Anda di halaman 1dari 12

GANGGUAN MOBILITAS FISIK

A. Definisi
a. Mobilisasi
 Mobilitas adalah pergerakan yang memberikan kebebasan dan
kemandirian bagi seseorang (Ansari, 2011).
 Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas,
mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat.
Mobilisasi diperlukan untuk meninngkatkan kesehatan, memperlambat
proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk
aktualisasi. Mobilisasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas
dalam dan menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal, dorong
untuk menggerakkan kaki dan tungkai bawah sesegera mungkin, biasanya
dalam waktu 12 jam (Mubarak, 2008).
 Mobilitas atau Mobilisasi adalah kemampuan individu untuk bergerak
secara bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan aktivitas guna mempertahankan kesehatannya.
b. Imobilisasi
 Imobilitas didefinisikan secara luas sebagai tingkat aktivitas yang kurang
darimobilitas optimal (Ansari, 2011).
 Imobilisasi adalah suatu keadaan dimana penderita harus istirahat di
tempat tidur,tidak bergerak secara aktif akibat berbagai penyakit atau
gangguan pada alat/organ tubuh yang bersifat fisik atau mental. Dapat juga
diartikan sebagai suatu keadaan tidak bergerak / tirah baring yang terus –
menerus selama 5 hari atau lebih akibat perubahan fungsi fisiologis
(Bimoariotejo, 2009).
 Gangguan mobilitas fisik (immobilisasi) didefinisikan oleh North
American Nursing Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu
kedaaan dimana individu yangmengalami atau beresiko mengalami
keterbatsan gerakan fisik. Individu yang mengalami atau beresiko
mengalami keterbatasan gerakan fisik antara lain : lansia, individu
dengan penyakit yang mengalami penurunan kesadaran lebih dari 3 hari
atau lebih, individu yang kehilangan fungsi anatomic akibat perubahan
fisiologik (kehilangan fungsi motorik,klien dengan stroke, klien
penggunaa kursi roda), penggunaan alat eksternal (seperti gipsatau traksi),
dan pembatasan gerakan volunteer (Potter, 2005).
 Tujuan Mobilisasi
 Memenuhi kebutuhan dasar manusia
 Mencegah terjadinya trauma
 Mempertahankan tingkat kesehatan
 Mempertahankan interaksi sosial dan peran sehari – hari
 Mencegah hilangnya kemampuan fungsi tubuh

 Jenis Mobilitas dan Imobilitas


a. Jenis Mobilitas :
1. Mobilitas penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan
menjalankan peran sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi
saraf motorik volunteer dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh
area tubuh seseorang.
2. Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
dengan batasan jelas dan tidak mam.pu bergerak secara bebas karena
dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sesnsorik pada area
tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang
dengan pemasangan traksi. Pada pasien paraplegi dapat mengalami
mobilitas sebagian pada ekstremitas bawah karena kehilangan kontrol
motorik dan sensorik. Mobilitas sebagian ini dibagi menjadi dua jenis,
yaitu:
a. Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu
untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal
tersebut dapat disebabkan oleh trauma reversibel pada system
musculoskeletal, contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan
tulang.
b. Mobilitas permanen, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut
disebabkan oleh rusaknya system saraf yang reversibel, contohnya
terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi karena cedera
tulang belakang, poliomilitis karena terganggunya system saraf
motorik dan sensorik.

b. Rentang Gerak dalam mobilisasi


Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :
1. Rentang gerak pasif
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan
persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya
perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
2. Rentang gerak aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan
cara menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien
menggerakkan kakinya.
3.Rentang gerak fungsional
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan
aktifitas yang diperlukan
c. Jenis Imobilitas :
1. Imobilisasi fisik,
merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan
mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan.
2. Imobilisasi intelektual,
merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan daya pikir.
3. Imobilitas emosional,
merupakan keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara
emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan
diri.
4. Imobilitas sosial,
merupakan keadaan individu yang mengalami hambatan dalam
melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya, sehingga dapat
mempengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.

