikan untuk semua
wanita yang terinfeksi HIV kecuali terdapat riwayat hipersensitif terhadap ZDV[21].
Yang paling utama, dan mungkin sangat penting, langkah dalam mencegah MTCT
merupakan uji umum HIV dari seemua wanita yang hamil untuk diidentifikasi mana yang
berisiko menularkan virus untuk janinnya. Di negara berkembang, terapi kombinasi antiretroviral
direkomendasikan selama masa kehamilan tanpa memperhatikan jumlah sel CD4 atau jumlah
virus untuk menurunkan risiko penularan HIV kepada fetus. Jadwal operasi caesar
direkomendasikan untuk wanita hamil dengan muatan plasma RNA HIV > 1000 kopi/ mL. Di
United States dan negara berkembang lainnya, hindarkan pemberian air susu direkomendasikan
untuk menurunkan lebih lanjut risiko penularan perinatal. Dari sumber- negara terbatas,
penelitian yang sederhana dan singkat dari regimen antiretroviral juga berperan dalam
mengurangi transmisi MTCT. Terapi yang optimal untuk infeksi maternal dalam kehamilan, dan
perawatan untuk janin akan sukses dengan pendekatan multidisiplin untuk merawat wanita hamil
yang terinfeksi HIV[21].
Keterangan untuk obat yang digunakan pada pasien HIV/AIDS[23]:
3TC (nama dagang)
Lamivudine 150 mg
Indikasi: pengobatan HIV pada dewasa dengan progresive immunodefeciency dengan atau tanpa
pengobatan sebelumnya dengan antiretroviral, infeksi HIV pada anak-anak (umur 3 bulan)
dengan progresif immunodefeciency dengan atau tanpa pengobatan sebelumnya dengan retrovir
Norvir (nama dagang)
Ritonavir
Indikasi: monoterapi untuk infeksi HIV.
Kontra indikasi: Hipersensitifitas
Efek samping: astenia, gangguan GI dan neurologi, termasuk mual, muntah, diare, anoreksia,
nyeri abdomen, gangguan pengecapan, prestesis perifer dan sirkum oral
Dosis: kapsul/solid sehari 2 x 600mg
Reyataz (nama dagang)
Atazanavir sulfat
Indikasi: terapi untuk infeksi HIV-1 dalam kombinasi dengan obat antiretroviral lain.
Kontra indikasi: hipersensitifitas terhadapa atazanavir, kombinasi dengan midazolam,
dihiroergotamin, ergotamin, ergonovin, metilergonovin, cisapride, dan pimozid.
Efek samping: skit kepala, mual, ikterus, muntah, diare, nyeri abdomen, pusing, insomnia,
gangguan saraf perifer, ruam kulit.
Dosis: dewasa (pasien yang belum pernah mendapat terapi) sehari 1 x 400mg, dewasa (pasien
yang sudah pernah mendapat terapi) sehari 1 x 300mg, pasien ditambah dengan ritnovir sehari 1
x 100mg + efavirenz.

Pengobatan untuk ibu hamil dengan HIV salah satunya dapat menggunakan obat anti-
HIV dimana menurut penelitian dapat mencegah terjadinya transmisi virus HIV kepada janin
dengan cara penggunaan sebagai berikut[23]:
 selama kehamilan setelah trimester pertama: dengan memberikan anti-HIV sedikitnya tiga
anti-HIV yang berbeda yang dikombinasikan (atripla).
 selama labor dan persalinan: diberikan AZT (zidovudine) IV, kemudaian diberikan anti-
HIV yang lain melalui mulut.
 setelah melahirkan: diberikan cairan AZT selama 6 minggu.
Program Persalinan pada Ibu Hamil Dengan HIV/AIDS
Persalinan sebaiknya dipilih dengan menggunakan program/metode Sectio caesaria karena metode ini
terbukti mengurangi resiko penularan HIV dari ibu ke bayi sampai 80%. Apabila pembedahan ini disertai
dengan penggunaan terapi antiretroviral, maka resiko dapat diturunkan sampai 87%. Walaupun
demikian, pembedahan ini juga mempunyai resiko karena kondisi imunitas ibu yang rendah yang bisa
memperlambat penyembuhan luka. Oleh karena itu, persalinan per vagina atau sectio caesaria harus
dipertimbangkan sesuai kondisi gizi, keuangan, dan faktor lain.

Pengkajian Pada Ibu Hamil Dengan HIV

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan kegiatan dalam menghimpun imformasi (data-data) dari klien.
Data yang dapat dikumpulkan pada klien yaitu data sebelum dan selama kehamilan

1. Identitas pasien
2. Riwayat Kesehatan

- Masa lalu

- Sekarang

- Menstruasi

- Reproduksi

1. Keluhan Utama
2. Data Psikologi

Kondisi ibu hamil dengan HIV /AIDS takut akan penularan pada bayi yang dikandungnya. Bagi
keluarga pasien cenderung untuk menjauh sehingga akan menambah tekanan psikologis pasien.

