Disusun Oleh:
Dosen:
Isroni Muhammad Miraj (Mirza), S.H., M.H.
Kelas : A
Hak Atas Kekayaan Intelektual atau sering disingkat HAKI adalah hak yang diberikan kepada
orang - orang atas hasil dari buah pikiran mereka. Biasanya hak tersebut diberikan atas
penggunaan dari hasil buah pikiran pencipta dalam kurun waktu tertentu. Hasil buah pikiran
tersebut dapat terwujud dalam tulisan, kreasi, artistik, simbol - simbol, penamaan, citra, dan
desain yang digunakan dalam kegiatan komersial, Salah satu bagian dari HAKI yaitu Hak
Cipta. Adapun pengertian dari Hak Cipta, yaitu hak khusus bagi pencipta untuk mengumumkan
atau memperbanyak ciptaannya2.
Bekraf menyebutkan 3 sektor yang akan berpotensi tumbuh di tahun 2019 yakni, sektor film
animasi dan video, sektor aplikasi yang berbasis permainan, dan sektor industri musik. Ketiga
hal tersebut membutuhkan Hak Cipta yang digunakan oleh pencipta untuk dapat bertahan pada
industrinya. Bekraf menyebutkan bahwa ada lebih dari 2 juta karya musik namun hanya sekitar
300.000 karya yang tercatat. Hal ini dikarenakan kurang sadarnya pencipta untuk mematenkan
Hak Cipta mereka, yang berdampak sulitnya pemerintah untuk mencatat distribusi lagu 3.
1
Munaf, T. (2018). Membenahi Musik dan Film Indonesia.Jakarta:BEKRAF.
2
Dr. Munir Fuady, SH., MH., LL.M. (2019). Pengantar Hukum Bisnis. Bandung:PT Citra Aditya Bakti
3
Hariyanti, D. (2019). Tiga Sektor Ekonomi Kreatif Ini Akan Tumbuh Terpesat Sepanjang 2019.
Katadata.co.id:https://www.google.com/amp/s/amp.katadata.co.id/berita/2019/01/25/tiga-sektor-
ekonomi-kreatif-ini-tumbuh-terpesat-sepanjang-2019
II. ISI DAN PEMBAHASAN
Dari video tersebut kita bisa mendapat kesimpulan bahwa pembajakan DVD itu
melanggar Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), Menurut Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, Hak Cipta didefinisikan sebagai hak eksklusif pencipta yang
timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam
bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Hak Cipta juga merupakan bagian dari kekayaan intelektual di bidang ilmu
pengetahuan, seni, dan sastra yang mempunyai peranan strategis dalam mendukung
pembangunan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Hak Cipta sendiri mencakup dua hak lainnya, yakni hak moral dan hak ekonomi. Hal
ini termasuk kedalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta pasal 5 sampai
19.4 Masalahnya seseorang yang menghasilkan sebuah karya bisa berpotensi untuk negara
karena dapat menghasilkan pundi - pundi rupiah hingga triliunan. Mengenai hal tersebut dapat
menjadi sebuah kerugian bilamana pihak lain yang tidak terlibat dalam proses kelahiran karya
tersebut melakukan pembajakan sehingga mengalami hak - hak ekonomi sang pencipta dan
orang - orang yang terkait.
Hak cipta memiliki masa berlaku seumur hidup tambah 70 tahun (menurut pasal 58)
dan 25 tahun & 50 tahun tergantung hasil karya cipta berdasarkan UU pasal 59. Dengan sifat
pengakuan de facto (diakui oleh masyarakat) dan de jure (diakui oleh negara). Pada kesimpulan
ini dapat disimpulkan bahwa semua HAKI tidak berlaku selamanya.
Hukum melanggar HAKI tidak akan berlaku jika karya yang dibuat oleh sang pencipta
sebagai contoh lagu hanya dinyanyikan oleh orang lain, tetapi dapat dijadikan sebagai
pelanggaran jika diklaim atau disebarluaskan tanpa meminta izin pencipta lagu tersebut. HAKI
mempunyai tujuan sebagai tolok ukur bersaing, dunia semakin hidup dan beraturan dan
memancing masyarakat luas agar semakin ingin berkreasi sehingga pendapatan negara dapat
terbantu oleh masyarakat yang berkreasi.
Pada teori hubungan antar grup (intergroup relation theory) menjelaskan bagaimana
hubungan antara sebuah kelompok dengan kelompok lain dengan masing - masing anggotanya
dan terdapat interaksi antara satu orang atau kolektif satu kelompok dengan kelompok lainnya.