B. Patofisiologi
1) Mobilisasi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem
otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur
gerakan tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang
bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan
isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot
memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau
kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya,
menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi
dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak
menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energi meningkat. Perawat
harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan,
fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini menjadi
kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi paru
kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati
seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal.
Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan
aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi.
Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang
bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh
dan mendukung kembalinya aliran darah ke jantung.
2) Imobilisasi
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang.
Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang:
panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi
dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu mengatur keseimbangan
kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah.
Sendi adalah hubungan di antara tulang, diklasifikasikan menjadi:
 Sendi sinostotik mengikat tulang dengan tulang mendukung kekuatan dan
stabilitas. Tidak ada pergerakan pada tipe sendi ini. Contoh: sakrum, pada
sendi vertebra.
 Sendi kartilaginous/sinkondrodial, memiliki sedikit pergerakan, tetapi
elastis dan menggunakan kartilago untuk menyatukan permukaannya.
Sendi kartilago terdapat pada tulang yang mengalami penekanan yang
konstan, seperti sendi, kostosternal antara sternum dan iga.
 Sendi fribrosa/sindesmodial, adalah sendi di mana kedua permukaan
tulang disatukan dengan ligamen atau membran. Serat atau ligamennya
fleksibel dan dapat diregangkan, dapat bergerak dengan jumlah yang
terbatas. Contoh: sepasang tulang pada kaki bawah (tibia dan fibula) .
 Sendi sinovial atau sendi yang sebenarnya adalah sendi yang dapat
digerakkan secara bebas dimana permukaan tulang yang berdekatan
dilapisi oleh kartilago artikular dan dihubungkan oleh ligamen oleh
membran sinovial. Contoh: sendi putar seperti sendi pangkal paha (hip)
dan sendi engsel seperti sendi interfalang pada jari.
 Ligamen adalah ikatan jaringan fibrosa yang berwarna putih, mengkilat,
fleksibel mengikat sendi menjadi satu sama lain dan menghubungkan
tulang dan kartilago. Ligamen itu elastis dan membantu fleksibilitas sendi
dan memiliki fungsi protektif. Misalnya, ligamen antara vertebra, ligamen
non elastis, dan ligamentum flavum mencegah kerusakan spinal kord
(tulang belakang) saat punggung bergerak.
 Tendon adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang
menghubungkan otot dengan tulang. Tendon itu kuat, fleksibel, dan tidak
elastis, serta mempunyai panjang dan ketebalan yang bervariasi, misalnya
tendon akhiles/kalkaneus.
 Kartilago adalah jaringan penghubung pendukung yang tidak mempunyai
vaskuler, terutama berada disendi dan toraks, trakhea, laring, hidung, dan
telinga. Bayi mempunyai sejumlah besar kartilago temporer. Kartilago
permanen tidak mengalami osifikasi kecuali pada usia lanjut dan penyakit,
seperti osteoarthritis.
 Sistem saraf mengatur pergerakan dan postur tubuh. Area motorik
volunteer utama, berada di konteks serebral, yaitu di girus prasentral atau
jalur motorik.
 Propriosepsi adalah sensasi yang dicapai melalui stimulasi dari bagian
tubuh tertentu dan aktifitas otot. Proprioseptor memonitor aktifitas otot
dan posisi tubuh secara berkesinambungan. Misalnya proprioseptor pada
telapak kaki berkontribusi untuk memberi postur yang benar ketika berdiri
atau berjalan. Saat berdiri, ada penekanan pada telapak kaki secara terus
menerus. Proprioseptor memonitor tekanan, melanjutkan informasi ini
sampai memutuskan untuk mengubah posisi.

Tanda Dan Gejala


a. Dampak fisiologis dari imobilitas, antara lain:
EFEK HASIL
 Penurunan konsumsi oksigen maksimum  Intoleransi ortostatik
 Penurunan fungsi ventrikel kiri
 Penurunan volume sekuncup  Peningkatan denyut jantung, sinkop
 Perlambatan fungsi usus  Penurunan kapasitas kebugaran
 Pengurangan miksi  Konstipasi
 Gangguan tidur  Penurunan evakuasi kandung kemih
 Bermimpi pada siang hari, halusinasi

b.Efek Imobilisasi pada Berbagai Sistem Organ


PERUBAHAN YANG TERJADI AKIBAT
ORGAN / SISTEM
IMOBILISASI
Muskuloskeletal Osteoporosis, penurunan massa tulang, hilangnya kekuatan
otot, penurunan area potong lintang otot, kontraktor,
degenerasi rawan sendi, ankilosis, peningkatan tekanan
intraartikular, berkurangnya volume sendi
Kardiopulmonal dan Peningkatan denyut nadi istirahat, penurunan perfusi
pembuluh darah miokard, intoleran terhadap ortostatik, penurunan ambilan
oksigen maksimal (VO2 max), deconditioning jantung,
penurunan volume plasma, perubahan uji fungsi paru,
atelektasis paru, pneumonia, peningkatan stasis vena,
peningkatan agresi trombosit, dan hiperkoagulasi
Integumen Peningkatan risiko ulkus dekubitus dan laserasi kulit
Metabolik dan Keseimbangan nitrogen negatif, hiperkalsiuria, natriuresis
endokrin dan deplesi natrium, resistensi insulin (intoleransi glukosa),
hiperlipidemia, serta penurunan absorpsi dan metabolisme
vitamin/mineral
C.Etiologi
a. Penyebab

Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan


otot, ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Osteoartritis merupakan
penyebab utama kekakuan pada usia lanjut. Gangguan fungsi kognitif berat seperti
pada demensia dan gangguan fungsi mental seperti pada depresi juga
menyebabkan imobilisasi. Kekhawatiran keluarga yang berlebihan dapat
menyebabkan orangusia lanjut terus menerus berbaring di tempat tidur baik di
rumah maupun dirumah sakit (Setiati dan Roosheroe, 2007).
Penyebab secara umum:
 Kelainan postu
 Gangguan perkembangan otot
 Kerusakan system saraf pusat
 Trauma lanngsung pada system mukuloskeletal dan neuromuscular
 Kekakuan otot
Kondisi-kondisi yang menyebabkan immobilisasi antara lain: (Restrick, 2005)
1) Fall
2) Fracture
3) Stroke
4) Postoperative bed rest
5) Dementia and Depression
6) Instability
7) Hipnotic medicine
8) Impairment of vision
9) Polipharmacy
10) Fear of fall
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi
1) Gaya hidup
Gaya hidup sesorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin
tinggi tingkat pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku yang dapat
meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya dengan pengetahuan kesehatan
tetang mobilitas seseorang akan senantiasa melakukan mobilisasi dengan cara
yang sehat misalnya; seorang ABRI akan berjalan dengan gaya berbeda dengan
seorang pramugari atau seorang pemambuk.
2) Proses penyakit dan injuri
Adanya penyakit tertentu yang di derita seseorang akan mempengaruhi
mobilitasnya misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan untukobilisasi
secara bebas. Demikian pula orang yang baru menjalani operasi. Karena adanya
nyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada kalanya klien harus
istirahat di tempat tidurkarena mederita penyakit tertentu misallya; CVA yang
berakibat kelumpuhan, typoid dan penyakit kardiovaskuler.
3) Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengarumi poa dan sikap dalam melakukan aktifitas
misalnya; seorang anak desa yang biasa jalan kaki setiap hari akan berebda
mobilitasnya dengan anak kota yang biasa pakai mobil dalam segala
keperluannya. Wanita kraton akan berbeda mobilitasnya dibandingkan dengan
seorang wanita madura dan sebagainya.
4) Tingkat energi
Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang lagi
sakit akan berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat apalagi dengan
seorang pelari.
5) Usia dan status perkembangan
Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasny dibandingkan
dengan seorang remaja. Anak yang selalu sakit dalam masa pertumbuhannya akan
berbeda pula tingkat kelincahannya dibandingkan dengan anak yang sering sakit.

c. Faktor resiko
Berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan dapat menyebabkan
imobilisasi pada usia lanjut, seperti pada tabel berikut:
Gangguan muskuloskeletal Artritis
Osteoporosis
Fraktur (terutama panggul dan femur)
Problem kaki (bunion, kalus)
Lain-lain (misalnya penyakit paget)

Gangguan neurologis Stroke


parkinson Penyakit
Lain-lain (disfungsi serebelar,
neuropati)
Penyakit kardiovaskular Gagal jantung kongensif (berat)
Penyakit jantung koroner (nyeri dada
yang sering)
Penyakit vaskular perifer (kardkasio
yang sering)
Penyakit paru Penyakit paru obstruksi kronis (berat)
Faktoe sensorik Gangguan penglihatan
Takut (instabilitas dan takut akan jatuh)
Penyebab lingkungan Imobilisasi yang dipaksakan (di rumah
sakit atau panti werdha)
Alat bantu mobilitas yang tidak adekuat
Nyeri akut atau kronik
Lain-lain Dekondisi (setelah tirah baring lama
metastasis luas pada keganasan)
Malnutrisi
Penyakit sistemik berat (misalnya
metastasis luas pada keganasan)
Depresi
Efek samping obat (misalnya kekuatan
yang disebabkan obat antipsikotik)

C. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


a. Gangguan mobilitas fisik
b. Nyeri akut
c. Intoleransi aktivitas
d. Defisit perawatan diri (Tarwoto & Wartonah, 2003)