1. Pemeriksaan fisik
1. Breating

Kaji pernafasan bumil, apabila ibu telah terinfeksi sistem pernafasan maka sepanjang jalr
pernafasan akan mengalami gangguan. Misal RR meningkat, kebersihan jalan nafas.

1. Blood

Pemeriksaan darah meliputi pemeriksaan virus HIV/AIDS. Penurunan sel T limfosit; jumlah sel
T4 helper; jumlah sel T8 dengan perbandingan 2:1 dengan sel T4; peningkatan nilai kuantitatif
P24 (protein pembungkus HIV); peningkatan kadar IgG, Ig M dan Ig A; reaksi rantai polymerase
untuk mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler; serta tes
PHS (pembungkus hepatitis B dan antibodi,sifilis, CMV mungkin positif).

1. Brain

Tingkat kesadaran bumil dengan HIV/AIDS terkadang mengalami penurunan karena proses
penyakit. Hal itu dapat disebabkan oleh gangguan imunitas pada bumil.

1. Bowel

Keadaan sisitem pencernaan pada bumil akan mengalami gangguan. Kebanyakan gangguan
tersebut adalah diare yang lama. Hal itu disebabkan oleh penurunan sistem imun yang berada di
tubuh sehingga bakteri yang ada di saluran pencernaan akan mengalami gangguan. Hal itu dapat
menyebabkan infeksi saluran pencernaan.

1. Bladder

Kaji tingkat urin klien apakah ada kondisi patologis seperti perubahan warna urin, jumlah dan
bau. Hal itu dapan mengidentifikasikan bahwa ada gangguan pada sistem perkemian. Biasanya
saat imunitas menurun resiko infeksi pada uretra klien.

1. Bone

Kaji respon klien, apakah mengalami kesulitan bergerak,reflek pergerakan. pada ibu hamil
kebutuhan akan kalsium meningkat,periksa apabila ada resiko osteoporosis. Hal itu dapat
memburuk dengan bumil HIV/AIDS.

Analisa Data

Data Etiologi Problem


DS: biasanya pasien Buang Diare (infeksi virus HIV Kekurangan volume
air besar selama berhari- yang menyerang usus ) cairan
hari, lemas, pusingDO:
wajah pucat, matanya
cowong, kulit dan mukosa
kering, tekanan turgor
menurun

DS : biasanya pasien Mual. Muntah dan diare Perubahan nutrisi :


mengeluh lemasDO: pasien yang berlebihan kurang dari kebutuhan
terlihat kurus

DS: biasanya pasien Infeksi virus HIVpada usus Nyeri


mengeluh nyeri pada
bagian perutDO :

P: nyeri meningkat ketika


beraktifitas

Q: nyeri

R: nyeri di daerah abdomen


kuadran kiri bawah

S: skala nyeri 8

T: nyeri hilang timbul


S : nyeri pada daerah Diare yangberlebihan Kerusakan integritaskulit
perianalO : kulit perianal
terlihat merah dan sedikit
lecet
S : biasnya pasien Takut bayi akantertular Ansietas
mengeluh cemasO : pasien virus HIV
menangis

S : merasa cemasdan takut Persepsi ridakdapat Resiko tinggi


diterima isolasisocial

masyarakat

Penentuan Diagnosa Keperawatan Pada Ibu Hamil Dengan HIV/AIDS

1. Kekurangan volume cairan b.d diare berat

2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d pengeluaran yang berlebihan ( muntah
dan diare berat )

3. Nyeri b.d infeksi

4. Kerusakan integritas kulit b.d diare berat

5. Ansietas b.d transmisi dan penularan interpersonal ( pada bayi )

6. Resiko tinggi isolasi sosial b.d persepsi tentang tidak akan diterima dalam masyarakat
Penentuan Kriteria Evaluasi Keperawatan

1. Pasien menunjukkan tingkah laku/teknik untuk mencegah kerusakan kulit/meningkatkan


kesembuhan.
2. Menunjukkan kemajuan pada luka/penyembuhan lesi.
3. Keluhan hilangnya/terkontrolnya rasa sakit
4. Menunjukkan posisi/ekspresi wajah rileks
5. Dapat tidur/beristirahat adekuat
6. Membran mukosa pasien lembab, turgor kulit baik, tanda-tanda vital stabil, haluaran
urine adekuat
7. menunjukkan nilai laboratorium dalam batas normal
8. melaporkan perbaikan tingkat energi

Merumuskan Intervensi Keperawatan Pada Ibu Hamil Dengan HIV/AIDS

Anda mungkin juga menyukai