Dalam pembajakan di industri musik kelompok dibagi tiga, yaitu: industri musik, pemerintah,
konsumen dan pembajak itu sendiri. Ketika kelompok tersebut memainkan peran yang
signifikan dan saling mempengaruhi satu sama lainnya.5
Perlindungan hukum bagi pencipta sekarang ini tidak lain hanya sebagai “macan
ompong” yang ini dimaksud hanya ada undang - undang nya tetapi tidak dapat
terimplementasikan secara baik, padahal terdapat sanksi pidana dalam pasal 72 ayat 2 undang
- undang hak cipta, yang menyatakan bahwa barangsiapa yang sengaja menyiarkan,
memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil
pelanggaran hak cipta pidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan atau denda
paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah). Menurut Prof. Dr. H. R. Abdussalam.
4
https://bplawyers.co.id/2018/01/30/hak-cipta-di-indonesia/
5
https://www.sains.org/haki/
SH. Berbagai pelanggaran, norma atau kaidah yang sering terjadi di masyarakat adalah akibat:6
1. Sikap lunak terhadap pelanggaran hukum yang dianggap kecil atau ringan.
2. Tingkah laku petugas kepolisian yang mengurangi cipta baik dalam penegakan
hukum.
3. Pelanggaran hukum yang dibiarkan dan dalam waktu singkat diikuti oleh jumlah
orang yang lebih banyak dan tidak dipidana.
Pada akhirnya usaha terbaik yang dapat dilakukan adalah sikap tegas dan keseriusan
dari pemerintah dan khususnya aparat penegak hukum yang harus ditingkatkan untuk
mengakhiri praktek pembajakan terhadap industri produk rekaman. Konsistensi penegakan
hukum tanpa pandang bulu adalah cara paling baik untuk memberantas pembajakan CD atau
VCD di Indonesia. Jangan hanya pedagang kecil saja yang harus diproses dan dituntut secara
hukum. Dengan ketegasan seperti itulah dapat diharapkan hasil yang lebih baik dalam
pemberantasan barang-barang bajakan.
6
Abdussalam. (2007). Hukum Kepolisian sebagai Hukum Positif dalam Disiplin Hukum. Restu Agung
III. KESIMPULAN DAN SARAN
Melihat semakin maraknya pembajakan hasil karya musik maupun film, membuat
keberadaan akan Undang-Undang tentang Hak Cipta dipertanyakan. Ternyata Undang-Undang
tersebut belum mampu mengatasi permasalahan mengenai pelanggaran-pelanggaran akan hak
cipta, termasuk pembajakan kaset yang merajalela. Dibutuhkan suatu sinkronisasi antara
lembaga-lembaga yang berwenang menegakkan hukum dibidang Hak Cipta. Tidak hanya dari
pihak kepolisian, kejaksaan, pemerintah, pemusik, dan penjual saja, tetapi peranan masyarakat
luas sangat dibutuhkan dalam menegakkan hukum yang ada.7 Apabila pembeli berkurang,
maka stok kaset bajakan juga akan berkurang. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin kepastian
hukum dan memberikan perlindungan hukum yang lebih baik kepada para penciptaan karya
musik maupun film di Indonesia. Selain itu, dibutuhkan sosialisasi kepada masyarakat bahwa
kegiatan tersebut telah melanggar Undang-Undang Hak Cipta. Apabila penegakkan hukum
tentang Hak Cipta di masyarakat berjalan sebagaimana mestinya dan bersifat tegas, ini anak
mengurangi pembajakan kaset di pasaran dan masyarakat akan takut melakukan kegiatan
pembajakan kaset.
7
Abdussalam. (2007). Hukum Kepolisian sebagai Hukum Positif dalam Disiplin Hukum. Restu Agung
DAFTAR PUSTAKA
● Munaf, T. (2018). Membenahi Musik dan Film Indonesia.Jakarta:BEKRAF.
● Dr. Munir Fuady, SH., MH., LL.M. (2019). Pengantar Hukum Bisnis. Bandung:PT Citra Aditya
Bakti
● Hariyanti, D. (2019). Tiga Sektor Ekonomi Kreatif Ini Akan Tumbuh Terpesat Sepanjang
2019.
Katadata.co.id:https://www.google.com/amp/s/amp.katadata.co.id/berita/2019/01/25/tiga-
sektor-ekonomi-kreatif-ini-tumbuh-terpesat-sepanjang-2019
● https://bplawyers.co.id/2018/01/30/hak-cipta-di-indonesia/
● https://www.sains.org/haki/
● Abdussalam. (2007). Hukum Kepolisian sebagai Hukum Positif dalam Disiplin Hukum. Restu
Agung