RENCANA KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI
DX KEPERAWATAN
DAN KOLABORASI
1 Gangguan Setelah dilakukan Latihan Kekuatan
asuhan  Ajarkan dan berikan dorongan
mobilitas fisik keperawatan pada klien untuk melakukan
berhubungan selama ...x 24 jam program latihan secara rutin
dengan Kerusakan klien
menunjukkan: Latihan untuk ambulasi
sensori persepsi.
§ Mampu mandiri Ajarkan teknik Ambulasi &
total perpindahan yang aman kepada
§ Membutuhkan alat klien dan keluarga.
bantu  Sediakan alat bantu untuk klien
§ Membutuhkan seperti kruk, kursi roda, dan
bantuan orang lain walker
§ Membutuhkan  Beri penguatan positif untuk
bantuan orang lain berlatih mandiri dalam batasan
dan alat yang aman.
§ Tergantung total
Dalam hal : Latihan mobilisasi dengan
§ Penampilan posisi kursi roda
tubuh yang benar  Ajarkan pada klien &
§ Pergerakan sendi keluarga tentang cara pemakaian
dan otot kursi roda & cara berpindah dari
§ Melakukan kursi roda ke tempat tidur atau
perpindahan/ sebaliknya.
ambulasi : miring Dorong klien melakukan latihan
kanan-kiri, untuk memperkuat anggota tubuh
berjalan, kursi Ajarkan pada klien/ keluarga
roda tentang cara penggunaan kursi
roda

Latihan Keseimbangan
 Ajarkan pada klien &
keluarga untuk dapat mengatur
posisi secara mandiri dan
menjaga keseimbangan selama
latihan ataupun dalam aktivitas
sehari hari.
Ajarkan latihan gerak (ROM)
iuntuk mencegah terjadinya
kekauan sendi
Meningkatkan kekuatan otot
a

Perbaikan Posisi Tubuh yang


Benar
 Ajarkan pada klien/
keluarga untuk mem perhatikan
postur tubuh yg benar untuk
menghindari kelelahan, keram &
cedera.
 Kolaborasi ke ahli terapi fisik
untuk program latihan.

2 Intoleransi Setelah dilakukan Managemen Energi


Asuhan Tentukan penyebab keletihan:
aktivitas keperawatan :nyeri, aktifitas, perawatan ,
berhubungan selama …. x 24 pengobatan
denganKelemahan jam : Kaji respon emosi, sosial dan
umum Klien mampu spiritual terhadap aktifitas.
mengidentifikasi Evaluasi motivasi dan keinginan
aktifitas dan klien untuk meningkatkan
situasi yang aktifitas.
menimbulkan Monitor respon kardiorespirasi
kecemasan terhadap aktifitas : takikardi,
yang berkonstrib disritmia, dispnea, diaforesis,
usi pada pucat.
intoleransi Monitor asupan nutrisi untuk
aktifitas. memastikan ke adekuatan sumber
Klien mampu energi.
berpartisipasi Monitor respon terhadap
dalam aktifitas pemberian oksigen : nadi, irama
fisik tanpa disertai jantung, frekuensi Respirasi
peningkatan TD, terhadap aktifitas perawatan diri.
N, RR dan Letakkan benda-benda yang
perubahan ECG sering digunakan pada tempat
Klien yang mudah dijangkau
mengungkapkan Kelola energi pada klien dengan
secara verbal, pemenuhan kebutuhan makanan,
pemahaman cairan, kenyamanan / digendong
tentang kebutuhan untuk mencegah tangisan yang
oksigen, menurunkan energi.
pengobatan dan Kaji pola istirahat klien dan
atau alat yang adanya faktor yang menyebabkan
dapat kelelahan.
meningkatkan
toleransi terhadap Terapi Aktivitas
aktifitas. Bantu klien melakukan ambulasi
Klien mampu yang dapat ditoleransi.
berpartisipasi Rencanakan jadwal antara
dalam perawatan aktifitas dan istirahat.
diri tanpa bantuan Bantu dengan aktifitas fisik
atau dengan teratur : misal: ambulasi, berubah
bantuan minimal posisi, perawatan personal, sesuai
tanpa kebutuhan.
menunjukkan Minimalkan anxietas dan stress,
kelelahan dan berikan istirahat yang
adekuat
Kolaborasi dengan medis untuk
pemberian terapi, sesuai indikasi
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta : Salemba
Medika.
Perry & Potter. 2006. Buku ajar fundal mental keperawatan konsep, proses dan
praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Tarwoto & Wartonah, 2003. Kebutuhan dasar manusia & proses keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika.
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku saku diagnosa keperawatan dengan intervensi
NIC dan kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC.
Kushariyadi. 2010. Askep pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba Medika
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika

Anda mungkin juga menyukai